• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

PADA KONSEP LAJU REAKSI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH:

MARETA DWI SATUTI

106016200617

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

the Result of Student Chemistry Study.

This research aim to know are there any influence Model Cooperative Type Jigsaw to the result of student chemistry study. This research has done in Senior High School Nusa Putra Tangerang, on November 3rd-24th November 2010, on quasi experimental research methods with 80 students on 11th levels from two different classes as the samples. The first class being on control which has learn with expository method, and the second class being an experimental which has learn with cooperatipe type jigsaw. The instrument is used are multiple choice tests with 5 alternative choices, with 22 questions. The result shows there are the differences of mean experimental class 70,15 and control class 57,87. The result from the calculation of “t” test (α = 0,05 ), obtained that score (4,47) > ttable

(1,999). Finally, it can be concluded that cooperative type Jigsaw can give a significant effect to the student in the learning activity of reaction concept than using expository approach.

(3)

Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 3-24 November 2010 di SMA Nusa Putra Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, dengan sampel 80 siswa kelas XI yang diambil dari 2 kelas yang berbeda. Kelas pertama menjadi kelas kontrol yang diberi perlakuan dengan pembelajaran metode ekspositori dan kelas kedua menjadi kelas esperimen yang diberi perlakuan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban sebanyak 22 soal. Hasil penelitian ini didapatkan perbedaan antara mean kelas eksperimen 70,15 dan kelas kontrol 57,87. Dari hasil perhitungan uji “t” (α = 0,05) didapatkan nilai thitung

(4,47) > ttabel (1,999). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh yang signifikan bagi siswa dalam mempelajari konsep laju reaksi dibandingkan siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode ekspositori.

(4)

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan

keharibaan junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para

sahabatnya.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw terhadap Hasil Belajar Kimia pada Konsep Laju Reaksi” ini merupakan

salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Kimia,

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

terealisasikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah

memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada penulis. Untuk itu

perkenankanlah pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Nengsih Juanengsih, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dedi Irwandi, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan dosen

Pembimbing II, terima kasih atas segala bimbangan dan dukungan Bapak

selama ini.

5. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd. selaku dosen Pembimbing I, terima kasih atas

kesabaran dalam membimbing saya.

6. Kepala Sekolah, dewan guru, staf TU serta siswa-siswi SMA Nusa Putra

(5)

8. Kakak dan kembaranku (Yoga Prihastomo dan Ananda Dwi Prasetyo) dan

keluarga besar, terima kasih atas segala bantuan dan dorongan semangatnya.

9. Adik spiritualku tersayang, Annisaa Taradini (Ja Dini) beserta keluarga

(Bunda Rita, Ayah Yani, Ka Dana, Anindiva) terima kasih atas kasih sayang

dan perhatian yang diberikan serta kesediaan menjadi keluarga kedua bagi

penulis.

10. Sahabat spiritual FOSMA UIN dan ATS (Racil, Isti, Rianti, Monic, Nina,

Nurul, Lulut, Gitcil, Ka Ifa, Ka Gita, Ayyi, Aulia, Amar, Kiki, Uni Emil, Ja

Abe, Ja Wildan, Ibnu, Reza, Dion), terima kasih telah mengajariku indahnya

mengenal Allah.

11. Teman-teman kost (Syifa, Rilla, Dati, Putri, Thia, Noor, Lia, Seli, Yuli),

terima kasih atas kebersamaan, suka duka yang terukir dalam rumah kita.

12. Teman-teman Pendidikan Kimia Angkatan 2006 (Dede dan Novi), terima

kasih atas kebersamaan yang terjalin selama ini, sukses juga untuk kalian.

13. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, terima kasih atas doa

dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan

dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan isi skripsi ini.

Akhir kata penulis hanya bisa berharap semoga penyusunan ini dapat

bermanfaat dan mempunyai nilai guna bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Februari 2011

(6)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Tujuan Penelitian ... 8

BAB II Deskripsi Teoritis, Kerangka Berpikir, Hipotesis Penelitian ... 10

A. Deskripsi Teoritis ... 10

1. Pembelajaran Kooperatif ... 10

2. Beberapa Model Pembelajaran Kooperatif ... 16

3. Model Pembelajaran Jigsaw ... 18

4. Pendekatan Ekspositori ... 24

5. Hakekat Belajar dalam Pembelajaran Kooperatif ... 26

6. Hakekat Hasil Belajar ... 29

7. Laju Reaksi ... 33

8. Penelitian Yang Relevan ... 36

B. Kerangka Berpikir ... 39

C. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III Metodologi Penelitian ... 41

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41

(7)

E. Teknik Pengolahan Data ... 44

1. Uji Validitas ... 44

2. Uji Reliabilitas ... 45

3. Taraf Kesukaran ... 46

4. Daya Pembeda Soal ... 47

F. Teknik Analisis Data ... 48

1. Uji Normalitas ... 48

2. Uji Homogenitas ... 49

3. Pengujian Hipotesis ... 50

G. Hipotesis Statistik ... 51

BAB IV Hasil dan Pembahasan ... 52

A. Hasil Penelitian ... 52

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 52

1. Uji Normalitas ... 52

2. Uji Homogenitas ... 53

C. Pengujian Hipotesis ... 54

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 55

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(8)

Tabel 2.1 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif ... 14

Tabel 2.2 Perhitungan Skor Perkembangan ... 22

Tabel 2.3 Tingkat Penghargaan kelompok ... 23

Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 32

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 42

Tabel 4.1 Rekap Skor Hasil Belajar Konsep Laju Reaksi Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 52

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas ... 53

(9)

Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw ... 20

(10)

Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen ... 62

Lampiran 2. Soal Instrumen Penelitian ... 76

Lampiran 3. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian ... 84

Lampiran 4 Perhitungan ANATES ... 85

Lampiran 5. Soal Tes Hasil Belajar ... 98

Lampiran 6. Kunci Jawaban Tes Hasil belajar ... 103

Lampiran 7. RPP Kelas Eksperimen ... 104

Lampiran 8. RPP Kelas Kontrol ... 121

Lampiran 9. Nilai Hasil Belajar Kimia Kelas Eksperimen ... 136

Lampiran 10. Perhitungan Kelas Eksperimen ... 137

Lampiran 11. Normalitas Kelas Eksperimen ... 139

Lampiran 12. Nilai Hasil Belajar Kimia Kelas Kontrol ... 140

Lampiran 13. Perhitungan Kelas Kontrol ... 141

Lampiran 14. Normalitas Kelas Kontrol ... 143

Lampiran 15. Perhitungan Homogenitas ... 144

Lampiran 16. Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 145

Lampiran 17. Perhitungan Skor Kuis Individu ... 146

Lampiran 18. Perhitungan Skor Kelompok ... 150

Lampiran 19. Lampiran Tabel Perhitungan ... 151

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan

manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu,

perubahan dan perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu

terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.1

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa

mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi

peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan

memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Keberhasilan

pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan pembaharuan dalam segala

unsur-unsur yang mendukung pendidikan. Adapun unsur tersebut adalah

siswa, guru, alat dan metode, materi dan lingkungan pendidikan. Semua

unsur tersebut saling terkait dalam mendukung tercapainya tujuan

pendidikan.

