• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI. pemasaran. Pada tahun 1988, American Marketing Association (AMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI. pemasaran. Pada tahun 1988, American Marketing Association (AMA)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Pemasaran

Ada berbagai defenisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pemasaran. Pada tahun 1988, American Marketing Association (AMA) (Setiyaningrum et al, 2015:7) telah menyatakan bahwa pemasaran adalah proses merencanakan dan melaksanakan konsepsi, menentukan harga (pricing), promosi, dan distribusi dari gagasan (ideas), barang, serta jasa untuk menciptakan pertukaran yang akan memuaskan sasaran dari para individu dan organisasi. Selain AMA, Philip Kotler (Setiyaningrum et al, 2015:7) menfenisikan pemasaran sebagai kegiatan menganalisis, merencanakan, dan mengawasi sumber daya, kebijaksanaan, serta kegiatan yang menimpa para pelanggan perusahaan dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan para kelompok pelanggan yang terpilih untuk memperoleh laba.

2.2 Pemasaran 3.0

Menurut Kotler (Kartajaya, 2010:3) menyatakan bahwa Pemasaran telah berevolusi melalui tiga tahap yang disebut dengan pemasaran 1.0, 2.0, dan 3.0. Banyak pemasar saat ini yang masih menerapkan pemasaran 1.0 maupun 2.0, dan beberapa perusahaan telah menerapkan pemasaran 3.0.

Pemasaran 1.0 dilakukan ketika era industri dimana inti dari teknologi adalah mesin-mesin industri. Pemasaran adalah tentang menjual output produk perusahaan kepada siapapun yang ingin membelinya. Produk yang dihasilkan adalah produk standar yang didesain untuk memenuhi permintaan massal.

(2)

biaya produksinya terendah, sehingga produk-produk ini dapat dijual murah dan terjangkau oleh banyak pembeli.

Pemasaran 2.0 hadir di masa teknologi informasi.Pekerjaan pemasaran tidak lagi sesederhana dulu. Konsumen saat ini sangat mudah mendapat informasi dan membandingkan beberapa tawaran dari produk yang serupa. Nilai dari suatu produk ditentukan oleh konsumen. Konsumen sangat berbeda dalam hal preferensi. Pemasar harus membuat segmen pasar dan mengembangkan sebuah produk unggulan untuk target pasar tertentu. Konsumen dapat memilih berbagai alternatif dan karakteristik fungsional. Pemasar berusaha meraih pikiran dan hati konsumen. Pendekatan consumer centric secara implisit menganggap konsumen adalah target pasif dari kampanye pemasaran.

Pemasaran 3.0 adalah era yang dipicu oleh nilai-nilai (values driven). Pemasar tidak memberlakukan konsumen semata-mata sebagai konsumen, namun melakukan pendekatan dengan memandang mereka sebagai manusia seutuhnya, lengkap dengan pikiran, hati, dan spirit. Konsumen mencari perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan terdalam mereka dalam bidang sosial, ekonomi, dan keadilan lingkungan pada misi, visi, dan nilai-nilainya. Dalam produk dan jasa yang dipilih, konsumen tidak hanya mencari pemenuhan fungsional dan emosional namun juga pemenuhan spirit. Green marketing termasuk model pemasaran yang tergabung dalam pemasaran 3.0 ini, dimana konsumen tidak lagi hanya mencari manfaat dari pemakaian produk yang diinginkannya, tetapi juga konsumen ingin ikut mengambil bagian dalam menyelematkan lingkungan. Hal ini didasarkan oleh adanya dorongan dari dalam diri konsumen tersebut. Dari sinilah pemasar harus melihat peluang yang besar dan pemasar harus menciptakan

(3)

nilai yang sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen agar produknya mendapatkan tempat di hati masyarakat.

2.3 Green Marketing (Pemasaran HIjau)

2.3.1 Pengertian Green Marketing (Pemasaran Hijau)

Menurut Lampe dan Gazda (Setiyaningrum et al, 2015:307) pemasran hijau pada intinya menggambarkan pemasaran suatu produk yang didasarkan pada kinerja lingkungan. Secara konseptual, pemasaran hijau didefenisikan sebagai respon pemasaran terhadap pengaruh lingkungan yang berasal dari perancangan, produksi, pengemasan, pelabelan, penggunaan dan pembuangan barang atau jasa. Menurut Lee (Setiyaningrum et al, 2015:307) pemasaran hijau tumbuh dan berkembang dalam beberapa tahap. Tahap pertama, pemasaran hijau dimulai pada dekade akhir tahun 1980-an ketika konsep pemasaran hijau pertama kali diperkenalkan dan didiskusikan dalam bidang industri.

Pertumbuhan dramatis pada maraknya pemasaran hijau baru terjadi pada awal tahun 1990-an ketika pemasaran hijau memasuki tahap kedua, saat pemasar mulai mengalami reaksi yang tidak menyenangkan. Perlahan-lahan pemasar menyadari bahwa kepedulian konsumen pada lingkungan dan keinginan akan produk hijau tidak diterjemahkan ke dalam perilaku pembelian yang aktual. Hambatan utama yang memunculkan reaksi tidak menyenangkan terhadap pemasaran hijau adalah ketidakpercayaan konsumen mengenai produk hijau, klaim hijau, dan niat serta tindakan perusahaan.

