• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI TEKNOLOGI PEMISAHAN SPERMA PADA SAPI PO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI TEKNOLOGI PEMISAHAN SPERMA PADA SAPI PO"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI TEKNOLOGI PEMISAHAN SPERMA

PADA SAPI PO

(The Aplication of Sexed Sperm on Ongole Grades Cow)

AINUR RASYID, D.B. WIJONO dan N.H. KRISNA Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2 Grati, Pasuruan 67184

ABSTRACT

The cross bred have been raised and prefered by the farmers because of their high selling value as beef type, and their offsprings are breeded for feeder stocks. This survey was aimed at evaluating the productivity of the heifers cross bred with F1 (PO X Simmental dan PO X Limousin) on the farmers in order to increase

their reproduction and production eficiency. The survey was done for 13 months (from November 2003 up to December 2004) using 15 heads of heifers I0 – I1 ages consisting of 7 heads of Limousin (F1: ½ Lim, ½ PO)

and 8 heads of Simmental (F1: ½ Sim, ½ PO). The cattle were shared nd raised by the farmer the members of

“Sumber Makmur” farmers group in Bodang village, district of Padang, Lumajang regency. The data collected by observation technique and monitored every 3 months each for their body weight, feeding and reproduction activity. The mating program done in this activity was three crossed breed, namely the limousine crossed breeded with Simmental, while the Simmental crossed with limousine. The management of breeding followed the farmers style by increasing their health (vitamin and anti-worm) and additional feeding at the time of pregnancy and lactation. The data analysis was done for the average value and showed descriptively. The parameter was measured consist of body weight, body measurement, body condition score, feeding supply and their reproduction activity. The result of survey showed that the initial body weight at the average was 261.4 ± 33 kg, and the last body weight was 370.2 ± 41.9 kgor getting additional daily body weight for 0.31 ± 0.06 kg. The first oestrus happened around 27 ± 15 days after being raised with the average body weight 283.4 ± 20.1 kg and additional daily body weight 0.76 ± 0.33 kg. The reproduction performance was low with the conseption rate was 23% and service per conception (S/C) was 2.1 ± 0.9 times. It was concluded that the oestrus and first mating of the crossed heifer happened for 50 days of raised with the minimal body weight 240 kg with medium body condition score (score 6). The crossed heifer at thetime of reproduction activity needs the right manegement.

Key Words: Cross Bred, Productivity, Farmer

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan semen hasil sexing pada sapi peranakan Ongole (PO). Menggunakan teknik sentrifugasi dengan medium pemisah gradien Albumin Column dan pengencer Tris aminomethane kuning telur, spermatozoa yang telah dipisahkan kromosomnya di-inseminasikan pada 40 ekor sapi PO betina milik peternak yang tersebar di Kecamatan Wonorejo dan Nguling Kabupaten Pasuruan. Sebanyak 20 ekor diinseminasi dengan straw yang berasal fraksi bawah dan 20 ekor lainnya dari fraksi atas; metode disposisi semen dalam organ reproduksi betina dibedakan atas (1) posisi 3 – 4 (uteri), dan (2) posisi 4 + (cornua uteri). Parameter yang diamati meliputi: kualitas spermatozoa (volume, pH, gerak massa progresif, motil individu, konsentrasi, persentase hidup/mati dan abnormalitas), respon biologik sapi akseptor (Non-return rate/NRR 40 – 60 hari dan conception rate, CR), analisis biaya pembuatan straw hasil sexing, dan respon peternak. Hasil 11 kali koleksi semen didapatkan rataan volume semen segar 5,56 ± 1,43 ml/eyakulat; pH 6,9 ± 0,20; gerak massa 3 +; motil individu 71,36 ± 16,45%; konsentrasi spermatozoa 1651,27 ± 813,43 juta/ml; persentase hidup 79,42 ± 17,76; spermatozoa mati 12,27 ± 12,88% dan abnormal 7,47 ± 5,87%. Motilitas spematozoa straw hasil sexing yang didinginkan pada 5oC sampai 6 hari menunjukkan pada fraksi atas dan bawah masing-masing sebesar 45 dan 35%. Berdasarkan uji beda rata-rata dinyatakan bahwa NRR pada posisi 4+ tampak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi 3 – 4, baik pada fraksi atas (60 vs. 30%) maupun fraksi bawah (70 vs. 50). Sementara itu, CR hasil disposisi semen pada posisi 4 + (fraksi atas) tampak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi 3 – 4, yakni 50 vs. 30%. Demikian halnya pada fraksi bawah, CR (50%) pada posisi 4+ lebih tinggi dibandingkan dengan posisi 3 – 4 (30%). Hasil analisis perhitungan biaya pembuatan 50 straw hasil sexing (berdasarkan 100 ml pengencer Tris) adalah

(2)

sebesar ± Rp. 390.500 atau Rp. 7.810/straw. Respon peternak terhadap aplikasi IB hasil sexing cukup baik; ditunjukkan tingginya minat terhadap pedet berkelamin jantan.

Kata Kunci: Inseminasi Buatan, Straw Hasil Sexing, Sapi PO

PENDAHULUAN

Usaha ternak sapi potong di Indonesia membutuhkan perhatian khusus dalam kaitannya dengan upaya mempertahankan dan menunjang peningkatan populasi; dimana teknologi tepat guna di bidang reproduksi dan pakan sudah seharusnya bisa diterapkan secara mudah dan efisien. Peningkatan efisiensi reproduksi dalam arti optimalisasi penggunaan inseminasi buatan (IB) diantaranya adalah mengupayakan setiap sapi induk mampu menghasilkan anak setiap tahun dengan jenis kelamin sesuai keinginan, yakni jantan ataupun betina. Di daerah yang cukup tinggi densitas ternaknya, teknologi IB cukup berhasil dan sudah diterima oleh peternak secara luas, karena aplikasinya murah dan cukup efektif dalam menunjang siklus reproduksi betina. Penggunaan IB dinilai bermanfaat untuk meningkatkan kinerja dan potensi ternak, mempermudah tes progeni dan meningkatkan jumlah keturunan dari pejantan yang telah terbukti mempunyai sifat-sifat unggul untuk tujuan produksi tertentu (HUNTER, 1995). Secara langsung maupun tidak, peternak ruminan besar ataupun kecil telah memikirkan masalah gender ternak nya, terkait dengan tipe usaha, yakni apakah ternak yang diusahakannya berkelamin jantan ataukah betina. Ternak jantan menjadi pilihan peternak untuk dipelihara mengingat kemampuan tumbuh dan berkembang sel-sel tubuhnya yang lebih cepat dibanding betina, sehingga sangatlah tepat apabila ternak jantan dibudidayakan untuk tujuan digemukkan

(fattening); sedangkan ternak betina dipelihara

karena kemampuannya untuk menghasilkan anak dan susu (cow-calf operation). Dalam konteks agribinis, petani peternak akan dihadapkan pada kegiatan mengelola sistem input, proses dan produksi serta sistem output secara efektif dan efisien; sehingga seleksi yang tepat terhadap ternak merupakan modal awal yang akan menentukan keberhasilan usaha. Nilai tambah IB dapat ditingkatkan apabila ditunjang oleh pengembangan bioteknologi di bidang reproduksi. Hal ini

dapat berguna untuk mendapatkan pedet betina ataupun jantan sesuai dengan yang diharapkan. Jenis kelamin ditentukan oleh adanya kromosom X dan Y pada spermatozoa pejantan.