Perkembangan dunia pendidikan dari tahun ke tahun mengalami

perubahan seiring dengan tantangan dalam menyiapkan sumber daya

manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di era global. Salah satu

permasalahan yang dihadapi oleh bangsa kita adalah masih rendahnya

kualitas pendidikan pada setiap jenjang. Banyak hal yang telah dilakukan

untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional antara lain melalui

berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan

kurikulum, sertifikasi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran serta

perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Namun demikian mutu

pendidikan yang dicapai belum seperti apa yang diharapkan. Perbaikan

      

1

(12)

yang telah dilakukan pemerintah tidak akan ada artinya jika tanpa

dukungan dari guru, orang tua, siswa, dan masyarakat. Berbicara tentang

mutu pendidikan tidak akan lepas dengan proses belajar mengajar. Di

mana dalam proses belajar mengajar guru harus mampu menjalankan tugas

dan peranannya, sehingga akan tercipta suatu kondisi lingkungan belajar

yang kondusif.

Belajar merupakan hal yang tidak akan pernah bisa terpisahkan

dalam pendidikan. Menurut pakar psikologi jika adanya perubahan

perilaku yang positif terhadap individu baru bisa dikatakan belajar. Dalam

pandangan Islam pun belajar adalah sebuah kewajiban, bahkan ayat

Al-Quran yang pertama kali turun perintah untuk membaca, dan membaca

bisa diartikan secara luas dengan belajar. Sesuai dengan firman Allah

SWT :

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.

Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan

Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan

perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak

diketahuinya.(QS. Al-Alaq: 1-5)

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara

peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah

laku ke arah yang lebih baik.2 Kegiatan proses pembelajaran merupakan

kegiatan paling pokok dalam keseluruhan pendidikan. Hal ini mengandung

      

2

(13)

arti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak

tergantung kepada bagaimana proses pembelajaran yang dialami peserta

didik atau siswa.

Masalah utama dalam pendidikan formal dewasa ini adalah masih

rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini nampak dari rata-rata hasil

belajar peserta didik yang rendah. Proses pembelajaran di sekolah pada

umumnya belum menampakkan sistem belajar mengajar yang mengajak

siswa untuk aktif berfikir dan bertindak melakukan penggalian potensi

yang ada padanya. Sikap yang demikian mungkin disebabkan karena

metode pembelajaran yang kurang bervariasi, serta materi pelajaran yang

relatif lebih sukar. Hal ini secara tidak langsung sangat mempengaruhi

rendahnya hasil belajar siswa. Keadaaan ini merupakan hasil kondisi

pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak mengajak siswa

untuk bersikap lebih aktif selama proses pembelajaran. Dalam arti

susbtansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih

memberikan dominasi guru dan kurang memberikan akses bagi peserta

didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses

berpikirnya.

Pembelajaran IPA tidak hanya mempelajari sekumpulan fakta saja

(produk ilmiah) tetapi juga seharusnya menumbuhkan sikap ilmiah melalui

proses ilmiah/metode ilmiah. Salah satu cabang dari IPA adalah kimia.

Mata pelajaran ini merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap

sulit oleh kebanyakan siswa. Konsep-konsep kimia merupakan

konsep-konsep yang cukup sulit dipelajari dan dipahami oleh siswa karena bersifat

abstrak, banyak rumus dan perhitungannya. Oleh karena itu mata pelajaran

kimia termasuk mata pelajaran yang membutuhkan variasi model

pembelajaran pada saat penyampaiannya. Rendahnya rata-rata hasil belajar

kimia tidak terlepas dari peranan guru dalam proses belajar mengajar. Pada

umumnya, dalam mengajarkan konsep-konsep kimia, guru masih

menganut teori tabula rasa, yaitu memindahkan pengetahuan dari pikiran

(14)

oleh guru pada umumnya dengan cara menceramahkan konsep-konsep,

prinsip-prinsip dan hukum-hukum dalam bentuk yang sudah jadi kepada

siswa. Guru menganggap pembelajaran dengan cara ini sudah berhasil,

namun sesungguhnya siswa belum belajar secara aktif karena dalam

pikiran siswa tidak terjadi perkembangan struktur kognitif. Sehingga ada

kecenderungan siswa kurang tertarik dengan mata pelajaran kimia.

Seorang guru yang profesional dituntut untuk dapat menampilkan

keahliannya sebagai guru di depan kelas. Komponen yang harus dikuasai

adalah menggunakan bermacam-macam model pembelajaran yang

bervariasi yang dapat menarik minat belajar siswa dan guru tidak hanya

cukup dengan memberikan ceramah di depan kelas. Hal ini tidak berarti

bahwa metode ceramah tidak baik, melainkan pada suatu saat siswa akan

menjadi bosan apabila hanya guru sendiri yang berbicara, sedangkan

mereka duduk, diam dan mendengarkan. Kebosanan dalam mendengarkan

uraian guru dapat mematikan semangat belajar siswa. Selain itu ada pokok

bahasan yang memang kurang tepat untuk disampaikan melalui metode

ceramah dan lebih efektif melalui metode lain. Oleh karena itu, guru perlu

menguasai berbagai model pembelajaran.

Setiap model pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu

dengan segala kelebihan dan kelemahan masing-masing. Suatu metode

pembelajaran mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, konsep, maupun

situasi dan kondisi tertentu, tetapi tidak tepat untuk situasi lain. Demikian

pula suatu metode yang dianggap baik dalam mempelajari suatu konsep

yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil

dibawakan oleh guru lain.

Seorang guru perlu menggunakan beberapa metode dalam

menyampaikan suatu konsep. Dengan variasi beberapa metode

pembelajaran, suasana kelas menjadi lebih hidup dan tidak membosankan.

Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan suatu cara penyampaian, dalam

arti kesesuaian antara tujuan, konsep dengan metode, situasi dan kondisi

(15)

guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau

kemudahan bagi kegiatan belajar siswa.

Model pembelajaran dapat digunakan untuk mengarahkan kegiatan

siswa ke arah tujuan yang akan dicapai. Oleh sebab itu, sebaiknya seorang

guru harus menguasai beberapa model pembelajaran untuk melaksanakan

proses belajar mengajar. Teori dan praktek pendidikan modern

memperhatikan siswa bukan sebagai penerima yang pasif dan banyak

membutuhkan pengawasan, tetapi harus diarahkan sebagai anak yang aktif

berpikir dan bertindak melakukan penggalian potensi yang ada pada diri

siswa.

Perlu adanya usaha untuk memperbaiki hasil belajar siswa dengan

berbagai cara antara lain: perbaikan model pembelajaran, penggunaan

model pembelajaran yang bervariasi, peningkatan sarana dan prasarana,

memberi motivasi siswa supaya semangat belajar, mengingatkan orang tua

siswa agar memberi motivasi belajar di rumah.

