• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Belajar

Menurut Djumaroh (2002) menyatakan, belajar dalam arti luas adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nila-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi , lebih luas lagi dalam berbagai aspek-aspek kehidupan atau pengalaman-pengalaman yang terorganisasi.

Menurut Hamalik (2001) menyatakan, belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the

modifikation or strengthening of behavior through experiencing). Menurut

pengertian ini belajar merupakan suatu proses kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan belajar, bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari itu yaitu mengalami hasil belajar, bukan suatu penguasaan hasil melainkan perubahan kelakuan.

Menurut Slameto (2010) menyatakan, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. seseorang yang melakukan belajar akan menyadari adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya secara disadari. Dalam perubahan hasil belajar tersebut akan berguna dalam belajar selanjutnya. Perubahan belajar itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya dan perubahan tersebut bersifat menetap. Dalam pelaksanaan belajar tentu mengsilkan perubahan tingkah laku untuk mencapai tujuan yang diinginkan untuk menghasilkan peruubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan lain-lain.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang telah dikatakan belajar apabila pada dirinya telah terjadi perubahan tingkah laku maupun telah

(2)

memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap, yang semuanya diperoleh berdasarkan pengalaman yang dialaminya secara sadar.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Menurut Hamalik (2002) menyatakan, Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya.

Menurut Syah (2010) menyatakan, prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran atau pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi tertentu. Selanjutnya Djamarah (2004) menyatakan, prestasi sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan dan diciptakan baik secara individual maupun kelompok.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan, Hasil belajar merupakan hasil dari perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar yang merupakan kemampuan aktual yang terwujud pada ranah efektif, kognitif, psikomotor. Dari hal inilah dapat diukur seberapa jauh tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu:

a. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi, faktor fisik dan psikis.

(3)

b. Faktor yang datang dari luar siswa atau lingkungan, terutama faktor kualitas pembelajaran.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki siswa dalam mengerjakan tes yang berupa bentuk angka yang dilaksanakan selama proses belajar mengajar.

2.1.3 Hakekat Matematika

Menurut Mulyono Abdurrahman (2003) mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.

Tujuan belajar matematika itu sendiri adalah sesuatu yang ingin dicapai setelah proses belajar mengajar matematika berlangsung dengan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan belajar jangka pendek yaitu dikuasainya sejumlah materi yang telah dipelajarinya, sedangkan tujuan belajar jangka panjang berkenaan dengan penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan penghargaan terhadap matematika itu sendiri sebagai ilmu sendiri yang abstrak.

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif

Hamdani (2011) menyatakan, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Model Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran ini siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam

(4)

kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.

2.1.5 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya (2008) menyatakan, Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan pembelajaran tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang mana pembelajaran tersebut lebih menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang hendak dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Menurut Rusman (2012), Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu

a. Perspeksi motivasi, artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelomok.

b. Perspektif sosial, artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar. Karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.

c. Perspektif perkembangan kognitif, artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi.

Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Pembelajaran secara tim

Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membut setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

(5)

1. Fungsi managemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan.

2. Fungsi managemen sebagai organisasi, menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.

3. Fungsi managemen sebagai kontrol, menunjukan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun tes.

c. Kemauan untuk bekerja keras

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerjasama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa adanya kerjasama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai yang optimal.

d. Keterampilan bekerjasama

Kemampuan bekerjasama itu diprakktikan melalui aktifitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2.1.6 Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya (2008), terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif.

a. Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Ketergantungan positif artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa menyelesaikan tugasnya. Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung pada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disaadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota

(6)

kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan kemampuan setia anggotanya.

b. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)

Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok.

c. Interaksi Tatap Muka (Face to face Promotion Interction)

Pembelajaran kooperatif memberikan ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerjasama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan setiap anggota dan mengisi kekurangan masing-masing.

d. Partisipasi dan Komunikasi (Participation Communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk mampu dapat partisipasi dan komunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Guru perlu membekali siswa dengan komunikasi, karena setiap siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, misal kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya

2.1.7 Keunggulan dan kelemahan pembelajaran kooperatif

Menurut Jerolimek & Parker (Isjoni, 2012) pembelajaran kooperatif mempunyai keunggulan sebagai berikut:

a. saling ketergantungan yang positif

b. adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. d. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dan guru. f. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi

(7)

Menurut Isjoni, 2012 kelemahan pembelajaran kooperatif learning bersumber pada dua faktor, yaaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu:

a. guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.

b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

c. Selama kegiatan diskusi kelomok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai denagn waktu yang ditentukan.

d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

2.1.8 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif Tabel 2.1

Tahap-tahap pembelajaran kooperatif

Fase-fase Perilaku Guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa.

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pembelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasi.

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstransi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa siswa kedalam kelompok-kelompok belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaiman caranya membentuk dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif danefisien.