Pada awal tahun 2000, pemasaran hijau memasuki tahap ketiga. Banyak produk hijau mengalami perkembangan pesat dan memperoleh kepercayaan dari konsumen, seiring dengan penerapan teknologi yang makin canggih, penguatan

(4)

pernyataan yang lebih tegas pada klaim iklan, regulasi dan insentif pemerintah, serta pemeriksaan lebih dekat dari berbagai organisasi lingkungan dan media.

Menurut Mintu (Lozada, 2000) mendefenisikan pemasaran hijau (green

marketing) sebagai “aplikasi dari alat pemasaran untuk memfasilitasi perubahan

yang memberikan kepuasan organisasi dan tujuan individual dalam melakukan pemeliharaan, perlindungan, dan konservasi pada lingkungan fisik”. Ottman (2006: 22-36) mengemukakan bahwa dimensi green marketing, dengan mengintegrasikan lingkungan ke dalam semua aspek pemasaran pengembangan produk baru (green product) dan komunikasi (green communication). Melaksanakan pemasaran hijau berarti memasukkan pertimbangan lingkungan dalam semua dimensi aktivitas yang dilakukan perusahaan. Tabel berikut menggambarkan beberapa perbedaan penting antara pemasaran tradisional dan pemasaran hijau (Lapian, 2013: 3).

(5)

Tabel 2.1

Perbedaan Pemasaran Tradisional dan Pemasaran Hijau Faktor Pemasaran Tradisional Pemasaran Hijau Pertukaran 1. Perusahaan

2. Konsumen

1. Perusahaan 2. Konsumen 3. Lingkungan Tujuan 1. Kepuasan konsumen

2. Kepuasan dari tujuan perusahaan

1. Kepuasan konsumen 2. Kepuasan dari tujuan

perusahaan 3. Minimalisasi pengaruh/dampak bagi lingkungan Tanggung Jawab Perusahaan

Tanggung jawab ekonomis Tanggung jawab social

Pencapaian dari keputusan pemasaran Manufaktur untuk pengunaan produk kebutuhan legal

Nilai produk dari kejelasan bahan mentah untuk konsumsi akhir, kemunculan hukum desain untuk lingkungan

Tekanan dari kelompok hijau

Konfrontasi atau pasif Hubungan terbuka dan kolaborasi

Sumber: Lapian (2013: 3) 2.3.2 Green MarketingMix

Mengembangkan green marketing mix tidak dapat terlepas dari tradisional 4P (product, price, promotion, place) kecuali dengan sejumlah penambahan komponen yang sangat berhubungan dengan maksud dari green marketing itu sendiri dan hal-hal yang sangat berpengaruh lainnya.

Menurut Stanton (Swastha dan Handoko, 2000:124) mendefenisikan

(6)

sistem pemasaran perusahaan, yaitu produk, harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi. Kegiatan-kegiatan atau berbagai macam elemen dari marketing mix tersebut perlu dikombinasi dan dikoordinir agar perusahaan dapat melakukan tugas dan program pemasarannya seefektif mungkin. Berikut adalah tiga elemen pokok dalam marketing mix:

1. Produk Hijau (GreenProduct)

Produk menurut Kotler (2007: 4) adalah setiap apa saja yang dapat ditawarkan di pasar untuk mendapatkan perhatian, permintaan, pemakaian atau konsumsi, yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan, yang meliputi benda fisik, jasa tempat, organisasi, dan gagasan. Produk merupakan hasil interaksi barang, modal, mesin, tenaga kerja, dan lain sebagainya, hasilnya yaitu berbentuk produk atau jasa.Produk yang dihasilkan harus dapat memuaskan keinginan konsumen. Dalam pengelolaan produk termasuk pula perencanaan dan pengembangan produk atau jasa yang baik untuk dipasarkan oleh perusahaan.

Produk yang ditawarkan tersebut berupa barang fisik, jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi, dan ide. Jadi produk dapat berupa tangible maupun

intangible yang dapat memuaskan kebutuhan manusia. Berdasarkan defenisi

tersebut, dapat dipahami bahwa produk bukan hanya bersifat fisik saja, namun juga dapat bersifat nonfisik seperti jasa, prestise perusahaan, dan gagasan. Klasifikasi produk berdasarkan berwujud atau tidaknya, menurut Tjiptono (2002: 98) sebagai berikut:

(7)

a. Barang, merupakan produk yang berwujud fisik sehingga bisa dilihat, diraba, atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.

b. Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Contohnya: bengkel reparasai, salon kecantikan, kursus, hotel, dan lembaga pendidikan.

Produk yang beredar dipasaran saat ini sangat beragam. Produk tersebut dapat berupa barang fisik, jasa ataupun bauran antara keduanya. Produk jasa merupakan atribut pemasaran yang sangat penting. Ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam penetapan produk yang akan ditawarkan agar produk tersebut dapat diserap oleh pasar.

