• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PEMBERDAYAAN DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAKARTA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN PEMBERDAYAAN DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAKARTA TIMUR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fikrah: Journal of Islamic Education, P-ISSN : 2599-1671, E-ISSN : 2599-168X Oleh:

Rita Aryani

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Panca Sakti, Indonesia rita.ar@yahoo.com

Abstract

This research aims to analyze the role of empowerment in improving competence of Principals of State Vocational High School in East Jakarta. The research used qualitative approach and descriptive method. The data was obtained through literature review and analyzed in descriptive and qualitative manner. Results of the research show that the competence of principals consisting of managerial, entrepreneurship, supervision, personality and social can be improved through the principal empowerments, such as: encouraging participation in a number of activities; encouraging the growth of innovation by allowing and giving opportunity to express any potential innovative and creative ideas that can enrich their competence; giving access on information as broad as possible; encouraging high accountability; creating school organization culture or climate that allows the principal competence to be improved in an optimal manner; giving strengthening on the principal competence; and giving full support for the principals so that they can serve their role and actualize their competence optimally.

Keywords: empowerment, competence, principals

Pendahuluan

Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah merupakan sosok yang harus memberi pengaruh, dorongan, dukungan, dan arahan kepada guru untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara optimal. Bukan hanya itu, kepala sekolah juga harus memiliki kemampuan untuk menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, memberi teladan, memberi dorongan dan memberi bantuan terhadap sumber daya manusia yang ada di sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.1 Hal itu diperlukan karena sekolah melibatkan banyak individu yang memiliki kecenderungan berbeda satu sama lain, baik dari latar belakang sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, maupun kepribadian. Masing-masing

1 Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permsasalahannya

(2)

individu itu saling berinteraksi dan berkerjasama satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama (organisasi sekolah).

Dengan demikian, keberhasilan sekolah sangat bergantung kepada kepala sekolah, karena kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana prasarana.2 Namun dalam realitasnya, masih banyak kepala sekolah yang kurang mampu mewujudkan output lulusan yang bermutu tinggi. Di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Jakarta Timur misalnya, capaian nilai ebtanas murni (NEM) tahun 2016-2017 rata-rata 7,56 (pada skala 0-10). Pencapaian NEM tersebut jelas belum optimal dan sekaligus mengindikasikan bahwa kompetensi kepala sekolah belum memadai, sehingga diperlukan pemberdaayaan.

Pemberdayaan adalah bentuk desentralisasi yang melibatkan bawahan pada pemberian otoritas besar untuk membuat keputusan.3 Pemberdayaan juga merupakan proses yang menyediakan otonomi yang lebih besar kepada karyawan melalui berbagi informasi yang relevan dan penyediaan kontrol atas faktor yang mempengaruhi prestasi kerja. Pemberdayaan membantu menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidakberdayaan sekaligus meningkatkan perasaan karyawan tentang keberhasilan diri. Pemberdayaan merupakan wewenang karyawan untuk mengatasi situasi dan memungkinkannya untuk mengambil kendali dari masalah yang muncul.4

Bagi Schermerhorn, Osborn, dan Bien, pemberdayaan adalah proses dimana manajer membantu orang lain untuk mendapatkan dan menggunakan daya yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi diri dan pekerjaannya.5 Snell dan Bohlander menjelaskan bahwa pemberdayaan karyawan adalah teknik yang melibatkan karyawan dalam pekerjaannya melalui proses inklusi.6

2 E. Mulyasa, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru (Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya,

2003), h. 38.

3

L. W. Rue, N. A. Ibrahim & L. L. Byars, Human Resource Management: Eleventh Edition (New York: Mc-Graw Hill Education, 2016), h. 56.

4

J. W. Newstorm, Organizational Behavior: Human Behavior at Work, Fourteenth Edition (New York: McGraw-Hill Education, 2015), h. 543.

5 Hunt Osborn Schermerhorn, dan Uhl-Bien, Organizational Behavior (Asia: John Wiley & Sons,

2011), h. 289.

