• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Sekolah

Istilah manajemen berasal bahasa Inggris yaitu “to manage” yang dalam arti sempit yaitu mengatur dan mengelola, sedangkan dalam arti luas berarti suatu proses mengendalikan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Jadi istilah manajemen mengandung pengertian sebagai suatu proses kegiatan (manajer) untuk mengendalikan suatu usaha guna mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Sudarwan Danim (2006: 32) mendefinisikan manajemen sebagai proses pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber, baik manusia, fasili-tas, maupun sumber daya teknikal lain untuk menca-pai aneka tujuan khusus yang ditetapkan. Menurut Bafadal Ibrahim (2005: 1) manajemen adalah suatu proses atau langkah kerja yang melibatkan bimbingan atau maksud-maksud yang nyata.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen merupakan suatu proses perenca-naan, pengorganisasian, pelaksaperenca-naan, dan pengawas-an dalam usaha untuk mencapai tujupengawas-an ypengawas-ang telah ditetapkan sebelumnya, yang di dalamnya terdapat upaya untuk mengkoordinasi semua sumberdaya untuk mencapai tujuan tersebut.

(2)

Tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai oleh setiap manusia, begitu pula dengan manajemen, bahwa keberadaan manajemen memiliki tujuan ter-tentu. Tujuan manajemen adalah terselenggaranya keseluruhan program kerja secara efektif dan efisien. Adapun tujuan manajemen menurut Sulistyo dkk (2003: 3) adalah:

a. Untuk mencapai keteraturan, kelancaran dan kesinambungan usaha, dalam rangka menca-pai tujuan yang telah ditetapkan.

b. Untuk mencapai efisiensi, yaitu suatu perban-dingan terbaik antara usaha dengan hasil antara input dengan output.

Fungsi-fungsi manajemen adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan manajer dalam rangka men-jalankan tugasnya sebagai pejabat manajemen, baik pejabat manajeman tingkat atas, tingkat menengah ataupun tingkat bawah terlepas dari organisasi besar atau kecil. Jadi fungsi ini merupakan kegiatan yang dilakukan dalam keadaan apa saja, dan oleh siapa saja yang mempunyai predikat manajer. Hal ini kira-nya tidak mengherankan, karena bagaimana pun sifat yang hendak dicapai organiasasi, corak kegiatan manajemen itu pasti selalu ada.

Menurut Terry (2005: 9) fungsi-fungsi manaje-men terdiri dari:

(a) Planing yaitu menentukan tujaun-tujuan yang hendak dicapai selama satu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut, (b) Organizing adalah pengelompokan dan menentukan berbagai

(3)

11

kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu, (c) Staffing. yaitu menentukan keperluan keperlu-an sumber daya mkeperlu-anusia, pengerahkeperlu-an,

penyaring-an, latihan dan pengembangan tenaga kerja, (d) Motivating, adalah pengarahan atau penyaluran

perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan, (e) Controlling, yaitu mengukur pelaksanaan

dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab penyim-pangan-penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif.

Redja Mudyahardjo (2002: 105) mengemukakan:

Manajemen pendidikan adalah studi tentang bagaimana cara-cara yang sebaiknya ditempuh untuk mengatur penyelenggaraan peristiwa-peris-tiwa pendidikan disebuah satuan pendidikan (pendidikan mikro) atau sebuah satuan agregat satuan-satauan pendidikan (pendidikan makro).

Definisi lain mengenai manajemen yang dikemu-kakan oleh Mantja (2000: 92) menyebutkan bahwa "Manajemen pendidikan adalah manajemen kelemba-gaan yang bertujuan untuk menunjang perkembangan pengajaran dan pembelajaran".

Mulyasa (2009: 19) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan dalam arti seluas-luasnya adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana me-nata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana mencip-takan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama.

