• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN STAD PADA KONSEP SISTEM KOORDINASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN STAD PADA KONSEP SISTEM KOORDINASI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN STAD PADA KONSEP SISTEM

KOORDINASI

A. Pemahaman Konsep

Menurut Thorpe (Sa’jidah 2006) belajar merupakan suatu perubahan nilai, kecakapan, sikap dan perilaku yang terjadi dengan usaha yang disengaja melalui suatu stimulus. Perubahan yang terjadi pada diri peserta didik dilihat dalam bentuk tanggapan atau respon terhadap stimulus tersebut. Gagne dan Trafers (Sa’jidah: 2006) mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan kecakapan baru yang terjadi karena adanya usaha yang disengaja.

“Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan” (Dahar, 1996: 79). Belajar akan sangat terhambat tanpa konsep. Pendidikan formal dapat dijalankan hanya dengan bantuan konsep (Nasution, 1988: 164). Konsep diperlukan untuk memperoleh dan mengkomunikasikan pengetahuan.

Menurut Ausubel (Dahar, 1996: 164) konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu pembentukan konsep dan asimilasi konsep. Pembentukan konsep mengikuti aturan. Suatu aturan diterapkan untuk menentukan kriteria dari konsep tersebut. Pembentukan konsep terutama merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak masuk sekolah. Setelah masuk sekolah, anak-anak diharapkan belajar banyak konsep melalui proses asimilasi konsep. Siswa harus

(2)

sudah memperoleh definisi formal dari suatu konsep untuk memperoleh konsep-konsep dari proses asimilasi.

Dalam proses ini, anak-anak diberi nama konsep dan atribut dari konsep itu. Ini berarti bahwa mereka akan belajar arti konseptual baru dengan memperoleh penyajian atribut-atribut ini dengan gagasan relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka (Ausubel dalam Dahar, 1996: 82).

Banyak atribut yang dipelajari dengan definisinya atau disebut juga konsep abstrak. Konsep yang berdasarkan definisi menyatakan hubungan yang sudah merupakan aturan (Nasution, 1988: 165). Syarat untuk memahami aturan konsep adalah memahami setiap konsep yang terdapat dalam aturan itu dan siswa dapat membedakannya dari konsep-konsep lain (Nasution, 1988: 167).

Ada tiga aspek pembelajaran yang dipaparkan oleh Bloom (Suhendri: 2008), yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Aspek afektif berhubungan dengan perkembangan emosi. Sedangkan aspek psikomotor berhubungan dengan keterampilan.

Guru hendaknya menentukan tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dari siswa (Dahar, 1996: 96). Jenis penilaian pemahaman konsep dapat berupa soal-soal yang mengacu pada taksonomi Bloom aspek kognitif berupa prosedur tertulis. Terdapat enam jenjang aspek kognitif, yaitu mengetahui (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6) (Anderson, 2001: 31).

Pada jenjang C1 (mengetahui) siswa dituntut untuk menyatakan kembali fakta atau konsep yang telah dipelajari. Pada jenjang C2 (memahami) siswa dituntut untuk mampu menangkap arti dari informasi yang diterima. Pada jenjang C3

(3)

(menerapkan), siswa mampu menggunakan prinsip atau metode pada situasi baru. Siswa dituntut mampu menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya pada jenjang C4 (menganalisis). Pada jenjang C5 (mengevaluasi) siswa dituntut mampu untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan. Dan pada jenjang C6 (mencipta) siswa dituntut untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu (Rustaman et al., 2003: 185).

Penilaian pemahaman konsep sangat diperlukan karena dari penilaian tersebut dapat diketahui penerimaan dan pemahaman konsep siswa (Sa’jidah, 2006). Hasil belajar dapat digunakan untuk menilai pemahaman konsep karena konsep terbentuk selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran, terjadi perilaku belajar pada pihak siswa dan pihak guru. Hal ini dikuatkan oleh pendapat yang dikemukakan para penganut Ilmu Jiwa Gestalt bahwa belajar merupakan perubahan perilaku dan pribadi secara keseluruhan (Makmun, 2005: 160).

