2.1. Tinjauan Pustaka
Nanik Utarini (2003) dengan judul “Hubungan antara Peer Group dan Latar Belakang Keluarga dengan Sikap Pemuda terhadap Perilaku Seks Pranikah”, Penelitian ini menemukan bahwa jumlah anggota peer group, keterlibatan anggota peer group dalam perilaku seks pranikah, tingkat pendidikan kepala keluarga, tinggi rendahnya aktifitas keagamaan dalam keluarga dan ada atau tidaknya pendidikan seks dalam keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan sikap pemuda terhadap perilaku seks pra nikah.
Lolita Anggraini (2005) dengan judul “Perilaku Seks Pranikah Pemuda Pedesaan”. Hasil penelitian ini didapatkan alasan pemuda pedesaan berperilaku
seks pranikah adalah (1) pemuda yang sifatnya ingin coba-coba (2) pengaruh teman sebaya (3) kurangnya perhatian orangtua (4) kurangnya pengamalan agama (5) kurangnya pengetahuan pemuda tentang seks pranikah. Sedangkan kontrol sosial masyarakat terhadap pemuda yang melakukan seks pranikah sangat longgar. Ini disebabkan karena hilangnya ketauladanan dari para tokoh dan pemimpin di negeri ini.
Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih banyak mengkaji tentang makna perilaku menyimpang yaitu fenomena seks pranikah di kalangan pemuda yang berpenghasilan. Penelitian terhadap pemuda ini dilakukan karena ternyata saat ini perilaku seks pranikah yang dilakukan pemuda cukup tinggi. Pemuda sekarang ini telah banyak lupa nilai dan norma adat
di suatu daerah, semua itu sudah banyak dilupakan oleh pemuda. Etika dan nilai dalam suatu adat sudah tidak diperhitungkan lagi, mereka terus asyik dengan prilaku yang dianggap pemuda itu benar.
2.2. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002). Sesuai permasalahan yang dikaji, ada beberapa konsep yang perlu di definisikan, yaitu konsep hubungan seks pranikah, konsep sebab-sebab seks pranikah, konsep faktor seks pranikah, konsep persepsi pemuda, konsep pemuda yang berpenghasilan.
2.2.1. Seks Pranikah
Hubungan seksual pranikah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah perilaku hubungan seksual antar lawan jenis yang dilakukan oleh kalangan pemuda di luar pernikahan baik dilakukannya secara sadar atau tidak sadar atau yang dilakukannya secara rutin maupun sesekali dan bisa berakibat ataupun tidak dengan kehamilan, penyakit IMS, maupun terinfeksi HIV. Demikian pula dengan seks,bisa membangun kepribadian seseorang, akan tetapi juga bisa menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan (Kartono, 1981:22).
Variasi dari pengaturan dari penyelenggaraan seks bisa kita lihat pada tradisi-tradisi seksual pada bangsa-bangsa primitif di bagian-bagian dunia. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta
komunikasi terjadilah banyak perubahan sosial yang serba cepat pada hampir semua kebudayaan manusia.
Perubahan sosial tersebut mempengaruhi kebiasaan hidup manusia, sekaligus juga mempengaruhi pola-pola seks yang konvensional. Maka pelaksanaan seks itu banyak dipengaruhi oleh penyebab dari perubahan sosial, antara lain adalah urbanisasi, mekanisasi, alat kontrasepsi, lamanya pendidikan, demokratisasi fungsi wanita dalam masyarakat, dan modernisasi.
Sebagai efek samping yang ditimbulkan ada kalanya terjadi proses keluar dari jalur dari pola-pola seks, yaitu keluar dari jalur-jalur konvensional kebudayaan. Pola seks dibuat menjadi hyper modern dan radikal, sehingga bertentangan dengan sistem regulasi seks yang konvensional, menjadi seks pranikah.
Sedangkan pengertian dari seks pranikah itu sendiri adalah hubungan seksual yang dilakukan pranikah (sebelum menikah), sering berganti pasangan. Salah satu masalah sosial yang sudah mengglobal saat ini adalah masalah seks pranikah yang banyak terjadi pada kalangan pemuda. Banyak dari mereka yang masuk ke lembah hitam tanpa mereka sadari. Adanya dorongan seksual yang mempunyai arti kecenderungan biologis untuk mencari tanggapan seksual dan tanggapan yang berbau seksual dari orang lain, biasanya dari lawan jenis muncul pada awal pemuda dan tetap bertahan kuat sepanjang hidup. Ada perbedaan pendapat tentang apakah dorongan seks dibawa dari lahir atau dipelajari.
