• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Diare

2.1.1 Definisi Diare

Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir (Riskesdas, 2013).

Dalam buku ajar Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita (2013), dituliskan pengertian diare sebagai pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga didefenisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.

Ketika diare, pada feses balita dapat dijumpai darah, lendir atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, mulas, nyeri abdominal, demam dan tanda-tanda dehidrasi (Zein, 2011).

2.1.2 Penyebab Diare

(2)

anak. Namun sebagian besar kejadian diare yang disebabkan oleh kolera terjadi pada orang dewasa dan anak dengan usia yang lebih besar.

Diare cair pada anak sebagian besar disebabkan oleh infeksi rotavirus , V. cholera dan E.coli. Diare berdarah paling sering disebabkan oleh Shigella (WHO, 2009). Sedangkan diare cair akut pada anak di bawah lima tahun paling banyak disebabkan oleh infeksi rotavirus.

Selain itu, diare juga dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologi (Dewi, 2013).

1. Infeksi

a. Eteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi eteral meliputi:

- Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

- Infeksi Virus : enterovirus, seperti virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis, adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan sebagainya.

- Infeksi Parasit : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, dan Strongylodies), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan Trichomonas hominis), serta jamur (Candida albicans).

(3)

2. Malabsorbsi

a. Karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) serta monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak dan bayi yang paling berbahaya adalah intoleransi laktosa.

b. Lemak. c. Protein.

3. Makanan, misalnya makanan basi, beracun, dan alergi. 4. Psikologis, misalnya rasa takut atau cemas.

Selain itu, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan diare, yaitu defisiensi imunitas, measles, malnutrisi, dan pemberian ASI eksklusif yang singkat serta tidak memadainya penyedian air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik (Subagyo, 2012).

Menurut Suharyono (2008) faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya diare, yaitu:

1. Faktor gizi

Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami.

2. Faktor makanan yang terkontaminasi pada masa sapih.

(4)

mencegah serangan diare pada anak. Serangan diare pada usia ini berpengaruh sangat buruk pada pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan malnutrisi, walaupun demikian anak-anak yang minum ASI juga dapat terserang diare. Hal ini dapat disebabkan oleh karena puting susu ibu yang tidak bersih, untuk itu ibu yang masih menyusui perlu menjaga kebersihan puting susu.

3. Faktor sosial ekonomi

Hal ini mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak punya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu, faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare.

4. Faktor lingkungan

(5)

2.1.3 Pembagian Diare

Penyakit diare menurut Suharyono (2008), berdasarkan jenisnya dibagi menjadi empat, yaitu:

a. Diare Akut

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

b. Disentri

Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

c. Diare Persisten

Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

d. Diare Dengan Masalah Lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, ganguan gizi atau penyakit lainnya. 2.1.4 Gejala Diare

(6)

Tabel 2.1 Klasifikasi Diare Berdasarkan Gejala Dehidrasi

Klasifikasi Gejala

Diare Dehidrasi Ringan - Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau ringan/sedang Diare Dehidrasi

Ringan/sedang

- Gelisah, rewel /mudah marah - Mata cekung

- Haus, minum dengan lahap

- Cubitan kulit perut kembali lambat Diare Dehidrasi Berat - Letargis atau tidak sadar

- Mata cekung

- Tidak bisa minum atau malas minum - Cubitan kulit perut kembali sangat lambat

Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008

Tabel 2.2 Klasifikasi Diare Jika Diare Terjadi Selama 14 Hari atau Lebih

Klasifikasi Gejala

Diare Persisten Tanpa dehidrasi Diare Persisten Berat Ada dehidrasi

Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008

Tabel 2.3 Klasifikasi Diare Jika Ada Darah Dalam Tinja

Klasifikasi Gejala

Disentri Darah dalam tinja/bercampur darah

Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008

Menurut Dewi (2013), tanda dan gejala pada anak yang mengalami diare feses ini akan berwarna hijau dan asam.

(7)

7. Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran, dan diakhiri dengan syok.

8. Berat badan menurun. 9. Turgor kulit menurun.

10. Mata dan ubun-ubun cekung.

11. Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.

Gejala yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat, didahului oleh muntah-muntah yang diikuti 4-8 hari diare hebat yang dapat menyebabkan dehidrasi berat dan berujung pada kematian (Kemenkes RI, 2011)

(8)

2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi Diare 2.1.5.1 Patogenesis Diare

Patogenesis sangat bervariasi sesuai dengan penyebabnya, misalnya diare yang disebabkan oleh bakteri, patogenesisnya adalah sebagai berikut (Maryunani,2010) :

- Bakteri masuk ke dalam saluran cerna melalui makanan atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam saluran cerna dan mengeluarkan toksin.