6

Scott Snell, and George Bohlander, Principles of Human Resources Management (Australia: South-Western, 2010), h. 165-166.

(3)

64 | Fikrah: Journal of Islamic Education, P-ISSN : 2599-1671, E-ISSN : 2599-168X Dalam perspektif psikologi, Robbins dan Judge menjelaskan bahwa pemberdayaan psikologis adalah kepercayaan karyawan di tingkat mana untuk mempengaruhi lingkungan kerjanya, kompetensinya, kebermaknaan pekerjaannya, dan otonominya yang dirasakan dalam pekerjaannya.7 Selain itu, menurut Colquitt, LePine dan Wesson pemberdayaan secara psikologis merupakan bentuk motivasi intinsik karena melaksanakan tugas merupakan penghargaan dan memberikan kepuasan intrinsik dalam bentuk kesenangan, kedayatarikan dalam bekerja, pencapaian, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, pengungkapan diri, menghindari frustrasi, kebosanan dan kecemasan ditempat kerja.8

Snell dan Bohlander menyebutkan bahwa agar pemberdayaan dapat tumbuh dan berhasil, maka organisasi harus mendorong beberapa kondisi berikut: (a) partisipasi (participation). Karyawan harus didorong untuk mengambil kendali atas pekerjaannya. Karyawan harus peduli tentang peningkatan proses kerja dan hubungan interpersonal pekerjaan; (b) inovasi (innovation). Lingkungan harus menjadi reseptif atau mudah menerima bagi orang dengan ide-ide inovatif dan mendorong orang untuk menggali cara baru serta mengambil risiko yang masuk akal pada biaya yang logis. Sebuah lingkungan yang memberdayakan tercipta ketika keingintahuan tinggi dihargai sebagai keahlian teknis; (c) akses terhadap informasi (access to information). Karyawan harus memiliki akses terhadap jangkauan informasi yang luas. Dalam hal ini individu harus dilibatkan untuk memutuskan jenis informasi apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya; dan (d) akuntanbilitas (accountability). Karyawan yang diberdayakan harus bertanggungjawab atas perilaku terhadap orang lain, memproduksi hasil yang disetujui, mencapai kredibilitas, dan bekerja dengan pendekatan positif.9

Dalam proses pemberdayaan disarankan menggunakan beberapa pendekatan sebagai berikut: (a) membantu karyawan dalam meraih penguasaan kinerja (memberikan pelatihan yang tepat, pelatihan dan pengalaman yang diarahkan pada hasil sebagai awal kesuksesan); (b) mengizinkan pengontrolan yang lebih banyak (memberikan mereka pertimbangan-pertimbangan pada kinerja pekerjaan, dan kemudian membantu mereka pada hasil yang akuntabel); (c) penyediaan model-model

7 Stepen. P. Robbins, & T. A. Judge, Organizational Behavior, Sixteenth Edition (Edinburgh Gate:

Pearson Education Limited, 2015), h. 45.

8

LePine Colquitt dan Wesson, Organizational Behavior (New York: McGraw-Hill, 2011), h. 198.

(4)

keberhasilan mengijinkan mereka untuk mengobsevasi teman sejawat yang sudah membantu kesuksesan dalam pekerjaan); (d) menggunakan dukungan sosial dan persuasi (memberi pujian, dorongan, dan umpan balik yang didesain untuk meningkatkan percaya diri); (e) memberi dukungan emosional (menyediakan pereduksian stress dan kebimbangan melalui definisi kerja yang lebih baik, pembantuan tugas dan penanganan yang jujur).10

Pemberdayaan merupakan kunci motivasi dan produktivitas seorang karyawan yang merasa dirinya mempunyai nilai dan berkontribusi akan bersedia membantu dan akan berkembang dalam pekerjaan. Pemberdayaan memungkinkan seseorang untuk berkembang secara personal dan profesional, sehingga kontribusinya di dalam dunia kerja akan maksimum, termasuk kompetensi di kalangan kepala sekolah.11

Hasil penelitian Duff juga menunjukkan bahwa pemberdayaan berpengaruh terhadap kompetensi.12 Demikian pula hasil penelitian Supartinah juga membuktikan bahwa pemberdayaan berpengaruh terhadap tanggung jawab kepala sekolah.13 Tanggung jawab kepala sekolah adalah bagian dari kompetensi kepala sekolah, sehingga pemberdayaan berpengaruh terhadap kompetensi kepala sekolah.

Dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.14 Menurut Musfah, kompetensi adalah kumpulan pengetahuan, perilaku, dan ketrampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan.15 Kompetensi diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan belajar mandiri dengan memanfaatkan sumber belajar. Selain itu Mulyasa mengemukakan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang

10 Jennifer M. George and G. R. Jones, Understanding and Organizational Behavior (New Jersey:

Prentice Hall, 2005), h. 185-186.

11

Goetsch & Davis, Quality Management, Third Edition (New Jersey: Prentice Hall International, Inc, 2000), h. 77.

12

Elsie Duff, “The Effects of Empowerment on Role Competency and Patient Safety Competency for Newly Graduated Nurse Practitioners,” Western University Scholarship@Western

Electronic Thesis and Dissertation Repository The University of Western Ontario, 2016, hh. 1-153.

13Theresia Supartinah, “Pengaruh Pemberdayaan Dan Kepercayaan Terhadap Tanggung Jawab

Kepala Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur,” Jurnal UNJ, 2017, hh. 1149-1159.

14 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

15 Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatiahan Dan Sumber Belajar (Jakarta:

(5)

66 | Fikrah: Journal of Islamic Education, P-ISSN : 2599-1671, E-ISSN : 2599-168X dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilakuperilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik baiknya.16 Sementara pendapat lain mengartikan kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan menjadi cara-cara berperilaku dan berpikir dalam segala situasi, dan berlangsung dalam periode waktu yang lama Kompetensi juga menunjuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilaku.17

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah/madrasah yaitu: kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Kompetensi manajerial terdiri dari: menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan; mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan; memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal; mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif; menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik; mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal; mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal; mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah; mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik; mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional; mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien; mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/ madrasah; mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di ekolah/madrasah; mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan;

16

E. Mulyasa, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru (Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, 2008), h. 38.

17

Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan

(6)

memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah; melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/ madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

Kompetensi kewirausahaan terdiri dari: menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah; bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah; pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah; dan memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik. Kompetensi supervisi meliputi: merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru; melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat; menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Kompetensi kepribadian mencakup: berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah; memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin; memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah; bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi; mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah; dan memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan. Kompetensi sosial meliputi: bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah; berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan; memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.18

Dengan demikiian kompetensi kepala sekolah merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan penguasaan kemampuan/ potensi, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai oleh kepala sekolah yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya yang dapat diaktualisasikan dan diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan

18Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala

Sekolah/Madrasah.

(7)

68 | Fikrah: Journal of Islamic Education, P-ISSN : 2599-1671, E-ISSN : 2599-168X tugasnya secara profesional, yang termanifestasi dalam kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.

Itu berarti bahwa kompetensi kepala sekolah sangat luas dan komprehensif sehingga memerlukan dukungan dan pemberdayaan dari berbagai pihak, terutama pihak-pihak yang menjadi atasan langsung maupun tidak langsung kepalas ekolah.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Data diperoleh melalui kajian pustaka yang bersumber dari berbagai referensi yang relevan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif-kualitatif.

Hasil dan Pembahasan

Kompetensi kepala sekolah merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar, mengingat eksistensinya yang sangat penting dan vital bagi pencapaian kinerja organisasi sekolah dan peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu kompetensi kepala sekolah perlu ditingkatkan terus menerus, antara lain melalui program pemberdayaan. Bagi SMKN, upaya pemberdayaan kepala sekolah dapat dilakukan oleh atasan langsung dan tidak langsung kepala sekolah, baik pengawas maupun pejabat pada Dinas Pendidikan. Strategi pemberdayaan yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah antara lain:

1. Mendorong partisipasi kepala sekolah dalam berbagai aktivitas di sekolah. Dalam tataran ini kepala sekolah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengekspresikan aspirasinya sebagai pemimpin sekolah terutama aspirasi yang berkaitan dengan kompetensi sosial kepala sekolah. Bahkan, kepala sekolah juga diberikan keleluasaan melakukan interaksi sosial secara masif kepada warga sekolah sebagai manifestasi dari partisipasi aktifnya sebagai pimpinan sekolah.

