3
DATA DAN ANALISA 2.1. Sumber Data
2.1.1. Literatur Buku
1. Profil Reproduksi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada tingkat Penangkaran, oleh Gono Semiadi dan R. Taufiq Purna Nugraha
2. Tiger Trade Revisited in Sumatra, Indonesia, by Julia Ng and Nemora, published by TRAFFIC Southeast Asia, Petaling Jaya, Malaysia.
3. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) 2007 – 2017, oleh Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2007. 4. Keberadaan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) dan
Hewan Mangsanya di Berbagai Tipe Habitat Hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera, oleh Yoan Dinata dan Jito Sugardjito.
2.1.2. Literatur Artikel 1. http://wikipedia.org
2. http://antarajateng.com/detail/index.php?id=51822 3. http://www.harimausumatra.com/
4. http://erabaru.net/nasional/60-lingkungan/26115-harimau-sumatera-terancam-punah. 5. 50 Harimau Sumatera Mati Per Tahun, Banyuasin, Kompas.
6. http://www.mindtools.com/pages/article/AIDA/htm
7. http://www.wwf.or.id/?23320/Maraknya-perburuan-harimau-jangan-tunggu-hukum-alam-yang-bertindak
8. www.bengkulu.bps.go.id/
10. http://www.profauna.org/suarasatwa/id/2006/03/perburuan_dan _perdagangan_satwa_liar_di_bengkulu.html 11. http://wwf.panda.org/what_we _do/endangered_species/tigers/last_of_the_tigers_whysavetiger/ 12. http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/06/kumpulan-tulisan-daftar-isi-hukum.html 2.2. Pengertian 2.2.1 Perburuan Harimau
Perburuan merupakan ancaman nyata yang berdampak langsung pada penurunan populasi satwa liar. Alat yang dipergunakan oleh pemburu ilegal Harimau Sumatera adalah jerat (tali atau kabel), perangkap (lubang atau kandang), racun dan senjata api, termasuk senapan buatan lokal. Banyak pemburu ilegal memasang jerat untuk mendapatkan jenis satwa liar selain Harimau, misalnya Beruang (yang juga bernilai tinggi untuk obat tradisional Asia) dan jenis Ungulata lain yang merupakan satwa mangsa Harimau dan satwa buruan manusia. Oleh karena jelajah Harimau biasanya mengikuti keberadaan satwa mangsanya, maka jerat-jerat yang dipasang oleh pemburu dapat secara tidak sengaja menjerat Harimau. Ironisnya, Harimau yang juga berperan sebagai pengendali hama pertanian, seperti Babi hutan, seringkali terbunuh oleh jerat yang dipasang di sekitar lahan pertanian untuk mengurangi tingkat serangan hama tersebut.
2.2.2 Harimau Sumatra
Kerajaan: Animalia Filum: Chordata
Kelas: Mammalia Ordo: Carnivora
Famili: Felidae Genus: Panthera
Spesies: P. Tigris Upaspesies: P. t. Sumatrae Nama trinomial: Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929
Merupakan salah satu kelompok kucing liar Indonesia berbadan besar yang saat ini sedang terancam punah. Dapat ditemui di hutan-hutan dataran rendah sampai dengan
pegunungan. Wilayah penyebarannya pada ketinggian 2.000 m dpl, tetapi terkadang juga sampai pada ketinggian lebih dari 2.400 m dpl. Hewan yang menjadi mangsanya biasanya golongan Babi hutan. Harimau memerlukan habitat yang luas supaya dapat hidup dan berkembang biak.
2.3. Data 2.3.1 Bengkulu
Provinsi Bengkulu terletak di sebelah Barat pegunungan Bukit Barisan. Luas wilayah Provinsi Bengkulu mencapai lebih kurang 1.978.870 hektar atau 19.788.7 kilometer persegi. Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat sampai ke perbatasan Provinsi Lampung dan jaraknya lebih kurang 567 kilometer. Secara geografis, Provinsi Bengkulu terletak diantara 2o16’3” LS sampai 4o56’00” LS dan 101o01’00” sampai 103o46’00” BT.