Produk dapat dikatakan ramah lingkungan sudah menjadi perdebatan serius antar environmentalis, pejabat pemerintah, perusahaan manufaktur, dan konsumen. Menurut John Elkington, Julia Hailes, dan John Makower dalam buku “the green consumer” terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu produk ramah atau tidak terhadap lingkungan, yaitu:

a. Tingkat bahaya produk bagi kesehatan manusia atau binatang.

b. Seberapa jauh produk dapat menyebabkan kerusakan lingkungan selama di pabrik, digunakan atau dibuang.

c. Tingkat penggunaan energi dan sumber daya yang tidak proporsional selama di pabrik, digunakan atau dibuang.

d. Seberapa banyak produk menyebabkan limbah yang tidak berguna ketika kemasannya berlebihan atau untuk suatu penggunaan yang singkat.

(8)

e. Seberapa jauh produk melibatkan penggunaan yang tidak ada gunanya atau kejam terhadap binatang.

f. Pengunaan material yang berasal dari spesies atau lingkungan yang terancam.

Menurut Kasali (2005: 35) mendefiniskan produk hijau (Green product) adalah produk yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, tidak boros sumber daya, tidak menghasilkan sampah berlebihan, dan tidak melibatkan kekejaman pada binatang. Suatu produk yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan pengkonsumsiannya.

2. Harga Hijau (Green Price)

Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan karena tingkat harga yang ditetapkan mempengaruhi kuantitas produk yang terjual. Selain itu secara tidak langsung harga juga mempengaruhi biaya karena kuantitas yang terjual berpengaruh pada biaya yang ditimbulkan dalam kaitannya dengan efisiensi produksi. Definisi harga menurut Stanton (Swasta dan Irawan, 2005:241) harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.

Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui harga merupakan nilai dari suatu barang atau jasa yang dinyatakan dengan uang. Harga dapat dipengaruhi oleh keputusan konsumen untuk membelinya sehingga penting untuk memahami seberapa jauh pengaruh harga tetap terhadap pilihan pembeli.

(9)

Harga sebuah produk hijau lebih mahal dibandingkan produk konvensional. Hal ini dikarenakan adanya biaya tambahan dalam memodifikasi proses produksi, pengemasan yang menggunakan teknologi yang tinggi dan juga proses pembuangan limbah.

3. Promosi Hijau (GreenPromotion)

Promosi adalah salah satu bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) yang besar peranannya. Promosi merupakan suatu ungkapan dalam arti luas tentang kegiatan-kegiatan yang secara aktif dilakukan oleh perusahaan (penjual) untuk mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan. Menurut Tjiptono (2002: 219) definisi promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran. Yang dimaksud komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebar informasi, mempengaruhi atau membujuk dan/atau mengingatkan pasar sasaran dari produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.

Promosi mempunyai kegiatan yaitu memperkenalkan produk dan jasa kepada konsumen sehingga konsumen menjadi kenal dan mengetahui produk tersebut. Promosi digunakan sebagai alat perusahaan untuk memperkenalkan produknya kepada konsumen dan diharapkan konsumen terpengaruh dan mau membeli, terlebih lagi jika konsumen puas terhadap prosuk yang dipromosikan tersbeut. Promosi juga digunakan untuk menjalin komunikasi antara perusahaan dengan konsumen agar terjalin hubungan yang lebih baik. Definisi promosi menurut Swastha (2000: 349) adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan sesorang atau organisasi

(10)

kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Sedangkan menurut Tjiptono (2002: 222) promosi merupakan upaya untuk mengarahkan seseorang agar dapat mengenal produk perusahaan, lalu memahaminya, berubah sikap, menyukai, yakin, kemudian akhirnya membeli, dan selalu ingat akan produk tersebut.

Terdapat external green P’s yang terdiri dari paying customers, providers

politicians, pressure groups problems, prediction, dan partners. Juga ada internal green P’s yang terdiri dari products, promotions, price, place, providing information, process, dan politicians.

Adapun komponen external green P’s dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Paying Customers

Merujuk pada siapa saja yang masuk dalam kelompok konsumen hijau dengan berbagai tingkat “kehijauannya” dan jenis produk apa saja yang mereka butuhkan.

b. Providers

Tentang seberapa “hijau” para pemasok bahan-bahan baku, energi, alat-alat perkantoran. Misalnya bagaimana para pemasok kayu mendapatkan kayu-kayunya, apakah dengan cara menebang hutan secara sembarangan akan menyebabkan penggundulan hutan.

c. Politicians

Mengenai seberapa cepat hal ini dapat mendorong pemerintah untuk menyusun dan mengesahkan peraturan tentang lingkungan dan seberapa jauh peraturan pemerintah akan mempengaruhi organisasi bisnis untuk menjalankan peraturan tersebut.

(11)

d. Pressure groups

Merupakan kelompok-kelompok yang memiliki andil dalam menekan perusahaan untuk menjadi hijau. Kelompok ini terdiri dari lembaga konsumen, lembaga hukum organisasi perdagangan, pemerintah suatu negara juga tidak luput tentang isu apa yang diagendakan.

e. Problems

Masalah lingkungan dan masalah sosial beragam macamnya.Apakah perusahaan terlibat dalam satu atau lebih dari masalah-masalah ini baik dulu maupun kini. Masalah yang ditemui akan terakumulasi dengan masalah saat ini jika tidak segera dicarikan pemecahannya.

f. Predictions

Perusahaan dapat memprediksi masalah-masalah apa saja yang mungkin dihadapi oleh perusahaan di masa yang akan datang. Merupakan tantangan bagi perusahaan untuk dapat mengidentifikasi masalah-masalah tersebut sehingga dapat membuat pencegahan dan memecahkan potensi masalah tersebut pada saat ini.

g. Partners

Partner merupakan pihak ketiga apakah perusahaan mempunyai hubungan dengan perusahaan atau instansi lain yang mempunyai masalah-masalah lingkungan dan sosial.