(4)

Dari berbagai pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pendidikan merupakan penerapan hasil berpikir rasional untuk mengorgani-sasikan kegiatan yang menunjang belajar dan pem-belajaran guna mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

Manajemen pendidikan dalam sebuah satuan pendidikan disebut sebagai manajemen sekolah (School Management), yang merujuk pada proses kerja manajerial dalam rangka mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua sumber daya yang ada, baik manusia, material, fasilitas, atau teknikal dalam rangka penyelenggaraan pendidikan. Substansi mana-jemen sekolah meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Manajemen sekolah secara langsung akan mempenga-ruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya pening-katan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen sekolah, di samping pening-katan kualitas dan pengembangan sumber belajar.

2.1.1 Perencanaan dalam Program Sekolah

Sri Minarti (2011: 127) menyatakan bahwa perencanaan berarti penentuan program karyawan

(5)

13 dalam rangka membantu tercapainya sasaran atau tujuan organisasi. Pidarta (2011: 2) menjelaskan bahwa perncanaan merupakan tindakan untuk meng-atasi masalah.

Slameto (2009: 26) mengemukakan dalam suatu organisasi kegiatan perencanaan mutlak harus ada. Dalam suatu organisasi yang baik, bukan sekedar perencanaan yang dituntut, melainkan suatu perenca-naan yang sungguh-sungguh baik. Perencaperenca-naan sema-cam ini adalah merupakan fase pertama dari setiap pekerjaan.

Menurut Slameto (2009: 26) Setiap perencanaan yang baik setidak-tidaknya harus memiliki 5 unsur yang kita sebut 5 P, yaitu:

a. Purpose, yaitu tujuan yang akan dicapai. Tuju-an ini harus dirumuskTuju-an secara jelas, terpe-rinci dan operasional;

b. Policy, yaitu strategi atau cara untuk mencapai tujuan;

c. Procedure, yaitu sistem komunikasi yang ada dalam organisasi. Yang dimaksud di sini lah jalur-jalur komunikasi sebagai akibat ada-nya pembagian tugas wewenang dan tanggung jawab;

d. Progress, yaitu gambaran tentang tahap-tahap pencapaian tujuan. Dalam perencanaan harus nampak standar-standar tingkat keberhasilan; e. Program, yaitu uraian lebih rinci dan operasi-onal tentang kegiatan sehari-hari dalam rangka kegiatan pelaksanaan perencanaan.

Dengan perencanaan yang baik setiap anggota organisasi akan tahu secara tepat tujuan yang akan

(6)

dicapai bersama, sehingga dapat merupakan petunjuk bagi setiap orang anggota organisasi. Hal ini sangat membantu usaha koordinasi kerjasama anggota yang satu dengan yang lain atau bagian yang lain, di samping itu perencanaan yang baik dapat menjadi kontrol/pengawasan yang baik terhadap kegiatan orang-orang maupun pengawasan terhadap kamajuan-kemajuan yang dicapai dan penyelewengan-penyele-wengan yang terjadi. Dengan demikian dapat dihin-darkan pemborosan sumber-sumber daya yang ada.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi akan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik apabila di dalamnya terdapat perencanaan program yang sistematis.

2.1.2 Implementasi dalam program Sekolah

Sagala (2007: 139) mengatakan bahwa imple-mentasi dalam manajemen sekolah melibatkan upaya besar yang bertujuan mentransformasi tujuan strate-gik ke dalam aksi yaitu penyelenggaraan program sekolah. Sedangkan menurut Mulyasa (2002: 57), untuk mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Implementasi akan berlang-sung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengo-perasikan sekolah, dana yang cukup, sarana

(7)

prasa-15 rana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat yang tinggi.

Dari dua pengertian ini, implementasi program sekolah dapat diartikan sebagai penerapan atau operasionalisasi suatu perencanaan dalam rangka mencapai tujuan. Implementasi program harus dilak-sanakan dengan melibatkan semua pihak secara pro-porsional dan profesional, sehingga menumbuhkan semangat partisipasi. Sekolah dalam melaksanakan programnya juga harus terbuka, yaitu tidak ada pelaksanaan program sekolah yang hanya diketahui oleh individu atau kelompok tertentu saja. Semua pelaksanaan program tersebut dapat dipertanggung- jawabkan secara prosedural dan profesional, sehingga menumbuhkan tingkat kepercayaan publik dan pihak-pihak lain semakin tinggi.