- Toksin merangsang epitel usus dan menyebabkan peningkatan enzim yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel ke lumen usus. Hal ini akan menyebabkan peninggian tekanan osmotik di dalam lumen usus. Akibatnya terjadi hiperperistaltik usus yang sifatnya mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga cairan dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar. Bila kemampuan penyerapan kolon (usus besar) berkurang atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.

Dari patogenesis tersebut, maka pada prinsipnya terdapat mekanisme dasar yang dapat menyebabkan terjadinya diare adalah sebagai berikut (Dewi, 2013).

1. Gangguan Osmotik.

(9)

2. Gangguan Sekresi.

Akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus yang akan menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit yang berlebihan ke dalam rongga usus, sehingga akan terjadi peningkatan isi dari rongga usus yang akan merangsang pengeluaran isi dari rongga usus dan akhirnya terjadi diare.

3. Gangguan Motilitas Usus.

Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan bagi usus untuk menyerap makanan yang masuk, sehingga akan timbul diare. Akan tetapi, apabila terjadi keadaan yang sebaliknya yaitu penurunan dari peristaltik usus maka akan dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam rongga usus sehingga akan menyebabkan diare juga. Selain itu, juga terdapat patogenesis diare akut, yaitu:

1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.

2. Jasad renik tersebut akan berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.

3. Dari jasad renik tersebut akan keluar toksin (toksin diaregenik).

(10)

2.1.5.2 Patofisiologi Diare

Mekanisme terjadinya diare oleh infeksi rotavirus telah diketahui melalui berbagai mekanisme yang berbeda. Mekanisme ini meliputi malabsorbsi akibat kerusakan sel usus (enterosit), toksin, perangsangan saraf enterik serta adanya iskemik pada vilus.

Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh asam lambung akan masuk ke dalam bagian proksimal usus. Rotavirus kemudian akan masuk ke sel epitel dengan masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini virus akan menghasilkan enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan permukaan epitel pada vili, menurunkan sekresi enzim pencernaan usus halus, menurunkan aktivitas Na+ kotransporter serta menstimulasi syaraf enterik yang menyebabkan diare (Ramig, 2004).

2.1.6 Cara Penularan Diare

(11)

Sumber : Achmadi, 2011

Gambar 2.1 Perjalanan Penyakit

Sumber penyakit penyebab diare biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui :

a. Makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja penderita diare. b. Tangan yang terkontaminasi agen penyebab diare.

c. Air yang terkontaminasi agen penyebab diare.

Penyakit diare terutama ditransmisikan melalui kotoran manusia yang terinfeksi melalui rute transmisi faecal-oral.

Tinja yang dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan (tanah, air), jika dibuang ke tempat terbuka tinja akan dihinggapi lalat, kemudian lalat hinggap pada makanan/minuman dengan membawa penyakit yang melekat pada anggota tubuhnya, makanan/minuman yang telah dicemari lalat dikonsumsi oleh manusia,

Sumber

(12)

sehingga penyakitnya masuk melalui mulut manusia. Tangan/ kuku yang tidak bersih setelah berhubungan dengan tinja merupakan sumber penyakit masuk melalui mulut manusia melalui makanan/minuman (Slamet, 2009). Tinja akan mencemari air baku, kemudian air baku diminum manusia tanpa dimasak, atau mencemari sayuran yang dicuci dengan air yang sudah tercemar tinja (Gambar 2.2).

Sumber : Suyono dan Budiman, 2010

Gambar 2.2 Skema Penularan Penyakit dari Tinja 2.1.7 Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare

2.1.7.1 Penatalaksanaan Diare

Berdasarkan Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008 penatalaksanaan diare berdasarkan gejala,yaitu:

Tinja

Lalat

Tangan n

Tanah

Sayuran

Makanan Minuman

Mati

Host

(13)

Tabel 2.4 Penatalaksanaan Diare Berdasarkan Derajat Dehidrasi

Gejala Klasifikasi Tindakan/Pengobatan -Tidak cukup tanda-tanda untuk

diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau ringan/sedang

Diare Tanpa Dehidrasi

- Beri cairan & makanan sesuai Rencana Terapi A dan Tablet Zinc. - Nasihati kapan kembali

segera.

- Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan.

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut;

- Gelisah, rewel /mudah marah - Mata cekung

- Haus, minum dengan lahap - Cubitan kulit perut kembali

lambat Diare.

Dehidrasi Ringan/sedang

- Beri cairan & makanan sesuai Rencana Terapi B dan Tablet Zinc.

- Letargis atau tidak sadar - Mata cekung - Jika ada kolera di daerah

(14)

Tabel 2.5 Penatalaksanaan Diare Jika Diare Terjadi Selama 14 Hari atau Lebih Gejala Klasifikasi Tindakan/Peng`obatan Tanpa dehidrasi Diare Persisten - Nasihati pemberian

makan untuk Diare Persisten.

