• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

x

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fast food adalah sebuah istilah yang digunakan secara umum untuk menggambarkan konsep mengenai „industri restoran layanan cepat saji‟. Pada awalnya, fast food yang berkembang di Amerika Serikat adalah suatu bentuk sistem restoran waralaba yang menyediakan makanan secara cepat, murah, serta enak, dalam sebuah standar yang sama di setiap cabangnya. Bersamaan dengan tumbuhnya perekonomian AS pasca Perang Dunia II yang mendorong pekerja untuk bekerja lebih cepat dan efisien, fast food kemudian menjadi populer dan berkembang dengan sangat pesat. Salah satu perusahaan fast food yang paling mencolok perkembangannya adalah McDonald‟s, di mana antara tahun 1960 dan 1973, jumlah cabangnya tumbuh dari sekitar 250 menjadi 3.000 gerai. Dengan perkembangan yang begitu pesatnya industri fast food menjadi sebuah rangkaian korporasi besar di Amerika Serikat, dan kemudian dengan cepat mengekspansi dunia, menjadi korporasi-korporasi multinasional. McDonald‟s, sebagai contohnya, menjadi waralaba fast food terbesar dengan lebih dari 33.000 restoran yang tersebar di 123 negara di seluruh dunia.

Ekspansi global fast food ini bukannya tanpa kritik. Semenjak tahun dekade 1980-an mulai bermunculan kritik yang menilai bahwa fast food memiliki banyak sisi negatif yang membahayakan dunia secara global, mulai dari sisi kesehatan, munculnya tren konsumerisme yang berlebihan melalui peran media, hingga eksploitasi pasar global dari industri ini yang berpotensi membunuh banyak produsen makanan lokal yang lemah dan tidak terlindungi dalam liberalisasi perdagangan internasional.

Pada tahun 1986 Carlo Petrini, seorang jurnalis dan aktivis kiri Italia, melakukan aksi kampanye untuk mencegah didirikannya gerai Mc Donald‟s di area

(2)

2 Piazza di Spagna di Roma, yang berakhir dengan kegagalan. Kegagalannya dalam menggagalkan pendirian gerai McD‟s ini kemudian mendorong Petrini untuk membentuk sebuah gerakan masyarakat untuk melawan hegemoni McD‟s dan antek-antek fast food lainnya terhadap dunia global. Gerakan yang diberi nama „Slow Food’ ini didirikan pada tahun 1986, dan kemudian menghasilkan Manifesto of the International Slow Food Movement yang ditandatangani di Paris tahun 1989 oleh delegasi dari 15 negara. Melalui penandatanganan manifesto inilah Slow Food berkembang sebagai gerakan yang secara internasional melawan tren global fast food sebagai bagian dari usaha melakukan protes dan perlawanan terhadap kepentingan-kepentingan industri kapitalis global yang mengancam produk lokal.

Pada dasarnya, Slow Food diperkenalkan oleh Petrini sebagai alternatif terhadap fast food, di mana berlawanan dengan fast food, Slow Food berjuang untuk lebih memilih dan melestarikan kulinari tradisional dan regional, serta mendorong masyarakat lokal untuk melakukan pertanian dan peternakan sesuai dengan karakteristik ekosistem lokal. Hingga kini, Slow Food berkembang sebagai sebuah gerakan kuliner global, di mana gerakan ini memiliki lebih dari 100,000 anggota yang berasal dari lebih 800 kota besar dari 132 negara di dunia. Anggota-anggota Slow Food beragam, meskipun sebagian besar memiliki latar belakang dunia kuliner, seperti pemilik restoran, koki, petani, peternak, hingga kaum akademisi dan penikmat kuliner. Beberapa selebriti juga tergabung dalam Slow Food, di antaranya Alice Waters, dan Eric Schlosser, penulis buku best-seller Fast food Nation. Tercatat pula keanggotaan Slow Food di Indonesia, yaitu di dua buah restoran di daerah Ubud dan Cikarang, Jakarta.

B. Rumusan Masalah

Skripsi ini akan meneliti dan menjawab pertanyaan “bagaimana gerakan Slow Food dalam usahanya melawan hegemoni industri fast food global diidentifikasi sebagai sebuah bentuk counter-hegemony?”