2.1.3 Pengawasan dalam Program Sekolah

Slameto (2009: 32) menjelaskan bahwa:

Pengawasan adalah tindakan manjerial yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksa-na sesuai dengan rencaterlaksa-na yang telah ditetapkan. Karena itu proses ini harus dilakukan sepanjang pekerjaan berlangsung agar dapat segera diketahui apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau kesalahan-kesalahan sehingga dapat segera dila-kukan perbaikan-perbaikan. Karena pengawasan bermaksud agar semua dapat berlangsung sesuai dengan rencana, maka dapat kita mengerti apabila ada hubungan/keterkaitan yang erat antara pengawasan dan perencanaan.

(8)

Suharsimi dan Yuliana (2012: 13) menyebutkan bahwa:

Pengawasan adalah usaha pemimpin untuk me-ngetahui semua hal yang menyangkut pelaksa-naan tugas, khususnya untuk mengetahui kelan-caran kerja para pegawai dalam melakukan tugas mencapai tujuan. Tujuan utama pengawasan adalah agar dapat diketahui tingkat pencapaian tujuan dan menghindari terjadinya penyeleweng-an.

Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan alat kontrol bagi kegiatan pelaksanaan program, apakah program telah dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana sehingga tujuan dapat tercapai atau belum.

Pengawasan program sekolah dilakukan dalam rangka menjamin pelaksanaan program-program sekolah sehingga rencana yang telah disusun dapat terlaksana dengan baik. Berdasarkan Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan disebutkan bahwa pengawasan dan evaluasi sekolah terdapat lima hal, yaitu: program pengawasan, asi diri, evaluasi dan pengembangan kurikulum, evalu-asi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, dan akreditasi sekolah. Masing-masing program terse-but harus dilaksanakan oleh sekolah, kecuali akredi-tasi dilakukan oleh dinas terkait.

(9)

17

2.2 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management (SBM) merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif (Mulyasa, 2009: 33).

Menurut Prabhakar (2011:108):

School Based Management (SBM) is one such experiment in the area of education sector. Many countries – developed as well as developing, have been benefitting from such management oriented reforms in education sector ensuring fast develop-ment.

Menurut The World Bank (2008:2):

SBM is the decentralization of authority from the central government to the school level. School-based management can be viewed conceptually as a formal alteration of governance structures, as a form of decentralization that identifies the individual school as the primary unit of improvement and relies on the redistribution of decision-making authority as the primary means through which improvement might be stimulated and sustained.

Sedangkan menurut Brian (2005:2):

School-based management is the systematic decentralization to the school level of authority and responsibility to make decisions on significant matters related to school operations within a centrally determined framework of goals, policies, curriculum, standards, and accountability.

Abdul Hafid (2011: 191) menyatakan, istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) berasal dari tiga

(10)

kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Sumber daya terbagi menjadi sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, bahan/material, dan uang); input manajemen terdiri dari tugas, rencana, program, limitasi yang terwujud dalam bentuk ketentuan- ktentuan. Berbasis berarti "berdasarkan pada" atau "berfokuskan pada". Sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan "bekal kemampuan dasar" kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan profesionalistik (kualifikasi, untuk sumber daya manusia; spesifikasi untuk barang/jasa, dan prosedur-prosedur kerja).

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi atau keman-dirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetap-kan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota (Depag, 2002: 2).

MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan

(11)

19 nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya atau sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuh-an, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentu-kan prioritas, mengendalimenentu-kan, dan mempertanggung-jawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah (Mulyasa, 2009: 24). MBS adalah sistem manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat. Sekolah diharapkan mengenali infrastruk-tur yang berada di sekolah, seperti guru, peserta didik, sarana prasarana, finansial, kurikulum, sistem infor-masi. Komponen-komponen tersebut merupakan unsur-unsur manajemen yang harus difungsikan secara optimal dalam arti perlu direncanakan, di-organisasi, digerakkan, dikendalikan dan dikontrol (Hasbullah, 2010: 56).