Menurut beberapa sarjana yang mempertanyakan apakah ada suatu dorongan seks bawaan, menegaskan bahwa impuls kita untuk mencari pasangan
seks dan menggunakan organ seks merupakan hasil dari belajar sosial. Akan tetapi, karena bersifat universal dan terdapat pada semua manusia, kebanyakan ahli mengganggap bahwa dorongan seks manusia adalah warisan biologis. (Horton, 1987:147).
Menurut Kartono (1997: 188), yang dimaksud seks pranikah adalah hubungan seks tanpa adanya ikatan pernikahan dan merupakan tindakan hubungan seksual yang tidak bermoral, dilakukan dengan terang-terangan tanpa ada rasa malu sebab didorong oleh nafsu seks yang tidak terintegrasi, tidak matang, dan tidak wajar. Seks pranikah didefinisikan sebagai perilaku hubungan seksual yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan apa-apa selain suka sama suka dan bebas dalam melakukan hubungan seks.
Keseluruhan definisi yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seks pranikah yang dilakukan oleh seseorang merupakan hubungan yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis, tanpa adanya ikatan perkawinan, dan dapat dilakukan secara bebas dengan banyak orang.
Namun demikian, banyak dari mereka menyalahgunakan adanya dorongan seksual sehingga terjadi masalah, diantaranya hubungan seks pranikah. Kemudian apa yang dimaksud hubungan seks pranikah itu, dan apa saja faktor-faktor yang meyebabkannya, dan bagaimana dampak serta cara penanggulangannya.
2.2.2. Perilaku Seks Pranikah
Menurut teori psikoanalisa, Freud menyatakan bahwa seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan biologis, yaitu eros dan nafsu tanatos. Kekuatan ini “menguasai” semua orang atau semua benda yang berarti bagi anak (Monks et al, 2001: 11).
Pada saat kanak-kanak das es mendorong anak untuk memuaskan nafsu (prinsip kenikmatan). Namun, pada perkembangannya anak berhadapan dengan realita di sekelilingnya hingga terpaksa mengadakan kompromi (prinsip realitas), maka muncullah das ich (aku) sebagai penentu diri, baik terhadap dunia luar maupun terhadap das es sendiri. Pemuasan nafsu ditunda sampai pada saat yang sesuai dengan realita dan kadang pemuasan nafsu tersebut diubah bentuknya hingga dapat diterima oleh norma realitas (Monks et al, 2001: 11-12 ).
Seseorang kemudian tanpa diketahui alasannya melakukan hal-hal yang menyimpang, seperti melakukan hubungan seks pranikah. Sependapat dengan teori psikoanalisa Freud, menurut Supardi (2005: 110), perkembangan perilaku seksual pada masa dewasa berawal dari potensi-potensi yang tidak terdiferensiasi yang terjadi sejak masa kanak-kanak sebagai suatu proses yang kompleks. Perkembangan tahapan seksual pada laki-laki dan perempuan dinyatakan sebagai momen-momen kontributif dalam pemahaman seksualitas manusia.
Libido sebagai insting manusiawi didefinisikan Freud sebagai kekuatan kuantitatif yang mengukur intensitas dari dorongan seksual. Insting tersebut merupakan representasi dari perlawanan aspek psikis terhadap sumber biologis
yang berasal dari diri manusia. Libido tersebut dapat distimulasi oleh kekuatan-kekuatan di luar diri manusia.
2.2.3. Sebab-Sebab Terjadinya Seks Pranikah
Menurut Kartono (2005: 193-194), immoralitas seksual pada anak-anak gadis pada umumnya bukanlah didorong oleh motif pemuasan nafsu seks seperti pada anak laki-laki umumnya. Mereka biasanya lebih didorong oleh pemanjaan diri dan kompensasi terhadap labilitas kejiwaan yang disebabkan karena perasaan tidak senang dan tidak puas atas kondisi diri dan situasi lingkungannya. Tindakan immoril yang dilakukan oleh gadis-gadis ini disebabkan oleh :
1. Kurang terkendalinya rem-rem psikis. 2. Melemahnya sistem pengontrol diri.
3. Belum atau kurangnya pembentukan karakter pada usia pra-puber, usia puber.
4. Immoralitas di rumah yang dilakukan oleh orang tua atau salah seorang anggota keluarga.
Anggota keluarga itu mempromosikan tingkah laku seksual abnormal kepada anak pemuda, yang akhirnya mengakibatkan timbulnya seksualitas yang terlalu dini; yaitu seksualitas yang terlalu cepat matang sebelum usia kemasakan psikis sebenarnya. Maka tindakan immorilnya berlangsung secara liar dan tidak terkendali lagi. Kartono (2005: 193-194).