Seleksi jenis kelamin dengan menggunakan albumen (putih telur) merupakan metode yang mudah diaplikasikan di lapang. Selain mudah pelaksanaannya juga bahannya mudah diperoleh dan murah harganya. Metode ini berdasarkan atas perbedaan motilitas (daya gerak) spermatozoa X dan Y yang disebabkan oleh perbedaan massa dan ukurannya. Ukuran spermatozoa Y lebih kecil dan bergerak lebih cepat sehingga mempunyai daya penetrasi yang lebih tinggi untuk memasuki suatu larutan. Spermatozoa Y akan bergerak ke bawah, sedangkan spermatozoa X relatif akan bertahan di lapisan bagian atas. Penggunaan putih telur cukup efektif untuk memisahkan spermatozoa X dan Y pada sapi, dengan proporsi spermatozoa Y pada lapisan bawah sebesar 75,8 ± 13%. Sementara itu, penggunaan pengencer tris aminomethan kuning telur lebih mampu mempertahankan kualitas spermatozoa dibandingkan dengan tris aminomethan tanpa kuning telur (SUSILAWATI, 2002)

Hasil penelitian tahun 2003 telah ditentukan alternatif pemisahan kromosom X dan Y menggunakan medium pemisah yang efisien dengan menggunakan gradien putih telur pada imbangan tris buffer: semen = 1 : 0,5 dengan hasil motilitas lebih dari 40% (mampu bertahan hingga 6 hari pada suhu 5oC), yakni pada fraksi atas menunjukkan motilitas 53,75% (PAMUNGKAS et al., 2003). SUSILAWATI (2001) melaporkan bahwa keberhasilan sexing dengan menggunakan gradien putih telur adalah pada proporsi pemisahan spermatozoa 75% dengan motilitas 55% dan setelah pembekuan sebesar 38% pada lapisan atas dan 40% pada lapisan bawah. Angka kebuntingan yang tinggi dapat ditentukan oleh kualitas spermatozoa dan pakan, kondisi organ reproduksi betina, ketepatan waktu inseminasi dan disposisi semen saat inseminasi. SUSILAWATI (2004) melaporkan bahwa disposisi semen sapi potong pada posisi 4+ menghasilkan kebuntingan yang

(3)

tinggi. Akan tetapi hal tersebut perlu didukung oleh faktor pakan yang memadai dan ketepatan waktu inseminasinya. Disposisi mid cervical memberikan keberhasilan 15% lebih rendah dari inseminasi yang semennya diposisikan dalam korpus uterus (BEARDEN dan FUQUAY, 1989). Sementara itu, inseminasi recto-vaginal yang disposisi semennya di daerah cranial

cervical (bagian servik paling depan)

memberikan hasil conception rate paling tinggi dibandingkan di daerah vagina dan cervix serta membutuhkan sedikit semen, yakni 0,25 ml untuk terjadinya fertilisasi. Selanjutnya dilaporkan bahwa sapi yang di-IB harus mempunyai tanda-tanda birahi yang jelas dan diinseminasi posisi IB 4 + dengan harapan anak yang dihasilkan adalah jantan; sedangkan maksud disposisi semen pada posisi 4 (menggunakan semen tanpa sexing) adalah untuk merencanakan anak yang dihasilkan adalah betina (SUSILAWATI, 2004). Lebih lanjut dilaporkan bahwa teknik deep

insemination semen beku sexing dan non

sexing menghasilkan kebuntingan yang tinggi,

walaupun hasil evaluasi motilitas spermatozoa hanya sekitar 30 – 40%.

Tujuan penelitian: (1) mengetahui keberhasilan kebuntingan sapi PO betina akseptor yang diinseminasi dengan sexed sperm hasil sentrifugasi menggunakan albumen column dan (2) mengetahui tingkat keberhasilan metode disposisi semen di dalam uterus terkait dengan upaya peningkatan fertilitas dan ketepatan jenis kelamin anak yang dihasilkan.

MATERI DAN METODE

Kegiatan penelitian diawali dengan proses pemisahan spermatozoa menggunakan sentrifugasi dengan medium pemisah gradien Albumin Column dan pengencer Tris aminomethane kuning telur dilakukan di laboratorium Reproduksi Lolit Sapi Potong. Selanjutnya setelah proses pendinginan, semen hasil sexing dikemas dalam straw yang siap untuk diinseminasikan. Tahapan pemisahan spermatozoa dan inseminasi (Gambar 1).