Cara untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

yang membawa kepada siswa aktif, salah satu model pembelajaran yang

berorientasi pada siswa adalah model pembelajaran kooperatif

(cooperative learning). Model pembelajaran ini bisa melatih siswa aktif.

Model pembelajaran ini berbasis pada gotong royong. Falsafah yang

mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah

falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah

ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama

merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan

hidup. Tanpa kerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau

sekolah.3 Penggunaan secara efektif keterampilan-keterampilan kooperatif

menjadi semakin penting untuk mengembangkan sikap saling bekerja

sama, mempunyai rasa tanggung jawab dan mampu bersaing secara sehat.

Sikap yang demikian akan membentuk pribadi yang berhasil dan

      

3

(16)

menghadapi tantangan pendidikan yang lebih tinggi yang berorientasi pada

kelompok.

Menurut Johnson dan Johnson cooperative learning adalah

mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil

agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka

miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.4

Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam

berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Slavin menelaah penelitian dan

melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan antara tahun 1972

samapi dengan 1986, meyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif

terhadap hasil belajar. Studi ini dilakukan pada semua tingkat kelas dan

meliputi bidang studi bahasa, geografi, ilmu sosial, sains, matematika

bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, membaca, dan menulis. Studi yang

ditelaah itu dilaksanakan di sekolah-sekolah kota, pinggiran, dan pedesaan

di Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman. Dari 45 laporan tersebut,

37 di antaranya menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil

belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Delapan studi menunjukkan tidak ada perbedaan. Tidak

satupun studi menunjukkan bahwa kooperatif memberikan pengaruh

negatif.5

Salah satu model pembelajaraan kooperatif adalah tipe Jigsaw.

Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam

menguasai pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Mengajar

serta diajar oleh sesama siswa merupakan bagian penting dalam proses

pembelajaran. Pemilihan anggota dalam setiap kelompok juga harus

diperhatikan agar pembelajaran optimal. Keanggotaan kelompok

sebaiknya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun

      

4

Isjoni, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 17. 5

(17)

karakteristik lainnya.6 Beberapa alasan lain yang menyebabkan model

jigsaw perlu diterapkan sebagai model pembelajaran yaitu tidak adanya

persaingan antar siswa atau kelompok. Mereka bekerjasama untuk

menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara pikiran yang berbeda. Siswa

dalam kelompok bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang

ditugaskan padanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota yang

lain. Siswa juga senantiasa tidak hanya mengharapkan bantuan dari guru

serta siswa termotivasi untuk belajar cepat dan akurat seluruh materi.

Dengan demikian, jika model pembelajaran ini diterapkan dalam proses

pembelajaran, maka akan terjadi pembelajaran student center, bukan

teacher center.

Melalui model pembelajaran jigsaw diharapkan dapat memberikan

solusi dan suasana baru yang menarik dalam pengajaran sehingga

memberikan pengalamn belajar dengan konsep baru. Pembelajaran jigsaw

membawa konsep pemahaman inovatif, dan menekankan keaktifan siswa,

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa bekerja dengan

sesama siswa dalam suasana gotong-royong dan memiliki banyak

kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan

berkomunikasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian mengenai: “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, ada beberapa

masalah yang diidentifikasi, sebagai berikut:

1. Rendahnya rata-rata hasil belajar kimia di sekolah.

2. Penerapan model pembelajaran sebagian besar masih teacher center,

bukan student center.

      

6

(18)

3. Strategi pembelajaran yang sering digunakan guru untuk

menyampaikan materi pelajaran yang masih konvensional dan

monoton (tidak bervariasi).

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang

masalah dan identifikasi masalah, maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam

pembelajaran kimia pada konsep Laju Reaksi.

2. Hasil belajar kimia dibatasi hanya pada aspek kognitif.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka masalah dalam

penelitian adalah: “Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep Laju

Reaksi?”

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran

kooperatif Tipe Jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep

Laju Reaksi.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:

a. Untuk menambah pemahaman bagi penulis dalam penerapan ilmu

pendidikan di dalam dunia nyata, khususnya dalam pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa.

b. Bagi guru bidang studi khususnya kimia dapat menjadikan model

pembelajaran kooperatif sebagai salah satu alternatif dalam proses

(19)

c. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar, melatih keterampilan,

mengembangkan kemampuan berpikir dan berpendapat positif, dan

(20)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskrispsi Teoritis

1. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori kontruktivis.

Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling

berdiskusi dengan temannya. Ini berarti bahwa pembelajaran kooperatif

bisa menumbuhkan sikap saling ketergantungan antara sesama teman

dalam kelompoknya.1

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi

semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin

oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif

dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan

pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi

yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah

yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada

akhir tugas.2

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran

yang sangat tepat untuk meningkatkan aktifitas siswa selama proses

belajar mengajar. Model pembelajaran ini sangat berbeda dengan

ekspositori yang saat ini sangat luas penerapannya di Indonesia. Model

pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai aktifitas bersama

sejumlah siswa dalam satu kelompok tertentu untuk mencapai suatu tujuan

tertentu secara bersama-sama. Dalam belajar secara kooperatif siswa

      

1

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2003), h. 56.

2

(21)

diharapkan untuk mendiskusikan materi pelajaran pada teman dalam

kelompoknya masing-masing.

Selama belajar kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya

selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan

keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam

kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan

kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi dan sebagainya. Di sini

terlihat jelas siswa diajak untuk lebih aktif belajar di kelas, tidak hanya

menjadi pendengar pasif.3

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja

kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang

maksimal ada lima unsur dasar yang terdapat dalam, yaitu:

a. Saling ketergantungan yang positif, artinya kelompok siswa saling

tergantung satu sama lain, yang perlu dipupuk adalah kerjasama.

b. Tanggung jawab perseorangan, artinya kelompok siswa selain

bertanggung jawab secara bersama juga bertanggung jawab secara

individu, mengembangkan potensi dan ide-ide yang melekat pada

dirinya.

c. Tatap muka, artinya karena pembelajaran dilakukan dalam kelompok

kecil interaksi dapat terjadi secara langsung satu sama lain.

d. Komunikasi antaranggota, yang merupakan bagian dari berpikir kritis

untuk menilai, menginterpretasikan informasi yang diperolehnya,

artinya siswa dituntut untuk memiliki kemampuan interaksi seperti

mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, menampilkan

kepemimpinan, kompromi, klarifikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas

yang dibebankan kepadanya dan kelompok.

e. Evaluasi proses kelompok, yang terjadi pada saat anggota kelompok

mendiskusikan tingkat keberhasilan, dan efektivitas kerjasama yang

telah dilakukan dalam hal tingkat pencapaian tujuan kelompok,

      

3

(22)

bagaimana mereka bekerja sama, bagaimana mereka berlaku positif

untuk memungkinkan setiap individu dan kelompok secara keseluruhan

berhasil. Dalam hal ini guru perlu melakukan evaluasi pekerjaan siswa

baik kerja kelompok maupun individu.4

Lundgren mengelompokkan keterampilan khusus yang didapatkan

dari pembelajaran kooperatif atas tiga kelompok besar. Pertama,

keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain meliputi (a) bertanggung

jawab atas tugas yang diberikan kepada mereka, (b) mengambil giliran dan

membagi tugas, (c) menghargai kontribusi (d) menggunakan kesepakatan,

Kedua, keterampilan tingkat menengah antara lain meliputi (a)

mendengarkan dengan aktif, (b) bertanya, menyatakan pendapat yang

berbeda dengan baik, (c) menafsirkan, (d) memeriksa ketepatan.