- Kunjungan ulang 5 hari

Ada dehidrasi Diare Persisten

Berat

-Atasi dehidrasi sebelum dirujuk, kecuali ada klasifikasi berat lain. -RUJUK.

Tabel 2.6 Penatalaksanaan Diare Jika Ada Darah Dalam Tinja

Gejala Klasifikasi Tindakan/Pengobatan Darah dalam tinja/bercampur

-Kunjungan ulang 2 hari.

Prinsip tatalaksana penderita diare yang dilakukan pemerintah salah satunya adalah melalui LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri atas (Kemenkes RI, 2011) :

1. Berikan Oralit

(15)

Dosis pemberian oralit berdasarkan derajat dehidrasi, yaitu: a) Diare tanpa dehidrasi

Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih : - Keadaan Umum : baik

- Mata : Normal

- Rasa haus : Normal, minum biasa - Turgor kulit : kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb : Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang

Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

- Keadaan Umum : Gelisah, rewel - Mata : Cekung

- Rasa haus : Haus, ingin minum banyak - Turgor kulit : Kembali lambat

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

c) Diare dehidrasi berat

(16)

- Mata : Cekung

- Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum

- Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.

2. Berikan Obat Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study

menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Soenarto, 2009). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari - Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

(17)

Cara pemberian tablet zinc :

Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

3. Pemberian ASI / Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

4. Pemberian Antibiotika Hanya Atas Indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.

(18)

5. Pemberian Nasehat

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :

1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah

2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila : - Diare lebih sering

- Muntah berulang - Sangat haus

- Makan/minum sedikit - Timbul demam - Tinja berdarah

- Tidak membaik dalam 3 hari

Tujuan pengobatan tersebut dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi (terapi cairan) yang sesuai, yaitu :

a. Rencana Terapi A : Penanganan Diare di Rumah

Terapi dilaksanakan di rumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi. Seorang anak dengan diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan dan garam tambahan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Beberapa hal yang harus diajarkan kepada ibu untuk mencegah dehidrasi, malnutrisi dan saat merujuk, adalah:

1. Beri Cairan Tambahan

(19)

- Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau larutan gula garam

- Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan berikut ini : Oralit atau larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang

2. Beri tablet zinc selama 10 hari. Zinc berperan sebagai anti oksidan, mempengaruhi absorpsi air dan natrium, meningkatkan metabolisme vitamin A, mencegah defisiensi enzim disakarida, meningkatkan sistem imun, dan sebagai ko-faktor enzim. Bhutta,dkk (2000) dari Zinc Investigator Collaborative Group

menyimpulkan bahwa pemberian suplemen seng pada diare akut dapat mengurangi lama dan beratnya kejadian diare.

3. Bila tidak membaik segera ke puskesmas atau rumah sakit

(20)

Cairan Rehidrasi Oral (CRO) diberikan dengan pemantauan yang dilakukan diruang rawat sehari atau Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 3 jam. Penilaian kembali derajat dehidrasi, bila masukan minum atau makan baik, penderita dapat dipulangkan. Berikut cara memberikan larutan oralit:

1. Memberikan larutan oralit

- Minumkan sedikit - sedikit tapi sering dari cangkir/mangkuk/gelas - Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat - Lanjutkan ASI selama anak mau

Setelah 3 jam :

- Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya - Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan - Mulailah memberi makan anak

- Bila tidak ada perbaikan segera dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. c. Rencana Terapi C :Pemberian Tablet Zinc Untuk Semua Penderita Diare 1. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat tablet zinc sesuai dosis

dan waktu yang telah ditentukan kecuali bayi muda. 2. Dosis Tablet Zinc (1 tablet = 20 mg)

Berikan dosis tunggal selama 10 hari : - Umur 2 - 6 bulan : ½ tablet - Umur > 6 bulan : 1 tablet 3. Cara Pemberian tablet Zinc

(21)

4. Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian tablet zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.

5. Ibu tetap memberikan tablet zinc setiap hari selama 10 hari penuh, meskipun diare sudah berhenti.

6. Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap berikan tablet zinc segera setelah anak bisa minum atau makan

2.1.7.2 Pencegahan Diare

Menurut Kemenkes RI (2011), kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah :

Perilaku Sehat 1. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.

(22)

Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.

2. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:

a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin. b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian

(23)

kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

c. Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih.

d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fecal-oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.

Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga : a. Ambil air dari sumber air yang bersih.

b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air.

(24)

d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih).

e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup.

4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).

5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

b. Bersihkan jamban secara teratur.

(25)

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga:

a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.

c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.

7. Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

2.2 Sanitasi Lingkungan

2.2.1 Definisi Sanitasi Lingkungan

(26)

Selanjutnya, Slamet (2009) mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan manusia.

Sedangkan pengertian lingkungan adalah salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Bagi manusia, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya baik berupa benda hidup, benda tak hidup, benda nyata ataupun abstrak, termasuk manusia, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen di alam (Slamet, 2009).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap status kesehatan yang optimum pula (Widyati, 2005)

Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya (Anwar, 2004).

Slamet (2009) mengungkapkan bahwa sanitasi lingkungan lebih menekankan pada pengawasan dan pengendalian / kontrol pada faktor lingkungan manusia seperti:

a. Penyediaan air menjamin air yang digunakan oleh manusia bersih dan sehat.

(27)

c. Individu dan masyarakat terbiasa hidup sehat dan bersih.

d. Makanan (susu) menjamin makanan tersebut aman, bersih dan sehat. e. Anthropoda binatang pengerat dan lain-lain.

f. Kondisi udara bebas dari bahan-bahan yang berbahaya dari kehidupan manusia.

g. Pabrik-pabrik, kantor-kantor dan sebagainya bebas dari bahaya-bahaya kepada masyarakat sekitar.

2.2.2 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkugan

Menurut UU No.36 Tahun 2009, ruang lingkup kesehatan lingkungan adalah:

a. Limbah cair. b. Limbah padat. c. Limbah gas.

d. Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah.

e. Binatang pembawa penyakit. f. Zat kimia yang berbahaya.

g. Kebisingan yang melebihi ambang batas. h. Radiasi sinar pengion dan non pengion. i. Air yang tercemar.

j. Udara yang tercemar, dan makan yang tekontaminasi.

(28)

sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, dan pengelolaaan air limbah (Depkes RI, 2005).

2.2.2.1 Sarana Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, sekitar ¾ bagian tubuh kita terdiri atas air, tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4 - 5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga di pergunakan untuk memasak, mandi, mencuci, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian , pemadam kebakaran, tempat rekreasi, tranportasi, dan lain - lain. Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan melalui air. Kondisi tersebut dapat menimbulkan penyakit dimana - dimana (Mubarak, 2009).

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas dapat memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standart kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).

a) Transmisi Penyakit Melalui Air

(29)

1. Waterborne mechanism

Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomyelitis.

2. Waterwashed mechanism

Mekanisme penularan berkaitan dengan kurangnya air untuk pemeliharaan hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat-alat dapur dan alat makan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu:

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma. c. Penularan melalui binatang pengerat, seperti leptospirosis.

3. Water-based mechanism

Penyakit ini ditularkan dengan mekanisme yang memiliki agent penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai

intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculucmedinensis.

4. Water-related insect vector mechanism

(30)

b) Syarat Air Bersih yang Sehat

Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci, kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33.3 liter (Slamet, 2009).

b. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, mikrobiologis dan radioaktivitas yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan Kualitas Air.

Selain itu, menurut Depkes RI (2007), cara menjaga kebersihan sumber air bersih adalah:

1. Jarak letak sumber air dengan jamban dan tempat pembuangan sampah minimal 10 meter.

(31)

3. Sumur gali, sumur pompa, kran umum dan mata air harus dijaga bangunannya agar tidak rusak seperti lantai sumur tidak boleh retak, bibir sumur harus diplester dan sumur sebaiknya diberi tutup.

4. Harus dijaga kebersihannya seperti tidak ada genangan air di sekitar sumber air, tidak ada bercak-bercak kotoran, tidak berlumut pada lantai/dinding sumur. Ember/gayung pengambil air harus tetap bersih dan tidak diletakkan di lantai (ember/gayung digantung di tiang sumur). Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut, antara lain (Mubarak, 2009) :

- Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit. - Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun. - Tidak berasa dan tidak berbau.

- Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.

- Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI. Persyaratan tersebut juga tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990.

2.2.2.2 Sarana Jamban Keluarga

(32)

a) Transmisi Penyakit Melalui Tinja

Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara (Soeparman, 2002).

Penyakit menular seperti diare, disentri, polio, kholera, hepatitis A dan lainnya merupakan penyakit yang disebabkan oleh tidak tersedianya sarana jamban atau sarana jamban yang belum memenuhi syarat kesehatan (Soeparman,2002).

b) Syarat Jamban yang Sehat

Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu :

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.

2. Konstruksi kuat.

3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya.

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna. 6. Cukup penerangan. Minimal 100 lux (Kepmenkes RI No.519 Tahun

2008).

(33)

8. Ventilasi cukup baik (minimal 10% dari luas lantai). 9. Tersedia air dan alat pembersih.

Selain itu, menurut Notoatmodjo (2007), suatu jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut. 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-binatang lainnya.