Kartono (2005: 196) menjelaskan lebih lanjut perbuatan seks pranikah yang dilakukan oleh pemuda pada umumnya disebabkan oleh disharmoni dalam kehidupan, yang ditandai dengan :
1. Bertumpuknya konflik-konflik batin.
2. Kurangnya rem terhadap nafsu-nafsu hewani. 3. Kurang berfungsinya kemauan dan hati nurani.
4. Kurang tajamnya intelek untuk mengendalikan nafsu seksual yang bergelora.
5. Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah atau ibu lari, kawin lagi atau hidup bersama dengan partner lain. Sehingga anak merasa sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, dan ada keinginan untuk memberontak.
Sedangkan menurut Dianawati (2003: 7-10), anggapan sebagian orang tua bahwa membicarakan masalah seks adalah sesuatu yang tabu dan sebaiknya dihilangkan adalah anggapan yang salah dan dapat menghambat penyampaian pengetahuan seks yang seharusnya sudah dimulai dari segala usia. Pola asuh keluarga yang otoriter atau orang tua yang memberikan pendidikan seks dengan hanya memberikan larangan-larangan menurut ajaran agama dan norma-norma yang berlaku atau berupa kata-kata “tidak boleh” tanpa adanya penjelasan yang lebih lanjut.
Kurangnya komunikasi dan tidak mengajak diskusi masalah seks yang ingin diketahui oleh anak, sangat tidak efektif untuk mempersiapkan para pemuda dalam menghadapi kehidupan dan pergaulannya yang semakin bebas. Ini malah akan semakin menjerumuskan pemuda pada aktivitas seksual lebih dini.
2.3. Faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Seks Pranikah.
Menurut Kartono (2005:142) faktor penyebab seks pranikah yang dialami pemuda dapat dikategorikan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal atau lebih lazimnya dari dalam diri seseorang pemuda itu. Keinginan untuk dimengerti lebih dari orang lain bisa menjadi penyebab pemuda melakukan tindakan penyimpangan seperti seks pranikah, sikap yang terlalu merendahkan diri sendiri atau selalu meninggikan diri sendiri. Jalal memaparkan pada survey demografi kesehatan indonesia (SDKI) 2012 perilaku berpacaran pada pemuda berawal dari berpegangan tangan, cium bibir, meraba atau merangsang kebanyakan dilakukan oleh pemuda laki-laki yang belum menikah.
Jika terlalu merendahkan diri sendiri pemuda akan mencari jalan pintas untuk menyelesaikan sesuatu dan akan beranggapan jika saya tidak begini saya bisa dianggap orang lain tidak gaul, tidak mengikuti perkembangan zaman di era yang sudah modern.
2. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal atau faktor dari luar pribadi seseorang pemuda. Adalah faktor yang sangat memberi pengaruh terhadap prilaku menyimpang seseorang pemuda yaitu lingkungan dan sahabat. Seseorang sahabat yang sering berkumpul bersama dalam satu geng, otomatis dia akan tertular oleh sikap dan sifat kawannya tersebut.
Kasih sayang dan perhatian orang tua tidak sepenuhnya tercurahkan, membuat seorang anak tidak betah berada di dalam rumah tersebut, mereka lebih senang untuk berada di luar bersama kawan-kawannya.
Apalagi keluarga yang kurang harmonis dan kurangnya komunikasi dengan orang tua dapat menyebabkan seorang anak melakukan penyimpangan sosial serta seks pranikah yang melanggar nilai-nilai dan norma sosial. Apabila ayah dan ibu mereka yang memiliki kesibukan di luar rumah akan membuat anak-anak pemuda semakin menjadi-jadi, sehingga mereka merasa tidak diperdulikan lagi.