Berdasarkn penjelasan di atas menunjukkan bahwa karakteristik dalam Manajemen Berbasis Seko-lah sebagai bentuk operasional desentralisasi pendi-dikan dalam konteks otonomi daerah. MBS diharap-kan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

(12)

efisiensi dan efektitivitas kerja sekolah, dengan menye-diakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Sekolah di-harapkan juga dapat meningkatkan efisiensi, partisi-pasi dan mutu serta bertanggungjawab kepada masya-rakat dan pemerintah (Hasbullah, 2010: 29).

Rohiat (2010: 57) menyatakan bahwa Manaje-men Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkan-nya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MBS, sejumlah karakteristik MBS perlu dimiliki. Karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MBS meru-pakan wadah/kerangka, sekolah efektif merumeru-pakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.

Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kategori yaitu:

1. Input Pendidikan yang meliputi: (a) Memiliki

kebi-jakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas, (b) Sumberdaya tersedia dan siap, (c) Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi, (d) Memiliki ha-rapan prestasi yang tinggi, (e) Fokus pada pelang-gan (khususnya siswa), dan (f) Input manajemen; 2. Proses meliputi: (a) Proses belajar mengajar dengan

efektivitas yang tinggi, (b) Kepemimpinan sekolah yang kuat, (c) Lingkungan sekolah yang aman dan

(13)

21 tertib, (d) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (e) Sekolah memiliki budaya mutu, (f) Se-kolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis, (g) Sekolah memiliki kewenangan (keman-dirian), (h) Partisipasi yang tinggi dari warga seko-lah dan masyarakat, (i) Sekoseko-lah memiliki katerbu-kaan (transparansi) manajemen, (j) Sekolah memi-liki kemauan untuk berubah (Psikologi dan fisik), (k) Sekolah melakukan Evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, (l) Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, (m) Memiliki ko-munikasi yang baik, (n) Sekolah memiliki akunta-bilitas, (o) Manajemen lingkungan hidup sekolah baik, (p) Sekolah memiliki kemampuan menjadi sustainabel;

3. Output yang diharapkan. Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses pembela-jaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achieve-ment) misalnya, UAS, lomba (Bahasa Inggris, siswa teladan, pidato, olimpiade sains nasional dll), cara berpikir (kritis, kreatif divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah), dan output berupa prestasi non akademik (nonacademic achievement) misalnya, akhlak/budi pekerti, dan perilaku sosial yang baik, seperti: kejujuran, kerjasama yang baik,

(14)

rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kera-jinan, prestasi olahraga, kesenian, dan kepramu-kaan.

Usman (2008, 574) menyebutkan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MBS yaitu K8, antara lain sebagai berikut:

(1) Komitmen, kepala sekolah dan warga sekolah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk ber-MBS, (2) Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan mental untuk ber-MBS, (3) Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibat-kan semua pihak dalam mendidik anak, (4) Kelem-bagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit ter-penting bagi pendidikan yang efektif, (5) Keputus-an, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak yang benar-benar mengerti tentang pendidikan, (6) Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadar-an untuk membkesadar-antu dalam pembuatkesadar-an keputskesadar-an program pendidikan dan kurikulum, (7) Kemandi-rian, sekolah harus diberi otonomi sehingga me-miliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana, dan (8) Ketahanan, perubah-an akperubah-an bertahperubah-an lebih lama apabila melibatkperubah-an stakeholder sekolah.

Manajemen sekolah akan melihat bagaimana manajemen substansi-substansi pendidikan di suatu sekolah atau manajemen berbasis sekolah (School Based Management) agar dapat berjalan dengan tertib, lancar dan benar-benar terintegrasi dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Hal yang paling penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah

(15)

23 manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, (Mulyasa, 2009: 39-40) antara lain:

a. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajar-an;

b. Manajemen Tenaga Kependidikan; c. Manajemen Kesiswaan;

d. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan;

e. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan; f. Manajemen Hubungan Sekolah dengan

Masya-rakat.

Mulyasa (2009: 25) menyatakan bahwa MBS bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber-daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diper-oleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan pem-belajaran, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta dis-insetif. Sedangkan peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masya-rakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkon-sentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkin-kan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.

(16)

Menurut Eman Suparman dalam Mulyono (2008: 245-246), terdapat beberapa manfaat MBS yang bisa diraih, yaitu:

a. Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya dibanding dengan lembaga-lembaga lain;

b. Dengan demikian, sekolah dapat mengoptimal-kan sumber daya yang tersedia untuk memaju-kan lembaganya;

c. Sekolah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat per-kembangan dan kebutuhan peserta didik; d. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu

pendidikan masing-masing kepada pemerin-tah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya sehingga sekolah akan beru-paya semaksimal mungkin untuk melaksana-kan dan mencapai sasaran mutu pendidimelaksana-kan yang telah direncanakan;

e. Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.

Dalam manajemen berbasis sekolah komponen pendidikan yang meliputi kepala sekolah, guru, dan komite sekolah masing-masing memiliki peranan yang harus dijalankan secara proporsional dan profesional sehingga program sekolah dapat berjalan sesuai yang direncanakan.

(17)

25

2.2.1 Kepala Sekolah

Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar dalam pelaksanaan MBS. Menurut Mulyasa (2007: 98), terdapat beberapa peran kepala sekolah antara lain sebagai evaluator, motivator, supervisor, leader, innovator, manager, dan administrator. Menurut Mulyasa (2007:98) kepala sekolah berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM).

Fungsi kepala sekolah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik) Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesional guru, menciptakan iklim sekolah yang konduksif, memberikan dorongan kepada tenaga pendidik untuk melaksanakan model pembelajaran yang menarik untuk anak didik;

b. Kepala sekolah sebagai Manajer

Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga pendidik melalui kerjasama untuk menunjang program sekolah;

c. Kepala sekolah sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator berkait-an dengberkait-an pencatatberkait-an, penyusunberkait-an dberkait-an pen-dokumenan seluruh program sekolah. Kepala sekolah juga harus mampu mengelola kuri-kulum, administrasi siswa, mengelola sarana prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan untuk menunjang produktivitas sekolah;

d. Kepala sekolah sebagai Supervisor

Kepala sekolah harus mampu mensupervisi kegiatan pembelajaran sehingga seluruh

(18)

akti-vitas organisasi sekolah dapat mencapai tuju-an;

e. Kepala sekolah sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan pengarahan, pengawasan, pende-legasian tugas, pengambilan keputusan, ke-mampuan berkomunikasi dan membuka ko-munikasi dua arah;

f. Kepala sekolah sebagai Innovator

Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan dengan ling-kungan, mencari gagasan baru, menjadi teladan kepada seluruh tenaga pendidikan di sekolah;

g. Kepala sekolah sebagai Motivator

Kepala sekolah sebagai motivator harus memi-liki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi bagi para tenaga pendidik dalam men-jalankan tugas dan fungsinya.

Anwar dan Amir dalam Mulyasa (2001: 30) mengungkapkan bahwa: Kepala sekolah sebagai pengelola mempunyai tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesio-nal guru. Mulyasa (2002: 126) mengungkapkan bahwa kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagai-mana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah seorang guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah untuk mencapai tujuan bersama. peran kepala sekolah sebagai pemimpin pada

(19)

umum-27 nya berkaitan dengan bagaimana kepala sekolah ber-tanggungjawab atas sekolahnya dalam melaksanakan berbagai kegiatan, seperti mengelola berbagai masalah menyangkut pelaksanaan administrasi sekolah, pem-binaan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, pendayagunaan sarana dan prasarana pedidikan.

2.2.2 Peran Guru

Guru sangat berperan dalam mengarahkan dan membimbing siswa dalam mewujudkan tujuan hidup-nya. Sagala (2007: 99) berpendapat bahwasannya dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam proses membim-bing peserta didik ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Dalam melak-sanakan tugasnya seorang guru tidak hanya mengua-sai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edu-katif, tetapi harus memiliki kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masya-rakat. Peranan guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi era globalisasi.

