• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific (gambar 1). Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan dengan Pasifik di utara Irian dan Maluku Utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai di suatu titik di mana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan likuifaksi. Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah skala gempa, jarak episenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.

(2)

Indonesia sebagai daerah rawan gempa telah mengalami beberapa kali gempa besar di antaranya adalah Gempa Bumi Aceh tanggal 26 Desember 2004 (9.1 Skala Magnitudo) yang telah menelan kurang lebih 150 ribu korban jiwa dan Gempa Maluku tanggal 21 Januari 2007 (7.5 Skala Magnitudo).

Kerugian akibat gempa bumi tidak langsung disebabkan oleh gempa bumi, namun disebabkan oleh kerentanan bangunan sehingga terjadi runtuhan bangunan, kejatuhan peralatan dalam bangunan, kebakaran, tsunami dan tanah longsor. Faktor kerentanan bangunan sangat erat hubungannya untuk perhitungan bencana gempa bumi di masa yang akan datang. Faktor gempa bumi tidak dapat dielakkan tapi harus dihadapi dengan merencanakan bangunan beserta lingkungannya yang tahan terhadap gempa bumi.

Metode analisis yang umum digunakan dalam perencanaan gedung tahan gempa saat ini adalah metode elastik dan statik. Metode tersebut dapat dibagi lagi menjadi elastik statik, elastik dinamik, inelastik statik, dan inelastik dinamik.

Metode analisis inelastik yang didasarkan pada analisis riwayat waktu (time history analysis) secara lengkap memerlukan waktu yang lama, rumit, dan kurang praktis untuk keperluan umum. Analisis inelastik statik yang berupa metode spektrum kapasitas (capacity spectrum method) adalah penyederhanaan dari metode analisis inelastik dinamik. Metode ini diharapkan dapat menjadi solusi dari kelemahan analisis statik dan mampu mengakomodasi kelebihan yang dimiliki analisis inelastik dinamik, misalnya perpindahan maksimum dan pola keruntuhan.

Metode spektrum kapasitas untuk menentukan perpindahan struktur inelastik pada saat gempa kuat terjadi adalah salah satu dari desain berbasis kinerja (performance based design).

Pada tugas akhir ini, akan dilakukan analisis bangunan tahan gempa dengan menggunakan metode berbasis kinerja (performance based design) melalui analisis beban dorong statik (push over analysis) menggunakan prosedur yang ada pada ATC 40 terhadap bangunan tipe struktur rangka (sistem ganda dengan dinding geser)

(3)

dengan balok kolom dan struktur rangka (sistem ganda dengan dinding geser) dengan flat slab.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah :

1). Menganalisis perilaku struktur dengan tipe struktur balok kolom dan flat slab terhadap pengaruh gempa kuat (zona 3 pada peraturan Uniform Building Code,UBC 1997 dan peraturan International Building Code, IBC 2003) berupa perpindahan lantai (displacement), gaya geser per lantai pada saat perpindahan maksimum, mekanisme sendi plastis, dan kapasitas struktur berupa performance point dan performance level sehingga dapat diketahui kinerja struktur tersebut. 2). Membandingkan kinerja struktur dengan tipe struktur balok kolom dan flat slab

terhadap beban gempa kuat dengan metode analisis beban dorong statik (static push-over analysis)

1.3 RUANG LINGKUP

Pada tugas akhir ini akan dilakukan analisis kinerja dari struktur terhadap beban gempa kuat yang direncanakan, Adapun ruang lingkup dari permasalahan ini adalah : 1). Struktur gedung beraturan (Reguler) tiga dimensi dengan tipe struktur portal

ddengan sub sistem penahan gempa berupa dinding geser (shear wall) dengan komponen batas (boundary element).

2). Struktur dimodelkan sebagai struktur gedung beraturan berdasarkan Standar Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Beton Bertulang (SNI-03-2847-2002)

3). Peraturan pembebanan berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung (SKBI 1987).

4). Perencanaan gempa menggunakan peraturan Uniform Building Code (UBC) 1997 dan International Building Code, IBC 2003 dengan metode analisis statik non liner (Push-over analysis) berdasarkan peraturan ATC-40.

(4)

5). Struktur bangunan berada di zona gempa wilayah 3 pada peraturan UBC 1997 (0.3g) dan untuk peraturan IBC 2003 digunakan parameter Ss = 0.83 dan S1=0.45

di atas tanah sedang.

6). Model elemen yang digunakan adalah elemen balok-kolom dan flat slab 7). Struktur yang ditinjau adalah struktur 5, 10, 20, dan 30 lantai.