(3)

3 C. Landasan Konseptual

Untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan, penulisan skripsi ini akan menggunakan konsep-konsep Neo-Gramscian yang menjelaskan mengenai dinamika hegemoni dan counter-hegemony, untuk memahami kehadiran dan peran fast food sebagai hegemoni global, serta pilihan-pilihan aksi yang dilakukan Slow Food dalam perlawanannya melawan fast food secara global melalui definisi Gramsci terhadap bentuk counter-hegemony.

Hegemoni merupakan sebuah ide yang dikembangkan Antonio Gramsci mengenai bentuk dominasi satu kelas terhadap kelas lainnya, terutama secara tidak langsung, tanpa paksaan/kekuatan yang bersifat memaksa. Ketidak hadiran kekerasan fisik dalam dominansi yang dilakukan membuat hegemoni lebih sering muncul dalam bentuk-bentuk budaya, yang kemudian dikenal sebagai cultural hegemony yang memfokuskan perilaku dominansi hegemonik antara satu kelas sosial yang berkuasa terhadap kelas-kelas sosial lain dengan beragam budaya. Bentuk dominasi ini bisa dilakukan melalui manipulasi kultur sosial (kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan nilai) sehingga cara pandang kelas yang berkuasa secara sadar diterima kelas-kelas lainnya sebagai norma umum dan ideologi yang berlaku secara universal yang dikenal sebagai common sense, di mana nilai-nilai tersebut pada dasarnya hanya akan menguntungkan satu kelas yang berkuasa. Mekanisme penerimaan nilai-nilai oleh kelas-kelas yang didominasi ini didasarkan melalui bentuk konsensus masyarakat1 yang bersifat sukarela secara individual. Selain itu, Gramsci menggambarkan bentuk konsensus masyarakat terhadap hegemonnya sebagai bentuk hubungan antara buruh pabrik dan pemilik pabrik, yang dikenal sebagai „Fordism‟ - mengacu pada perusahaan Ford Motor Company di mana terjadi pembatasan peran-peran dari masing-masing buruh untuk mencegah buruh memahami secara kolektif sistem pabrik tersebut dan

1 Nezar Patria & Andi Arief, Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

(4)

4 dengan demikian meminimalisir sikap kritis dan kesadaran politik2. Dalam Prison Notebooks, Gramsci menjelaskan bahwa sebuah hegemoni berfungsi melalui dua tingkatan utama „superstruktur‟, yaitu masyarakat sipi dan masyarakat politik, atau „the State‟ yang mendominasi melalui masyarakat secara persuasif dan di lini lain melalui „direct domination‟ yang bersifat koersif3

.

Di sisi lain, usaha untuk melawan pengaruh hegemoni ini dijelaskan Gramsci sebagai counter-hegemony, yang memunculkan satu pandangan dan nilai-nilai alternatif pada masyarakat yang bertujuan untuk menentang cara pandang dominan yang melanggengkan marjinalisasi kelas dominan terhadap kelas subaltern.

Gramsci memandang bahwa counter-hegemony sebenarnya merupakan satu bentuk penciptaan hegemoni tandingan terhadap hegemoni dominan yang ada, sehingga bentuk-bentuk aksi yang muncul dalam counter-hegemony juga dikembangkan melalui cara-cara yang persuasif. Pergerakan counter-hegemony pada awalnya bukanlah kelompok radikal atau ekstremis yang memilih menggunakan cara-cara kekerasan atau paksaan dalam melawan hegemoni yang ada. Mereka, justru memulainya dengan usaha persuasi, kampanye, hingga propaganda untuk meyakinkan dan menyadarkan masyarakat bahwa sebenarnya mereka berada dalam penindasan hegemoni oleh kelas yang dominan yang kemudian harus dilawan. Proses „penyadaran buruh pabrik‟ ini dijelaskan Gramsci sebagai War of Position. Apabila pergerakan ini telah memperoleh dukungan yang dibutuhkan serta meraih konsensus dari masyarakat untuk melawan hegemoni yang ada, maka mereka akan berusaha mengambil alih posisi kelas hegemoni dominan tersebut, bisa melalui kekerasan maupun cara damai. Usaha perebutan posisi dominan tersebut digambarkan Gramsci sebagai War of Manouvre, yang secara umum dapat dipandang sebagai satu bentuk revolusi politik dan sosial4.