Natawidjaja (1994: 6-7) dalam Uzer (1995:9-13) berpendapat bahwa peran guru dalam membatu perkembangan peserta didik meliputi:

(20)

a. Peran guru dalam proses belajar mengajar. 1) Guru sebagai demonstrator, guru berperan

sebagai demonstrator, guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran yang akan dia-jarkan sehingga hasil belajar siswa akan terus meningkat;

2) Guru sebagai pengelola kelas, guru berperan dalam pengelolaan kelas dengan baik se-hingga siswa dapat belajar dengan menye-nangkan dengan memaksimalkan fasilitas yang ada di sekolah untuk kegiatan belajar; 3) Guru sebagai mediator dan fasilitator, peran

guru sebagai perantara hubungan antar manusia sehingga guru harus trampil meng-gunakan pengetahuannya untuk berkomu-nikasi dengan orang lain sehingga tercipta lingkungan pendidikan yang interaktif; 4) Guru sebagai evaluator, peran guru sebagai

evaluator guru harus selalu mengetahui ketercapaian tujuan belajar dengan mengi-kuti hasil belajar siswa dengan memberikan penilaian dan tindak lanjut untuk tolak ukur perbaikan pembelajaran berikutnya. b. Peran guru dalam administrasi

1) Pengambilan inisiatif,pengarahan dan peni-laian kegiatan-kegiatan pendidikan, guru senantiasa melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan pihak sekolah; 2) Wakil masyarakat, sebagai anggota dalam

masyarakat guru harus mencerminkan ma-syarakat yang baik;

3) Orang yang ahli dalam mata pelajaran,guru wajib menularkan ilmunya kepada anak didiknya;

4) Penegak disiplin, guru harus menjaga ke-disiplinan;

5) Pelaksana administrasi pendidikan, guru harus melaksanakan administrasi sekolah dengan penuh tanggung jawab;

6) Pemimpin generasi muda, guru berperan dalam mempersiapkan generasi muda dalam mempersiapkan diri menjadi anggota

(21)

29

masyarakat dewasa

7) Penerjemah kepada masyarakat, guru mampu menyampaikan kepada masyarakat tentang masalah-masalah pendidikan. c. Peran guru sebagai pribadi

1) Petugas sosial, guru mampu berpartisipasi dalam kegiatan dimasyarakat

2) Pelajar dan Ilmuan, guru harus terus-me-nerus mengembangkan pengetahuannya mengikuti perkembangan ilmu pengetahu-an;

3) Orang tua, guru sebagai pengganti orang tua di sekolah bagi anak didiknya;

4) Pencari teladan, guru menjadi contoh tau-ladan bagi peserta didik karena sebagai panutan di sekolah.

5) Pencari keamanan, guru bisa memberi rasa aman bagi peserta didik, karena guru se-bagai tempat berlindung bagi peserta didik. d. Peran guru secara psikologis

1) Ahli psikologis pendidikan, melaksanakan tugasnya dengan dasar prinsip-prinsip psikologis;

2) Seniman dalam hubungan antar manusia, mampu membuat hubungan antar manusia untuk tujuan pendidikan;

3) Pembentuk kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan;

4) Catalytic agent, berpengaruh dalam pemba-haruan dalam pembelajaran;

5) Petugas kesehatan mental, bertanggung- jawab terhadap pembinaan mental siswa-siswinya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru tersebut apabila dapat dijalankan dengan baik dan penuh tanggung jawab maka akan mening-katkan kualitas guru, khususnya kualitas pendidikan.

(22)

2.2.3 Peran Komite sekolah

Komite sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non politis dan non profit, dibentuk berda-sarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder pendidikan di tingkat sekolah sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggung-jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan (Permadi dan Arifin, 2007:30).

Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pembentukan Komite Sekolah ditetapkan dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 dan merupakan amanat dari UU Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004. Sasaran yang dicapai dalam program pembinaan pendidikan dasar dan menengah di antaranya adalah terwujudnya manajemen pendidikan berbasis sekolah atau masya-rakat (school community based management) dengan mengenalkan konsep dan merintis pembentukan Dewan Sekolah (Pendidikan) di setiap kabupaten/kota, dan pemberdayaan Komite Sekolah di setiap sekolah.