8). Program yang digunakan adalah ETABS versi 9.0.0, dan PCACOL versi 2.3.

CA= 0 . 3 3 2 . 5 CA= 0 . 8 3 C ( g ) T ( D e tik ) Cv/ T = 0 .4 5 / T D I S A I N R E S P O N S S P E C T R A Z O N A G E M P A 3 , T A N A H L U N A K ( U B C 1 9 9 7 ) 0 .1 0 .6

Gambar 1. 2 Kurva desain respons spektrum

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari enam bab dengan Bab I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan, tujuan penulisan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. Pada Bab II yaitu Tinjauan Pustaka dibahas konsep dinamika struktur dan konsep perencanaan struktur tahan gempa. Sedangkan pada Bab III diuraikan mengenai metode analisis yang digunakan yaitu analisis statik nonlinier (Push-over analysis). Bab IV berisi Pemodelan Struktur dan Kriteria Perencanaan Bangunan Tahan Gempa. Kemudian Bab V membahas mengenai analisis dan pembahasan dari metode statik nonlinier (push-over analysis) pada struktur yang telah dimodelkan pada Bab IV. Laporan diakhiri dengan kesimpulan dan saran pada Bab VI.

(5)

BAB II

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR TAHAN GEMPA

2.1 GEMPA BUMI

Gempa bumi adalah suatu gerakan tiba-tiba atau suatu rentetetan gerakan tiba-tiba dari tanah dan bersifat transient yang berasal dari suatu daerah terbatas dan menyebar dari titik tersebut ke segala arah (M.T. Zein)

Beban gempa adalah beban yang bekerja pada suatu struktur akibat dari pergerakan tanah yang disebabkan karena adanya gempa bumi (baik itu gempa tektonik atau vulkanik) yang mempengaruhi struktur tersebut. Gempa mengakibatkan beban pada struktur karena interaksi tanah dengan struktur dan karakteristik respons struktur.

Jenis-jenis gempa bumi yang ada :

1). Gempa bumi runtuhan disebabkan oleh keruntuhan yang terjadi baik di atas maupun di bawah permukaan tanah.

2). Gempa bumi vulkanik disebabkan oleh kegiatan gunung berapi baik sebelum maupun saat meletusnya gunung berapi tersebut.

3). Gempa bumi tektonik disebabkan oleh terjadinya pergeseran kulit bumi (litosfer) yang umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi.

Gempa bumi yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah gempa bumi tektonik, yang merupakan jenis gempa yang menimbulkan kerusakan paling luas.

(6)

2.2 PENGARUH GEMPA TERHADAP STRUKTUR

Suatu bangunan yang dirancang tahan terhadap beban gempa harus memenuhi tiga syarat di bawah ini :

1. Gempa ringan adalah nilai beban gempa yang diturunkan dari faktor R= µ x f1. Struktur harus dapat berespons elastik tanpa mengalami

kerusakan baik pada elemen struktural ( pelat, balok, kolom, dan fundasi struktur) dan elemen non struktural ( dinding bata, plafon dan lain-lain).

2. Gempa sedang adalah nilai beban gempa yang diturunkan dari nilai daktilitas struktur ( µ ). Struktur bangunan boleh mengalami kerusakan ringan pada lokasi yang mudah diperbaiki yaitu pada ujung-ujung balok di muka kolom, yang disebut dengan istilah sendi plastis. Struktur pada tahap ini disebut tahap force yield yang merupakan parameter penting karena merupakan batas antara kondisi elastik ( tidak rusak ) dan kondisi plastik (rusak) tetapi tidak roboh atau disingkat sebagai batas antara beban gempa ringan dan gempa kuat.

3. Gempa kuat adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang masa layan gedung 50 tahun adalah 10 % atau nilai beban gempa yang perioda ulangnya 500 tahun. Risiko kerusakan harus dapat diterima tapi tanpa terjadi keruntuhan pada struktur. Jadi, kerusakan struktur pada saat gempa kuat terjadi harus didesain pada tempat-tempat tertentu sehingga mudah diperbaiki setelah gempa kuat terjadi.

Beban gempa horizontal yang bekerja akibat dari pergerakan tanah dapat menyebabkan pergeseran lantai pada bangunan. Pergeseran lantai pada bangunan ini disebabkan oleh distribusi gaya geser dasar, V (base shear) ke setiap lantai pada bangunan. Gaya geser per lantai inilah yang telah menyebabkan terjadinya displacement pada bangunan. Besar peralihan lantai (displacement) ini dipengaruhi oleh material struktur, fundasi, dan karakteristik kekuatan gempa.