Gambar 2.1 Peta Administrasi Provinsi Bengkulu
Hutan tropis Provinsi Bengkulu memiliki sumber kekayaan flora dan fauna yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata. Kekayaan flora, hutan tropis Provinsi Bengkulu yang sudah terkenal dan telah menjadi objek wisata hutan adalah bunga Raflesia Arnoldi yang terdapat di hutan Provinsi Bengkulu. Kekayaan flora lainnya yang juga cukup menarik dan berpotensi untuk dijadikan objek wisata hutan karena kelangkaannya, yaitu: bunga anggrek vanda, bunga bangkai, dan kayu merbabu. Sementara itu, kekayaan fauna
yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata adalah Harimau Sumatera, Siamang, Tapir, Kerbau liar, Rusa serta penangkaran Gajah Sumatera.
Tabel 2.1
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Pendidikan yang Ditamatkan, 2006-2010 No. Tingkat Pendidikan 2006 2007 2008 2009 2010 1. Tidak/belum tamat SD 19,91 16,72 19,10 24,49 23,63 2. SD 40,61 37,89 37,90 37,37 23,95 3. SMP 18,37 20,28 17,00 22,95 20,62 4. SMU 16,45 19,06 20,06 14,62 23,20 5. Akademi 1,76 2,49 2,38 0,07 3,06 6. Perguruan tinggi 2,90 3,56 3,56 0,50 5,51 jumlah 100 100 100 100 100
Tabel 2.2 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di Provinsi Bengkulu, 2010
No. Lapangan Usaha Laki-laki Perempuan Jumlah Rerata
1 Pertanian 59,97 58,19 58,06
2 Pertambangan 1,47 0,48 1,08
4 Listrik dan Air Minum 0,25 0,00 0,15
5 Konstruksi 6,89 0,41 4,34
6 Perdagangan 11,76 21,13 15,45
7 Angkutan dan Komunikasi 4,66 0,46 3,01 8 Bank dan Lembaga Keuangan 1,17 0,40 0,86
9 Jasa lainnya 12,95 16,97 14,53
Jumlah 100 100 100
Tabel 2.3 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Bengkulu, 2010
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah Rerata
15-24 15,94 14,61 15,41
25-54 72,22 74,34 73,06
55+ 11,84 11,05 11,53
Jumlah 100 100 100
Tabel 2.4 Banyaknya Hotel dan Akomodasi Lainnya menurut Kabupaten/Kota dan Klasifikasi di Provinsi Bengkulu, 2010
Kabupaten Hotel Bintang Hotel Non Bintang Akomodasi Lainnya Bengkulu Selatan - 11 - Rejang Lebong - 16 - Bengkulu Utara - 16 -
Kaur - 4 - Seluma - 1 - Mukomuko - 15 - Lebong - 6 - Kepahiang - 3 - Bengkulu Tengah 1 3 - Kota Bengkulu 4 40 - Jumlah 5 115 - 2.3.2 Perburuan Harimau
Pada situasi saat masyarakat desa ingin agar Harimau yang bermasalah pergi, para pemburu liar dengan cepat menawarkan jasa mereka, sehingga menyebabkan kematian Harimau, yang sebenarnya masih dapat dihindari. Para pemburu liar yang datang ke desa dengan menawarkan jasa untuk membunuh Harimau bermasalah, biasanya hanya meminta Harimau tersebut dan tidak meminta tambahan imbalan apapun. Sebagai pilihan lain, masyarakat dapat menyewa seorang pemburu profesional untuk membunuh satwa bermasalah tersebut. Dalam kasus seperti ini pemburu dapat dibayar dengan kisaran upah Rp 500.000 hingga Rp 2.000.000 (US$ 56 hingga US$ 225) atau ia dapat mengambil kulitnya, tergantung pada permintaan masyarakat.
Perburuan ilegal terjadi mulai awal dasawarsa 1990. Hasil dari kegiatan ilegal ini merupakan sumber potensial untuk mensuplai produk asli Harimau yang beredar di pasar gelap, terutama kulit dan tulang. Harimau dan produknya diperjualbelikan untuk berbagai macam alasan, termasuk untuk penggunaan obat-obatan tradisional Asia dan bahan supranatural. Selain itu, Harimau juga diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan dan simbol status. Antara tahun 1970-1993 tercatat sebanyak 3.994 kg tulang Harimau Sumatera di ekspor secara ilegal ke Korea Selatan dari Indonesia.
Harga tulang Harimau di pasar internasional cenderung naik dari waktu ke waktu. Sementara itu hukum pasar berlaku, di mana harga tulang akan meningkat dengan
semakin langkanya ketersediaan di pasaran dan sebaliknya. Di pasar Korea Selatan, harga perkilogram tulang Harimau diperkirakan sekitar US$ 26 pada tahun 1973, dan meningkat hingga sekitar US$238 pada tahun 1992. Dalam catatan sejarah, kulit adalah bagian yang paling berharga dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain. harga selembar kulit Harimau Sumatera dewasa dalam bentuk lembaran utuh pada tahun 1930-an berkisar 1930-antatra 150-350 gulden hingga lebih dari US$2.000 pada tahun 2002. Sedangkan harga kulit dalam bentuk ofsetan berkisar antara US$ 1.000 pada tahun 1970-an dan meningkat hingga mencapai lebih dari US$ 3.300 pada tahun 2002.
Penelitian selama Januari 2004 hingga Januari 2008, membuka beberapa pola perburuan harimau. Sebanyak 97 persen pemburu berasal dari etnis lokal yang tinggal di sekitar habitat harimau. Keterampilan para pemburu diperoleh secara turun temurun dari para pendahulunya atau dari orang yang suka berburu harimau.
Sebagian besar pemburu bermata pencaharian petani. Sekitar 70 persen dari 1,4 juta penduduk yang tinggal di sekitar Kerinci Seblat adalah petani. Hal ini juga berarti berburu Harimau Sumatera bukanlah aktivitas yang dapat dijadikan sebagai sumber utama pendapatan ekonomi. Sekitar 52 persen perburuan ilegal Harimau dilakukan pemburu yang berdomisili di desa yang berbatasan dengan Kerinci Seblat. Sisanya, 48 persen dilakukan oleh orang dari desa yang tidak berbatasan langsung. Secara statistik, orang dari dua tempat domisili berpeluang sama untuk menjadi pemburu harimau. Sebagian besar pemburu bermotif komersial, bukan karena konflik manusia dengan Harimau Sumatera. Motif inilah yang mendorong perburuan dilakukan secara regular, dengan jaringan perburuan dan perdagangan ilegal yang terjalin rapi dan terorganisir. Para pemburu juga memiliki jaringan tetap dengan penampung atau pembeli hasil buruan. Tak jarang, para penampung juga menjadi pemodal bagi pemburu, dengan memberikan sejumlah uang dan/atau peralatan buru. Indonesia mempunyai pasar lokal perdagangan produk Harimau yang substansial dan terorganisir. Di pasar gelap domestik, kulit Harimau menjadi primadona, sedangkan di pasar gelap internasional, tulangnya menjadi objek utama perdagangan untuk obat tradisional China.
Kasus perburuan Harimau terjadi di Payakumbuh, Sumatera Barat. Pada bulan Maret 2011, Afandi, 49 tahun, seorang penadah kulit Harimau tertangkap tangan sedang menjual satu lembar kulit Harimau yang dihargai Rp 125 juta. Menurut pengakuannya, Ia mendapatkan kulit tersebut seharga Rp 25 juta/lembar. Setelah menjalani enam kali persidangan, penadah itu hanya dituntut 3 tahun penjara dengan denda Rp 3 juta. Terlihat bahwa hukum di Indonesia dinilai tidak sebanding dengan keuntungan yang diterima pelaku.
Gambar 2.2 Populasi Harimau 2.3.3 Tindak Pidana Bidang KSDAHE
TIPIHUT yang diatur dalam UU no. 5 TH 1990. A. Perbuatan yang dilarang:
1. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam (Pasal 19 ayat (1))
2. Mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati (Pasal 21 ayat (1) huruf a);
3. Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia .(Pasal 21 ayat (1) huruf b)
4. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a)
5. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; (Pasal 21 ayat (2) huruf b)
6. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia (Pasal 21 ayat (2) huruf c);
7. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari sauatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia (Pasal 21 ayat (2) huruf d);
8. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dilindungi (Pasal 21 ayat (2) huruf e). 9. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional (Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.) (Pasal 33 ayat (1))
10. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. (Pasal 33 ayat (3))
B. Sanksi Pidana:
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (1))
2. Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana demaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2))
3. Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).(Pasal 40 (3))
4. Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (Pasal 40 ayat (4)) 2.3.4 Survey Target Audience
Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif-kuatitatif. Responden penelitian meliputi masyarakat tiga kelas yaitu menengah atas, menengah menengah, dan menengah bawah. Tujuannya adalah menemukan tipe-tipe pendekatan estetik yang dimiliki responden dari masing-masing kelas. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat kelas menengah atas memiliki kecenderungan emosional, sedangkan masyarakat menengah menengah memiliki kecenderungan pendekatan estetik rasional dan emosional, dan masyarakat menengah bawah memiliki kecenderungan pendekatan estetik rasional.