Selain faktor internal dan eksternal di atas, ada juga alasan lain yang secara umum dapat menyebabkan terjadinya seks pranikah. Konsep penyebabnya seks pranikah atau di kalangan pemuda ini adalah pergaulan, di dalam pergaulan tersebut terdapat juga faktor lainnya seperti pengaruh alkohol dan materi-materi pornografi yang di dapatkan oleh pemuda.
Berikut adalah beberapa pengertian tentang faktor penyebab terjadinya hubungan seks pranikah :
a) Pergaulan
Pergaulan memiliki pengaruh besar terhadap perilaku kita. Jika seseorang mempunyai lingkungan pergaulan dari kalangan teman-teman yang suka melakukan seks pranikah, maka dia juga bisa terpengaruh dan akhirnya ikut melakukan hubungan seks pranikah.
b) Pengaruh materi pornografi (Film, Video, Internet)
Jika seseorang berulang kali mengakses materi pornografi, maka ini bisa mendorong terjadinya perilaku seks pranikah.
c) Pengaruh obat atau narkoba dan alkohol.
Seseorang yang bebas dari pengaruh narkoba dan alkohol bisa berfikir jernih dan ini mencegah dia melakukan perilaku berisiko. Dalam keadaan dipengaruhi oleh narkoba dan alkohol, maka pemikiran jernih bisa menurun dan ini bisa mendorong terjadinya perilaku seks pranikah.
2.4. Dampak Seks Pranikah
Ada dua dampak yang ditimbulkan dari perilaku seks di kalangan pemuda yaitu kehamilan dan penyakit menular seksual. Seperti kita ketahui bahwa banyak dampak buruk dari seks pranikah dan cenderung bersifat negatif seperti halnya, kumpul kebo, seks pranikah dapat berakibat fatal bagi kesehatan kita.
Tidak kurang dari belasan ribu pemuda yang sudah terjerumus dalam seks pranikah. Para pemuda seks pranikah cenderung akibat kurang ekonomi. Seks pranikah dapat terjadi karena pengaruh dari lingkungan luar dan salah pilihnya seseorang terhadap lingkungan tempatnya bergaul (Nurhadi dalam Alfian, 1985:206).
2.5. Pemuda Berpenghasilan 2.5.1. Pemuda
Pengertian pemuda adalah manusia muda yang masih memerlukan pengarahan yang lebih baik agar dapat melanjutkan dan mengisi perubahan yang kini telah berlangsung. Pemuda dewasa ini sangat beragam terutama bila dikaitkan
dengan masalah pendidikan. Keragaman tersebut dasarnya tidak mengakibatkan perbedaan dan pengembangan generasi yang masih muda. Berdasarkan program pembinaan di indonesia pemuda dapat ditinjau dari segi umur 15-21 tahun keatas dan bila dilihat dari segi budaya dan fungsional nya pemuda dapat ditinjau dari umur 18-21 tahun keatas.
2.5.2. Pemuda Berpenghasilan
Pemuda berpenghasilan adalah pemuda yang sudah memiliki pekerjaan tetap atau tidak tetap yang memiliki penghasilan tentu maupun tidak tentu. Pemuda yang berpenghasilan ini mempunyai alasan tertentu untuk tinggal di tempat kos tersebut karena dengan alasan yang sangat banyak seperti, jarak antara rumah dan tempat kerja sangat jauh, dan ada juga pemuda yang sudah bekerja ini memang belum mempunyai rumah di daerah yang ditinggalkan, dengan demikian pemuda harus tinggal atau menyewa sebuah kamar kos tersebut.
Selain alasan tersebut ada pula pemuda yang memang ingin hidup lebih bebas tanpa pengawasan orang tua, dan pemuda ini bebas melakukan aktivitas apa saja di dalam sebuah kamar kos tersebut, seperti melakukan hubungan pranikah dengan pacar, atau bahkan seringkali berganti-ganti pasangan.
2.6. Landasan Teori
2.6.1. Teori Perubahan Sosial dan Konsep Perubahan Sosial menurut Emile Durkheim
Emile Durkeim adalah penganut teori perubahan sosial yang bertahap, ia mengenal dua tahap perkembangan masyarakat yang biasa disebut dengan istilah Evolusionistic unilinear. Menurut Emile Durkheim dengan perspektif struktural
fungsional, menyatakan bahwa struktur yang pertama kali berubah adalah struktur penduduk, dan kemudian akan menyeret terjadinya perubahan yang lainnya.