Gramsci menggambarkan bahwa dalam sebuah bentuk counter-hegemony akan terdapat dua tataran proses aksi, yaitu tahap national-popular, dan tahap internationalist. Gramsci menilai, bahwa setiap gerakan counter-hegemony yang efektif akan terlebih dahulu menggunakan lingkup nasional untuk memperoleh kekuatan

2

Antonio Gramsci, Selection from the Prison Notebooks (New York: International Publishers, 1971), 309.

3 Gramsci, Prisoner Notebooks, 12. 4 Gramsci, Prisoner Notebooks, 238-239.

(5)

5 massa. Apabila gerakan tersebut telah memiliki prasyarat yang dibutuhkan serta kesadaran untuk tidak hanya meraih kekuatan dari negara asalnya, akan tetapi juga dari negara-negara lainnya5, maka kemudian gerakan tersebut akan naik ke tahapan counter-hegemony yang kedua, yaitu sebagai gerakan internationalist.

Dalam setiap (hegemoni dan) gerakan counter-hegemony, terdapat aktor utama yang memiliki peran paling utama, yaitu kaum intelektual. Kaum intelektual inilah yang pertama kali mengalami kesadaran kelas dan mengenali adanya bentuk hegemoni yang sedang menindas suatu kelas, dan kemudian menjadi bagian terpenting dalam war of position di mana kaum intelektual-lah yang melanjutkan kesadaran kelas terhadap seluruh kelas yang ditindas, dan kemudian memilih strategi dan memimpin war of manouvre dalam upaya menjatuhkan kelas dominan yang berkuasa. Gramsci menilai, „there is no organization without intellectuals’6

, dan menjelaskan ketiadaan aktor intelektual sebagai „hilangnya aspek teoritis yang merupakan dasar pergerakan dari semua organisasi yang efektif‟.

Gramsci membagi kaum intelektual berdasar dua tipe. Tipe pertama adalah intelektual tradisional, yang merupakan intelektual otonom yang bebas dari kelompok sosial dominan dan memisahkan intelegensia dari tatanan borjuis. Mereka dideskripsikan sebagai pihak-pihak yang tugas-tugas kepemimpinan intelektual dalam suatu given society. Gramsci mencontohkannya dengan golongan rohaniawan, filsuf, artis, hingga public figure. Tipe kedua adalah intelektual organik, yang berlawanan dengan para tradisionalis, justru berasal dari kelas tertentu dan memiliki keterikatan identitas dengan kelas yang dibelanya. Berbeda dengan para tradisionalis yang otonom dan independen, mereka berpihak pada salah satu kelas (baik dominan maupun perjuangan buruh), dan berperan menciptakan homogenitas dan kesadaran akan fungsinya; tipe kedua ini bergerak untuk mewujudkan adanya kemajuan intelektual massa.

Konsep hegemoni dan counter-hegemony akan digunakan dalam skripsi ini untuk mengidentifikasi dan memetakan pergerakan dan pilihan-pilihan aksi counter-hegemony dari Slow Food.

5 Gramsci, Prisoner Notebooks, 240. 6 Gramsci, Prisoner Notebooks, 334.

(6)

6 D. Asumsi Dasar

Melalui definisi yang dipaparkan oleh Gramsci, dapat ditemui pola aksi counter-hegemony dalam gerakan Slowfood.

Pertama, bahwa ketimbang melakukan perlawanan dan penentangan frontal terhadap jaringan industri fast food global, Slowfood memiliki kecenderungan pilihan aksi yang mengarah pada pola persuasi terhadap kelas-kelas sosial yang menjadi sasaran eksploitasi fast food itu sendiri. Ini berkesesuaian dengan konsep War of Position yang dijelaskan oleh Gramsci sebagai bentuk awal suatu counter-hegemony.

Di sisi lain, ketimbang langsung melakukan konsolidasi internasional seperti umumnya kelompok anti-globalisasi lain (seperti Greenpeace dan ATTAC), Slowfood memilih untuk menanamkan pengaruh kuat terlebih dahulu terhadap pemerintahan di negara asalnya, Italia. Inilah yang kemudian dijelaskan oleh Gramsci sebagai fase national-popular sebelum kemudian melakukan counter-hegemony dalam skala internasional.

Kedua, Slowfood melihat bahwa kehadiran intelektual sebagaimana paparan Gramsci merupakan aktor kunci dalam memenangkan counter-hegemony. Inilah yang kemudian diimplementasikan dengan pendirian University of Gastronomical Sciences di Parma serta Colorno, Italia.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data-data yang dbutuhkan. Sumber literatur terutama akan berangkat dari buku-buku teks yang membahas mengenai globalisasi, hegemoni, serta pergerakan perlawanan anti globalisasi, khususnya Slow Food. Selain itu, data-data sekunder akan menggunakan berbagai teks yang bersumber dari jurnal, artikel internet, maupun artikel surat kabar.

(7)

7 F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup skripsi ini akan dimulai dari rentang waktu kelahiran industri fast food modern hingga 2014.

G. Sistematika Penulisan

Tulisan ini akan dibagi menjadi beberapa bab untuk memudahkan pembahasannya dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I adalah pendahuluan yang akan menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka konseptual, asumsi dasar, metode penelitian, ruang lingkup, dan sistematika penulisan penelitian ini.

Bab II akan membahas mengenai perkembangan industri fast food modern. Bab ini berargumen bahwa melalui bentuk intervensinya dalam kebijakan negara, dukungan modal lintas negara, serta penetrasi media yang masif terhadap konsumennya, industri fast food modern berkembang menjadi sebuah kekuatan hegemoni dunia. Bab ini juga memaparkan kemunculan perlawanan global terhadap industri fast food modern sebagai bentuk penentangan terhadap hegemoni tersebut.

Bab III akan memaparkan perkembangan gerakan internasional Slow Food, manifesto gerakan, beserta struktur keanggotaan internasional gerakan tersebut. Argumen bab ini adalah bahwa jejak kecenderungan counter-hegemony dari Slow Food terutama mengenai konsep superstruktur dan „the State’, dapat ditelusuri dari latar belakang berdirinya Slow Food, penjabaran tekstual Manifesto delloSlow Food, serta pola organisasional Slow Food.

Bab IV akan mengidentifikasi kehadiran karakter counter-hegemony dalam berbagai pilihan aksi gerakan Slow Food. Bab ini berargumen bahwa garis besar berbagai pilihan aksi gerakan Slow Food memiliki kesesuaian dengan karakteristik-karakteristik dasar counter-hegemony yang dijelaskan Gramsci.

(8)

8 Bab V merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya, serta paparan singkat mengenai jawaban dari rumusan masalah yang diajukan serta manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Karyawan akan melakukan segala cara (dedikasi) agar organisasi mampu mencapai kesuksesan. Dalam diri karyawan yang komitmennya tinggi terjadi proses identifikasi, adanya

Jika seseorang itu percaya bahawa kitar semula dapat membantu dalam memulihkan alam sekitar yang kini mempunyai sumber yang amat terhad dan dapat menjimatkan kos dengan

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.

• Aerasi & agitasi merupakan hal yg penting dlm memproduksi sel-sel khamir dan bakteri. • u/ pertumbuhan secara aerobik, suplai oksigen merupakan faktor terpenting

Menginstruksikan KPA Satker terkait agar memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK dan Konsultan Pengawas atas kelalaiannya dalam melakukan pengawasan

Fraksi terpenoid daun katuk memiliki pengaruh baik terhadap profil lipid yang dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, dan meningkatkan kadar HDL dengan dosis

Rasio REO yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien

Ini bisa berupa peristiwa yang terjadi akibat aksi perorangan, seperti yang ditunjukkan pada vaksinasi atau keikutsertaan (partisipasi politik) dalam pemilihan