Sedangkan berikut ini dijelaskan komponen-komponen internal green P’syang meliputi :

(12)

a. Product (juga kemasannya)

Tentang bagaimana produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan menjawab berbagai masalah yang dihadapi lingkungan secara makro, misalnya sampah, polusi, lapisan ozon, pemanasan global, nutrisi, kesehatan. Sehingga perusahaan menghasilkan prosuk yang bisa diatur ulang, hemat energi, non-CFC, non-kolestrol.

b. Price

Untuk menghasilkan produk-produk hijau umumnya menuntut ongkos produksi yang lebih tinggi yang mengakibatkan harga jual menjadi lebih tinggi. Pemilihan segmen yang tepat akan mengurangi resiko harga produk tidak diterima.

c. Place

Tentang pemanfaatan para pengecer atau distributor dengan tepat. Misalnya untuk mendukung program daur ulang kemasan, perusahaan dapat bekerjasama dengan para pengecer agar mendorong konsumen mengembalikan kemasan melalui mereka, ditukar dengan souvenir, potongan harga, voucher, dan produk promosi.

d. Promotion

Tentang kegiatan perusahaan untuk mengkampenyekan program-program yang mengangkat isu lingkungan untuk mengokohkan image sebagai perusahaan ramah lingkungan. Promosi ini bisa dilakukan melalui iklan logo atas label, promosi penjualan (melalui kemasan), maupun humas.

(13)

e. Process

Tentang bagaimana perusahaan dapat menggunakan energi seminimal mungkin dalam proses produksinya dan mengurangi pembuangan seoptimal mungkin.

f. Policies

Tentang implementasi dan kebijakan-kebijakan perusahaan untuk memotivasi, memonitor, dan mengevaluasi kegiatan yang berhubungan dengan lingkungannya.

g. People

Tentang bagaimana para pelaku, yaitu orang-orang di kalangan industri/organisasi, memanfaatkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuannya untuk mengimplementasikan amanat pemasaran hijau ini dalam praktek bisnis sebagai kebijakan perusahaan yang berpedoman pada kelestarian lingkungan.

2.4 Brand Image (Citra Merek) 2.4.1 Pengertian Brand (Merek)

Menurut Sumarwan (Sangadji dan Sopiah, 2013:322) mendefenisikan merek sebagai simbol dan indikator kualitas dari seebuah produk. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Aaker (Sangadji dan Sopiah, 2013:322) yang menyebutkan bahwa “merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual tertentu yang mampu membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh para kompetitor.

(14)

Sementara menurut Stanton dan Lamarto (2001) merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain khusus, atau beberapa kombinasi unsur-unsur tersebut yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual. Mendukung ketiga pendapat tersebut American Marketing Association Kotler (2005) menyatakan bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual, dan untuk membedakannya dari produk pesaing.

Menurut Sangadji dan Sopiah (2013 : 323) merek merupakan suatu nama atau simbol yang mengidentifikasi suatu produk dan membedakannya dengan produk-produk lain sehingga mudah dikenali oleh konsumen ketika hendak membeli sebuah produk. Keberadaan merek sangatlah penting bagi sebuah produk atau jasa, bahkan tidak mengherankan jika merek sering kali dijadikan kriteria untuk mengevaluasi suatu produk.

Menurut Kotler (Sangadji dan Sopiah, 2013:323) merek dapat memiliki enam level pengertian yaitu:

1. Atribut

Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu, misalnya Mercedes memberi kesan sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, tahan lama, dan bergengsi tinggi.

2. Manfaat

Atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.Atribu “tahan lama” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional.

(15)

3. Nilai

Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen, misalnya Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, dan gengsi

4. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu, misalnya Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi, efesien, dan bermutu tinggi.

5. Kepribadian

Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu, misalnya Mercedes mencerminkan pemimpin yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (binatang), atau istana yang agung (objek).

6. Pemakai

Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk.

2.4.2 Pengertian Brand Image (Citra merek)

American Marketing Association (Kotler dan Keller, 2013:258)

mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mendefinisikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing. Sedangkan Keegan et al (Ferrinadewi, 2008:137) mendefinisikan merek dari segi psikologis yaitu sejumlah citra dan pengalaman dalam benak konsumen yang mengkomunikasikan manfaat yang dijanjikan produk yang diproduksi oleh perusahaan tertentu.

Menurut Aaker (Sangadji dan Sopiah, 2013:327), citra merek adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh pemasar.

(16)

Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikan kepada konsumen. Merek merupakan simbol dan indikator dari kualitas sebuah produk. Oleh karena itu, merek-merek produk yang sudah lama akan menjadi sebuah citra, bahkan simbol status bagi produk tersebut yang mampu meningkatkan citra pemakainya.

Shimp et al (Sangadji dan Sopiah, 2013:327) berpendapat, citra merek (brand image) dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain.