Perubahan sosial adalah suatu gejala berubahnya struktur sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Konsep solidaritas sosial merupakan konsep sentral Emile Durkheim (1858-1917) dalam mengembangkan teori sosiologi. Durkheim (dalam Lawang, 1994:181) menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka.
Menurut Durkheim, berdasarkan hasilnya, solidaritas dapat dibedakan antara solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak menghasilkan integrasi apapun, dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan, sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri:
1. Yang satu mengikat individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara. Pada solidaritas positif yang lainnya, individu tergantung dari
masyarakat, karena individu tergantung dari bagian-bagian yang membentuk masyarakat tersebut.
2. Solidaritas positif yang kedua adalah suatu sistem fungsi-fungsi yang berbeda dan khusus, yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap, walaupun sebenarnya kedua masyarakat tersebut hanyalah satu saja. Keduanya hanya merupakan dua wajah dari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan.
3. Dari perbedaan yang kedua itu muncul perbedaan yang ketiga, yang akan memberi ciri dan nama kepada kedua solidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individu merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan, tetapi berbeda peranan dan fungsinya dalam masyarakat, namun masih tetap dalam satu kesatuan.
Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern. Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan masyarakat modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu:
a. Solidaritas Sosial Mekanik
Pandangan Durkheim mengenai masyarakat adalah sesuatu yang hidup, masyrakat berpikir dan bertingkah laku dihadapkan kepada gejala–gejala sosial atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah berada di luar individu. Fakta sosial yang berada di luar individu memiliki kekuatan untuk memaksa. Pada awalnya, fakta sosial berasal dari pikiran atau tingkah laku individu, namun terdapat pula pikiran dan tingkah laku yang sama dari individu-individu yang lain, sehingga menjadi tingkah laku dan pikiran masyarakat, yang pada akhirnya menjadi fakta sosial. Fakta sosial yang merupakan gejala umum ini sifatnya kolektif, disebabkan oleh sesuatu yang dipaksakan pada tiap-tiap individu.
Dalam masyarakat, manusia hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan diantara mereka. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat yang secara sadar menimbulkan perasaan kolektif. Selanjutnya, perasaan kolektif yang merupakan akibat (resultant) dari kebersamaan, merupakan hasil aksi dan reaksi diantara kesadaran individual. Jika setiap kesadaran individual itu menggemakan perasaan kolektif, hal itu bersumber dari dorongan khusus yang berasal dari perasaan kolektif tersebut.
Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan hanya sekedar makhluk kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam kepribadian kolektif.
Masyarakat bukanlah sekedar wadah untuk terwujudnya integrasi sosial yang akan mendukung solidaritas sosial, melainkan juga pangkal dari kesadaran
kolektif dan sasaran utama dari perbuatan moral. Moralitas merupakan suatu keinginan yang rasional. Jadi perbuatan moral bukanlah sekedar “kewajiban” yang tumbuh dari dalam diri melainkan juga “kebaikan” ketika diri telah dihadapkan dengan dunia sosial. Setiap individu yang melakukan pelanggaran nilai-nilai dan norma-norma kolektif timbul rasa bersalah dan ketegangan dalam batin. Nilai-nilai itu sudah merasuk dalam batin dan memaksa individu, sekalipun pemaksaannya tidak langsung dirasakan karena proses pembatinan itu untuk menyesuaikan diri.
Moralitas mempunyai keterikatan yang erat dengan keteraturan perbuatan dan otoritas. Suatu tindakan bisa disebut moral, kalau tindakan itu tidak menyalahi kebiasaan yang diterima dan didukung oleh sistem kewenangan otoritas sosial yang berlaku, juga demi keterikatan pada kelompok. Jadi, keseluruhan kepercayaan dan perasaan umum di kalangan anggota masyarakat membentuk sebuah sistem tertentu yang berciri khas, sistem itu dinamakan hati nurani kolektif atau hati nurani umum.