5. Tidak menimbulkan bau.

6. Mudah digunakan dan dipelihara. 7. Sederhana desainnya.

8. Murah.

9. Dapat diterima oleh pemakainya.

2.2.2.3 Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang dibuang tanpa pengolahan ke dalam suatu badan air. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.

(34)

1. Domestic sewage, yaitu sewage yang berasal dari rumah-rumah.

2. Industrial sewage, yaitu sewage yang berasal dari sisa-sisa proses industri. Maksud pengaturan pembuangan air limbah adalah (Enjang,2000) :

1. Untuk mencegah pengotoran sumber air rumah tangga.

2. Menjaga makanan kita , misalnya: sayuran yang dicuci dengan air permukaan.

3. Perlindungan terhadap ikan yang hidup di dalam kolam ataupun di kali. 4. Menghindari pengotoran tanah permukaan.

5. Perlindungan air untuk ternak.

6. Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit-bibit penyakit (cacing dan sebagainya) dan vektor penyebab penyakit (nyamuk, lalat, dan sebagainya).

7. Menghilangkan adanya bau-bauan dan pemandangan yang tidak sedap. a) Transmisi Penyakit Melalui Air Limbah

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu, di dalam air limbah mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi mahluk hidup yang mengkonsumsinya.

Adakalanya, air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain).

b) Syarat SPAL yang Memenuhi Syarat Kesehatan

(35)

air yang menjadi sarang serangga/nyamuk, tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak menyenangkan, bentuk saluran pembuangan tertutup, dan lancar (Depkes RI, 1993).

2.2.2.4 Sarana Pembuangan Sampah

Sampah adalah semua zat/benda yang sudah tidak terpakai lagi baik berasal dari rumah-rumah maupun sisa-sisa proses industri (Enjang, 2000). Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak di pakai lagi oleh manusia, atau benda yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang (Slamet, 2009).

Sampah erat kaitanya dengan kesehatan masyarakat karena dari sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit (vektor).

a) Jenis-Jenis Sampah

Sampah padat dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu:

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi :

a. Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.

b. Sampah organik adalah sampah yang umumnya dapat membusuk, misalnya sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya.

(36)

a. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas, dan sebagainya.

b. Sampah yang tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas, dan sebagainya.

3. Berdasarkan karakteristik sampah (Chandra, 2007) :

a. Garbage, yaitu terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya.

b. Rubbish, terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Yang mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, seperti kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya.

2. Yang tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, seperti kaca, kaleng, dan sebagainya.

c. Ashes (abu), adalah semua sisa pembakaran dari industri.

d. Street sweeping (sampah jalanan), adalah sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau manusia.

e. Sampah industri, adalah sampah yang berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.

(37)

g. Abandoned vehicle (bangkai kendaraan), adalah sampah yang berasal dari bangkai kendaraan.

h. House hold refuse, adalah jenis sampah campuran (misalnya, garbage, ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.

i. Demolision waste, sampah yang berasal dari sisa pembangunan gedung, seperti tanah, batu, dan kayu.

j. Santage solid, adalah sampah yang terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.

k. Sampah khusus, adalah sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti kaleng dan zat radioaktif.

b) Transmisi Penyakit Melalui Sampah

Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat di kelompokkan menjadi efek langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Misalnya, sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, teratogenik, dan lainnya. Selain itu ada pula sampah yang mengandung kuman pathogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit. Sampah ini bisa berasal dari sampah rumah tangga selain sampah industri.

(38)

ketahui, lalat adalah vektor berbagai penyakit perut. Demikian juga halnya dengan tikus, selain merusak harta benda masyarakat, tikus juga sering membawa pinjal yang dapat menyebarkan penyakit pest (Slamet, 2009).

Menurut Kusnoputranto (2000), beberapa jenis pengaruh sampah yang tidak dikelola dengan baik terhadap kesehatan adalah:

1. Penyakit-penyakit saluran pencernaan (diare, cholera, thypus, dan lain-lain) dapat meningkatkan angka kesakitannya karena banyaknya lalat yang hidup berkembang biak di lingkungan, terutama di tempat-tempat sampah.

2. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) meningkat insidennya karena banyanya vektor penyakit tersebut (aedes aegipty) yang hidup berkembang biak di lingkungan yang pengelolaan sampah kurang baik (banyak kaleng-kaleng dengan genangan-genangan air dan lain-lain). 3. Banyaknya insiden penyakit jamur (penyakit kulit atau parasit yang lain)

di masyarakat yang penyebab penyakitnya hidup dan berkembang biak di tempat pengumpulan dan pembuangan sampah yang kurang baik. Baik penularannya melalui kontak langsung ataupun melalui udara.

