• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang

Jasa pelayanan kesehatan adalah sistem yang berubah dan berkembang dengan cepat, dan industri-industri tersebut berusaha untuk menemukan cara yang tepat untuk terus menyesuaikan dengan perkembangan (Barnes et al., 1997). Salah satu jenis jasa pelayanan kesehatan adalah rumah sakit. Seiring dengan perkembangan zaman, rumah sakit tidak hanya berusaha untuk meningkatkan tingkat kepuasan pasien dengan pelayanan kesehatan, namun juga berusaha untuk menurunkan biaya dan meningkatkan finansial aset mereka (Cardoen et al., 2010). Dalam mencapai tujuan tersebut, hingga saat ini telah banyak kajian dan penelitian yang telah dilakukan dalam bidang jasa pelayanan kesehatan. Salah satu unit yang menjadi perhatian dalam penelitian tersebut adalah ruang operasi. Ruang operasi, atau biasa disebut operating theatre atau operating room (OR) adalah unit rumah sakit yang berfungsi memfasilitasi proses operasi atau pembedahan dilakukan, dalam kondisi steril.

Ruang operasi adalah unit yang menghabiskan biaya dan sekaligus mendatangkan pendapatan terbesar dari rumah sakit. Disebutkan oleh Macario (2006), pengeluaran dari sektor operasi hampir mencapai 33% dari proyeksi budget rumah sakit karena sektor ini melibatkan biaya pekerja yang luar biasa (dokter bedah, dokter anestesi, perawat, dan lain-lain) serta biaya peralatan, seperti tempat tidur dan peralatan bedah. Hal ini menyebabkan ruang operasi memiliki pengaruh yang besar pada kondisi rumah sakit secara keseluruhan. Biaya sumber daya atau peralatan yang mahal, populasi yang terus menua, dan teknologi pembedahan yang semakin berkembang membuat perencanaan dan penjadwalan ruang operasi terus menerus perlu ditingkatkan keefektifannya agar dapat menekan biaya serendah mungkin. Hal-hal tersebut menyebabkan kebutuhan perencanaan dan penjadwalan ruang operasi semakin tinggi (Cardoen et al., 2010).

(2)

Mengamati fakta bahwa peningkatan efisiensi ruang operasi sangat penting, semakin banyak periset yang mencoba mengoptimasi fungsi dari ruang operasi. Salah satu ukuran performansi efisiensi ruang operasi yang umum digunakan adalah utilisasi dari ruang operasi. Dengan melakukan optimasi utilitas OR, maka penggunaan biaya dalam pengoperasian OR pun ikut serta dioptimalkan.

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito adalah rumah sakit terbesar di Yogyakarta. RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit rujukan tingkat DIY dan Jawa Tengah Selatan. Instalasi yang melayani operasi di RSUP Dr. Sardjito adalah Instalasi Bedah Sentral (IBS). IBS Sardjito melayani 15 jenis spesialis bedah: Anak, Digesti, Penyakit Dalam, Obsgyn, Jantung, Mata, Mulut, Ortho, Plasty, Syaraf, Thorax, THT, Tumor, Urologi, dan Vaskuler. IBS menyediakan 16 ruang operasi untuk melayani seluruh jenis spesialis tersebut. Berdasarkan data historis selama 3 bulan, April – Juni 2014 utilitas keenambelas ruangan operasi tersebut tergolong tidak terlalu tinggi dan bahkan untuk beberapa ruangan memiliki utilitas di bawah 51% dengan rata-rata utilitas ruangan sebesar 50%. Berikut ini disajikan grafik yang memperlihatkan informasi tersebut pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Utilitas Ruang Operasi IBS RSUP Dr. Sardjito

59% 50% 29% 60% 55% 61% 55% 56% 55% 41% 43% 53% 51% 61% 55% 16% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 1.01 1.02 4.00 4.01 4.02 4.03 4.04 4.05 4.06 5.01 5.02 5.03 5.04 5.05 5.06 5.07 Utilita s Ruangan Utilitas

(3)

Saat ini, IBS menerapkan sistem penjadwalan open scheduling (first come first served) untuk melayani pasien. Secara singkat, sistem penjadwalan ini akan melayani operasi pasien manapun yang mendaftar terlebih dahulu, tidak dibedakan jenis operasinya. Selain sistem penjadwalan open scheduling, terdapat sistem penjadwalan lain yaitu block scheduling dan modified block scheduling. Pada block scheduling, jadwal dibagi ke dalam time block di mana pasien hanya bisa dioperasi di suatu block apabila spesialis operasi atau dokter bedah pasien tersebut terdapat di block tersebut.

Sistem block scheduling saat ini adalah sistem yang paling banyak digunakan di rumah sakit (Patterson, 1996; Fowler dan Li, 2010; Fei et al., 2010). Hal ini salah satunya dikarenakan utilitas ruang operasi yang bisa dicapai dengan sistem block scheduling lebih tinggi dibandingkan utilitas yang bisa dicapai dengan open scheduling. Patterson (1996) memperlihatkan hasil survey yang dilakukan pada tahun 1995 oleh University Health Systems Consortium dan OR Manager pada 89 rumah sakit di Amerika. Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata utilitas ruang operasi block scheduling yaitu sebesar 66% lebih tinggi dibandingkan rata-rata utilitas ruang operasi open scheduling sebesar 47%.