2. Mendorong tumbuhnya inovasi di kalangan kepala sekolah dengan cara membiarkan dan membebaskan kepala sekolah mengemukakan ide-ide inovatif dan kreatif yang potensial memperkaya kompetensi dirinya. Pembaruan pendekatan, metode, teknik, strategi atau pola pembelajaran di sekolah jelas memerlukan kontribusi ide-ide inovatif dan kreatif dari kepala sekolah yang hanya dapat tumbuh apabila diberikan peluang dan suasana yang kondusif. Begitu pula pengembangan sekolah melalui kemitraan dengan dunia usaha dan industri dalam memproduksi dan memasarkan

(8)

produk-produk yang dihasilkan sekolah juga memerlukan inovasi dan kreativitas. Inovasi dan kreativitas sangat diperlukan untuk meningkatkan kompetensi kewirausahaan kepala sekolah.

3. Memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada kepala sekolah. Kompetensi manajerial dan supervisi kepala sekolah tidak mungkin dapat diperkaya dan ditingkatkan tanpa adanya pasokan informasi pengetahuan dan teknologi yang baru dan mutakhir. Oleh karena itu, pihak sekolah dan dinas pendidikan perlu memfalisitasi kepala sekolah untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya melalui berbagai jaringan yang memungkinkan.

4. Mendorong kepala sekolah memiliki akuntabilitas yang tinggi. Kepala sekolah harus memiliki tanggung jawab atas berbagai tindakan yang dilakukan sebagai pemimpin dan pengelola sekolah. Termasuk pula materi pelajaran yang diberikan oleh sekolah kepada siswa berikut guru yang mengampu, metode dan fasilitas yang digunakan juga perlu dipertanggungjawabkan secara terbuka dalam perangkat sistem akuntabilitas yang memungkinkan stakeholder sekolah dapat mengakses dengan mudah dan leluasa. Akuntabilitas akan mendorong kepala sekolah memiliki kompetensi manajerial, supervisi, kepribadian yang lebih baik.

5. Penciptaan budaya atau iklim organisasi sekolah yang memungkinkan potensi kepala sekolah dapat berkembang secara optimal sehingga dapat menunjang aktualisasi kompetensinya. Dalam konteks ini interaksi dan relasi sosial antar warga sekolah perlu dikelola sedemikian rupa agar kepala sekolah dapat dengan tenang, nyaman dan leluasa menjalankan perannya sebagai pemimpin dan pengelola, serta pengajar dan sekaligus pendidik. Kondisi ini akan mendorong kompetensi sosial, manajerial, dan kepribadian dapat tumbuh lebih baik.

6. Adanya penguatan keseluruhan kompetensi kepala sekolah agar dapat memecahkan berbagai masalah yang timbul dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan aktual sekolah. Penguatan kompetensi dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan pelatihan dan workshop dengan melibatkan para expert serta memberikan penghargaan (reward) khusus atas prestasi yang diraih kepala sekolah.

7. Memberikan dukungan penuh kepada kepala sekolah agar dapat memerankan tugas dan mengaktualisasikan kompetensinya secara optimal. Dukungan dapat dilakukan

(9)

70 | Fikrah: Journal of Islamic Education, P-ISSN : 2599-1671, E-ISSN : 2599-168X dengan memberikan otonomi penuh dan keleluasaan kepada kepala sekolah untuk memerankan peran profesionalnya sebagai kepala sekolah.