Keterampilan ketiga adalah keterampilan tingkat mahir meliputi (a)

mengelaborasi atau memperluas konsep, (b) membuat kesimpulan, (c)

menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.5

Ada beberapa alasan pentingnya menggunakan model kooperatif

dalam pembelajaran di kelas. Satu diantaranya untuk meningkatkan

kemampuan siswa untuk memperbaiki hubungan dalam satu grup,

mengatasi rintangan sekelas secara akademik dan meningkatkan harga diri.

Alasan lainnya adalah menumbuhkan kesadaran bahwa siswa perlu belajar

untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan. Tujuan paling

penting pembelajaran kooperatif adalah memberikan pengetahuan, konsep,

keterampilan dan pemahaman yang diperlukan siswa dan setiap siswa

merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada anggota-anggota

dalam kelompoknya. Tujuan lain dari model pembelajaran kooperatif

adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat kelak

pada saat mereka dewasa.

      

4

Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 31-35.  5

(23)

Setelah melihat beberapa penjelasan tentang pembelajaran

kooperatif, maka dapat disimpulkan lingkungan belajar dan sistem

pengelolaan pembelajaran kooperatif harus:6

a. Memberikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi.

b. Meningkatkan penghargaan peserta didik.

c. Mempersiapkan peserta didik belajar mengenai kolaborasi dan berbagai

keterampilan sosial.

d. Memberikan peluang terjadinya proses partisipasi aktif peserta didik.

e. Menciptakan iklim sosio emosional yang positif.

f. Memfasilitasi terjadinya learning to live together.

g. Menumbuhkan produktivitas dalam kelompok.

h. Mengubah peran guru dari center stage performance menjadi

koreografer kegiatan kelompok.

i. Menumbuhkan kesadaran pada peserta didik arti penting aspek sosial

dalam individunya.

Jika melihat proses pembelajaran kooperatif yang tercipta, maka

memang model pembelajaran kooperatif sangat baik digunakan di sekolah.

Siswa akan merasa senang selama proses pembelajaran, berbeda dengan

penerapan model konvensional yang selama ini cenderung monoton. Siswa

tidak diajak aktif untuk mengerahkan seluruh kemampuannya. Mereka

cenderung pasif, karena langsung menerima informasi dari guru.

Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran

kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan

pembelajaran dan motivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa

dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal.

Selanjutnyaa siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini

diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja sama menyelesaikan tugas

mereka. Fase terakhir dalam pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil

akhir tugas kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta

      

6

(24)

memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

Keenam fase tersebut dapat dirangkum sebagai berikut.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif7

Fase ke- Indikator Tingkat Laku Guru

1 Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

2 Menyajikan informasi

Guru menyajiakan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun berkelompok

Setelah kita melihat proses pembelajaran koopertif, maka dapat

kita simpulkan bahwa ada empat macam peran guru dalam model

pembelajaran ini, yaitu: pertama, sebagai manajer seperti, membantu

siswa mengorganisasi diri, mengatur tempat duduk. Kedua, sebagai

pengamat (observer), guru mengamati dinamika yang terjadi selama

proses pembelajaran berlangsung, ketiga sebagai pemberi saran (advisor),

dan keempat sebagai penilai (evaluator).

Menurut Jarolimek dan Parker ada beberapa keunggulan yang

diperoleh dalam pembelajaran kooperatif:8

      

7

(25)

a. Saling ketergantung positif

b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu

c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas

d. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan

e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan

guru

f. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman

emosi yang menyenangkan

Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif, yaitu:9

a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping

itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.

b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan

dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.

c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan

topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang

tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini

mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Setidaknya ada tiga tujuan penting pembelajaran kooperatif,

yaitu:10

a. Hasil Belajar Akademik

Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai tujuan sosial,

pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja

siswa dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.

b. Penerimaan terhadap Keragaman

       

8

Isjoni, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 24. 9

Isjoni, Cooperative Learning…, h. 25 

10

(26)

Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah

penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras,

budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan.

c. Pengembangan keterampilam sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk

mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di

mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam

organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan dimana

masyarakat secara budaya semakin beragam.

2. Beberapa Model Pembelajaran Kooperatif

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah,

terdapat beberapa variasi dari model tersebut, setidaknya terdapat enam

pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari strategi guru dalam

menerapkan model pembelajaran kooperatif, yaitu STAD, TGT, TPS,

NHT, TAI, dan CIRC.

1. Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe

dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan

kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4-5 orang siswa

secara heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja

dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai

pelajaran tersebut. Kemudian siswa diberikan tes tentang materi tersebut,

pada saat tes ini mereka tidak diperkenankan untuk saling membantu.11

2. Teams Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini dikembangkan secara

asli oleh David De Vries dan Keath Edward. Pada model ini siswa

memainkan permaianan dengan anggota-anggota tim lain untuk

memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. TGT sangat cocok

      

11

(27)

untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam

dengan satu jawaban benar.12

3. Think Pairs Share (TPS)

Strategi TPS atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa. Stratergi TPS ini berkembang dari penelitian belajar

kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang

Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip

Arends, menyatakan bahwa TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu

berpikir, untuk merespon dan saling membantu.13

4. Numbered Head Together (NHT)

Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama

adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur

kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen

untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang

tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka

terhadap isi pelajaran tersebut.14

5. Team Accelerated Instruction (TAI)

Teknik ini menggabungkan metode belajar kelompok dengan

belajar secara individual. Tiap nggota kelompok akan diberi soal-soal

bertahap yang harus mereka kerjakan sendiri-sendiri dalam kelompoknya.