Penelitian yang mengambil topik mengenai penjadwalan ruang operasi sudah banyak dilakukan, namun banyak di antara penelitian tersebut berfokus pada unit ruang operasi saja, mengabaikan interaksinya dengan unit di postoperative stage. Postoperative stage adalah tahap akhir setelah pasien selesai melaksanakan operasi dan dipindahkan ke Postanesthesia Care Unit (PACU) hingga pasien pulih sepenuhnya. Penjadwalan operasi perlu melibatkan aspek postoperative karena sumber biaya yang tinggi tidak hanya datang dari tahap intraoperative (operasi) saja melainkan juga tahap postoperative.

Penelitian penjadwalan di instalasi bedah di Indonesia sebelum ini, Rifai (2011), Putri (2011), dan Kurniawati (2013) belum mempertimbangkan unit PACU dalam proses pembuatan penjadwalan. Bahkan proses penjadwalan di IBS sendiri saat ini belum melibatkan ketersediaan bed dan lama pemulihan pasien di PACU sebagai pertimbangan dalam pembuatan jadwal operasi. Padahal Fei et al. (2010)

(4)

menyatakan bahwa sebuah penjadwalan yang efisien tidak hanya memperhitungkan efisiensi dari ruang operasi tapi juga bed di unit postoperative/PACU.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan analisis tentang penjadwalan operasi block scheduling untuk mengoptimalkan utilitas ruangan operasi (OR) dan meminimasi waktu makespan pemulihan di bed PACU dengan tetap memperhatikan kepuasan pasien yang diukur dalam waktu tunggu pasien (dalam hari dan menit).

1.3 Asumsi dan Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka diambil sejumlah batasan sebagai berikut:

1. Ruang lingkup dari masalah ini adalah semua ruang operasi rumah sakit (OR) di IBS RSUP Sardjito

2. Performansi sistem yang diukur adalah utilitasi ruang operasi, waktu tunggu pasien (dalam hari dan menit), occupancy rate ruang operasi, makespan ruang operasi, serta makespan pemulihan di bed PACU

3. Data yang menjadi basis dalam penelitian ini, terutama dalam penentuan time block spesialis dan pembuatan Master Surgical Schedule (MSS) adalah data historis selama 3 bulan

4. Penjadwalan operasi memperhitungkan seluruh jenis pasien yang melakukan operasi di IBS RSUP Sardjito, yaitu pasien elektif rawat inap dan rawat jalan. Pasien emergency tidak diperhitungkan karena pasien tipe tersebut melaksanakan operasi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Sardjito

Agar sistem nyata yang diamati memungkinkan untuk dimodelkan maka diambil sejumlah asumsi sebagai berikut:

1. Ketika operasi sudah dimulai, tidak akan terjadi interupsi

2. Semua sumber daya ruang operasi selain dokter bedah (operator) dianggap selalu ada dan siap untuk melakukan operasi sesuai jadwal

(5)

3. Tidak terjadi perubahan jadwal akibat hal-hal yang bersifat non-teknis dan tidak diduga seperti kondisi kesehatan pasien yang berubah dan pembatalan operasi oleh pihak keluarga.

4. Perencanaan dan penjadwalan ruang operasi tidak mempertimbangkan biaya sebagai variabel optimasi

5. Waktu anestesi, waktu setup, dan waktu cleanup dimasukkan ke dalam durasi waktu operasi karena dalam data realisasi operasi semua data digeneralisir menjadi satu data: durasi operasi

6. Sistem time block yang digunakan adalah 1 hari 1 ruangan 1 block didasarkan pada rekomendasi dari berbagai literatur yang dikaji saat penelitian

7. Pasien yang dijadwalkan operasi selalu datang pada jam operasi tepat waktu, tidak pernah mengalami keterlambatan

8. Time block antar hari selalu sama, dari jam 8.00 – 15.45 (shift pagi siang) 9. Data yang digunakan bersifat deterministik, bukan stokastik

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengembangkan penjadwalan ruang operasi tipe block scheduling untuk mengoptimalkan utilisasi ruangan operasi (OR), meminimalkan waktu tunggu pasien, serta meminimalkan makespan pemulihan di bed PACU

2. Menganalisis penjadwalan block scheduling dan melakukan komparasi dengan penjadwalan open scheduling aktual yang ada di rumah sakit

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Membantu peningkatan kualitas sistem penjadwalan operasi di IBS Sardjito,

terutama supaya dapat mengoptimalkan utilitas ruang operasi (OR) dan meminimalisir waktu tunggu pasien

2. Sistem block scheduling yang diajukan melalui penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pertimbangan atau masukan bagi pihak direksi RSUP Sardjito

(6)

pada khususnya dan rumah sakit-rumah sakit lain yang masih menggunakan open scheduling pada umumnya

3. Model matematis yang dikembangkan dalam penelitian ini juga diharapkan dapat diaplikasikan untuk mempersingkat waktu proses penjadwalan serta meringankan beban pegawai IBS. Hal ini dalam rangka untuk peningkatan pelayanan kesehatan secara terus menerus, serta berperan dalam peningkatan pendapatan rumah sakit

Gambar

Gambar 1.1 Utilitas Ruang Operasi IBS RSUP Dr. Sardjito

Referensi

Dokumen terkait

Secara garis besar komponen-komponen pembelajaran memiliki banyak komponen, diantaranya ada tujuan pembelajaran sebagai titik tolak untuk mencapai suatu pembelajaran, guru

Hasil penelitian yang menunjukan nilai ekonomi air total resapan hutan lindung Gunung Sinabung dan hutan lindung TWA Deleng Lancuk di Desa Kuta Gugung dan Desa Sigarang

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

algoritma kompresi LZW akan membentuk dictionary selama proses kompresinya belangsung kemudian setelah selesai maka dictionary tersebut tidak ikut disimpan dalam file yang

Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi, namun tetap harus dipenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Contoh: pariwisata

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI