• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana dengan tingkat yang tinggi (HPLI, 2014).Bencana yang dimaksud adalah bencana alam, yaitu segala jenis bencana yang dimana sumber dan faktor penyebabnya berasal dari alam (Pusat Pendidikan Mitigasi Bencana, 2014).Berbagai peristiwa bencana alam terjadi di Indonesia seperti gempa bumi di Sumatera Barat, meletusnya Gunung Merapi dan banjir di Jakarta. Adanya peristiwa bencana alam tersebut mengundang banyak perhatian dari berbagai masyarakat, khususnya kaum relawan. Berbagai relawan turut berpartisipasi, baik secara individualmaupun bergabung dalam organisasike lokasi bencana alam. Para relawan tersebut berpartisipasi untuk memberikan berbagai bantuan kepada seluruh korban bencana alam, seperti membantu mengevakuasi korban, memberikan fasilitas darurat yang diperlukan untuk keselamatan korban, dan sebagainya.

Gempa bumi yang mengguncang kawasan Sumatera Barat pada tahun 2009 lalu,tercatat sebanyak 15 relawan TAGANA (Taruna Siaga Bencana)dari Jakarta diterjunkan ke lokasi bencana.Relawan tersebut diterjunkan untuk memberikan bantuan berupa sumbangan dana, bantuan logistik dan melakukan trauma healing. Trauma healing ialah membantu memulihkan trauma pada korban gempa bumi terutama pada anak-anak dengan cara bermain sambil bernyanyi. Selain relawan TAGANA, terdapat pula relawan lain yangturut berpartisipasi untuk membantu korban gempa bumi di Sumatera Barat, yakni relawan dari Mustang 88 FM yang berjumlah 21 orang.

Peristiwa meletusnya Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010lalu, tercatat 150 relawan TAGANA dari Jakarta ikutberpartisipasi. Mereka berpartisipasi untuk membantu mengevakuasi korban bencana dan memberi bantuan berupa fasilitas dapur umum. Terdapat pula tim relawan yang merupakan mahasiswadari salah satu universitas di Indonesia dengan jumlah kurang lebih 20 orang dan tim relawan dari BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia) yang juga turut berpartisipasi membantu korban meletusnya Gunung Merapi. Selain peristiwa meletusnya Gunung Merapi, relawan TAGANA juga turut membantu para korbanbanjir di Jakarta yang terjadi diawal tahun 2014.

(2)

Peristiwa banjir di Jakarta yang terjadi diawal tahun 2014, mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama pemerintah.Sekretaris Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Andi Asnandar, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Margowiyono dan Tim Reaksi Cepat (TRC) Kemensoslangsung menyebar ke beberapa titik pengungsian untuk melihat dapur umum denganberkontribusi pada seluruh relawan kemanusiaan TAGANA di Jakarta yang berjumlah 1.877 orang. Tidak hanya sekedar mengawaki dapur umum, relawan TAGANA juga ikut mengevakuasi warga Jakarta yang terkena banjir dan turut membantu membersihkan rumah warga yang tergenang banjir.Terdapat pula relawan lain yang berkontribusi pada peristiwa banjir di Jakarta, yakni relawan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang berjumlah 50 orang. Relawan tersebut berkontribusi untuk memberikan bantuan berupa perlengkapan mandi dan tidur.

Dengan adanya kasus bencana yang telah dikemukakan diatas, terlihat adanya pertumbuhan dari para relawan yang ikut berpartisipasi saat terjadi peristiwa bencana alam khususnya pada relawan TAGANA di Jakarta.Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah relawan yang ikut terjun ke lokasi bencana mulai dari peristiwa gempa bumi di Sumatera Barat, meletusnya Gunung Merapi hingga peristiwa banjir di Jakarta.Adanya pertumbuhan tersebut, dapat menggambarkan bahwa setiap orang memiliki niat tanpa melihat dan mempertimbangkan untung maupun rugi ketika terjun menjadi relawan.

Himpsi (dalam Gunawan & Sulistyorini, 2007)mengatakan bahwa relawan merupakan seseorang yang memiliki niat untuk membantu individuatausekelompok individu yang memerlukan bantuan, termotivasi oleh kemauan sendiri dan tidak bermaksud untuk menerima harta atau benda.Basuki (2013) juga menambahkan bahwa relawan adalah seseorang yang secara sukarela menyumbangkan waktu, tenaga, pikiran dan keahliannya untuk menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan serta sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atas sesuatu yang telah disumbangkan. Hal ini juga terjadi pada relawan TAGANA yang memiliki kepedulian dan aktif dalam kegiatan penanggulangan bencana bidang bantuan sosial.

TAGANA merupakan perwujudan dari penanggulangan bencana bidang bantuan sosial berbasis masyarakat yang beranggotakan seluruh rakyat Indonesiabaik pria maupun wanita (Tagana, 2014).Peran TAGANA disesuaikan dengan UU 24/2007

(3)

tentang Penanggulangan Bencana, pasal 27 yaitu mengamanatkan setiap orang berkewajiban melakukan kegiatan penanggulangan bencana.Selanjutnya, peran TAGANA juga disesuaikan dengan UU 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, pasal 1 ayat 9 yaitu perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan sosial (keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik dan bencana alam).

Maraknya organisasi-organisasi sosial yang menyediakan berbagai pelayanan sosial, seperti TAGANA, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), BSMI dan sebagainya patut untuk diberi dukungan dan disambut gembira oleh seluruh warga masyarakat.Hal ini menunjukkan tingginya tingkat kepedulian relawan yang telah bergabung dan berkontribusi dalam organisasi sosial tersebut untuk mengupayakan pelayanan sosial bagi warga masyarakat yang memerlukan bantuan.Waters & Bortree (2007) mengatakan bahwa terdapat empat komponen yang melandasi hubungan antara relawan dengan organisasinya, yaitu kepercayaan, komitmen, keseimbangan dari kekuatan dan kepuasan.

Kontribusidari relawan yang bergabung dalam organisasi TAGANA dinilai sangat positif.Karena kontribusi relawan berfungsisebagai pilar penyangga tegaknya mentalitas para korban bencana alam.Hal ini diwujudkan melaluiadanya dukungan dalam bentukperilaku menolong yang diberikan relawanuntuk para korban bencana alam tanpa memandang latar belakang, suku, agama maupun ras.Sehinggadengan adanya perilaku menolong dari relawan terhadap korbandapat meringankan beban yang dialami oleh korban bencana alam.Eisenberg, Spinrad, & Sadowsky (dalam Aronson, Wilson& Akert, 2007)mengatakan bahwa kualitas yang ada didalam diri seseorang yang dapat menyebabkan orang tersebut maumenolong orang laindinamakan altruisme. Nindihong (2013)juga menambahkan bahwa altruisme merupakan salah satu karakteristik yang ada di dalam diri relawan.

Myers & Batson (dalamTanjung, 2014)mengatakan bahwa terdapat tiga komponen didalam hati seseorang yang memiliki kecenderungan altruisme diantaranya ialah empati yaitu kemampuan merasakan apayang dialami oleh orang lain, sukarela yaitu tidak mengharapkan imbalan, dan keinginan untuk memberikan bantuan kepada orang lain tanpa orang tersebut mengetahui bentuk bantuan yang diberikannya. Adanya karakteristik altruisme dapat mewujudkanketahanan mentalyang kuat selain ketahanan

(4)

fisik yang ada dalam dirirelawan ketika sedang melaksanakan tugasnya.Seperti yang kita ketahui bahwa untuk menjadi seorang relawan bukan pekerjaan yang mudah.Hal ini dikarenakan selain tidak diberi upah atau gaji atas jasa yang telah diberikan, menjadi seorang relawan juga memiliki resiko yang sangat tinggi dari tugas kemanusiaan yang diemban. Dengan demikian, peran karakteristikyang ada didalam diri relawan merupakan faktor utama yang sangat penting supaya relawan mampu melakukan pekerjaan kemanusiaan secara efektif dan dapat berperilaku yang mengarah pada perilaku prososial.

Twenge,Ciarocco, & Bartels (2007)mengatakan bahwa perilaku prososial dilakukan untuk kepentingan orang lain dan tidak menguntungkanbagi diri sendiri,serta memerlukan resiko.Serupa dengan pernyataan tersebut, Baron& Byrne (2005) mengatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menolong yang menguntungkan bagi orang lain, tanpa memberi keuntungan langsung dan melibatkan resiko bagi orang yang melakukannya. Eisenberg (1989)juga menambahkan bahwa perilaku prososial adalah tindakan yang dilakukan secara sukarela dan dimaksudkan untuk membantu maupun memberi keuntungan kepada individu atau sekelompok individu.

Perilaku prososial mencakup berbagai bentuk tindakan-tindakan.Eisenberg &Mussen(1989) mengatakan bahwa perilaku prososial mencakup pada tindakan-tindakan diantaranya ialahberbagi (sharing), kerjasama (cooperative), menyumbang (donating), menolong (helping), kejujuran (honesty), dan kedermawanan (generosity).Bringham (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009)menambahkan bahwa tindakan-tindakan dalam perilaku prososial meliputi menolong, kerjasama, persahabatan, kedermawanan, menyelamatkan dan pengorbanan. Selanjutnya, Wispe (dalam Luthfi, 2009) juga mengatakan bahwa tindakan-tindakan dalam perilaku prososial meliputi simpati (sympathy), kerjasama (cooperation), menolong (helping), menyumbang (donating) , dan altruistik (altruism).

Eisenberg & Mussen (1989) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang berkontribusiterhadap perilaku prososial. Selanjutnya,Eisenberg & Mussen (1989) menambahkan bahwa faktor-faktor tersebut diantaranya faktor biologis, budaya masyarakat setempat, pengalaman sosialisasi, proses kognitif, respon emosional, faktor situasional, dan faktor karakteristik individu khususnya kepribadian. Piliavin (dalam

(5)

Dayakisni& Hudaniah, 2009)juga menambahkan bahwa faktor yang terdapat didalam diri seseorang,yaknikepribadianmemiliki kecenderungan terhadap individu untuk berperilaku prososial.

Kepribadian merupakan suatupola yang relatif menetap didalam diri individu yang menghasilkan beberapa ukuran konsisten tentang perilaku (Feist & Feist, 2009).Fieldman (dalam Endah, 2005) mengatakan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang dikemukakan para ahli untuk memahami kepribadian,salah satunya dengan menggunakan teori trait.Para peneliti menyetujui teori trait yang mengelompokkan trait menjadi lima besar dengan dimensi bipolar, yang disebut Big Five(Beaumont & Stout, 2003).

Penelitian-penelitian mengenai big five factor yang dilakukan oleh para ahli menjadikan big five factor sebagai satu-satunya dimensi kepribadian yang dapat direplikasi dalam bentuk bahasa maupun budaya. McCrae & Costa (1997), big five dapat digunakan dalam berbagai bentuk bahasa, baik dalam bentuk bahasa Inggris maupun bahasa lainnya.Piedmont & Chae (1997)juga berpendapat berbagai penelitian lintas budaya mengenai kepribadian big five ini dilakukan, salah satunya di Korea.Feist & Feist (2009)mengatakan bahwa big five adalah salah satu bentuk kepribadian yang dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku individu.Moberg (1999)menambahkan bahwa Big Five atau FFM didasarkan pada kategori sifat individu, yang dapat digunakan untuk mengevaluasi diri sendiri maupun orang lain.

Dalam Five Factor Model (FFM), trait kepribadian digambarkan dalam bentuk lima dimensi dasar (McCrae & Costa dalam Pervin, 2005). Kelima dimensi dasar diantanya pertama,neuroticism adalah individu yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir.Kedua, extraversion adalahindividu yang memiliki emosi yang positif, energik, senang bergaul, tertarik dengan banyak hal dan ramah dengan orang lain.Ketiga,opennes to experience adalah individu yang memiliki kapasitas untuk menyerap informasi, fokus pada berbagai pikiran maupun perasaan.Keempat, agreeablenessadalah individu yang ramah, rendah hati, tidak menuntut, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Kelima,conscientiousness adalah individu yang memiliki kontrol terhadap lingkungan sosial, mengikuti aturan dan norma, terencana, dan memprioritaskan tugas.

(6)

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, terdapat dua trait kepribadian dari lima trait kepribadian dalam big five yang dikemukakan oleh McCrae & Costa (dalam Pervin, 2005), yaitu extraversiondan agreeableness sama-sama memiliki kepribadian yakni ramah dengan orang lain. Dalam tabel karakteristik skor tinggi dan skor rendah pada dimensibig five, terlihat bahwa agreeableness dan extrovertionmemiliki skor tinggi pada karakteristik suka menolong (Moberg, 1999).Artinya, individu yang memiliki karakteristik agreeableness dan extrovertion ialah individu yang suka menolong.Menolong merupakan bentuk yang paling jelas dari perilaku prososial.Eisenberg dan Mussen (1989) menambahkan bahwa menolong merupakan salah satu bentuk tindakan dari perilaku prososial.Maka para relawan TAGANA di Jakarta yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana bidang bantuan sosial, dapat dikatakan memiliki karakteristik yang menonjol baik itu extraversion atau agreeableness maupun keduanya.

Pada kenyataannya, tidak semua relawan TAGANA memiliki karakteristik yang menonjol baik itu pada extraversion maupun agreeableness.Hal ini dikarenakan bisa saja relawan tersebut memiliki karakteristik yang menonjol baik itu pada openness to experience, conscientiousness, atau neuroticism.Dengan variasi yang cukup besar, maka peneliti ingin melihat kepribadian big five mana yang memiliki kecenderungan pada relawan TAGANA untuk beperilaku prososial.Dengan demikian, peneliti mengangkat penelitian ini untuk membahas apakah kepribadian big fivememiliki hubungan yang signifikan atau tidak signifikan denganperilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.

1.2 Rumusan Permasalahan

Menjadi seorang relawan merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena memerlukan resiko yang sangat tinggi daritugas kemanusiaan yang diemban. Untuk itu karakteristik dari relawan sangat penting demi terwujudnya ketahanan mental dalam diri relawan agar mampu melakukan pekerjaan kemanusiaan secara efektif dan dapat berperilaku yang mengarah pada perilaku prososial.Pertanyaan penelitian yang dapat ditarik ialah “Apakah ada hubungan antara kepribadian big five dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta?”.

(7)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat ada atau tidak adanyahubungan yang signifikan antara kepribadian big five dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Studi yang dilakukan oleh Kim Fridkin Kahn (Kahn, 1996; Kahn & Goldenberg, 1991) menunjukkan hasil bahwa dalam berbagai surat kabar di Amerika yang diteliti dengan

Tidak adanya gangguan penggunaan tepung kulit buah markisa terhadap nafsu makan ternak menunjukkan bahwa bahan makanan ini cukup palatabel. Hal ini mungkin disebabkan aroma

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Keyword : Economic Growth, Human Development, Intergovernmental Revenue, Inflation, And Government Size. Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh langsung

Kelenjar sebaseus yang hiperaktif menyebabkan produksi lipid berlebihan sehingga kadar lipid pada kulit tinggi dan mengakibatkan kulit berminyak.. Jika produksi

Sedangkan menurut Siagian (dalam Ibnu Syamsi, 1995: 5) pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis dan pengujian secara eksperimen di Laboratorium adalah momen nominal hasil analisis pada kolom beton bertulangan bambu wulung

Dengan membandingkan hasil grafik hubungan Momen – Step Pushover dari skenario 1 dan 2, diperoleh perbedaan yang signifikan pada momen ujung saat terjadinya sendi