2.4.3 Konsep Citra Merek

Sebuah biro riset www.benchmarkresearch.co.uk (Ferrinadewi, 2008:167) berpendapat bahwa konsep brand image (citra merek) mempunyai tiga komponen penting, yaitu:

1. Brand association

Merupakan tindakan konsumen untuk membuat asosiasi berdasarkan pengetahuan mereka akan merek baik itu pengetahuan yang sifatnya faktual maupun yang bersumber dari pengalaman dan emosi.

2. Brand value

Adalah tindakan konsumen dalam memilih merek. Seringkali tindakan konsumen ini lebih karena persepsi mereka pada karakteristik merek dikaitkan dengan nilai-nilai yang mereka yakini.

(17)

3. Brand positioning

Merupakan persepsi konsumen akan kualitas merek yang nantinya persepsi ini akan digunakan oleh konsumen dalam evaluasi alternatif merek yang akan dipilih.

2.4.4 Komponen Citra Merek

Sangadji dan Sopiah (2013:328) menjelaskan bahwa komponen citra merek adalah jenis-jenis asosiasi merek, dan dukungan, kekuatan, dan keunikan asosiasi merek.

(18)

Gambar 2.1

Kerangka Ekuitas Merek Berbasis Konsumen

Sumber: Keller (Sangadji dan Sopiah, 2013:328) Kesadaran akan merek Pengetahuan akan merek Citra merek Pengenalan terhadap merek Kemampuan untuk mengingat merek Jenis-jenis asosiasi merek Dukungan, kekuatan, dan keunikan asosiasi

merek Atribut Manfaat Evaluasi keseluruhan (sikap)

Hal-hal yang tidak berhubungan dengan

produk. (Contoh: harga, kemasan, pemakai dan citra)

Hal-hal yang berhubungan dengan produk. (Contoh: warna, ukuran, desain) Fungsional Simbolis Pengalaman

(19)

Selanjutnya komponen citra merek akan dijabarkan sebagai berikut: 1. Asosiasi merek (brand association)

Asosiasi merupakan atribut yang ada di dalam merek dan akan lebih besar apabila pelanggan mempunyai banyak pengalaman berhubungan dengan merek tersebut. Berbagai asosiasi yang diingat oleh konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra merek (brand image). Durianto (Sangadji dan Sopiah, 2013:329) berpendapat bahwa asosiasi terhadap merek dibentuk oleh tiga hal, yaitu:

a. Nilai yang dirasakan (perceived value)

Nilai yang dirasakan diartikan sebagai persepsi kualitas yang dibagi dengan harga. Ada lima unsur pembentuk nilai yang dirasakan, yaitu:

1) Kualitas produk

Kualitas produk terdiri atas enam elemen, yaitu:

a) Kinerja, merupakan elemen kualitas produk yang berkaitan langsung dengan bagaimana suatu produk dapat menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

b) Reliabilitas, merupakan daya tahan produk selama dikonsumsi. c) Fitur, merupakan fungsi-fungsi sekunder yang ditambahkan

pada suatu produk.

d) Keawetan (durability), merupakan dimensi kualitas produk yang menunjukkan suatu pengukuran terhadap siklus produk, baik secara teknis maupun waktu. Produk dapat dikatakan awet jika dapat bertahan dalam pemakaian berulang-ulang.

(20)

e) Konsistensi, merupakan elemen yang menunjukkan seberapa jauh suatu produk bisa memenuhi standar atau spesifikasi tertentu. Produk yang mempunyai konsistensi tinggi berarti sesuai dengan standar yang ditentukan.

f) Desain, merupakan aspek emosional untuk mempengaruhi kepuasan konsumen sehingga desain kemasan ataupun bentuk produk akan turut mempengaruhi persepsi kualitas produk tersebut.

2) Harga

Unsur harga memberikan pengaruh yang relatif. Ada sebagian konsumen yang sensitif terhadap harga, akan tetapi ada juga yang tidak begitu mempertimbangkan harga dalam pengambilan keputusan pengambilan keputusan pembelian produk.

3) Kualitas layanan

Kualitas layanan sangat tergantung pada tiga hal, yaitu sistem, teknologi, dan manusia. Dimensi kualitas layanan terdiri atas wujud fisik (tangible), reliabilitas, daya tanggap (responsiveness), kepastian (assurance), dan empati.

4) Faktor emosional

Dimensi emosional dibagi menjadi tiga faktor, yaitu estetika, nilai ekspresif diri (self-expressive value), dan kepribadian merek. Aspek estetika berkaitan dengan bentuk dan warna. Bentuk meliputi besar kecilnya produk, proporsi, dan kesimetrisan. Aspek ekspresif diri adalah bentuk kepuasan yang terjadi karena lingkungan sosial di

(21)

sekitarnya. Aspek kepribadian merek berkaitan dengan karakter personal.

5) Kemudahan

Konsumen cenderung merasa lebih puas jika mendapatkan produk atau pelayanan secara relatif lebih mudah, nyaman, dan efisien. b. Kepribadian merek (brand personality)

Kepribadian merek berhubungan dengan ikatan emosi merek tersebut dengan manfaat merek itu sendiri sebagai dasar untuk diferensiasi merek dan hubungan pelanggan. Kepribadian merek akan melibatkan dimensi yang unik untuk sebuah merek.

c. Asosiasi organisasi (organizational association)

Dalam asosiasi organisasi konsumen akan mengaitan sebuah produk dengan perusahaan yang memproduksinya. Asosiasi organisasi akan menjadi faktor penting jika merek yang ada mirip dalam hal atribut dengan merek lainnya, atau jika organisasi merupakan hal yang penting untuk dilihat.