(7)

Perilaku bangunan pada saat dikenai beban gempa berkaitan erat dengan perilaku getaran. Pergerakan tanah tidak secara langsung merusak struktur bangunan seperti beban angin yang langsung mendorong bangunan, tetapi merusak bangunan dengan menimbulkan gaya inersia pada struktur yang disebabkan oleh ikut bergetarnya bangunan akibat pergerakan tanah.

Secara umum, bangunan bertingkat tinggi memiliki respons struktur yang berbeda dengan bangunan bertingkat rendah dalam hal beban gempa. Besarnya gaya inersia akibat beban gempa sangat ditentukan oleh massa bangunan, percepatan tanah dasar, fundasi bangunan, dan karakteristik dinamik dari struktur. Hal ini sesuai dengan Hukum Newton II, yaitu

F = m. a (2.1) Keterangan :

F = gaya inersia m = masa struktur a = percepatan gempa.

(8)

Jika struktur bangunan dan fundasi struktur sangat kaku, maka struktur bangunan akan mengalami percepatan akibat beban gempa yang sama dengan percepatan tanah. Sehingga gaya inersia dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Newton, F = M.a. Untuk struktur yang hanya mengalami sedikit deformasi, akibat dari struktur yang menyerap sebagian energi gempa, maka gaya inersia, F, cenderung akan lebih kecil dari F = M.a.

High Rise building memiliki sifat lebih fleksibel dibandingkan dengan low rise building. dan berdasarkan studi, akan memiliki nilai percepatan yang lebih kecil dibandingkan dengan low rise bulding. Namun besarnya gaya gempa tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai percepatan struktur, melainkan juga dipengaruhi oleh besarnya respons struktur terhadap beban gempa dan kekuatan fundasinya, juga periode struktur.

Gambar 2. 2 Skema gaya inersia pada struktur bangunan

2.3 KOMPONEN STRUKTUR 2.3.1 Flat slab

Flat slab merupakan salah satu metode konstruksi yang hanya menggunakan kolom dan slab sebagai media pemikul beban dari bangunan. Flat slab yang digunakan pada permodelan tugas akhir ini adalah flat slab dua arah karena mendistribusikan beban yang diterimanya ke dalam dua arah.

(9)

Slab dua arah merupakan suatu bentuk konstruksi yang unik untuk memperkuat beton. Selain itu, slab dua arah juga merupakan sistem struktur yang efisien, ekonomis, dan sudah meluas pemakaiannya.

Gambar 2. 3 Ilustrasi sistem struktur Flat Slab

Terdapat beberapa pola keruntuhan akibat pembebanan pada flat slab, yaitu :

1) Slab berprilaku elastik sebelum mengalami peretakan. Untuk pembebanan dalam waktu yang singkat, nilai deformasi, tegangan, dan regangan dapat diprediksi melalui analisis elastik.

2) Slab tidak memiliki kekakuan yang konstan lagi setelah peretakan tetapi pelelehan belum terjadi. Hal ini dikarenakan bagian slab yang sudah mengalami peretakan memiliki kekakuan lentur (EI) yang lebih rendah dibandingkan bagian slab yang belum mengalami peretakan. Selain itu, slab juga sudah tidak bersifat isotropis lagi karena masing-masing arah memiliki kemungkinan mengalami pola peretakan yang berbeda.

3) Proses pelelehan dimulai dari bagian slab yang memiliki momen besar dan pelelehan akan menyebar sebagaimana momen didistribusikan dari bagian slab yang sudah mengalami pelelehan ke bagian yang masih elastik. Pelelehan terjadi sebagai akibat dari adanya momen positif, momen negatif, atau pun akibat penambahan beban.

(10)

Slab yang daktail biasanya runtuh akibat lentur. Namun, ada juga kemungkinan runtuh akibat geser yaitu pada slab yang getas.

2.3.2 Balok Kolom

Sistem struktur balok kolom merupakan sistem yang sudah umum digunakan. Metode konstruksi ini menggunakan balok dan kolom sebagai media pemikul beban dari bangunan. Konsep yang digunakan di dalam memikul beban adalah strong column weak beam yaitu sendi-sendi plastis terjadi pada balok dahulu kemudian pada kaki kolom bawah, dan terakhir terbentuk pada kaki komponen boundary element. Keruntuhan pada sistem ini biasanya disebabkan oleh lentur pada balok dan aksial pada kolom.