(39)

5. Potongan besi, kaleng, seng serta pecahan-pecahan beling dapat menyebabkan kasus kecelakaan pada pekerja atau masyarakat.

c) Syarat Tempat Sampah Yang Sehat Syarat-syarat tempat sampah antara lain :

1. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kedap air dan tidak mudah rusak.

2. Mempunyai tutup,mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan.

3. Mudah diangkut oleh satu orang. 2.2.2.5 Angka Kepadatan Lalat

a) Kepadatan Lalat

Cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat. Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat, sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat, dan jenis-jenis lalat (Depkes RI, 1992).

(40)

Yuliarsih, 2002). Saat ini terdapat sekitar ±60.000-100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).

Menurut Sembel (2009), selain dapat mengganggu ketenteraman dalam rumah, lalat juga dapat menularkan sekitar 100 jenis patogen yang dapat mengakibatkan penyakit pada manusia atau hewan. Di antaranya adalah diare, tipoid, kolera, disentri, tuberculosis, antraks, berbagai jenis cacing, dan patogen-patogen penyakit lainnya. Patogen penyakit biasanya terbawa oleh lalat dari berbagai sumber seperti sisa-sisa kotoran, tempat pembuangan sampah, pembuangan kotoran manusia, dan sumber-sumber kotoran yang lain, kemudian patogen-patogen yang melekat pada mulut dan bagian-bagian tubuh lainnya dipindahkan ke makanan manusia. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengukuran kepadatan lalat untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat dan upaya pengendalian populasi lalat.

Dalam pengukuran angka kepadatan lalat, sangat penting untuk menentukan lokasi pengukuran. Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupan/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain (Depkes RI, 1992):

a. Pemukiman penduduk

b. Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya). c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang

(41)

d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat antara lain (Depkes RI, 1992):

1. Scudder grille

Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan cara diletakkan diatas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas scudder grille itu dengan menggunakan hand counter (alat penghitung).

2. Sticky trap

Pemasangan sticky trap dilakukan untuk menjebak lalat dalam pemantauan populasi dan keberadaan lalat di lapangan. Pemasangan sticky trap dilakukan selama 24 jam. Populasi lalat yang tertangkap pada sticky trap dihitung dengan menggunakan hand counter (alat penghitung).

3. Fly Grill

Fly Grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang disurvei secara alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian fly grill ini didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat tersebut yang bersudut tajam.

(42)

disiapkan dan sebaiknya pemasangan bilahan pada kerangkanya mempergunakan kayu sekrup sehingga dapat dibongkar pasang setelah dipakai.

Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :

a. Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya.

b. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik.

c. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan

counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap dihitung.

d. Jumlah lalat yang hinggap dicatat.

e. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama. f. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung rata

ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.

Menurut Depkes RI (2001), penghitungan kepadatan lalat menggunakan

fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu : 0-2 : Tidak menjadi masalah (rendah).

3-5 : Perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembangbiak lalat seperti tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain (sedang). 6-20 : Populasi padat dan perlu pengamatan lalat dan bila mungkin

direncanakan tindakan pengendaliannya (tinggi).

(43)

b) Bionomik Lalat

1. Tempat Perindukan

Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik, sampah basah, kotoran manusia, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, dan kotoran yang menumpuk secara kumulatif (di kandang) (Santi,2001).

2. Jarak Terbang

Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia. Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km (Depkes RI, 1992).

3. Kebiasaan Makan

(44)

4. Tempat Istirahat

Pada Waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumput-rumput dan tempat sejuk, juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian kurang dari 5 meter (Santi, 2001).

5. Lama Hidup

Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperature. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin bisa mencapai 70 hari (Depkes RI, 1992).

6. Temperatur dan Kelembaban

(45)

angin tinggi (Depkes RI, 1992). 7. Fluktuasi Jumlah Lalat

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik (menyukai cahaya). Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban. jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur 20 º C – 25 º C dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10 º C atau > 49 º C serta kelembaban yang optimum 90 % (Depkes RI, 1992). 8. Warna dan Aroma

Lalat tertarik pada cahaya terang seperti warna putih, lalat juga takut pada warna biru. Lalat tertarik pada bau-baun yang busuk, termasuk bau busuk dan esen buah. Bau sangat berpengaruh pada alat indra penciuman, yang mana bau merupakan stimulus utama yang menuntun serangga dalam mencari makanannya, terutama bau yang menyengat. Organ komoreseptor terletak pada antena, maka serangga dapat menemukan arah datangnya bau (Depkes RI, 1992).

2.3 Personal Hygiene

2.3.1 Definisi Personal Hygiene

(46)

Menurut Perry (2005), personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.