2.3.5 Harimau Sumatra
Harimau Sumatera ditemukan di Pulau Sumatera di Indonesia, salah satu yang masih bertahan hidup dari enam sub-spesies dan terancam punah. Populasinya diperkirakan sekitar 400 – 500 ekor, terutama hidup di Taman-taman nasional di Sumatera.
Harimau Sumatera merupakan sub-spesies terkecil. Memiliki warna paling gelap, mulai dari warna kuning kemerah-merahan hingga oranye tua, di antara semua sub-spesies lainnya. Pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet. Panjang Harimau Sumatera jantan dewasa rata-rata 92 inci atau sekitar 2,5 meter dari kepala hingga kaki. Berat 300 pound atau sekitar 140 kilogram. Tingginya dapat mencapai 60
centimeter. Sedangkan betina memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 centimeter dengan berat 200 pound atau sekitar 91 kilogram.
Harimau merupakan hewan penyendiri kecuali induk yang sedang mengasuh anak atau pada masa perkawinan. Tempat membesarkan anak biasanya di dalam goa-goa, celah tebing sungai tak berair, di bawah lipatan atau singkapan batu berlorong dan di rongga pokok batang kayu tua, di suatu tempat yang kering seperti di bawah lipatan akar pohon besar dan di tengah rumpun pakis sarang burung berukuran lebih dari 1 meter.
Harimau Sumatera mampu beradaptasi di hutan bekas tebangan, selama hutan tersebut mampu menyediakan pakan baginya. Harimau tidak pernah ditemukan jauh dari air namun mempunyai adaptabilitas besar terhadap tempat dengan iklim yang berbeda-beda, mulai dari hutan kayu cemara yang beriklim sedang sampai hutan rimba tropis dan rawa-rawa bakau. Habitat Harimau sangat bervariasi tergantung daerah yang dapat mensuplai kebutuhan air, satwa dan temapt berlindung terpenuhi. Harimau juga dapat sewaktu-waktu bermigrasi. Migrasi ini terjadi apabila ada wabah penyakit menyerang atau menyapu habis populasi hewan mangsanya. Migrasi ini diselingi apabila Harimau berhasil membunuh mangsa yang besar dan membutuhkan waktu beberapa hari untuk menghabiskan makanan tersebut.
Harimau Sumatera terancam kehilangan habitat karena daerah sebenarnya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Oleh karena itu, harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia dan sering kali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat ataupun tidak adanya lagi magsa yang dapat dimakan. 2.4. Target Audiens
Berusia 17 – 30 tahun. Laki-laki atau perempuan. Tinggal di daerah yang berdekatan dengan habitat Harimau. Belum memiliki kepedulian dengan lingkungan. Kurang berpendidikan. Merupakan golongan tingkat menengah ke bawah. Etnosentrisme. 2.5. Analisa Kasus
2.5.1. Faktor Penghambat dan Pendukung 2.5.1.1. Faktor Penghambat
1. Penindak hukum di Indonesia yang tidak kuat dalam menangani masalah perburuan. 2. Masih kurangnya kepedulian masyarakat Indonesia akan lingkungan sekitarnya. 2.5.1.2. Faktor Pendukung
1. Animasi mulai diminati dan dipakai di beberapa PSA.
2. Hukum di Indonesia cukup kuat dalam menangani masalah perburuan.
3. Ada organisasi-organisasi yang bergerak di bidang ini yang mendukung berjalannya PSA ini.
2.5.1.3. Analisa PSA Harimau Sumatra Terancam Punah
Berdasarkan sumber-sumber yang telah dijabarkan penulis dalam membuat PSA ini. Maka akan dibuat PSA animasi Harimau Sumatera Terancam Punah yang meliputi Harimau Sumatera merupakan industri pariwisata bagi daerah sekitar habitat Harimau Sumatera dan perburuan Harimau Sumatera.