Untuk memenuhi prinsip Strong Column Weak Beam, maka elemen struktur yang direncanakan harus memenihi ketentuan sebagai berikut :

Mkolom t 1.2 Mbalok (2.2)

2.3.3 Dinding Geser Beton Bertulang Kantilever

Dinding geser beton bertulang kantilever merupakan suatu sub sistem bangunan yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana, yang runtuhnya disebabkan oleh momen lentur (bukan oleh gaya geser) dengan terjadinya sendi plastis pada kakinya. Rasio antara tinggi dan lebar dinding geser tidak boleh kurang dari 2 meter dan lebarnya tersebut tidak boleh kurang dari 1.5 meter.

2.4 GAYA GEMPA

Berdasarkan peraturan UBC 1997 , secara umum struktur bangunan beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan berupa geser nominal yaitu :

t n W R I C V V . . (2.3) Keterangan :

C = Faktor respons gempa I = Faktor keutamaan gedung

(11)

Wt = Berat total bangunan

R = Faktor reduksi gempa

Sedangkan beban gempa nominal yang didistribusikan pada tiap lantai bangunan adalah sebagai berikut :

V h W h W F n i i i i i

¦

1 . . . . (2.4) Keterangan :

Wi = Berat lantai ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai

hi = Ketinggian lantai ke-i diukur dari penjepitan lateral

n = Nomor lantai tingkat paling atas

Berdasarkan IBC 2003, Gaya geser dasar desain struktur direncanakan dengan menggunakan rumus :

W C

V s

Keterangan :

CS = Koefisien gaya gempa W = Berat efektif struktur

Sedangkan beban gempa nominal yang didistribusikan pada tiap lantai bangunan adalah sebagai berikut :

i n x i px i n x i px

w

w

x

F

F

¦

¦

2.5 PARAMETER DINAMIKA STRUKTUR 2.5.1 Kekakuan Struktur (K)

Kekakuan struktur adalah gaya yang diperlukan oleh struktur untuk mengalami deformasi sebesar satu satuan. Nilai kekakuan struktur ditentukan oleh properti material, dimensi elemen struktur, persentase penulangan, kondisi batas, tegangan dan

(12)

nilai deformasi struktur.

Untuk struktur rantai (chain structure) seperti bangunan multi storey frame dengan derajat kebebasan lebih dari dua (MDOF -Multi degree of freedom-), nilai kekakuan struktur didapatkan dengan cara menjumlahkan kekakuan masing-masing elemen struktur dalam bentuk matriks kekakuan ukuran m x m di mana m adalah jumlah derajat kebebasan (degree of freedom) dari struktur. Berikut ini adalah contoh matriks kekakuan struktur untuk bangunan dengan tiga derajat kebebasan (MDOF).

» » » ¼ º « « « ¬ ª       3 3 3 3 2 2 2 2 1 0 0 k k k k k k k k k K (2.5) 2.5.2 Redaman (c)

Suatu bangunan yang dikenai beban gempa tidak akan selamanya bergetar. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu sifat peredam pada elemen-elemen struktur dari struktur bangunan. Kemampuan struktur bangunan untuk meredam getaran bergantung pada material bangunan, sambungan antar elemen bangunan, dan pengaruh dari komponen non struktural terhadap kekakuan struktur bangunan. Besarnya redaman dinyatakan sebagai persentase dari redaman kritis yang mungkin terjadi.

c= [ CCR (2.6)

Redaman kritis adalah redaman yang dibutuhkan oleh bangunan untuk mencegah terjadinya resonansi. 0 2 2 2 2  ¸ ¹ · ¨ © § r Z m c m c , sehingga Z m Ccr 2 (2.7) Keterangan :

m = Massa Ccr = Redaman kritis

k = Kekakuan C = Redaman

Z= Frekuensi Natural/Alami (radian/detik) [= Koefisien persentase redaman

(13)

Untuk bangunan tanpa redaman (Non-isolated building), digunakan nilai persentase redaman kritis antara 1- 10%, di mana persentase yang lebih rendah diperuntukkan bagi desain bangunan terhadap beban angin, sedangkan persentase yang lebih tinggi diperuntukkan bagi desain bangunan terhadap beban gempa. Untuk bangunan dengan material beton, seperti yang digunakan pada tugas akhir ini digunakan bilai koefisien redaman sebesar 5%.

2.6 WAKTU GETAR ALAMI STURKTUR (T)

Waktu getar alami adalah waktu yang dibutuhkan struktur untuk bergetar satu kali bolak-balik tanpa adanya gaya luar dengan initial condition tidak sama dengan nol. Waktu getar alami struktur dinyatakan dalam detik dan menentukan besarnya Faktor Respons Gempa (C) struktur bangunan gedung. Kurva hubungannya ditampilkan dalam spektrum respons gempa rencana.