Pembentukan komite sekolah bertujuan: (a) me-wadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa

(23)

31 masyarakat dalam melahirkan kebijakan program pendidikan di kabupaten/kota (untuk Dewan Pendi-dikan) dan di satuan pendidikan (untuk Komite Sekolah); (b) meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; (c) menciptakan suasana partisipatif, transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan bermutu di daerah kabupaten/kota dan satuan pen-didikan.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 56 membahas tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan tertuang pada pasal 56 (1) yang menyebutkan: ”masyarakat berperan dalam peningkat-an mutu pelaypeningkat-anpeningkat-an pendidikpeningkat-an ypeningkat-ang meliputi peren-canaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidik-an melalui Dewpendidik-an Pendidikpendidik-an dpendidik-an Komite Sekolah”.

Kinerja Komite Sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan Komite Sekolah dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan peran yang dilakukannya yakni sebagai badan pertimbangan (advisory agency), pendukung (supporting agency), pengawasan (controlling agency) dan mediator. Sebuah organisasi publik, maka Komite Sekolah memiliki peran penting dalam pendidikan, oleh karena itu Komite Sekolah harus senantiasa tanggap dalam menghadapi seluruh persoalan dalam penyelenggaraan

(24)

pendidikan.

Peran Komite Sekolah mutlak diperlukan seiring dengan tuntutan masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan manajemen pendidikan di tingkat sekolah. Menurut Uno (2008: 55) beberapa aspek manajemen yang secara langsung dapat dise-rahkan pada tingkat sekolah adalah:

1. Menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah;

2. Memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tersedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan tenaga administratif yang dimiliki;

3. Menetapkan kegiatan intrakurikuler dan eks-trakurikuler yang akan diadakan dan dilaksa-nakan oleh sekolah;

4. Pengadaan sarana prasarana pendidikan, ter-masuk buku pelajaran dengan memperhatikan standar dan ketentuan yang ada;

5. Penghapusan barang dan jasa dapat dilaksa-nakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten;

6. Proses pengajaran dan pembelajaran.

Sejak bergulirnya demokrasi dan partisipasi, akuntabilitas pendidikan tidak hanya terletak pada pemerintah tetapi juga oleh masyarakat sebagai stakeholder pendidikan termasuk Komite Sekolah. Komite Sekolah dapat menyampaikan ketidakpuasan para orang tua murid akan rendahnya prestasi yang dicapai oleh sekolah. Komite sekolah tidak perlu

(25)

mela-33 kukan studi atau penilaian pendidikan, tetapi cukup dengan menggunakan data pengaduan, laporan dari masyarakat yang ada untuk menyampaikan kepuasan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap pendidikan. Dalam rangka memenuhi harapan besar terha-dap peran Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan diperlukan adanya kerjasama yang siner-gis antara sekolah, orang tua dan masyarakat. Komite Sekolah memerlukan acuan tentang bagaimana mem-buat rencana kerja, melaksanakan program kerja, memonitor dan mengevaluasi, serta mempertanggung-jawabkan kepada stakeholder pendidikan.

Komite Sekolah merupakan mitra dari pemerin-tah dan sekolah agar dapat melaksanakan peran secara konsisten. Komite Sekolah menjadi penyalur aspirasi masyarakat dan harus memiliki AD/ART, serta program kerja yang rasional. Komite Sekolah sebagai mediasi bagi masyarakat dalam artian bahwa sekolah adalah milik bersama masyarakat dan peme-rintah. Tinggi rendahnya mutu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Suyatno dalam Pantjastuti (2008:15) menyebut-kan bahwa kualitas pendidimenyebut-kan di masa yang amenyebut-kan datang bergantung pada komitmen daerah, termasuk komitmen dari orang tua dan masyarakat yang terga-bung dalam Komite Sekolah. Oleh karena itu, upaya