Dollar dan Miller (dalam Makmun, 2005: 160) menyatakan bahwa ada empat hal yang mempengaruhi perilaku belajar, yaitu:

1. Adanya motivasi (drives), siswa harus menghendaki sesuatu (the learness

must want something);

2. Adanya perhatian dan mengetahui sasaran (cue), siswa harus memperhatikan sesuatu (the learness must notice something);

3. Adanya usaha (respone), siswa harus melakukan sesuatu (the learness must

do something).

4. Adanya evaluasi dan pemantapan hasil (reinforcement), siswa harus memperoleh sesuatu (the learness must get something).

(4)

B. Pembelajaran Kooperatif

Berbagai macam strategi belajar dapat diterapkan saat pembelajaran untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Selama pembelajaran, terjadi interaksi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Interaksi siswa dengan siswa akan lebih banyak ketika seorang guru menerapkan strategi belajar yang berpusat pada siswa.

Pada pembelajaran kooperatif, siswa berada dalam kelompok kecil yang didalamnya terjadi interaksi antar anggota kelompok. Keberhasilan kelompok ditunjang oleh setiap individu didalamnya, oleh karena itu setiap anggota harus berperan aktif. Walaupun melibatkan kelompok, namun belajar kooperatif berbeda dengan belajar kelompok. Menurut Lie (2007: 31) untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Setiap orang dalam satu kelompok memiliki tujuan yang sama, yaitu mendapatkan penghargaan. Anggota kelompok akan berbagi informasi agar semua memahami materi sehingga dapat meraih hasil yang maksimal. Setiap anggota kelompok berkontribusi untuk mendapatkan penghargaan. Pada akhirnya, terwujudlah saling ketergantungan positif antara setiap orang dalam satu kelompok.

Tanggung jawab perseorangan merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Tatap muka diterapkan agar siswa dapat saling berinteraksi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan para siswa untuk membentuk kerja sama yang

(5)

menguntungkan semua anggota. Komunikasi antara anggota harus terjalin dengan baik karena keberhasilan kelompok juga tergantung kepada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Evaluasi proses kelompok diperlukan agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan efektif.

Selain kelima unsur tersebut, menurut Mifflin (1998) ada unsur lain yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif, yaitu keheterogenan anggota kelompok, tujuan bersama, adanya interaksi, kontribusi perseorangan, kemampuan setiap orang, kesempatan yang sama untuk meraih keberhasilan, dan kompetisi antar tim. Kelompok yang dibentuk saat pembelajaran kooperatif adalah kelompok yang heterogen. Keheterogenan ini akan mendukung siswa lebih baik karena siswa yang memiliki kemampuan akademik yang rendah akan dibantu oleh siswa yang memiliki kemampuan akademik yang lebih tinggi. Seperti yang dikemukakan Dryden dan Vos (2000: 149) “untuk menuju proses belajar yang lebih baik seseorang harus mendapatkan pemandu yang antusias”.

1. Teams Games Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan. TGT memiliki beberapa keunggulan, diantaranya melibatkan aktivitas seluruh siswa, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Setiap pertemuan pada pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri atas empat tahapan, yaitu presentasi kelas, belajar kelompok, turnamen akademik, dan penghargaan

(6)

kelompok (Slavin, 2009: 170). Keempat tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut.

a. Presentasi kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dengan pengajaran langsung, ceramah, atau dengan cara audio visual. Saat presentasi kelas, siswa harus memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat bekerja kelompok dan saat turnamen akademik. Pada saat ini pula diterangkan kepada siswa mengenai permainan berupa turnamen akademik yang akan diadakan setelah presentasi kelas dan belajar kelompok selesai.

b. Kelompok

Kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, atau etnik. Belajar secara berkelompok berfungsi untuk lebih mendalami materi dan untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat turnamen akademik.

c. Turnamen

Turnamen adalah sebuah struktur permainan. Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.