Resonansi merupakan suatu keadaan pada saat frekuensi gaya luar sama dengan salah satu frekuensi alami pada struktur yang dapat menyebabkan getaran yang besar dan berbahaya. Oleh sebab itu, nilai waktu getar alami struktur perlu diketahui untuk menghindari peristiwa resonansi tersebut. Hubungan antara waktu getar dengan frekuensi dapat dinyatakan dengan hubungan berikut ini :

) ( 2 1 ) (det 2 Hz T f ik T S Z Z S (2.8) Keterangan :

T = Waktu getar alami (detik)

Z= Frekuensi Natural/Alami (radian/detik) f = Frekuensi getaran (Hz)

Simbol Hz menyatakan hertz, dengan 1 Hz = 1 siklus/detik.

(14)

¦

¦

n i i i n i i i d F g d W T 1 1 2 . . 3 . 6 (2.9) Keterangan :

Wi = Berat lantai ke-i

di = Displacement lantai ke-i

g = Percepatan gravitasi bumi F = Beban gempa nominal lantai ke-i

Waktu getar alami boleh ditentukan dengan cara lain, asal hasilnya tidak menyimpang (ke atas atau ke bawah) lebih dari 20 % dari nilai yang dihitung dengan rumus Rayleigh.

2.7 SIFAT ELASTOPLASTIS PADA STRUKTUR

Jika struktur dengan model sistem berderajat-kebebasan-tunggal (sistem massa-pegas) dapat mencapai keadaan plastis, maka penggunaan gaya pemulihan (restoring force) mempunyai bentuk seperti pada gambar 2.3(a). Ada satu bagian dari lengkungan di mana dicapai sifat elastis, di mana untuk deformasi selanjutnya merupakan daerah terjadinya leleh plastis (plastic yielding). Jika beban dihilangkan dari struktur maka sifatnya menjadi elastis kembali hingga mencapai leleh plastis tertekan (compressive plastic yielding) pada pembebanan yang berlawanan tandanya dengan beban sebelumnya. Dengan cara ini, struktur dapat dibebani secara berulang menurut siklus pembebanan dan kemudian menghilangkan beban. Energi yang hilang pada setiap siklus selaras dengan luas dalam lengkungan (hysteresis loop) seperti pada gambar 2.4(a) . Sifat ini sering disederhanakan dengan menganggap suatu titik leleh (yield point) tertentu di mana setelah melampaui titik ini, perpindahan menjadi konstan tanpa ada penambahan beban. Sifat ini dikenal dengan sifat elastoplastis.

(15)

Gambar 2. 4 Sifat elastoplastis pada struktur

2.8 RESPONS SPEKTRUM

Respons Spektrum adalah plat respons maksimum (baik berupa perpindahan relatif, kecepatan palsu relatif, percepatan maksimum ataupun besaran yang diinginkan) dan fungsi beban tertentu untuk semua kemungkinan berderajat-kebebasan-tunggal. Untuk struktur bangunan yang mempunyai massa (m), kekakuan (k), dan memiliki kemampuan redaman (c) tertentu tanpa diberi gaya luar, persamaan geraknya adalah:

0 . ..  cy ky y m (2.10)

untuk sistem teredam, dan 0

..  ky

y

m (2.11)

Kecepatan palsu relatif ini tidak memiliki hubungan dekat dan dapat merupakan substitusi yang tepat untuk kecepatan sebenarnya. Tiga besaran ini yaitu percepatan absolut maksimum, perpindahan relatif maksimum, dan kecepatan palsu relatif maksimum dikenal dengan nama spektrum percepatan (Sa), spektrum perpindahan

(SD), dan spektrum kecepatan (SV).

Absis dari spektrum adalah frekuensi natural (periode) dari sistem dan ordinat adalah respons maksimum. Kurva respons spektrum memperlihatkan perpindahan relatif maksimum dari massa terhadap perpindahan penyokong dari suatu sistem berderajat

(16)

Nilai percepatan absolut pada setiap saat adalah proporsional (selaras) dengan perpindahan relatif. Khususnya pada harga maksimum, spektrum percepatan selaras dengan spektrum perpindahan adalah sebagai berikut :

D a S

S Z2 (2.12)

dan Z mK adalah frekuensi natural dari sistem,

maks a y

S .. , dan SD umaks.

Bila redaman diperhitungkan di dalam sistem, maka perpindahan relatif maksimum dicapai pada keadaan di mana kecepatan relatif sama dengan nol (u. 0). Kecepatan fiktif yang ada hubungannya dengan gerak harmonis adalah kecepatan palsu (pseudo velocity), tepatnya harga maksimum spelktrum kecepatan (SV) didefinisikan sebagai

spektrum kecepatan, yaitu :

Z Z a D v S S S (2.13) Sedangkan nilai spektrum perpindahan (SD) yaitu :

a D S T S 2 2 4S (2.14)

Untuk keperluan desain digunakan respons spektrum desain. Respons spektrum desain adalah respons yang telah disederhanakan dengan pendekatan statistik sehingga garis-garis bergelombang dapat diwakili oleh garis lurus tertentu. Respons spektrum yang dipakai dalam desain adalah respons spektrum percepatan dengan periode.

2.9 SISTEM DENGAN BANYAK DERAJAT KEBEBASAN

Jumlah koordinat bebas yang dibutuhkan untuk menyatakan gerakan suatu sistem disebut derajat kebebasan atau degrees of freedom (DOF). Suatu partikel bebas yang bergerak dalam suatu ruang akan mempunyai tiga derajat kebebasan. Sedangkan badan kaku akan mempunyai enam derajat kebebasan, yaitu tiga translasi dan tiga rotasi. Suatu badan elastik kontinu akan mempunyai derajat kebebasan yang tak terhingga. Walaupun demikian pada analisis getaran akan selalu dipakai derajat kebebasan hingga dengan cara penyederhanaan sistem.

(17)

Sebagaimana dengan sistem dengan satu derajat kebebasan, persamaan gerak sistem dengan banyak derajat kebebasan dapat diperoleh dari prinsip keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut, yaitu gaya-gaya inersia, gaya-gaya elastik pegas, dan gaya redaman.

Gambar 2. 5 Sistem dengan banyak derajat kebebasan

0 ) ( 0 ) ( ) ( 0 ) ( 3 2 3 3 3 .. 3 2 2 3 3 1 2 2 21 .. 2 1 1 2 2 1 1 1 .. 1             F x x k x m F x x k x x k x m F x x k x k x m (2.15)

Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut : [M] { .. x } + [K] { .. x } = {F} (2 .16) Keterangan : M = Matrik massa K = Matrik kekakuan » » » ¼ º « « « ¬ ª       » » » ¼ º « « « ¬ ª 3 3 3 3 2 2 2 2 1 3 2 1 0 0 k [K] 0 0 0 0 0 0 ] [ k k k k k k k k dan m m m M (2.17)

(18)

^ `

^ `

° ¿ ° ¾ ½ ° ¯ ° ® ­ ° ° ¿ ° ° ¾ ½ ° ° ¯ ° ° ® ­ ¿ ¾ ½ ¯ ® ­ ° ¿ ° ¾ ½ ° ¯ ° ® ­ ) ( ) ( ) ( 3 2 1 .. 3 .. 2 .. 1 .. 3 2 1 t F t F t F F x x x x x x x x (2.18)

Untuk sistem dinamik bebas dengan redaman maka persamaan geraknya menjadi : 0 . ..  CX K X X M (2.19)

Persamaan di atas dapat ditulis kembali menjadi :

0 . .. . ¿ ¾ ½ ¯ ® ­ » ¼ º « ¬ ª   °¿ ° ¾ ½ °¯ ° ® ­ » ¼ º « ¬ ª x x M O O K x x O M M C (2.20) 2.10 KONSEP DAKTILITAS

Daktilitas struktur merupakan salah satu sifat bahan yang penting untuk diketahui dan dipahami di dalam analisis non linier. Sudah menjadi kenyataan bahwa mendesain bangunan tahan gempa tanpa mengalami kerusakan membutuhkan biaya yang sangat besar dan karenanya menjadi tidak ekonomis untuk dibangun bagi negara berkembang seperti Indonesia.

SEAOC mensyaratkan tingkatan kriteria pembebanan pada struktur, yaitu :

1). Struktur bangunan harus mampu menahan gaya lateral yang ditimbulkan akibat beban gempa ringan tanpa mengalami kerusakan struktural

2). Struktur bangunan boleh mengalami kerusakan nonstruktural akibat beban gempa sedang, namun elemen struktural tetap tidak diperbolehkan mengalami kerusakan.

3). Elemen struktural dan nonstruktural boleh mengalami kerusakan akibat beban gempa kuat, namun bangunan tidak boleh keruntuhan.

(19)

Dari beberapa poin penjelasan di atas membuktikan bahwa kerusakan pada struktur bangunan diperbolehkan oleh peraturan. Hal yang tidak diperkenankan adalah jatuhnya korban manusia.