Setelah itu hasil pekerjaan mereka diperiksa oleh anggota tim yang lain,

jika seorang siswa telah mampu mengerjakan soal dalam satu tahap, maka

ia diperbolehkan untuk mengerjakan soal selanjutnya dengan tingkat

kesulitan yang lebih tinggi. Namun jika ia belum mampu menjawab suatu

      

12

Trianto, M.Pd, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif…, h. 83. 13

Trianto, M.Pd, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif...,h. 81.  14

(28)

soal, maka ia harus kembali mengerjakan kembali soal yang tingkat

kesulitannya sama sebelum ia melanjutkan ke soal yang lebih sulit.15

6. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Teknik ini sejenis denga TAI, namun hanya ditekankkan pada

pengajaran membaca, menulis, dan tata bahasa. Aktivitas CIRC terdiri dari

siswa mengikuti urutan instruksi guru, latihan tim, asesmen awal tim dan

kuis.16

3. Model Pembelajaran Jigsaw

Jigsaw telah dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan

teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin

dan teman-teman di Universitas John Hopkins.17 Menurut Aronson dalam

Yueh-Min Huang, setiap pelajar dalam kelompok Jigsaw dianggap

sebagai ahli dalam aspek tertentu dari topik-topik yang diteliti, dan

diharapkan untuk berkontribusi dalam memberikan pengetahuan yang

tidak dimengerti anggota kelompok lainnya.18 Jigsaw dikatakan dapat

meningkatkan belajar siswa karena a) siswa tidak tertekan dalam belajar,

b) meningkatkan jumlah partisipasi siswa dalam kelas, c) mengurangi

kebutuhan daya saing dan d) mengurangi dominasi guru dalam kelas.19

Dalam penerapan model Jigsaw, antara lain anak diberi

kesempatan untuk bertanggung jawab secara penuh, bertanggung jawab

terhadap kelompoknya, maupun bertanggung jawab dalam penguasaan dan

penyampaian informasi kepada anggota kelompok. Karena pemikiran

dasar dari teknik Jigsaw ini adalah memberi kesempatan siswa untuk

berbagi dengan yang lain, mengajar serta diajar oleh sesama siswa

      

15

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 138.

16

Zulfiani, dkk., StrategiPembelajaran…, h. 138. 17

Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif…, h. 20.  18

Yueh-Min Huang and Tieng-Chi Huang, “Using Annotation Services in Ubiquitous Jigsaw Cooperative Learning Environment”, from Educational Technology and Society, 11(2), 3-15, 2008, p. 4.

19

(29)

merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar. Mula-mula

siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang

siswa. Masing-masing anggota mengerjakan salah satu bagian yang

berbeda dengan yang dikerjakan oleh anggota lainnya. Kemudian mereka

memencar ke kelompok-kelompok lain, tiap anggota membentuk

kelompok baru yang memilki tugas yang sama, dan saling berdiskusi

dalam kelompok tersebut. Cara ini membuat masing-masing anggota

menjadi ahli sebelum kembali ke kelompok asalnya untuk mengerjakan

tugas utama. Sehingga strategi ini memberikan kesempatan pada setiap

siswa untuk bertindak sebagai seorang pengajar terhadap siswa lainnya.

Setelah proses ini, guru bisa mengevaluasi pemahaman siswa mengenai

keseluruhan tugas. Jadi siswa akan bergantung kepada rekan-rekan dalam

kelompoknya. Jika model ini diaplikasikan secara teratur dan

berkelanjutan dapat menumbuhkan kreativitas siswa yang sudah cukup

lama terpasung.

Menurut Aronson dalam Ali Gocer, dalam pembelajaran model

Jigsaw siswa dibagi dalam kelompok 5 - 6 siswa per masing-masing

kelompok. Setiap kelompok diberikan subjek dibagi menjadi

bagian-bagian yang lebih kecil sama dengan jumlah anggotanya sehingga setiap

siswa diberi bagian. Setelah siswa belajar bagian mereka sendiri, mereka

menyusun kembali, dan setiap anggota mengajarkannya bagian dia ke

anggota kelompok lainnya. Mereka bertukaran pertanyaan dan pastikan

bahwa materi harus dipahami sepenuhnya oleh setiap anggota kelompok.

Integritas dicapai dengan memiliki semua anggota kelompok membuat

presentasi mereka, sehingga membawa semua potongan bersama-sama.20

Jing Meng dalam jurnalnya menjelaskan bahwa setiap siswa dalam

satu tim diberi bagian tertentu dari suatu konsep. Setelah membaca, para

siswa di masing-masing kelompok yang mempelajari bagian yang sama

membentuk kelompok ahli untuk membahas dan menguasai informasi.

      

20

(30)

Selanjutnya, mereka kembali untuk tim asli mereka dan mengajarkan

bagian mereka untuk rekan tim. Akhirnya, semua anggota tim diuji dalam

keseluruhan materi.21

Untuk lebih jelasnya hubungan antara kelompok asal dan

kelompok ahli digambarkan sebagai berikut:

(tiap kelompok ahli memiliki satu anggota dari tim asal) Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw22 Keterangan:

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok semula (asal) dan berusaha mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan dikelompok ahli. Selanjutnya diakhir pembelajaran yang mencakup topik materi yang telah dibahas.

Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw:23

a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6

orang)

      

21

Jing Meng, “Jigsaw Cooperative Learning in English Reading”, from Journal of Language Teaching and Research, Vol. 1, No. 4, July, p. 502. 

22

Durmus Kilic, “The Effect of Jigsaw Technique on Learning the Concept of the Principles and Methods of Teaching”, from World Applied Sciences Journal 4(Suple 1): 109-114, 2008, p. 111.

23

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik…, h. 56-57.

(31)

b. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah

dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.

c. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan

bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

d. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang

sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk

mendiskusikannya.

e. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya

bertugas mengajar teman-temannya.

f. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa dikenai tagihan

berupa kuis individu.

Dalam penelitian ini pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw, disusun langkah-langkah pokok sebagai berikut:

I. Tahap Pendahuluan

a. Review, apersepsi, motivasi

b. Menjelaskan pada siswa tentang model pembelajaran yang dipakai

dan menjelaskan manfaatnya.

c. Pembentukan kelompok.

d. Setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang

heterogen.

e. Pembagian materi/soal pada setiap anggota kelompok.

II. Tahap Penguasaan

a. Siswa dengan materi/soal sama bergabung dalam kelompok ahli

dan berusaha manguasai materi sesuai dengan soal yang diterima.

b. Guru memberikan bantuan sepenuhnya.

III. Tahap Penularan

a. Setiap siswa kembali ke kelompok asalnya.

b. Tiap siswa dalam kelompok saling menularkan dan menerima

materi dari siswa lain.

(32)

d. Dari diskusi, siswa memperoleh jawaban soal.

IV. Penutup

a. Guru bersama siswa membahas soal

b. Kuis/Evaluasi

Pada akhir pembelajaran guru memberikan penghargaan atas

keberhasilan kelompok dengan melakukan tahapan-tahapan berikut:24

a. Menghitung skor individu

Menurut Slavin untuk memberikan skor perkembangan individu

dihitung seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Perhitungan Skor Perkembangan

Nilai Tes Skor Perkembangan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal….

10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah

skor awal….

Skor awal sampai 10 poin di atas skor

awal….

Lebih dari 10 poin di atas skor awal….

Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor

awal)….