2. Dukungan asosiasi merek

Dukungan asosiasi merek merupakan respons konsumen terhadap atribut, manfaat, serta keyakinan dari suatu merek produk berdasarkan penilaian mereka atas produk. Atribut di sini tidak berkaitan dengan fungsi produk, tetapi berkaitan dengan citra merek. Dukungan asosiasi merek tersebut ditunjukkan dengan persepsi konsumen terhadap produk yang menganggap bahwa produk yang dikonsumsi itu baik dan bermanfaat bagi konsumen.

(22)

3. Kekuatan asosiasi merek

Setelah mengonsumsi sebuah produk, konsumen akan mengingat kesan yang ditangkap dari produk tersebut. Jika konsumen telah merasakan manfaatnya, ingatan konsumen terhadap produk tersebut akan lebih besar lagi daripada ketika konsumen belum menggunakannya. Itulah yang membuat ingatan konsumen semakin kuat terhadap asosiasi sebuah merek. Kekuatan asosiasi merek ditunjukkan dengan reputasi baik yang dimiliki produk tersebut di mata konsumen, produk tersebut dirasa memiliki manfaat ekspresi diri dan menambah rasa percaya diri konsumen.

4. Keunikan asosiasi merek

Jika sebuah produk mempunyai ciri khas yang membedakannya dari produk lain, produk tersebut akan diingat oleh konsumen. Ingatan konsumen itu akan semakin kuat jika konsumen sudah merasakannya manfaat dari sebuah produk dan merasa bahwa merek lain tidak akan bisa memuaskan keinginannya tersebut.

2.4.5 Strategi Pemasaran Citra Merek

Strategi pemasar untuk menciptakan citra merek dari produk menurut Ferrinadewi (2008:167), yaitu:

1. Pemasar harus terlebih dahulu mendefinisikan secara jelas brand personality-nya agar sesuai dengan kepribadian konsumenpersonality-nya. Adapersonality-nya kesesuaian ini menandakan konsumen telah mengasosiasikan merek seperti pribadinya sendiri. Asosiasi yang kuat ini akan mendorong terciptanya citra merek yang positif.

(23)

2. Pemasar harus mengupayakan agar terciptanya persepsi bahwa merek yang mereka tawarkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini oleh konsumen dalam keputusan pembeliannya melalui strategi komunikasinya. Dalam iklan yang dipakai atau alat komunikasi lainnya, pemasar harus menekankan pada nilai konsumen yang mereka utamakan sehingga tercipta asosiasi yang dekat. 3. Pemasar dapat melakukan image analysis yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi bagaimana asosiasi konsumen terhadap merek. Beberapa langkah yang dpat dilakukan pemasar dalam melakukan image

analysis:

a. Mengidentifikasikan segala asosiasi yang mungkin telah dilakukan konsumen dalam benak mereka. Konsumen dapat melakukan interview sederhana atau dalam focus group tentang apa yang konsumen pikirkan tentang suatu produk.

b. Langkah kedua, menghitung seberapa kuat hubungan antara merek yang diteliti dengan asosiasi konsumen.

Pemasar harus menyimpulkan dari langkah kedua di atas menjadi sebuah pernyataan yang mencitrakan merek secara psikologis

2.5 Keputusan Pembelian

2.5.1 Pengertian Keputusan Pembelian

Menurut Sangadji dan Sopiah (2013:332), Proses pengambilan keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumen. Proses tersebut sebenarnya merupakan proses pemecahan masalah dalam rangka memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen.

(24)

Menurut Petter dan Olson (Sangadji dan Sopiah, 2013:332) “pengambilan keputusan konsumen adalah proses pemecahan yang diarahkan pada sasarn. Lebih lengkap lagi, Peter dan Olson (Sangadji dan Sopiah, 2013:332) menyebutkan bahwa inti dari pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua perilaku alternatif atau lebih, dan memilih salah satu antaranya. Pengambilan keputusan konsumen meliputi semua proses yang dilalui konsumen untuk mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternative, dan memilih diantara pilihan-pilihan.

Menurut Engel et al (Sangadji dan Sopiah, 2013:332) perilaku pembelian adalah proses keputusan dan tindakan orang-orang yang terlibat dalam pembelian dan penggunaan produk. Sementara Pride dan Ferrell (Sangadji dan Sopiah, 2013:332) berpendapat bahwa perilaku konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir, mereka yang membeli suatu produk untuk digunakan secara pribadi, bukan untuk tujuan bisnis atau dijual kembali kepada pihak lain.

2.5.2 Model Keputusan Pembelian Konsumen

Engel et al (Sangadji dan Sopiah, 2013:334) mengemukakan lima tahapan perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian, yaitu:

1. Pengenalan kebutuhan

Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan di mana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi.