Gambar 1. Tahapan pemisahan dan inseminasi

Koleksi dan evaluasi semen

Pengenceran semen segar dengan Tris-Buffer

Sentrifugasi Sentrifugasi

Fraksi atas Fraksi bawah

Diencerkan 100 juta/ml Diencerkan 100 juta/ml

Simpan 6 hari Simpan 6 hari 5oC 5oC Inseminasi Inseminasi

(4)

Prosedur pelaksanaan penelitian

Koleksi dan evaluasi semen

1. Penampungan semen segar di kandang percobaan.

2. Pemeriksaan semen segar (volume, konsentrasi sperma, warna, konsistensi, pH, motilitas massa, motilitas individu dan persentase hidup).

3. Evaluasi kualitas semen sesuai standar pembuatan straw (motilitas >70%, gerakan massa > ++, sperma hidup > 70%, konsentrasi sperma > 500 (juta/ml).

Proses pemisahan spermatozoa X dan Y 1. Dimasukkan 2 ml putih telur (30%) dalam

pengencer Tris Aminomethane kuning telur ke dalam tabung reaksi.

2. Dimasukkan di atasnya 2 ml putih telur (10%) dalam pengencer Tris Aminomethane kuning telur.

3. Pengenceran semen segar dan Tris Aminomethane kuning telur (10%).

4. Dimasukkan semen yang telah diencerkan ke dalam tabung 2 lapisan yang berisi putih telur dan dibiarkan selama waktu inkubasi 20 menit pada suhu 5oC.

5. Setiap tabung lapisan bagian atas diambil 2 ml, lapisan tengah dibuang 1 ml dan lapisan bawah diambil 2 ml.

6. Dimasukkan ke centrifuge dan diputar selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. 7. Supernatannya dibuang, diuji kualitasnya

dan didentifikasi spermatozoa X dan Y. 8. Penyimpanan hasil sexing dilakukan secara

bertahap dengan mengatur suhu pada 33oC ditambahkan larutan A, kemudian suhu diturunkan sampai 20oC dan akhirnya sampai suhu 5oC. Setelah 5oC ditambahkan larutan B.

9. Dievaluasi kualitas spermatozoa

Penginseminasian

Straw yang mengandung sexed sperm diujicobakan pada 40 ekor sapi betina akseptor

milik peternak yang tersebar di Kecamatan Nguling dan Kecamatan Wonorejo (Kabupaten Pasuruan). Sebanyak 20 ekor mendapat straw yang berasal dari semen fraksi atas dan 20 ekor lainnya berasal dari semen fraksi bawah. 10 ekor masing-masing dibedakan teknik inseminasinya, yakni (A) Cara IB pada posisi 4+ (di tengah-tengah leher uterus) dan (B) Cara IB pada posisi 3 – 4.

Sapi induk calon akseptor dipilih secara

purposive random sampling yakni berdasarkan

kriteria: (1) pernah beranak, (2) fungsi organ reproduksi normal, serta (3) sapi tersebut mendapatkan pakan yang mendekati seragam.

Parameter

Parameter yang diamati meliputi: kualitas spermatozoa (volume, pH, gerak massa progresif, motil individu, konsentrasi, persentase hidup/mati dan abnormalitas), respon biologik sapi akseptor (Non-return

rate/NRR 40 - 60 hari, service per conception,

s/c dan conception rate, CR), analisis biaya pembuatan straw hasil sexing, dan respon peternak.

Analisis data

Data kualitas semen segar, semen hasil sexing, pembuatan straw hasil sexing dan respon peternak dianalisis secara deskriptif; sedangkan respon biologik sapi akseptor (NRR, S/C dan CR) di bedakan dengan uji beda rata-rata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas semen segar sapi PO

Data kualitas semen segar sapi PO yang diobservasi di laboratorium Lolit Sapi Potong pada 11 kali penampungan tertera pada Tabel 1; sedangkan data rataan kualitas spermatozoa sapi PO dalam kondisi segar, pascasentrifugasi, pascaekuilibrasi dan setelah didinginkan pada 5oC selama 6 hari (Tabel 2 dan 3)

Kualitas semen segar pejantan sapi PO dalam 11 kali penampungan menunjukkan hasil yang cukup baik tertera pada (Tabel 1). Rataan volume semen mencapai 5,60 ± 1,43 ml/ejakulasi. Standar/patokan kualitas semen

(5)

yang ditentukan oleh Lolit Sapi Potong adalah apabila dalam satu ejakulasi untuk dapat diproses lebih lanjut adalah dengan gerak massa minimal 2+; dimana ciri-ciri gerakan cepat seperti mendung yang berputar

(PARTODIHARJO, 1992). Volume semen sapi PO sebagai materi penelitian ini adalah hampir sama dengan volume semen yang dihasilkan oleh sapi turunan Simmental, yaitu 5,8 ± 0,8 ml per ejakulasi, ANGGRAENY et al. (2004).

Tabel 1. Pemeriksaan semen segar pejantan sapi PO

Pengamatan Volume (ml) PH Gerak massa Motilitas (%) Konsentrasi (juta/ml) Hidup (%) Mati (%) Abnormal (%) 1 4,5 6,5 + 40 840 49,5 35,04 15,4 2 4,5 6,5 + 40 840 49,5 35,04 15,4 3 6 7 +++ 70 2736 72 17,6 10,4 4 6 7 +++ 70 2736 72 17,6 10,4 5 4 7 +++ 80 1752 71,02 14,01 14,95 6 6 7 +++ 80 800 98,2 0,97 0,97 7 8,5 7 +++ 85 880 93,2 2,5 2,5 8 7,5 7 +++ 85 1920 91,3 3,5 3,5 9 5 7 +++ 85 1920 91,3 3,5 3,5 10 5,2 7 +++ 75 1040 92,6 2,2 2,2 11 4 7 +++ 75 2700 93 3 3 Rataan 5,564 6,909 71,364 1651,27 79,420 12,269 7,475 SD 1,433 0,202 16,446 813,46 17,760 12,888 5,875

Tabel 2. Hasil observasi kualitas spermatozoa fraksi atas

Kondisi semen Motilitas

(%) Sperma hidup (%) Sperma mati (%) Abnormalitas (%) Segar 71,36 79,42 18,07 7,47 Pascasentrifugasi 1500 rpm 5 menit 68,18 74,40 16,33 8,81 Pascaekuilibrasi 3 jam 5oC 65,45 73,63 15,07 10,32

Straw dingin pada 5oC 6 hari 45,00 67,37 28,00 4,50

Tabel 3. Hasil observasi kualitas spermatozoa fraksi bawah

Kondisi semen Motilitas

(%) Sperma hidup (%) Sperma mati (%) Abnormalitas (%) Segar 71,36 79,42 18,07 7,47 Pascasentrifugasi 1500 rpm, 5 menit 63,22 71,41 17,90 8,48 Pascaekuilibrasi 3 jam 5oC 65,91 68,03 20,80 11,12

Straw dingin pada 5oC 6 hari 35,00 61,14 46,00 6,00

Tabel 4. Keragaan hasil IB sexed sperm berdasarkan disposisi straw dalam uterus

Posisi 3−4 Posisi 4+ Asal semen

NRR CR NRR CR

Fraksi atas 30,0 30,0 60,0 50,0

Fraksi bawah 50,0 30,0 70,0 50,0

NRR: Non return rate CR: Conception rate

(6)

Rataan volume semen sapi PO per ejakulasi dalam kondisi peternakan rakyat tampak lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian ini yakni mencapai 6,1 ± 0,2 ml (AFFANDHY et al., 2003).

pH semen bervariasi 6,5 – 7 (rataan 6,9 ± 0,2), gerak massa bervariasi + hingga +++ (81,8% adalah +++). Konsentrasi per ml 1651 ± 813,46 juta, sedangkan motilitas dan sperma hidup masing-masing 71,36 ± 16,45% dan 79,42 ± 17,76%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa rataan kualitas semen segar pejantan sapi PO yang digunakan sebagai materi percobaan adalah baik, karena berada di atas persyaratan minimal sebagai semen yang dapat digunakan untuk sexing. Untuk pembuatan semen beku (standard BIB Singosari), konsentrasi spermatozoa yang diperlukan adalah minimal 500 juta/ml per ejakulasi (HEDAH, 1992).