0 poin

10 poin

20 poin

30 poin

30 poin

b. Menghitung skor kelompok

Skor kelompok ini dihitung dengan membuat rata-rata skor

perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlah semua skor

perkembangan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah

anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan

kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada

tabel berikut:

      

24

(33)

Tabel 2.3 Tingkat Penghargaan Kelompok

Rata-Rata Tim Predikat

0 ≤ x ≤ 5 5 ≤ x ≤ 15 15 ≤ x ≤ 25 25 ≤ x ≤ 30

-

Tim baik

Tim hebat

Tim super

Berdasarkan penjelasan teori-teori di atas dan melihat proses

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, maka dapat disimpulkan beberapa

kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya.

Kelebihan:

1) Siswa tidak perlu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah

kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari

berbagai sumber dan belajar dengan siswa lain.

2) Mengembangkan kemampuan menggunakan ide atau gagasan dengan

kata-kata atau verbal dan membandingkan dengan ide orang lain.

3) Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan

segala keterbatasannya serta meneriman segala perbedaan.

4) Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung

jawab dalam belajar.

5) Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, serta

motivasi dan memberikan rangsangan berpikir.

Kekurangan:

1) Dalam memahami dan mengerti filosofi pembelajaran kooperatif

memang membutuhkan waktu untuk siswa yang dianggap memiliki

kelebihan, contohnya mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang

dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya keadaan semacam

ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok.

2) Jika tanpa peer teaching yang efektif maka pemahaman tidak akan

(34)

3) Guru perlu menyadari hasil atau prestasi yang diharapkan pada setiap

individu siswa.

4) Kemampuan aktifitas dalam kehidupan hanya didasarkan kepada

kemampuan secara individual.

5) Upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode

waktu yang cukup panjang.

4. Pendekatan Ekspositori

Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas

dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar.

Hakekat mengajar menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu

pengetahuan kepada siswa. Siswa dipandang sebagai objek yang menerima

apa yang diberikan guru. Biasanya guru menyampaikan informasi

mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara

lisan, yang dikenal dengan istilah, kuliah, ceramah, dan lecture. Dalam

pendekatan ini siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat

informasi yang telah diberikan oleh guru serta mengungkapkan kembali

apa yang dimiliki melalui respon siswa yang diberikan saat guru

melontarkan pertanyaan.

Pada pendekatan ekspositori, tidak terus menerus memberi

informasi tanpa peduli apakah siswa memahami informasi itu atau tidak.

Guru hanya memberi informasi pada saat tertentu jika diperlukan,

misalnya pada permulaan pelajaran, memberi contoh soal, menjawab

pertanyaan siswa dan sebagainya. Syamsudin Makmun mengemukakan

bahwa guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan

secara rapi, sistematik dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak dan

mencernanya secara teratur dan tertib.25

Secara garis besar prosedur pengajaran dengan pendekatan

ekspositori adalah sebagai berikut:26

      

25

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.79. 26

(35)

a. Preparasi/Persiapan

Guru mempersiapkan bahan selengkapnya secara sistematis dan rapi.

b. Apersepsi

Guru memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa

kepada materi yang akan diajarkan.

c. Presentasi

Guru menyajikan bahan pengajaran dengan cara memberikan ceramah,

menyuruh siswa membaca bahan yang sudah siap diajarkan dari buku

teks tertentu atau ditulis sendiri oleh guru.

d. Resitasi

Guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang

dipelajari atau siswa disuruh untuk menyatakan kembali dengan

kata-kata sendiri. Resitasi tentang pokok-pokok yang dipelajari, baik secara

lisan maupun tulisan.

Adapun keunggulan dan kelemahan Pendekatan Ekspositori27

Kelebihan:

1) Dengan pendekatan ekspositori, guru bisa mengontrol urutan dan

keluasan materi pembelajaran.

2) Dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai

siswa sangat luas, sementara waktu yang disediakan cukup terbatas.

3) Selain siswa dapat mendengar melalui penuturan, siswa juga bisa

melihat atau mengobservasi.

4) Bisa digunakan untuk jumlah dan ukuran kelas yang besar.

Kelemahan

1) Hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki

kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

      

27

(36)

2) Tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik

perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat dan bakat serta perbedaan

gaya belajar.

3) Karena lebih banyak disampaikan melalui ceramah, maka akan sulit

mengembangkan kemampuan siswa dalam sosialisasi, serta

kemampuan berpikir kritis.

4) Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada persiapan guru, baik

persiapan, pengetahuan, semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai

kemampuan yang lain.

5) Karena lebih banyak satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol

pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan terbatas pula.

5. Hakekat Belajar dalam Pembelajaran Kooperatif

Manusia belajar karena ingin tahu dan ingin mengembangkan

tingkah laku yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Hal ini

berarti bahwa dengan belajar, seseorang dapat merubah tingkah lakunya.

Dengan belajar seseorang memperoleh kecakapan, pengertian,

keterampilan, kegemaran, sikap, dan kepuasan.

Menurut Gagne belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di

mana suatu organisma berubah perilakunya akibat pengalaman.28 Dengan

demikian bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan oleh

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah

pengetahuan melainkan dalam bentuk kecakapan. Kebiasaan, sikap,

pengertian, penghargaan minat, peyesuaian diri, pendeknya mengenai

segala aspek organisme atau pribadi seseorang

Hinzman dalam Muhibbin Syah berpendapat bahwa belajar adalah

suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisma, manusia atau hewan

disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku

      

28

(37)

organisma tersebut. Jadi dalam pandangan Hintzman, perubahan yang

ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila

mempengaruhi organisme.29

Johan B. Carrol mengemukakan sejumlah faktor yang mempunyai

hubungan fungsional dengan tingkat belajar. Faktor tersebut adalah:30

a. Waktu yang disediakan

b. Usaha dari masing-masing individu

c. Bakat yang dimiliki

d. Kemampuan untuk menangkap pelajaran

e. Kualitas pelajaran yang diterima

Pembelajaran kooperatif berpedoman pada pendekatan

kontruktivisme. Kontruktivisme adalah satu pandangan bahwa siswa

membina pengetahuannya sendiri atau konsep secara aktif berdasarkan dan

pengalaman yang ada. Dalam proses ini, siswa akan menyesuaikan

pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina

pengetahuan baru. Dalam teori kontruktivisme, penekanan diberikan

kepada siswa lebih daripada guru. Ini disebabkan siswalah yang berinterksi

dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh pemahaman tentang bahan

dan peristiwa tersebut. Oleh karena itu siswa membina sendiri konsep dan

membuat penyelesaian terhadap suatu masalah. Pembelajaran secara

kontruktivisme menerusi pembelajaran kooperatif yang membina sendiri

pengetahuan, konsep dan ide secara aktif akan menjadikan siswa lebih

paham, lebih yakin dan lebih bersemangat.

Driver dan Bell mengemukakan prinsip-prinsip kontruktivisme

dalam pembelajaran, yaitu:

a. Hasil pembelajaran tidak hanya tergantung dari pengalaman

pembelajaran di ruang kelas, tetapi tergantung pula pada pengetahuan

pelajar sebelumnya.