(25)

Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal). 3. Evaluasi 32lternative

Evaluasi 32lternative adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan keinginan konsumen. Pada proses ini konsumen membandingkan berbagai merek pilihan yang dapat memberikan manfaat kepadanya serta masalah yang dihadapinya

4. Keputusan pembelian

Setelah tahap-tahap diatas dilakukan, pembelian akan menentukan sikap dalam pengambilan keputusan apakah membeli atau tidak. Jika memilih untuk membeli produk, dalam hal ini konsumen dihadapkan pada beberapa alternative pengambilan keputusan seperti, produk, merek, penjual, kuantitas, dan waktu pembeliannya.

5. Hasil

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Tahap ini dapat memberikan informasi yang penting bagi perusahaan apakah produk dan pelayanan yang telah dijual dapat memuaskan konsumen atau tidak.

(26)

Gambar 2.2

Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Sumber: Boyd et al (Sangadji dan Sopiah, 2013:335)

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Pride dan Ferrell (Sangadji dan Sopiah, 2013:335) membagi faktor yang memengaruhi perilaku konsumen kedalam tiga kelompok, yaitu:

1. Faktor pribadi

Faktor pribadi merupakan faktor yang unik bagi seseorang. Berbagai faktor pribadi dapat memengaruhi keputusan pembelian. Faktor pribadi digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Faktor demografi

Faktor demografi berkaitan dengan siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan pembelian. Faktor ini meliputi ciri-ciri individual seperti jenis kelamin, usia, ras, suku bangsa, pendapatan, siklus, kehidupan keluarga, dan pekerjaan.

(27)

b. Faktor situasional

Faktor situasional merupakan keadaan atau kondisi eksternal yang ada ketika konsumen membuat keputusan pembelian.

c. Faktor tingkat keterlibatan

Faktor tingkat keterlibatan konsumen ditunjukkan dengan sejauh mana konsumen mempertimbangkan terlebih dahulu keputusannya sebelum membeli suatu produk.

2. Faktor psikologis

Faktor psikologis yang ada pada diri seseorang sebagian menetapkan perilaku orang tersebut sehingga memengaruhi perilakunya sebagai konsumen. Faktor-faktor psikologis meliputi:

a. Motif

Motif adalah kekuatan energy internal yang mengarahkan kegiatan seseorang kearah pemenuhan kebutuhan atau pencapaian sasaran.

b. Persepsi

Persepsi adalah proses pemilihan, pengorganisasian dan penginterpretasian masukan informasi untuk menghasilkan makna.

c. Kemampuan dan pengetahuan’

Kemampuan adalah kesanggupan dan efisiensi untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Kemampuan yang diminati oleh para pemasar adalah kemampuan seorang individu untuk belajar dimana proses pembelajaran tersebut merupakan perubahan perilaku seseorang yang disebabkan oleh informasi dan pengalaman.

(28)

d. Sikap

Sikap merujuk pada pengetahuan dan perasaan positif atau negatif terhadap sebuah objek atau kegiatan tertentu.

e. Kepribadian

Kepribadian adalah semua ciri internal dan perilaku yang membuat seseorang itu unik. Kepribadian seseorang berasal dari keturunan dan pengalaman pribadi.

3. Faktor sosial

Manusia hidup di tengah-tengah masyarakat. Sudah tentu manusia akan dipengaruhi oleh masyarakat di mana dia hidup. Dengan demikian, perilaku konsumen juga akan dipengaruhi oleh masyarakat atau faktor sosial yang melingkarinya. Faktor sosial tersebut meliputi

a. Peran dan pengaruh keluarga

Dalam kaitannya dengan perilaku konsumen, keluarga mempunyai pengaruh langsung terhadap keputusan pembelian konsumen. Setiap anggota keluarga mempunyai kebutuhan, keinginan, dan selera yang berbeda-beda.

b. Kelompok referensi

Kelompok referensi dapat berfungsi sebagai perbandingan dan sumber informasi bagi seseorang sehingga perilaku para anggota kelompok referensi ketika membeli suatu produk bermerek tertentu akan dapat dipengaruhi oleh kelompok referensi.

(29)

Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang terbuka untuk para individu yang memilikki tingkat sosial yang serupa. Dalam kelas sosial terjadi pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, ada kelas yang tinggi, da nada yang rendah.

d. Budaya dan sub budaya

Budaya memengaruhi bagaimana seseorang membeli dan menggunakan produk, serta kepuasan konsumen terhadap produk tersebut sebab budaya juga menentukan produk-produk yang dibeli dan digunakan.

2.6 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan secara umum hubungan antarvariabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu green

marketing dan brand image sebagai variabel independen dan keputusan

pembelian sebagai variabel dependen. Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

(30)

2.7 Penelitian Terdahulu

Untuk mengadakan penelitian, tidak terlepas dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan tujuan untuk memperkuat hasil dari penelitian yang sedang dilakukan, selain itu juga bertujuan untuk membandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Berikut ringkasan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan penelitian :

1. Ixora Luciantiwy Sibarani (2016), sebelumnya telah melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh Green Marketing terhadap Keputusan Pembelianpada Pelanggan The Body Shop Di Plaza Medan Fair Kota Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Strategi Green

Marketing terhadap keputusan pembelian pada pelanggan The Body Shop di

Plaza Medan Fair Kota Medan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis statistika yang terdiri dari analisis regresi linier berganda. Pengujian signifikansi parsial (Uji – t), pengujian serentak (Uji – f) dan pengujian koefisien Determinan (R²). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel

Green Product, Green Price, Green Promotion berpengaruh positif dan

signifikan terhadap keputusan pembelian produk The Body Shop di Plaza Medan Fair Kota Medan.