Kualitas semen hasil sexing

Setelah dilakukan proses pemisahan spermatozoa, dilakukan serangkaian observasi terhadap kualitas spermatozoa (motilitas, sperma hidup, sperma mati dan abnormalitas).

Pada fraksi atas dimana terdapat dominasi keberadaan spermatozoa X terhadap spermatozoa Y tampak bahwa motilitas spermatozoa mengalami penurunan yaitu kondisi segar (71,36%), pascasentrifugasi (68,18%), pascaekuilibrasi (65,45%) hingga dikemas dalam straw dingin (45%). Hal ini seiring dengan penurunan kuantitas spermatozoa hidup, yakni menurun sebanyak 12,05% dari kondisi segar hingga dalam kondisi didinginkan 5oC selama 6 hari. Data Tabel 2 juga menunjukkan bahwa terdapat penurunan persentase sperma hidup dari kondisi segar (79,42%) sampai pascasexing, yakni setelah cooling pada suhu 5oC selama 6 hari (67,37%).

Penurunan kualitas ini adalah cukup wajar, mengingat serangkaian proses yang mengkondisikan spermatozoa untuk diperlakukan sebagaimana prosedur pemisahan telah dilaksanakan. EINARSSON (1992) menyatakan bahwa proses cooling, freezing dan thawing sangat mempengaruhi stabilitas dan fungsi-fungsi hidup sel membran. Penurunan motilitas dari kondisi segar

(sebelum proses) sampai kondisi didinginkan pada fraksi bawah tidak menunjukkan perbedaan dengan fraksi atas. Fraksi bawah adalah proporsi spermatozoa Y lebih banyak dibandingkan dengan spermatozoa X. Dalam Tabel 3 tampak bahwa motilitas spermatozoa Y pada pendinginan 5oC selama 6 hari (35%) lebih rendah dibandingkan dengan motilitas spermatozoa X (fraksi atas) yakni 45%.

Respon biologik betina akseptor

Non return rate (NRR)

Merupakan alat deteksi kebuntingan berupa persentase jumlah betina yang tidak menunjukkan birahi kembali setelah di-IB dengan sexed sperm dalam observasi antara waktu 40 – 60 hari setelah penginseminasian. NRR posisi 3 – 4 (30%) pada fraksi atas tampak lebih rendah dibandingkan dengan fraksi bawah (50,0%); sedangkan NRR posisi 4 + (70%) pada fraksi bawah tampak lebih tinggi dibanding fraksi atas (60%). NRR pada posisi 4+ tampak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi 3 – 4, baik pada fraksi atas (60 vs 30%) maupun fraksi bawah (70 vs 50%). Dengan demikian ada indikasi bahwa disposisi semen pada posisi 4+ meningkatkan NRR. Implikasi dari rendahnya nilai NRR adalah meningkatnya pengulangan penginseminasi an, sehingga efisiensinya menurun. Terkait dengan deteksi kebuntingan pada sapi aksepor IB hasil sexing, SUSILAWATI (2004) melaporkan bahwa berdasarkan NRR pada 21, 41 dan 63 hari keberhasilan kebuntingan IB hasil sexing tampak lebih rendah dibandingkan IB dengan semen beku/kontrol.

Conception rate adalah satu tolok ukur keberhasilan IB yang ditunjukkan dengan angka kebuntingan dari induk akseptor. Angka CR ini diperoleh melalui pemeriksaan kebuntingan pada usia 3 – 4 bulan (dengan palpasi rektal). Seperti halnya hasil NRR, inseminasi IB sexed sperm pada posisi 4 + (fraksi atas) tampak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi 3 – 4, yakni 50 vs. 30%. Demikian halnya pada fraksi bawah, CR (50%) pada posisi 4 + lebih tinggi dibandingkan dengan posisi 3 – 4 (30%). Rendahnya CR dalam penelitian ini diduga dapat disebabkan oleh rendahnya motilitas spermatozoa pasca

(7)

separasi dan teknik pengemasannya. Keberhasilan kebuntingan hasil IB sexing dengan filtrasi sephadex (menghasilkan 90% kebuntingan) antara lain disebabkan oleh persyaratan minimal motilitas spermatozoa telah terpenuhi, sebagaimana dilaporkan SUSILAWATI (2004).

Respon peternak

Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar (90%) responden (peternak pemelihara sapi induk, akseptor IB sexed sperm) menyatakan sangat antusias dengan uji coba inseminasi menggunakan straw yang sudah dipisahkan spermatozoanya. Akan tetapi 10% responden yang lain menyatakan keraguannya terhadap keberhasilan kebuntingan, mengingat pelaksanaan IB dengan straw beku (yang sekarang sedang berjalan) dirasakan kurang efektif akibat sering terjadinya kawin berulang.

Respon lain terhadap kebutuhan/ permintaan oleh peternak (terkait penawaran straw jantan atau betina), bahwa hampir semua (94,34%) responden (n = 53 orang) berminat terhadap straw yang mengandung permatozoa Y, yakni memperoleh turunan sapi yang berkelamin jantan. Beberapa alasan yang diajukan antara lain:

1. pertumbuhan cepat

2. jika performan turunan sangat baik, maka akan tetap dipelihara sebagai pemacek, 3. harga jual pedet jantan lebih tinggi

dibandingkan dengan betina (pasaran Jawa Timur dan Bali).

Analisis biaya pembuatan straw hasil sexing (chilled semen)

Hasil analisis biaya pembuatan straw hasil

sexing tertera pada Tabel 5 yang berupa semen

dingin (tanpa dibekukan) menunjukkan bahwa untuk membuat 50 straw adalah sebesar Rp. 390.499,75 (komponen biaya meliputi: bahan chemikalia, semen, straw, tenaga kerja, listrik dan air). Dengan demikian untuk membuat 1 (satu) straw dingin dengan sexed sperm dibutuhkan biaya Rp. 7.810. Biaya ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan biaya pembuatan semen dingin dengan bahan pengencer air kelapa, sebesar Rp. 2000/straw (AFFANDHY et al., 2003). Perbedaan ini terkait dengan komponen biaya pada komposisi chemikalia, jumlah semen, dan tenaga kerja (prosesing).

Tabel 5. Perhitungan biaya pembuatan straw hasil sexing (berdasarkan 100 ml larutan pengencer Tris, setara

dengan 50 straw)

Kebutuhan bahan untuk 100 ml Tris-buffer

Items Harga bahan

(Rp/kemasan) Jumlah kebutuhan (unit)

Harga/unit (Rp)

Total harga (Rp)

Tris amino methane 150500/100 g 5 g 1505 7525

Asam citrat 187500/500 g 2 g 375 750

Fructosa 255000/250 g 2 g 1020 2040

Antibiotik 20000/5 g 0,2 g 4000 800

Gliserol 450000/liter 15 ml 450 6750

Sraw kosong 100000/1000 bj 50 biji 1000 50000

Telur 1000/butir 1 butir 1000 1000

Aquadest 500

Semen segar 15 ml 10000 150000

Tenaga kerja 4 orang 30000 120000

Total biaya 339565

Lain-lain (listrik, air, dan lain-lain) 0,15 x Total harga 50934,75

Biaya per 50 straw 390499,75

(8)

KESIMPULAN

Aplikasi semen hasil sexing pada sapi PO posisi 4 + memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan posisi 3 – 4 terhadap keberhasilan kebuntingan. Namun demikian, observasi masih dilanjutkan untuk memperoleh data kelahiran dan ketepatan jenis kelamin pedet.

Respon peternak terhadap aplikasi IB hasil sexing cukup baik; ditunjukkan tingginya minat terhadap pedet berkelamin jantan.

DAFTAR PUSTAKA

AFFANDHY, L., D. PAMUNGKAS. A. RASYID dan P. SITUMORANG. 2003. Uji Fertilitas Semen Cair dan Beku pada Pejantan Sapi Potong Lapang. Laporan Penelitian. Loka Penelitian Sapi Potong.

ANGGRAENY, Y.N., L. AFFANDHY dan A. RASYID. 2004. Efektifitas substitusi pengencer tris-sitrat dan kolesterol menggunakan air kelapa dan kuning telur terhadap kualitas semen beku sapi potong. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4–5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 72–77.

BEARDEN, J.H. and J.W FUQUAY. 1984. Applied animal reproduction. 2nd Ed. Reston Publish.Co.inc. A prentice Halls Company Virginia. pp. 341–345.

EINARSSON S. 1992. Concluding Remarks. In: Influence of Thawing Method on Motility, Plasma Membrane Integrity and Morphology of Frozen Stallion Spermatozoa. BOR, K., B. COLENBRANDER, A.FAZELLI, J. PALLEVLIET and L. MALMGREN (Eds.). Theriogenology Vl. 48th. 1997. pp. 531 – 536.

HEDAH, D. 1992. Peranan Balai Inseminasi Buatan Singosari dalam Meningkatkan Mutu Sapi Madura Melalui Inseminasi Buatan. Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura. Sub Balitnak Grati. hlm. 92 – 100.

HUNTER, R.H.F. 1995. Physiology and Technology of Reproduction in Female Domestic Animal. Alih Bahasa oleh: PUTRA, D.K.H. dan R.B. MATRAM. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina. Domestik. Penerbit ITB. Bandung.

PAMUNGKAS, D., L. AFFANDHY, A. RASYID, D.B. WIJONO dan T. SUSILOWATI. 2003. Teknologi Pemisahaan Spermatozoa X dan Y Sapi Potong Skala Laboratorium. Laporan Penelitian. Loka Penelitian Sapi Potong. PARTODIHARDJO S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan.

Cetakan Ketiga. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penerbit Mutiara Sumber Wijaya, Jakarta Pusat

SUSILAWATI, T. 2001. Optimalisasi Inseminasi Buatan dengan Semen Beku Hasil Pemisahan pada Sapi Bali Guna Memperoleh Jenis Kelami Anak Sesuai Harapan. Research Reported. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

SUSILAWATI, T. 2002. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi Peranakan Ongole Menggunakan Hasil Sexing dengan Gradient Konsentrasi Putih Telur. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. (Laporan). SUSILAWATI, T. 2004. Keberhasilan IB menggunakan

semen sexing setelah dibekukan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 195 – 206.

Referensi

Dokumen terkait

Indeks keseragaman spesies fitoplankton dari Divisi Chlorophyta di Bendungan Pandanduri secara keseluruhan sebesar 0,83 (Tabel 1) yang menandakan bahwa Bendungan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa environmental performance berpengaruh positif signifikan terhadap financial performance, environmental cost berpengaruh negative

Proses pembanding algoritma Porter dengan algoritma Nazief & Andriani dilakukan dengan membuat program sederhana yang memproses dokumen teks inputan sehingga diketahui

Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai PRESS ( The Predicted Residual Sum of Square ) terkecil. Subset model kandidat dari masing- masing model persamaan

Hal ini menunjukkan efek penghambatan bakteri yang berbeda bermakna (dibandingkan kontrol positif) terdapat pada perlakuan 1 dan 2, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Metode dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, berjenis causal research.Causal research merupakan suatu penelitian

● Yg berhak membuat salinan dari Windows → hanya Microsoft sendiri ● Kepemilikan hak cipta dapat diserahkan secara sepenuhnya atau. sebagian ke

Aktivitas lokomosi rusa dilakukan diantara aktivitas lain, yaitu ketika makan dan berperilaku sosial yaitu bergerak dari satu posisi ke posisi lain untuk mendapatkan