2.3.2 Pemeliharaan dalam Personal Hygiene

Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan (Perry, 2005). Personal hygiene meliputi:

1. Kebersihan Kulit

Kebersihan kulit biasanya merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberikan kesan. Oleh karena itu, perlunya memelihara kesehatan kulit sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Untuk memelihara kebersihan kulit, kebiasaaan-kebiasaan sehat yang harus diperhatikan adalah:

a. Mandi minimal 2x sehari b. Mandi memakai sabun c. Menjaga kebersihan pakaian d. Menjaga kebersihan lingkungan

e. Makan yang bergizi terutama buah-buahan dan sayur-sayuran f. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri 2. Kebersihan Rambut

(47)

memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut:

a. Membersihkan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya 2 kali seminggu

b. Mencuci rambut memakai sampo/bahan pencuci rambut lainnya c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri. 3. Kebersihan Gigi

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan gigi sehingga terlihat bersih. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi adalah :

a. Menggosok gigi secara benar dan teratur setiap sehabis makan b. Memakai sikat gigi sendiri

c. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi

d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi e. Memeriksa gigi secara teratur.

4. Kebersihan Telinga

Hal-hal yang diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah : a. Membersihkan telinga secara teratur

b. Tidak mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam. 5. Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku

(48)

Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu. Untuk menghindari bahaya kontaminasi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Membersihkan tangan sebelum makan b. Memotong kuku secara teratur

c. Membersihkan lingkungan d. Mencuci kaki sebelum tidur.

2.3.3 Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Diare 1. Kebersihan Tangan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan tangan adalah: a. Mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun

Tangan adalah bagian dari tubuh manusia yang sangat sering menyebarkan infeksi. Tangan terkena kuman sewaktu kita bersentuhan dengan bagian tubuh sendiri, tubuh orang lain, hewan, atau permukaan yang tercemar. Oleh karena itu sangat penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA dan flu burung.

Rantai penularan penyakit melalui tangan, seperti diare hanya dapat diputus dengan cuci tangan pakai sabun yang merupakan perilaku yang sederhana, mudah dilakukan, tidak perlu menggunakan banyak waktu dan banyak biaya.

(49)

1. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.

2. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan. Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun (Syahputri, 2011). Penelitian menunjukkan bahwa mencuci tangan menggunakan sabun di sekolah dan tempat penitipan anak dapat mengurangi angka diare hingga 30%. Cuci tangan menggunakan sabun sebelum makan atau menyiapkan masakan dapat mengurangi resiko diare hingga 45% (Depkes RI, 2013).

Beberapa manfaat dari mencuci tangan adalah: 1. Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan.

2. Mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, typhus, kecacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), flu burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

3. Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman. b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas.

Berdasarkan Depkes RI (2013), mencuci tangan perlu dilakukan pada saat: 1. Setiap kali tangan kita kotor (setelah; memegang uang, memegang

(50)

2. Setelah buang air besar.

3. Setelah mencebok bayi atau anak. 4. Setelah makan dan menyuapi anak. 5. Sebelum memegang makanan.

c. Mencuci tangan dengan air yang mengalir.

Mencuci tangan pada air yang mengalir akan lebih terjamin kualitas airnya dibandingkan dengan air yang terdapat dalam suatu wadah. Mencuci tangan dalam wadah tidak dapat membersihkan tangan dengan maksimal karena kotoran-kotoran yang berasal dari tangan tetap berada dalam wadah dan dapat kembali mengotori tangan.

d. Menggosok kedua permukaan tangan dan sela-sela jari ketika mencuci tangan.

Perilaku mencuci tangan dengan benar masih banyak diabaikan oleh masyarakat. Kebanyakan masyarakat hanya mencuci tangan sekedar menghilangkan bau amis bekas makanan dan lupa atau malas mencuci tangan dulu sebelum makan (Depkes RI, 2011).

Lima langkah – langkah mencuci tangan yang benar selama 20 detik menurut Depkes RI (2013) adalah:

1. Membasahi tangan seluruhnya dengan air bersih mengalir.

2. Menggosok sabun ke telapak, punggung tangan dan sela-sela jari. 3. Membersihkan bagian bawah kuku-kuku.

(51)

5. Mengeringkan tangan dengan handuk/tissue atau keringkan dengan udara/ dianginkan.

2. Kebersihan Kuku

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan kuku adalah: a. Rutin memotong kuku.