Solidaritas mekanik tidak hanya terdiri dari ketentuan yang umum dan tidak menentu dari individu pada kelompok, kenyataannya dorongan kolektif terdapat dimana-mana, dan membawa hasil dimana-mana pula. Dengan sendirinya, setiap kali dorongan itu berlangsung, maka kehendak semua orang bergerak secara spontan dan seperasaan. Terdapat daya kekuatan sosial yang hakiki yang berdasarkan atas kesamaan-kesamaan sosial, tujuannya untuk memelihara kesatuan sosial. Hal inilah yang diungkapkan oleh hukum bersifat represif (menekan). Pelanggaran yang dilakukan individu menimbulkan reaksi
terhadap kesadaran kolektif, terdapat suatu penolakkan karena tidak searah dengan tindakan kolektif. Tindakan ini dapat digambarkan, misalnya tindakan yang secara langsung mengungkapkan ketidaksamaan yang mencolok dengan orang yang melakukannya dengan tipe kolektif, atau tindakan-tindakan itu melanggar organ hati nurani umum.
b. Solidaritas Sosial Organik
Solidaritas organik berasal dari semakin terdiferensiasi dan kompleksitas dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial. Durkheim merumuskan gejala pembagian kerja sebagai manifestasi dan konsekuensi perubahan dalam nilai-nilai sosial yang bersifat umum. Titik tolak perubahan tersebut berasal dari revolusi industri yang meluas dan sangat pesat dalam masyarakat. Menurutnya, perkembangan tersebut tidak menimbulkan adanya disintegrasi dalam masyarakat, melainkan dasar integrasi sosial sedang mengalami perubahan ke satu bentuk solidaritas yang baru, yaitu solidaritas organik. Bentuk ini benar-benar didasarkan pada saling ketergantungan di antara bagian-bagian yang terspesialisasi.
Kesadaran kolektif pada masyarakat mekanik paling kuat perkembangannya pada masyarakat sederhana, dimana semua anggota pada dasarnya memiliki kepercayaan bersama, pandangan, nilai, dan semuanya memiliki gaya hidup yang kira-kira sama. Pembagian kerja masih relatif rendah, tidak menghasilkan heterogenitas yang tinggi, karena belum pluralnya masyarakat. Lain halnya pada masyarakat organik, yang merupakan tipe masyarakat yang pluralistik, orang merasa lebih bebas. Penghargaan baru terhadap
kebebasan, bakat, prestasi, dan karir individual menjadi dasar masyarakat pluralistik. Kesadaran kolektif perlahan-lahan mulai hilang. Pekerjaan orang menjadi lebih terspesialisasi dan tidak sama lagi, merasa dirinya semakin berbeda dalam kepercayaan, pendapat, dan juga gaya hidup.
Heterogenitas yang semakin beragam ini tidak menghancurkan solidaritas sosial. Sebaliknya, karena pembagian kerja semakin tinggi, individu dan kelompok dalam masyarakat merasa semakin tergantung kepada pihak lain yang berbeda pekerjaan dan spesialisasinya. Peningkatan terjadi secara bertahap, saling ketergantungan fungsional antar berbagai bagian masyarakat yang heterogen itu mengakibatkan terjadi suatu pergeseran dalam tata nilai masyarakat, sehingga menimbulkan kesadaran individu baru. Bukan pembagian kerja yang mendahului kebangkitan individu, melainkan sebaliknya perubahan dalam diri individu, di bawah pengaruh proses sosial mengakibatkan pembagian kerja semakin terdiferensiasi.
Kesadaran baru yang mendasari masyarakat modern lebih berpangkal pada individu yang mulai mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang lebih terbatas dalam masyarakat dan mereka tetap mempunyai kesadaran kolektif yang terbatas pada kelompoknya saja, contohnya yang sesuai dengan pekerjaannnya saja. Corak kesadaran kolektif lebih bersifat abstrak dan universal. Mereka membentuk solidaritas dalam kelompok-kelompok kecil, yang dapat bersifat mekanik.
Terjadinya perubahan sosial yang ditandai oleh meningkatnya pembagian kerja dan kompleksitas sosial, dapat juga dilihat sebagai perkembangan evolusi
model linier (Lawang, 1986:188). Kecenderungan sejarah pada umumnya dalam masyarakat Barat adalah ke arah bertambahnya spesialisasi dan kompleksitas dalam pembagian kerja. Perkembangan ini mempunyai dua akibat penting. Pertama, dia merombak kesadaran kolektif yang memungkinkan berkembangnya individualitas. Kedua, dia meningkatkan solidaritas organik yang didasarkan pada saling ketergantungan fungsional. Durkheim melihat masyarakat industri kota yang modern ini sebagai perwujudan yang paling penuh dari solidaritas organik.