Kesimpulan

Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui pengkayaan dan peningkatan kompetensi kepala sekolah, khususnya kompetensi manajerial, kewirausahaan, supervisi, kepribadian, dan sosial. Upaya pengkayaan dan peningkatan kompetensi kepala sekolah dapat dilakukan melalui pemberdayaan, khususnya: mendorong partisipasi kepala sekolah dalam berbagai aktivitasnya; mendorong tumbuhnya inovasi di kalangan kepala sekolah dengan cara membiarkan dan membebaskan kepala sekolah mengemukakan ide-ide inovatif dan kreatif yang potensial memperkaya kompetensinya; memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada kepala sekolah; mendorong kepala sekolah memiliki akuntabilitas yang tinggi; menciptakan budaya atau iklim organisasi sekolah yang memungkinkan potensi kepala sekolah dapat berkembang secara optimal; memberikan penguatan atas kompetensi kepala sekolah; dan memberikan dukungan penuh kepada kepala sekolah agar dapat memerankan tugas dan mengaktualisasikan kompetensinya secara optimal.

Daftar Pustaka

Colquitt, LePine dan Wesson, Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill, 2011.

Duff, Elsie, “The Effects of Empowerment on Role Competency and Patient Safety Competency for Newly Graduated Nurse Practitioners,” Western University Scholarship@Western Electronic Thesis and Dissertation Repository The University of Western Ontario, 2016, hh. 1-153.

George, Jennifer M., and G. R. Jones, Understanding and Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall, 2005.

Goetsch & Davis, Quality Management, Third Edition. New Jersey: Prentice Hall International, Inc, 2000.

Mulyasa, E, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, 2003.

Mulyasa, E, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, 2008.

(10)

Musfah, Jejen, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatiahan Dan Sumber Belajar. Jakarta: Pustaka Jaya, 2007.

Newstorm, J. W., Organizational Behavior: Human Behavior at Work, Fourteenth Edition. New York: McGraw-Hill Education, 2015.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.

Robbins, S. P. & T. A. Judge, Organizational Behavior, Sixteenth Edition. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited, 2015.

Rue, L. W., N. A. Ibrahim & L. L. Byars, Human Resource Management: Eleventh Edition. New York: Mc-Graw Hill Education, 2016.

Schermerhorn, Hunt Osborn dan Uhl-Bien, Organizational Behavior. Asia: John Wiley & Sons, 2011.

Snell, Scott and George Bohlander, Principles of Human Resources Management. Australia: South-Western, 2010.

Supartinah, Theresia, “Pengaruh Pemberdayaan Dan Kepercayaan Terhadap Tanggung Jawab Kepala Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur,” Jurnal UNJ, 2017, hh. 1149-1159.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Uno, Hamzah B., Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang

Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permsasalahannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah WebGIS Industri Kreatif Berbasis Budaya Kota Surakarta yang menyajikan informasi mengenai lokasi dan atribut dari industri kreatif

Äikäs (2004) näkee suomalaisessa kaupunkimarkkinoinnissa kaksi ongelmaa, jotka ovat relevantteja vielä 2010-luvullakin. Ensinnäkin se, että kaupungit ovat kilpailun ja

Pada hari ini Rabu tanggal tiga belas bulan Juni tahun dua ribu dua belas, kami yang bertanda tangan di bawah ini Pokja.V ULP Kabupaten Dharmasraya berdasarkan Surat

Item pertanyaan yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan no.5 yaitu Seorang auditor pria dan wanita memiliki komitmen organisasi yang sama, artinya bahwa gaya kepemimpinan

Dalam proses ini, penulis mengamati bahwa sebuah resep makanan harus memiliki informasi bahan dan cara membuat yang detail agar mudah dipahami oleh target, baik yang sudah mahir

Penerapan metode tanya jawab dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas II SDN 59 KM.2 Ngabang dapat dilakukan oleh

Tidak hanya itu, dalam hal ini juga seperti yang dikemukaan oleh bapak Sairi selaku krani 1 humas PT Perkebunan Nusantara (PTPN V) Sei- Tapung ditemukannya

Youtube Teacher memiliki fitur yang sama dengan Youtube dengan beberapa tambahan dan yang paling utama ialah Live Streaming with Teacher dimana live streaming ini bisa di