Tujuan dari peraturan yang ada adalah agar struktur bangunan mampu berprilaku elastik di bawah beban gempa dengan periode ulang tertentu yang telah diperkirakan pada proses desain. Selanjutnya, struktur bangunan juga harus mampu bertahan terhadap beban gempa besar yang mungkin terjadi selama umur bangunan tanpa mengalami keruntuhan. Untuk menghindari keruntuhan tersebut, elemen-elemen struktural bangunan harus cukup daktil untuk menyerap dan mendisipasikan energi melalui deformasi pasca elastik. Bentuk dari daktilitas ini bisa ditunjukkan melalui deformasi permanen yang besar.

Daktilitas suatu struktur merupakan kemampuan suatu struktur untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama. Adanya daktilitas membuat struktur dapat mempertahankan kekuatan dan kekakuannya sehingga struktur tetap berdiri walaupun sudah berada pada kondisi di ambang keruntuhan.

Efek yang ditimbulkan dari sifat nonlinier pada respons struktur akibat beban gempa dapat penulis gambarkan melalui osilator berderajat kebebasan satu seperti pada gambar di bawah ini.

(20)

Pada gambar di atas, perhatikanlah respons elastik dari osilator yang menghasilkan kurva beban terhadap defleksi. Titik b merupakan titik respons maksimum. Luasan abc di bawah kurva merepresentasikan energi potensial yang tersimpan pada defleksi maksimum. Ketika massa kembali ke posisi nol, energi potensial tadi diubah menjadi energi kinetik.

Jika osilator tidak cukup kuat untuk memikul beban yang ada maka akan terjadilah sendi plastis pada dasar osilator dengan karakteristik elastoplastinya. Kurva beban terhadap defleksi ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. 7 Respons osilator terhadap gerakan beban gempa dengan respons elastoplastik

Ketika kapasitas plastis telah terpenuhi, respons maksimum struktur akan digambarkan oleh garis de dan titik e merepresentasikan respons maksimum. Energi potensial yang tersimpan pada saat defleksi maksimum ditunjukkan oleh area adeg. Perlu diketahui bahwa gaya yang boleh bekerja pada struktur dibatasi oleh kapasitas sendi plastis struktur. Ketika massa kembali ke titik nol, energi yang diubah menjadi energi kinetik ditunjukkan oleh segitiga kecil efg, karena energi yang ditunjukkan oleh area adeg diserap oleh sendi plastis menjadi panas dan energi lain.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada struktur yang bersifat elastis, energi potensial yang ada diubah seluruhnya menjadi energi kinetik pada setiap

(21)

siklusnya. Sedangkan pada struktur elastoplastis hanya sedikit bagian dari energi potensial yang ada diubah menjadi energi kinetik. Akibatnya defleksi maksimum pada struktur elastoplastis tidaklah sebesar struktur yang bersifat elastis.

SNI 03-1726-2002 menggunakan metode kesamaan perpindahan dalam menentukan gaya gempa desain, khususnya untuk bangunan beraturan. Metode ini berdasarkan pada asumsi bahwa akibat pengaruh gempa rencana, struktur daktail dan struktur elastik penuh menunjukkan simpangan maksimum yang sama pada kondisi di ambang keruntuhan.

Gambar 2. 8 Diagram beban-simpangan (V-į) struktur gedung Keterangan :

Vn = Pembebanan gempa desain

Vy = Pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama pada struktur

Vm = Pembebanan maksimum akibat pengaruh gempa rencana yang dapat

diserap oleh struktur daktail

(22)

diserap oleh struktur elastik

Xn = Perpindahan pada saat pembebanan gempa desain

Xy = Perpindahan padaa saat pelelehan pertama

Xmax = Perpindahan maksimum pada saat mencapai kondisi di ambang

keruntuhan

f1 = Faktor kuat lebih beban dan bahan

f2 = Faktor kuat lebih struktur akibat adanya sendi plastis

f = Faktor kuat lebih total yang terdapat pada struktur R = Faktor reduksi gempa

Rasio antara simpangan maksimum struktur terhadap simpangan struktur pada saat terjadinya sendi plastis yang pertama dinyatakan sebagai faktor daktilitas (µ).

y X Xmax P dan 1.0 d P d Pmax (2.21) Keterangan : P = faktor daktilitas

Xmax = Simpangan maksimum struktur

Xy = Simpangan struktur pada saat terjadinya sendi plastis yang pertama

1

P = Daktilitas untuk gedung yang berprilaku elastis penuh max

P = Daktilitas maksimum struktur

Agar struktur gedung tinggi memiliki daktilitas yang tinggi maka sendi-sendi plastis yang terjadi akibat beban gempa maksimum harus ada di dalam balok-balok dan tidak terjadi di dalam kolom-kolom kecuali pada kaki kolom terbawah dan pada bagian atas kolom penyangga atap. Hal ini dapat tercapai jika kapasitas (momen leleh) kolom lebih tinggi daripada kapasitas (momen leleh) balok yang bertemu pada kolom tersebut (konsep strong column weak beam).

(23)

2.11 HUBUNGAN MOMEN KURVATUR

Pada gambar 2.9 ditunjukkan sebuah elemen struktur beton bertulang dengan diberi beban luar momen dan gaya aksial di sisi kiri dan kanan elemen. Jari-jari kurvatur, R dihitung sampai ke garis netral. Jari-jari kurvatur (R), garis netral (kd), regangan akibat tekanan maksimum (ȟc), dan regangan tarik baja (ȟs) nilainya akan bervariasi sepanjang member karena diantara retakan pada beton, beton akan juga memikul gaya tarik.

Perhatikan elemen kecil dx dari member dan dengan menggunakan notasi yang ada pada gambar 2.8, nilai rotasi di antara ujung-ujung elemen diberikan oleh persamaan di bawah ini : ) 1 ( 1 ) 1 ( k d kd R k d dx kd dx R dx s c s c  ?  [ [ [ [ (2.22) karena nilai R

1 adalah nilai kurvatur dari elemen (Rotasi per satuan panjang dari elemen) yang diberi simbol dengan ij, maka

d k d kd s c s c [ [ [ [ M   ) 1 ( (2. 23)

Hal ini membuktikan bahwa kurvatur adalah gradien kemiringan dari profil regangan pada elemen member seperti terlihat pada gambar 2.8 berikut ini :

(24)

kd

Gambar 2. 9 Deformasi elemen struktur yang mengalami gaya luar berupa momen

Nilai kurvatur akan bervariasi sepanjang elemen tergantung nilai garis netral dan nilai regangan di antara retakan beton yang berubah-ubah. Jika elemen memiliki panjang yang pendek dan di atas retakan, nilai kurvatur diberikan oleh persamaan 2.22 dengan ȟs dan ȟc merupakan regangan pada bagian yang mengalami retakan.

Hubungan antara kekakuan lentur elemen struktur dengan kurvatur diberikan oleh persamaan di bawah ini :

M

M MR

EI (2.24)

EI adalah kekakuan lentur elemen. Dengan meningkatnya nilai momen menyebabkan retakan yang timbul akan mengurangi nilai kekakuan momen dari elemen. Hal ini berpengaruh besar pada struktur beton bertulang dengan rasio tulangan U Ub.

Karakteristik dari elemen yang telah mengalami retakan tergantung pada rasio tulangan. Untuk elemen dengan U  Ub atau disebut Lightly reinforced, bentuk

(25)

Ketika pelelehan pada baja telah terjadi, maka nilai kurvatur semakin bertambah besar dan terjadi pada nilai momen lentur yang konstan. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. 10 Hubungan Momen- Kurvatur untuk balok. Elemen gagal karena beban tarik (kiri). Elemen gagal karena beban tekan (kanan)

Untuk memudahkan proses analisis maka bentuk kurva Momen-Kurvatur disederhanakan menjadi model biliner seperti gambar di bawah ini. Penyederhanaan ini masih cukup akurat untuk mendapatkan informasi retakan inisial pada balok.

Gambar

Gambar 1. 1 Peta  tektonik Indonesia
Gambar 1. 2 Kurva desain respons spektrum
Gambar 2. 1 Perilaku struktur akibat beban gempa
Gambar 2. 2  Skema gaya inersia pada struktur bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian yang diuraikan terdahulu, terbukti bahwa pengembangan karier dengan penilaian prestasi pegawai berkorelasi sangat kuat, demikian pula prestasi kerja

Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit komposisi fly ash dan semakin tinggi suhu sinter yang diberikan akan menyebabkan

Bungkil dan residu padat lainnya, dihancurkan maupun tidak atau berbentuk pelet, hasil dari ekstraksi lemak atau minyak nabati dari biji lobak yang mengandung asam

permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diperoleh data awal bahwa terdapat beberapa jenis kenakalan yang terjadi di SMP Daarut

Apabila perilaku dan suasana serupa berbeda (ada perubahan), maka dapat dikatakan telah terjadi belajar. Dalam melakukan kegiatan belajar, si pebelajar melakukan aktifitas mental yang

3.3 Permohonan yang dibuat oleh pihak berikut akan dikenakan caj mengikut harga kos purata pembelian item tersebut dan pihak-pihak berkenaan diminta untuk memindahkan

Pada tumor ekstramedular, gejala yang mendominasi adalah kompresi serabut saraf spinalis, sehingga yang paling awal tampak adalah nyeri, mula- mula di punggung dan