2. Hariyanti Silitonga (2014), sebelumnya telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Strategi Green Marketing terhadap Keputusan Pembelian Air Minum dalam Kemasan (AMDK) Ades pada Konsumen Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara” Penelitian ini bertujuan untuk

(31)

mengetahui dan menganalisis pengaruh Strategi Green Marketing terhadap keputusan pembelian Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK) ADES pada Konsumen Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis statistika yang terdiri dari analisis regresi linier berganda. Pengujian signifikan parsial (Uji-t), pengujian serentak (Uji-f) dan pengujian koefisien Determinan ( R2). Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui penggunaan kuesioner dengan skala likert dan sata sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel

Green Product, Green Price, Green Promotion berpengaruh positif dan

signifikan terhadap keputusan pembelian produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ADES pada Konsumen Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Alfis Vikram (2015), sebelumnya telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Brand Image terhadap Loyalitas Konsumen Di Restoran TIP-TOP” Metode yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh brand image melalui variabel keunggulan asosiasi merek (favorability of brand association), kekuatan asosiasi merek (strenght of brand association) dan keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand association) baik secara parsial maupun simultan. Penelitian ini menggunakan metode asosiatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis permasalahan hubungan suatu variabel dengan variabel lainya. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen di restoran TIP-TOP Medan, dengan jumlah sampel 95 responden dengan menggunakan teknik non probability sampling.

(32)

dan uji reliabilitas), uji asumsi klasik dan analisis regresi berganda menggunakan SPSS 18.0 for Windows. Hasil penelitian ini dengan analisis regresi secara simultan maupun parsial menunjukkan bahwa ada pengaruh antara keunggulan asosiasi merek, kekuatan asosiasi merek dan keunikan asosiasi merek terhadap loyalitas konsumen yang berarti keunggulan asosiasi merek, kekuatan asosiasi merek dan keunikan asosiasi merek meningkat maka loyalitas konsumen akan meningkat.

4. Dewi Sartika Zalukhu (2013), sebelumnya telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pengembangan Produk dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Notebook Acer Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan”. Penelitian ini adalah penelitian asosiatif. Pengujian hipotesis dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda, dengan α 0,05%. Data yang digunakan adalah data primer diperoleh melalui kuesioner dan sekunder diperoleh dalam bentuk yang telah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain. Penelitian ini menggunakan 96 responden sebagai sampel penelitian yang diambil dengan menggunakan teknik accidental Sampling. Hasil penelitian berdasarkan analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel pengembangan produk, dan citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian notebook Acer pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan secara Parsial Variabel Citra Merek mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keputusan pembelian notebook Acer pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

(33)

(Merchandise) Terhadap Keputusan Pembelian Pada Brastagi Supermarket Medan”. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan ketiga variabel yaitu citra merek (brand image), pelayanan (retail

service), dan produk (merchandise) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap keputusan pembelian pada Brastagi Supermarket Medan. Secara parsial dapat dilihat bahwa variabel pelayanan (retail service) merupakan variabel yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian pada Brastagi Supermarket. Nilai Adjusted R Square = 0,414, berarti 41,4% faktor-faktor keputusan pembelian dapat dijelaskan oleh citra merek (brand image), pelayanan (retail service), dan produk (merchandise). Sedangkan sisanya 58,6% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Gambar

Gambar 2.3  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan sistem PLL diskret yang dirancang dapat mengunci sinyal masukan pada rentang frekuensi 10Hz ~ 200kHz, dengan tegangan amplitudo sinyal masukan antara

Sebaran vertikal salinitas perairan Selat Flores, Lamakera, Selat Alor dan Laut Sawu pada saat pengamatan (Gambar 5) menunjukkan bahwa massa air pada lapisan permukaan

punika tata kruna miwah kaiwangannyane sajeroning Widya Kawi Sastra druen Mahasisia Jurusan Pendidikan Basa Bali UNDIKSHA Edisi Juni 2012 Ring tetilikan puniki

Jenjang SMK telah berlalu kala itu penyaji bersekolah di SMK N 8 Surakarta (dulu SMKI) lalu ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu ISI Surakarta. Maka penyaji

(2005) menyatakan bahwa dalam upaya pengembangan inseminasi buatan, pemerintah menempuh dua kebijakan, yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi. Pengembangan inseminasi

Sama halnya dengan listrik, bergantung pada kondisi jaringan, daya tampak yang diberikan oleh sumber tidak semuanya bisa dimanfaatkan oleh konsumen sebagai daya aktif, dengan kata

Jika rumah tangga dibagi dalam dalam 5 kategori yaitu dari rumah tangga yang paling miskin (kuantail 1) sampai dengan yang paling kaya (kuantail 5).. Maka yang menikmati

Pada bulan Januari 2017 Nilai Tukar Petani untuk sub sektor perkebunan rakyat (NTPR) terjadi penurunan sebesar (1,54 persen), hal ini disebabkan karena indeks yang diterima