      

29

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004), h. 64. 30

(38)

b. Pembelajaran adalah mengkonstruksi konsep-konsep.

c. Mengkonstruksi konsep adalah adalah proses aktif dalam diri pelajar.

d. Konsep-konsep yang telah dikonstruksi akan dievaluasi.

e. Siswalah yang paling bertanggung jawab terhadap cara dan hasil

pembelajaran mereka.

f. Adanya semacam pola terhadap konsep-konsep yang dikonstruksi

pelajar dalam struktur kognitifnya.31

Setidaknya terdapat tiga teori belajar dalam memahami

pembelajaran kooperatif. Tiga diantaranya sebagaimana disebutkan

berikut:32

a. Teori Ausubel

Menurut Ausubel bahan pelajaran yang dipelajari haruslah

bermakna (meaning full). Pembelajaran bermakna merupakan suatu

proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang

terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif adalah

fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi. Dikaitkan

dengan pembelajaran kooperatif konsep yang dipelajari tidak hanya

dihafal dan diingat, melainkan ada sesuatu yang dapat dipraktekkan

dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam pemecahan

masalah.

b. Teori Piaget

Jika dihubungkan dalam pembelajaran, teori ini mengacu

kepada kegiatan pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi

peserta didik. Sehingga menurut teori ini pengetahuan tidak hanya

sekedar dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi dan

direkonstruksi peserta didik. Sebagai realisasi teori ini, maka dalam

kegiatan pembelajaran peserta didik haruslah bersifat aktif.

      

31

Isjoni, Cooperative Learning…, h. 33-34. 32

(39)

Pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran aktif dan

partisipatif.

Menurut teori ini proses pembelajaran akan lebih berhasil

apabila disesuaikan dengan peringkat perkembangan kognitif siswa.

Siswa hendaknya diberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan

teman sebaya. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan

kepada pelajar agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif

mencari dan menemukan berbagai hal dan lingkungan.

c. Teori Vygotsky

Vygotsky mengemukakan pembelajaran merupakan suatu

perkembangan pengertian. Ia membedakan adanya dua pengertian

yang spontan dan ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang

didapatkan dan pengalaman anak sehari-hari. Pengertian ilmiah adalah

pengertian yang didapat dari ruang kelas, atau yang diperoleh dan

pelajaran di sekolah. Menurut teori ini pembelajaran terjadi pada saat

anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal. Yang dimaksud

zona perkembangan proksimal adalah jarak antara tingkat

perkembangan sesunggguhnya dengan tingkat perkembangan

potensial.

Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan

pemecahan masalah secara mandiri sedangkan tingkat perkembangan

potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan

orang dewasa melalui kerja sama dengan teman sebaya yang lebih

mampu. Dengan demikian, tingkat perkembangan potensial dapat

disalurkan melalui model pembelajaran kooperatif.

6. Hakekat Hasil Belajar

Hasil belajar terdiri dua kata, yaitu hasil dan belajar. Secara umum,

hasil belajar didefinisikan sebagai suatu bentuk pertumbuhan dan

perubahan tingkah laku seseorang yang dinyatakan dengan cara-cara

(40)

yang baru itu misalnya dari titak tahu menjadi tahu, timbulnya

pengertian-pengertian baru, perubahan sikap dan kebiasaan-kebisaan serta

keterampilan, kesanggupan menghargai, perkembangan sifat-sifat sosial,

emosional dan pertumbuhan jasmaniah.

Hasil belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini hanya pada

aspek kognitif, oleh karena itu untuk mengukurnya perlu dibuat tes hasil

belajar. Tes hasil belajar dibuat mengacu pada kompetensi dasar yang

ingin dicapai, dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar dan

disusun berdasarkan kisi-kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci

jawabannya.33

Menurut Gagne, ada lima kemampuan sebagai hasil belajar, yaitu:

(1) keterampilan intelektual (suatu kemampuan seseorang menjadi

komponen suatu subjek sehingga ia dapat mengklasifikasikan,

mengidentifikasi, mendemonstrasikan, dan mengeneralisasikan suatu

gejala), (2) strategi kognitif (kemampuan seseorang untuk bisa mengontrol

aktifitas intelektualnyadalam mengatasi masalah yang dihadapi), (3)

informasi verbal (kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa lisan

maupun tulisan dalam mengungkapkan suatu masalah), (4) keterampilan

motorik yaitu kemampuan seseorang untuk mengkoordinasikan semua

gerak otot secara teratur dan lancar dalam dalam keadaan sadar), dan (5)

sikap (kecenderungan dalam menerima dan menolak suatu objek sikap).

Menurut Bugelski, pada sistem pembelajaran biasanya hasil belajar

dipengaruhi oleh kualitas guru dan kondisi sekolah, seperti ketersediaan

alat-alat dalam belajar.

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah:34

a. Faktor Internal yang meliputi dua sapek, yakni aspek fisiologis dan

aspek psikologis, yang terdiri dari lima faktor, yaitu:

      

33

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 76. 

34

(41)

1. Intelegensi Siswa, yaitu kemampuan psiko-fisik untuk mereaksikan

rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara

yang tepat.

2. Sikap Siswa, yaitu sikap adalah gejala internal yang berdimensi

afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon

dengan cara yang relatif tepat terhadap objek orang, barang, dan

sebagainya, baik secara positif maupun negatif.

3. Bakat Siswa, yaitu kemampuan potensial yang dimiliki seseorang

untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

4. Minat Siswa, yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau

keinginan yang besar terhadap sesuatu.

5. Motivasi Siswa, yaitu keadaan internal organisme yang

mendorongnya untuk berbuat sesuatu pemasok daya (energizer)

untuk bertingkah laku secara terarah.

b. Faktor Eksternal terdiri atas dua macam, yakni:

1. Lingkungan Sosial, seperti para guru, para staf administratif dan

teman-teman sekelas.

2. Lingkungan Nonsosial (sarana dan prasarana), termasuk di

dalamnya media pembelajaran.

c. Faktor Pendekatan Belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang

meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan

kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan

dilihat bagaimana penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dapat mempengaruhi hasil belajar kimia di sekolah. Selain itu

satu sisi juga akan dilihat bagaimana penggunaan pendekatan

ekspositori dalam mempengaruhi hasil belajar kimia siswa, apakah

lebih baik ataukah tidak. Keseluruhan faktor di atas secara ringkas

dapat dijelaskan dalam tabel berikut:35

      

35

(42)

Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Ragam Faktor dan Unsur-Unsurnya

Internal Siswa Eksternal Siswa Pendekatan

1. Aspek Fisiologis:

Sedangkan menurut Kenneth Dunn ada beberapa faktor yang

mempengaruhi cara beberapa belajar seseorang, yaitu:36

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan belajar yang ideal berbeda menurut setiap orang. Beberapa

orang senang bekerja dalam kondisi udara yang hangat, cat ruangan

yang terang, desain meja yang bagus, dan sebagainya.

b. Faktor Emosi

Ada kelompok siswa yang dalam melaksanakan tugas dapat bekerja

dengan baik dari permulaan sampai selesai, tetapi banyak siswa yang

dalam melaksanakan tugas setiap tahap memerlukan dorongan untuk

menyelesikan.

c. Faktor Sosial

Ada kelompok siswa yang tidak berminat belajar seseuatu dari

kelompoknya. Ada yang lebih senang belajar dari didri sendiri, ada

juga kelompok orang yang mau belajar dari orang lebih tua karena

faktor tradisi.

d. Faktor Personal

      

36

(43)

Ada sekelompok siswa yang senang belajar jika melihat sesuatu, ada

yang lebih senang belajar jika mendengar sesuatu misalnya radio. Ada

yang senang belajar duduk di depan meja tulis, ada yang sambil jalan

sekeliling ruangan. Ada yang melakukan tugas senang pagi, sebagian

lagi senang siang atau malam.