(26)

peningkatan mutu pendidikan merupakan keberhasil-an bersama secara sinergis keberhasil-antara sekolah, orkeberhasil-ang tua dan masyarakat.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Yoga Noviantoro (2013) dengan judul “Implementasi Kebijakan Manaje-men Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Ngargosari” dapat disimpulkan bahwa bahwa: (1) implementasi kebijakan MBS di SD Negeri Ngargosari dilihat dari proses sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan evaluasinya belum berjalan dengan maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya program kerja sekolah yang belum bisa terpenuhi

Penelitian yang dilakukan oleh Amirudin (2013) dengan judul “Implementasi MBS oleh kepala sekolah di SD Negeri 12 Delta Pawan Kabupaten Ketapang“ dengan hasil: bahwa Implementansi MBS oleh kepala sekolah di SD Negeri Delta Pawan Kabupaten Ketapang telah berjalan cukup efektif dan sesuai dengan kebijakan dan perencanaan sekolah, yang meliputi prosedur, kontribusi kepala sekolah sebagai menejer, dan faktor pendukung dan penghambat serta upaya kepala sekolah dalam mengatasi hambatan implementasi MBS.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa MBS dapat berjalan sesuai rencana apabila

(27)

35 sesuai dengan kebijakan dan perencanaan sekolah, yang meliputi prosedur, kontribusi kepala sekolah sebagai manajer, faktor pendukung dan penghambat serta upaya kepala sekolah dalam mengatasi ham-batan implementasi MBS.

2.4 Kerangka Pikir

Dalam penyusunan perencanaan, implementasi dan pengawasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SDN Lamper Tengah 01 Semarang, mempertim-bangkan berbagai faktor yang mempengaruhi keadaan sekolah meliputi lingkungan sekolah, kondisi sekolah saat ini dan harapan kedepannya. Kerangka pikir dan keterkaitan antara perencanaan, implementasi dan pengawasan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(28)

kesenjangan

Gambar 2.1

Kerangka Pikir dan Keterkaitan Perencanaan, Implementasi dan Pengawasan Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) di SDN Lamper Tengah 01 Semarang

Gambar di atas memperjelas bagaimana proses perencanaan, implementasi dan pengawasan Mana-jemen Berbasis Sekolah (MBS) di SDN Lamper Tengah 01 Semarang yang diawali dengan adanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang akan diterapkan di SDN Lamper Tengah 01, masih terlihat adanya kesenjang-an dimkesenjang-ana kondisi sekolah ykesenjang-ang ada sekarkesenjang-ang dengkesenjang-an harapan masa depan belum bisa tercapai. Dengan adanya kesenjangan tersebut maka diperlukan

peren-Komite sekolah Kenyataan yangada sekarang Perencanaan Implementasi Pengawasan Sekolah Harapan MBS

(29)

37 canaan, implementasi dimana pihak terkait yaitu dari sekolah, komite sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Semarang untuk melakukan pengawasan.

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar. Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan

Species Identification of Meat Products Using The Cytochrome b Gene.. Grzimek’s Animal Life Enctclopedia, 2 nd edition, Volume

Microsoft Excel dan perusahaan ini belum memiliki media informasi berupa website , maka penulis memberikan solusi terbaik berdasarkan permasalahan yang ada di

Beberapa penelitian terkait dengan penera- pan konsep lean manufacturing antara lain : Daonil(2012) menggunakan metode Value Steam Mapping untuk menghilangkan pemborosan di

PENGEMBANGAN MEDIA BERBASIS ANIMASI UNTUK PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN GAMBAR KONSTRUKSI BETON DI SMK N 6 BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Pada tahun 2011 persentasenya lebih besar dari 2.5%, namun dapat dilihat pada tahun 2012 hingga tahun 2013 penurunan persentase biaya kualitas terhadap total penjualan mampu

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh terapi bermain puzzle terhadap perkembangan sosial anak usia 2-3 tahun. Desain penelitian adalah pra- eksperimen

The aim of this research was to know the primary productivity of periphytic algal in floating net cage reviewed from chlorophyl a, species richness, diversity index, and density