Berdasarkan laman Healthmeup (2015), sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti Amerika dari Infectious Disease Society of America mengungkapkan bahwa kuku panjang atau tiga milimeter saja di luar ujung jari dapat menyimpan bakteri berbahaya bagi tubuh. American Academy of Dermatology mengatakan bahwa kuku tangan tumbuh sekitar 0,1 mm perhari. Jadi kuku harus rutin digunting 1 kali dalam 2 minggu. Cara menjaga kebersihan dan kesehatan kuku adalah :

1. Pastikan menggunakan sarung tangan saat memasak, membersihkan dan mencuci untuk mencegah kuman di bawah kuku.

2. Hindari menggigit kuku, karena merupakan kebiasaan buruk yang memungkinkan kuman masuk ke dalam tubuh Anda.

3. Mengonsumsi makanan bergizi dan diet yang mencakup kalsium, protein dan vitamin agar kuku sehat.

4. Minum lebih banyak air untuk menjaga kuku tetap terhidrasi. b. Membersihkan kuku yang kotor dengan sabun saat mandi.

(52)

3. Kebersihan Botol Susu

Cara-cara pemberian baik ASI maupun susu formula melalui botol harus memperhatikan berbagai hal seperti cara penyajian, cara mencuci botol, dan cara sterilisasi (Sutomo, 2010). Cara yang salah dalam menggunakan botol susu dapat menyebabkan bakteri berkembang. Dari berkembangnya bakteri dalam botol bisa mengganggu sistem pencernaan bayi dan balita, bahkan dapat menimbulkan diare pada bayi atau balita.

Menurut Schwartz (2005) salah satu penyebab penyakit diare adalah infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, parasit dan virus. Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut (fecal-oral) dengan sarana alat alat seperti botol susu, dot, termometer ataupun melalui alat makan yang tercemar feses.

Untuk mencegah bahaya tersebut, maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan botol susu adalah:

1. Mencuci botol susu dengan menggunakan air bersih dan sabun. 2. Mencuci botol susu dengan air yang mengalir.

3. Mensterilkan botol susu dengan menggunakan air panas. 4. Kebersihan Peralatan Makanan

Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.

Persyaratan peralatan yang digunakan untuk penanganan makanan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003, yaitu;

(53)

b. Peralatan yang sudah dicuci dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih.

c. Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.

5. Kebersihan Bahan Makanan

Bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak, temasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011). Mengamankan bahan makanan secara praktis menjaga adanya kerusakan, disamping juga menjaga terhindarnya dari pencemaran, baik yang terbawa oleh bahan makanan ataupun faktor lingkungan yang akan masuk ke bahan makanan. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku (Depkes RI, 2011).

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan bahan makanan adalah:

1. Mencuci bahan makanan dengan menggunakan air bersih sebelum diolah. 2. Mencuci bahan makanan dengan air yang mengalir.

(54)

bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab (Depkes RI, 2011).

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian 2.5 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat dibuat hipotesa penelitian sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Kejadian Diare pada Balita

Faktor Personal Hygiene Ibu

-Kebiasaan Cuci Tangan

-Kebiasaan Menjaga Kebersihan Kuku

-Kebiasaan Penggunaan Botol Susu -Kebiasaan Menjaga Kebersihan

Peralatan Makanan

-Kebiasaan Menjaga Kebersihan Bahan Makanan

Faktor Sanitasi Lingkungan

-Sarana Air Bersih -Sarana Jamban Keluarga

-Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)

(55)

1. Ho : Ada hubungan sanitasi lingkungan dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Diare Berdasarkan Gejala Dehidrasi
Gambar 2.1 Perjalanan Penyakit
Gambar 2.2 Skema Penularan Penyakit dari Tinja
Tabel 2.4 Penatalaksanaan Diare Berdasarkan Derajat Dehidrasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan dalam penelitian ini adalah kadar aldosteron dan tekanan darah lebih tinggi pada akseptor kontrasepsi pil k ombinasi ≥3 -5 tahun dibanding akseptor 1-3 tahun1.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh faktor internal perusahaan yang terdiri dari komite audit, ukuran perusahaan, debt to equity ratio dan faktor eksternal perusahaan

Ira pada tahun 2008 telah melaporkan kejadian yang dialaminya ini ke Kepolisian Metro Tangerang Kota, namun kurang mendapat tanggapan yang berarti dan kasusnya pun

Menyatakan merek “IKEA” yang terdaftar atas nama TERGUGAT dengan Nomor Pendaftaran IDM000092006 tanggal pendaftaran 09 Oktober 2006 untuk kelas barang/jasa 21, tidak

78 Al bij het onderzoek voor zijn proefschrift merkte Constandse op dat on - danks alle voorsprong die de boeren in de Noordoostpolder hadden, zij lang niet altijd

ANALISIS PENGARUH CURRENT RATIO, DEBT TO ASSETS RATIO DAN DEBT TO EQUITY RATIO TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PROPERTYi. DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BEI

[r]

Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis berusaha untuk membuat suatu aplikasi berbasis web yang disebut Portal Stasiun yang bertujuan untuk menyediakan informasi, khusus