Ikatan yang mempersatukan individu pada solidaritas mekanik adalah adanya kesadaran kolektif. Kepribadian individu diserap sebagai kepribadian kolektif sehingga individu saling menyerupai satu sama lain. Pada solidaritas organik, ditandai oleh heterogenitas dan individualitas yang semakin tinggi, bahwa individu berbeda satu sama lain. Masing-masing pribadi mempunyai ruang gerak tersendiri untuk dirinya, dimana solidaritas organik mengakui adanya kepribadian masing-masing orang.
Karena sudah terspesialisasi dan bersifat individualistis, maka kesadaran kolektif semakin kurang. Integrasi sosial akan terancam jika kepentingan-kepentingan individu atau kelompok merugikan masyarakat secara keseluruhan dan kemungkinan konflik dapat terjadi.
Emile Durkheim juga menjelaskan mengenai solidaritas sosial yang ada pada masyarakat. Solidaritas merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional. Emile Durkheim
lebih memfokuskan pada konsolidasi diri terhadap segi moralitas, sehingga perhatian utama dari konsep Emile Durkheim adalah mendamaikan dan mencocokkan pertumbuhan individualisme sampai sekuler dengan tuntutan moral yang dihadapi oleh pemeliharaan kesatuan dalam suatu masyarakat modern yang beranekaragam.
Kolektifitas kehidupan manusia harus diberi kebebasan mengungkapkan hak-hak pribadinya. Memperluas kesempatan pribadinya agar bisa mengembangkan kemampuan masing-masing sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang sekarang ini menjadi dasar dari orde sosial. Pemikiran Emile Durkheim yang bertolak dari keharmonisan itu, membuatnya jauh dari pertimbangan konflik yang sangat disukai oleh para politisi, tetapi lebih dekat pada kelompok eksekutif yang menjalankan praktek kekuasaan (Hanneman, 2010).
2.6.2. Stratifikasi Sosial menurut Emile Durkheim
Teori sosial menurut Emile Durkheim adalah pembedaan secara vertikal dalam masyarakat yang berpusat pada pembagian kerja. Masyarakat ibaratnya berkembang dari hal yang paling sederhana ke hal yang lebih kompleks, yaitu :
1. Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional sering disamakan dengan masyarakat pra-industri yang dalam hal ini dilekatkan dengan masyarakat pedesaan, masyarakat tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kurangnya pengetahuan dan teknologi. b. Kecilnya komunitas dan organisasi nya.
c. Belum banyak mengenal pembagian kerja dan spesialisasi. d. Masih tidak banyak diferensiasi sosial.
e. Tidak banyak heterogenitas.
2. Masyarakat Modern.
Masyarakat modern adalah masyarakat industri yang sering dilekatkan dengan masyarakat kota, masyarakat modern memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut :
a. Hubungan manusia didasarkan atas kepentingan pribadi.
b. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dan suasana saling mempengaruhi, kecuali penjelasan penemuan yang bersifat rahasia.
c. Kepercayaan pada manfaat IPTEK sebagai sarana untuk senantiasa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
d. Masyarakat tergolong pada macam-macam profesi serta keahlian masing-masing.
e. Tingkat pendidikan formal yang tinggi dan merata.
Kaitan stratifikasi sosial menurut Emile Durkheim dengan penelitian ini yaitu masyarakat tradisional yang dicirikan dengan masayarakat pedesaan yang berpindah ke daerah perkotaan akan meniru gaya hidup budaya masyarakat modern yang gaya hidup nya lebih meniru budaya luar, contoh nya yaitu cara berpakaian pemuda di perkotaan yang lebih mewah dan cenderung meniru gaya berpakaian budaya luar.
2.7. Kerangka Pemikiran
Maraknya perilaku seks pranikah di kalangan pemuda dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu faktor dari dalam diri pemuda yang meliputi karakteristik individu, pengetahuan seksual pemuda dan sikap pemuda terhadap perilaku seks pranikah dan faktor ekstern, yang mencakup lingkungan pergaulan dan pengaruh media. Perilaku seks pranikah di kalangan pemuda dapat ditunjukkan pada Bagan 2.1. seperti yang tersaji pada Bagan berikut :
Pemuda
1. Perilaku, dorongan psikis. 2. Pengetahuan.
3. Karakter Individu.
Faktor Internal Faktor Eksternal
Pengaruh Peran Keluarga Pendidikan Agama Pengaruh Informasi dan Sumbernya Lingkungan pergaulan
Perilaku Seks Pranikah
1. Pengetahuan tentang Perilaku Seks Pranikah.
2. Sikap Individu.
3. Tindakan Perbuatan Seks Pranikah. Teori Perubahan Sosial Menurut Emile Durkheim Psikoanalisa Menurut Freud Keterangan Bagan
: Mempengaruhi secara tidak langsung. : Mempengaruhi secara langsung.