(8)

Tahap 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Guru memebimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5 Evaluasi.

Guru engevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok presentasi hasil kerja kepada kelompok.

Tahap 6 Memberikan penghargaan.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Sumber: Rusman 2012

Pembelajaran kooperatif ini dimulai dengan guru menyampaikan tujuan yang akan dicapai dengan memberikan motivasi belajar siswa. Selanjutnya guru menyajikan informasi serta membentuk kelompok secara efisien dan bekerja untuk menyelesaikan tugas- tugas yang akan diselasaikan. Fase selanjutnya adalah evaluasi, disini mengevaluasi hasil belajar yang telah dipelajari selama pembelajaran berlangsung. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok/ individu yang mampu menjawab pertanyaan guru.

2.1.9 Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together merupakan salah satu tipe pembelajaran yang mengutamakan diskusi kelompok dan memberikan kesempatan siswa untuk saling mengungkapkan ide atau gagasan dalam memecahkan masalah.

Anita Lie (2004:59) mengemukakan bahwa, Numbered Heads Together merupakan suatu teknik yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Dalam model pembelajaran ini, kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil secara

(9)

kegiatan. Selanjutnya, setiap anggota kelompok diharapkan dapat saling bekerjasama dan bertanggung jawab.

Menurut Trianto (2007:62) pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Heads Together sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas dari

Numbered Heads Together adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk

seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

Dalam pembelajaran Numbered Heads Together, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang heterogen dan memberi penomoran kemudian siswa diskusi sesuai dengan kelompoknya setiap siswa menyampaiakan ide/gagasan. Salah satu siswa mempresentasikan hasil diskusi didepan kelas. Guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Tahapan dalam pembelajan Numbered Heads Together menurut Trianto (2007 : 62):

a. Penomoran adalah hal yang utama di dalam Numbered Heads Together, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan delapan orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.

b. Pengajuan Pertanyaan

Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula.

(10)

c. Berpikir Bersama

Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.

d. Pemberian Jawaban

Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.

2.1.10 Pengertian Alat Peraga

Menurut Hamalik (1997) menyatakan, alat peraga dalam pengajaran dapat bermanfaat antara lain, meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk berpikir sehingga mengurangi verbalisme, Dapat memperbesar perhatian siswa, meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, sehingga belajar akan lebih mantap. Dengan melihat manfaat tersebut maka, dalam pembelajaran diperlukan alat peraga, karena pada pembelajaran siswa berangkat dari yang abstrak yang akan diterjemahkan kesesuatu lebih yang konkrit.

Estiningsih (1994) menyatakan, alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari. Contoh: papan tulis, buku tulis, dan daun pintu yang berbentuk persegipanjang dapat berfungsi sebagai alat peraga pada saat guru menerangkan bangun geometri dalam persegipanjang. Nasution (1995) menyatakan bahwa, maksud dan tujuan peragaan adalah memberikan variasi dalam cara guru mengajar dan memberikan lebih terwujud, lebih terarah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada pembelajaran matematika dalam konsep abstrak akan dapat dipahami dan tahan lama pada siswa bila belajar melalui berbuat dari pengertian, bukan hanya mengingat-ingat fakta.

(11)

Menurut Sudjana (2002), Pengertian alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, alat peraga adalah suatu media yang digunakan dalam pembelajaran dengan maksud mengurangi verbalisme dalam perkembangan anak untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan alat peraga, hal-hal yang abstrak dapat disajikan dalam bentuk model-model berupa benda konkret yang dapat dilihat, dipegang, diputarbalikkan sehingga dapat lebih mudah dipahami. Fungsi utamanya adalah untuk menurunkan keabstrakan konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut. Sebagai contoh, benda-benda konkret di sekitar siswa seperti buah-buahan, pensil, buku, dan sebagainya. Dengan benda-benda tersebut siswa dapat membilang banyaknya anggota dari kumpulan suatu benda sampai menemukan bilangan yang sesuai pada akhir membilang. Contoh lainnya, model-model bangun datar, bangun ruang dan sebagainya.

2.1.11 Fungsi Alat Peraga

Menurut Russefendi (2004) fungsi alat peraga dalam pembelajaran matematikka adalah sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran termotivasi, baik murid maupun guru, dan utamanya minat siswa akan timbul. Mereka akan senang, terangsang dan tertarik sehingga akan bersikap positif terhadap pelajaran matematika.

b. Konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk konkrit sehingga lebih mudah dipahami dan dimengerti serta dapat ditanamkan pada tingkat yang lebih rendah.

c. Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda dialam sekitar lebih dapat dipahami.

d. Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkrit yaitu dalam bentuk model matematika yang dapat dipakai sebagai objek penelitian.

(12)

2.2 Temuan Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuni, Winarti (2012) yang berjudul penggunaan metode Numbered Heads Together untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Banyumudal 2 Kabupaten Wonosobo semester 2 tahun pelajaran 2011/ 2012. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan: 1). siswa dapat berargumentasi/ berpendapat untuk memecahkan soal masalah dengan pengamatan/observasi melalui pemanfaatan alat peraga yang sudah tersedia. 2). Siswa dapat menemukan jawaban melalui pengamatan secara langsung tanpa menggarang atau membayangkan jawaban soal masalah tersebut. 3). Siswa lebih antusias dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dan yang menyenangkan. 4). Kerjasama kelompok dan diskusi dapat meningkatkan pemahaman dalam mata pelajaran IPA di kelas 5 di SD Negeri Banyumudal 2 Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 pada materi pokok “Sifat- Sifat Cahaya”. 6). Pada siklus I siswa yang mencapai KKM yang ditentukan yaitu ≥ 65 sebanyak 17 siswa yang tuntas dan sebanyak 15 siswa yang belum tuntas. Sedangkan pada siklus II seluruh siswa tuntas 100%. Peneliti telah berhasil dalam menerapkan metode pembelajaran Numbered Heads Together dengan KKM yang ditentukan dan ketuntasan 80% dari jumlah siswa kelas V di SDN Banyumudal 2 dari hasil nilai evaluasi siklus II didapatkan 100% siswa sudah memenuhi KKM yaitu ≥ 65.

Selanjutnya penelitian juga pernah dilakukan oleh Andika Imam Kartomo (2012) yang menunjukan bahwa melalui pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Heads Together berbantuan LKS dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar

siswa dalam mata pelajaran matematika kelas V di SD Negeri Candiroto kabupaten Temanggung Tahun 2011/2012. Hal tersebut dapat dilihat sebelum tindakan dengan rata-rata kerjasama 66,33 dan terdapat 11 siswa tuntas dari 25 siswa kemudian siklus I dengan rata-rata kerjasama 75,22 dan terdapat 19 siswa tuntas dari 25 siswa dan siklus II dengan rata-rata kerjasama 80,78 dan 25 siswa tuntas.

(13)

2.3 Kerangka Pikir

Dalam proses Pelaksanaan Belajar Mengajar tentunya guru harus mampu memilih metode yang tepat dalam mengkomunikasikan pembelajaran. Salah satu metode yang akan diterapkan peneliti adalah pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together. Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together ini tentunya beberapa hal yang harus diperhatikan

diantaranya menyatukan persepsi-persepsi yang akan dibahas dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together Serta mampu melaksanakan langkah-langkah yang akan dikerjakan dalam PBM, sehingga dapat mencapai out put dalam pembelajaran tersebut. dalam pemebelajaran kooperatif tipe Numbered

Heads Together perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya yaitu adanya

keinginan diri sendiri untuk belajar, mampu bekerja sama sehingga dapat memecahkan masalah.

Dalam pelaksanaan pembelajaran guru tidak hanya harus menguasai materi pembelajaran, tetapi juga harus mampu memilih dan menggunakan media secara tepat dalam proses pembelajaran di kelas. Efektif tidaknya dalam penggunaan media pembelajaran tergantung pada kemampuan guru itu sendiri dalam menerapkan media pembelajaran. Penggunaan media yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar pada siswa adalah media alat peraga. Kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran yang berhasil pada umumnya ditunjukkan dengan dikuasainya materi pembelajaran oleh siswa. Salah satu media yang akan digunakan peneliti adalah alat peraga tiga dimensi.

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together merupakan pembelajaran yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa agar dapat berpikir kritis, logis, dan dapat memecahkan masalah dengan sikap terbuka, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok yang bersifat heterogen. Model pembelajaran ini, guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa, cara ini juga

(14)

merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individu dalam diskusi kelompok.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka rumusan hipotesisnya adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan memanfaatkan alat peraga tiga dimensi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5A SD Negeri Sidorejo Lor 01 Semester II Tahun 2012/2013.

Referensi

Dokumen terkait

Teknik ini merupakan teknik yang paling mudah dimana risiko yang kita ambil hanya sebatas berapa poin yang telah kita tentukan (misalnya 50 atau 70 poin dari harga yang kita

[r]

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan dua model komunikasi word of mouth sebagai acuan dasar penelitian, Yaitu organic dan amplified word of

dengan klik tombol open setelah dokumen yang akan dibut telah disorot. Segera isi dokumen Excel tersebut akan dibuka oleh program Excel.

[r]

Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan Riset Kapasitas PEnangkapan Cantrang pada Perikanan Demersal di Laut Jawa Serta Pukat Cincin pada Perikanan Cakalang dan

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi gizi bahan utama (daging ikan sapu-sapu) dan produk otak-otak yang dipilih yaitu formula yang menggunakan

Keterampilan adalah sebuah kompetensi yang berhubungan dengan tugas untuk tujuan visi misi kelompok atau organisasi Gibson et al dalam Setyowati (2013:44) Ada