Faktor-faktor tersebut di atas sangat mempengaruhi hasil belajar

siswa, karena dalam proses pembelajaran siswalah yang menentukan

terjadi atau tidaknya suatu proses belajar. Untuk belajar siswa

masalah-masalah baik internal maupun eksternal. Jika siswa tidak dapat mengatasi

masalah tersebut, maka dia tidak belajar dengan baik.

Selain beberapa faktor di atas ada beberapa hal yang juga perlu

diperhatikan diantaranya adalah konsentrasi belajar. Konsentrasi belajar

merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan

perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses

memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu

menggunakan bermacam-macam strategi belajar. Selain konsentrasi

belajar, kebiasaan belajar juga dapat memepngaruhi hasil belajar. Dalam

kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik.

Kebiasaan tersebut antara lain, belajar pada akhir semester, belajar tidak

teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar dan lain-lain.

Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat dijumpai di berbagai

sekolah yang ada, baik di kota besar, kota kecil ataupun di pelosik desa.

Kemungkinan yang menjadi penyebab kebiasaan yang kurang baik ini,

karena ketidakmengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini

dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.

7. Laju Reaksi

a. Pengertian Laju Reaksi37

Adalah perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi tiap

satuan waktu. Reaksi kimia berlangsung dalam kecepatan yang

      

37

(44)

berbeda-beda. Misalnya peristiwa meledaknya bom atom berlangsung

dengan cepat. Sedangkan perkaratan besi berlangsung dengan lambat.

Setiap reaksi kimia mempunyai laju reaksi tertentu. Logam-logam

yang bereaksi dengan air memiliki laju yang berbeda-beda. Kalium,

logam yang sangat reaktif, bereaksi sangat cepat dengan air dingin.

Magnesium bereaksi lambat dengan air dingin.

Pada reaksi P Q, setiap saat konsentrasi P berkurang, sedangkan

konsentrasi Q bertambah. Dengan demikian reaksi dapat diartikan

sebagai:

- Berkurangnya konsentrasi pereaksi (P) tiap satuan waktu

- Bertambahnya konsentrasi hasil reaksi (Q) tiap satuan waktu

Keadaan ini dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi dengan

waktu sebagai berikut:

[ ] Kecepatan reaksi dapat dirumuskan:

P

atau

Q

0

b. Teori Tumbukan dan Energi Aktivasi38

Reaksi kimia terjadi karena tumbukan antara partikel-partikel

zat yang bereaksi. Namun tidak semua tumbukan antarmolekul

pereaksi akan menghasilkan zat hasil reaksi. Hanya tumbukan efektif

yang akan menghasilkan zat hasil reaksi. Keefektifan suatu tumbukan

bergantung pada posisi molekul dan energi kinetik yang dimilikinya.

Dalam reaksi kimia dikenal istilah energi aktivasi (energi

pengaktifan) yaitu energi kinetik minimum yang harus dimiliki

      

38

Sandri Justiana dan Muchtaridi, Chemistry For Senior High School, (Jakarta: Yudhistira, 2009), h. 108-130.

(45)

molekul-molekul pereaksi agar tumbukan antarmolekul menghasilkan

zat hasil reaksi.

Teori tumbukan dan energi aktivasi berguna untuk menjelaskan

faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Laju suatu reaksi kimia

dapat dipercepat dengan cara memperbesar harga energi kinetik

molekul atau menurunkan harga energi aktivasi.

1) Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi

Semakin besar konsentrasi semakin cepat reaksi berlangsung

(kecepatan reaksi makin besar). Hal ini disebabkan semakin besar

konsentrasi berarti jarak antarmolekul rapat/padat, sehingga

semakin banyak/mudah terjadi tumbukan yang menghasilkan

reaksi, akibatnya menjadi lebih cepat.

2) Pengaruh luas permukaan

Makin luas permukaan sentuhan semakin banyak kemungkinan

terjadinya tumbukan antarpartikel pereaksi sehingga makin cepat

reaksinya. Zat padat bentuk serbuk memiliki luas permukaan lebih

besar daripada bentuk kepingan, sehingga zat padat bentuk serbuk

bereaksi lebih cepat daripada bentuk kepingan.

3) Pengaruh suhu

Pada umumnya reaksi makin cepat bila suhu dinaikkan, makin

tinggi cepat gerak partikel-partikel pereaksi dan makin besar pula

energi kinetiknya. Sehingga banyak partikel-partikel pereaksi yang

memiliki energi yang mencapai energi pengaktifan akibatnya

reaksi makin cepat.

4)Pengaruh katalis

Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi di mana pada

akhir reaksi terbentuk kembali dengan jumlah yang tetap. Katalis

mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasi yaitu

energi minimum yang harus dimiliki agar reaksi dapat

berlangsung.

Gambar

Tabel 2.1   Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif  ..................  14
Gambar 2.1   Ilustrasi Kelompok Jigsaw  ....................................................
tabel berikut:
Tabel 2.3 Tingkat Penghargaan Kelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan kepada Pemerintah

Daftar Nama Peserta Didik Yang Melaksanakan Shalat Dhuha Madrasah Aliyah Al-Hikmah Bandar Lampung. No Nama

Suatu atom dikatakan tereksitasi (terbangkit) jika satu atau bebarapa electron mempunyai energi yang lebih besar dari tingkat energinya sendiri.. Dalam keadaan

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran

Apabila kredit justru menjadi tidak lancar (coll 4/diragukan) atau bahkan menjadi coll 5/macet) maka upaya yg terakhir bank adalah dengan non litigasi yaitu dengan

( Collide ) dengan enemy yang memiliki prioritas lebih tinggi dari hero maka hero tersebut dimasuk kan ke dalam penjara. Pada blok di tulis berupa

Asas kebiasaan Asas ini mengandung arti bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang telah secara tegas diatur dalam perjanjian tetapi juga mengikat

Untuk menambahkan data kelurahan, admin terlebih dahulu membuka halaman suseda lalu mengklik input data kelurahan dan kecamatan setelah itu pilih input data kelurahan