Bagan 2.1. Kerangka Berpikir
Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa perilaku, dorongan psikis, pengetahuan, dan karakter individu pada pemuda dapat memicu terjadinya hubungan seks pranikah. Dan terdapat dua faktor penyebab terjadinya hubungan seks pranikah, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, dimana faktor internal terdapat pengaruh peran keluarga, dan pendidikan agama yang bisa memicu terjadinya perilaku hubungan seks pranikah, sedangkan faktor eksternal terdapat
lingkungan pergaulan dan pengaruh informasi dan sumbernya. Faktor eksternal tersebut sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku pemuda, sikap individu, dan tindakan seks pranikah pada pemuda.
Pada bagan tersebut terdapat faktor yang mempengaruhi terjadinya prilaku seks pranikah, seperti pada Bagan 2.1 yaitu faktor yang mempengaruhi prilaku hubungan seks pranikah secara tidak langsung adalah faktor internal yaitu terdapat pengaruh peran keluarga dan pendidikan agama, karena pengaruh peran keluarga tidak dapat memberikan dorongan langsung prilaku pemuda untuk melakukan hubungan seks pranikah karena semua kembali pada sikap individu masing-masing. Dan pendidikan agama juga tidak dikatakan sebagai faktor yang mempengaruhi secara langsung untuk melakukan prilaku hubungan seks pranikah, karena jika individu sudah mendapatkan pendidikan agama secara cukup belum tentu sikap individu tidak melakukan hubungan seks pranikah karena kembali pada sikap individu masing-masing.
Sedangkan yang terdapat pada faktor eksternal yaitu pengaruh informasi dan sumbernya sangat penting, apakah informasi dan sumber yang didapat oleh pemuda itu tidak bersifat ajakan untuk berprilaku hubungan seks pranikah, maka prilaku seks pranikah juga tidak akan terjadi, tetapi jika informasi dan sumbernya bersifat ajakan maka pemuda cenderung akan mencoba melakukan hubungan seks pranikah dan terjadinya prilaku seks pranikah pada pemuda. Pada pengertian tersebut juga berkaitan dengan teori psikodinamika menurut Freud yang mengatakan bahwa Libido sebagai insting untuk memicu individu melakukan hubungan seks pranikah. Insting tersebut merupakan representasi dari perlawanan
aspek psikis terhadap sumber biologis yang berasal dari diri manusia. Libido tersebut dapat distimulasi oleh kekuatan-kekuatan di luar diri manusia.
Pada bagan tersebut sangat berkaitan dengan teori perubahan sosial menurut Emile Durkheim yang berisikan bahwa perubahan sosial adalah suatu gejala berubahnya struktur sosial dalam suatu masyarakat. Terutama di faktor eksternal karena dengan banyaknya perubahan sosial yang terjadi di masyarakat maka lingkungan pergaulan dapat juga terkena dampak perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar lingkungan, sedangkan pengaruh informasi dan sumbernya juga berkaitan dengan teori perubahan sosial menurut Emile Durkheim karena seiring perkembangan jaman informasi dan sumbernya tentang seks sangat mudah didapatkan dengan banyaknya bermunculan Smartphone yang harganya juga terjangkau sehingga bisa di dapatkan dengan mudah bagi masyarakat kalangan bawah, menengah dan atas, sehingga tayangan-tayangan atau iklan yang berbau negatif yang berkesan porno dapat dengan mudah dilihat oleh siapapun, dengan demikian munculnya informasi berupa pornografi atau iklan-iklan yang bersifat mengundang untuk melakukan atau mencoba hubungan seks pranikah seperti pada contohnya iklan alat kontrasepsi yang identik dengan wanita seksi dan berbusana minim dapat memicu terjadinya hubungan seks pranikah, dan media elektronik internet dapat mudah diakses oleh siapapun dan dimanapun melalui gadget atau smartphone yang bisa mengakses media porno, dengan ditambahnya banyak situs-situs yang menyediakan video atau gambar-gambar porno yang sangat memicu individu untuk mencoba atau melakukan hubungan seks pranikah.