Pada turnamen pertama, siswa dikelompokkan ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa yang tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya. Pembagian meja berdasarkan

(7)

prestasi ini tidak diketahui oleh siswa. Adapun skema pengaturan meja saat turnamen terdapat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Penempatan Meja Turnamen (Slavin, 2009: 168)

Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung pada skor yang didapat siswa pada turnamen sebelumnya. Pemenang tiap meja akan naik satu tingkat ke meja yang lebih tinggi, dan begitu pula sebaliknya.

Siswa yang mendapatkan skor terendah pada tiap meja akan turun satu tingkat ke meja yang lebih rendah. Hal ini disebut “bergeser tempat”. Pergeseran tempat ini ditentukan oleh guru. Skema “bergeser tempat” ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

A-1 A-2 A-3 A-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Turnamen 1 Meja Turnamen 2 Meja Turnamen 3 Meja Turnamen 4 B-1 B-2 B-3 B-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

C-1 C-2 C-3 C-4

(8)

Tim 1 ☺  

Tim 2

☺  

Tim 3

☺  

Tim 4

☺  

Tim 5

☺  

Gambar 2.2 Bergeser Tempat (Slavin, 2009: 179)

Keterangan gambar:

= siswa yang mendapat skor tertinggi

 = siswa yang mendapat skor sedang



= siswa yang mendapat skor terendah

d. Penghargaan Kelompok

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing kelompok akan mendapat “sertifikat” atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Kelompok mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good

Team” apabila rata-ratanya 30-40.

2. Student-Team-Achievement-Divisions (STAD)

Tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, pada setiap pertemuan terdiri atas empat

(9)

tahapan, yaitu pengajaran, belajar kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok (Slavin, 2009: 151). Keempat tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut.

a. Presentasi kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dengan pengajaran langsung, ceramah, atau dengan cara audio visual. Saat presentasi kelas, siswa harus memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena akan membantu siswa bekerja kelompok dan mengerjakan kuis dengan baik.

b. Kelompok

Kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik. Kelompok berfungsi untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat kuis.

c. Kuis

Setelah melaksanakan presentasi kelas dan belajar kelompok, masing-masing siswa akan mengerjakan kuis. Setiap siswa tidak diperkenankan membantu siswa lainnya. Nilai kuis tersebut akan menentukan skor setiap siswa dan nantinya akan dikumpulkan menjadi skor kelompok dan dirata-ratakan. Rata-rata skor kelompok inilah yang menentukan jenis penghargaan untuk kelompok tersebut.

d. Penghargaan kelompok

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang. Masing-masing kelompok akan mendapat “sertifikat” atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan oleh guru.

(10)

C. Alat Indera

1. Indera Penglihatan (Mata)

Mata berfungsi sebagai indera penglihatan. Berikut ini diuraikan mengenai lapisan bola mata dan kelainan yang dapat terjadi pada penglihatan.

a. Lapisan Bola Mata

Ada tiga lapisan yang membentuk bola mata, yaitu tunica fibrosa, tunica

faskulosa, dan tunica nervosa. Ketiga lapisan tersebut diuraikan berikut ini.

1) Tunica Fibrosa

Tunica fibrosa terdiri dari sklera. Lapisan sklera berwarna putih dan tidak

tembus cahaya. Lapisan sklera berfungsi melindungi mata dari lingkungan luar. Dipermukaan luar sklera dilapisi oleh konjungtiva yang membantu mempertahankan mata tetap lembab (Campbell, 2004: 239).

Lapisan sklera bagian depan yang transparan disebut kornea. Kornea mengandung banyak serabut syaraf dan tidak mengandung pembuluh darah (Kurnadi, 2001: 192). Kornea berfungsi melewatkan cahaya kedalam mata dan bertindak sebagai lensa yang tetap yang dapat merefraksi cahaya.

2) Tunica Vaskulosa

Tunica vaskulosa merupakan lapisan tengah bola mata yang terdiri dari koroid, iris, dan badan siliaris. Bagian-bagian tunica vasculosa diuraikan berikut ini.

a) Koroid

Lapisan koroid dibangun oleh jaringan ikat yang memiliki banyak pembuluh darah dan sejumlah sel pigmen. Lapisan koroid terletak disebelah dalam sklera.

(11)

b) Iris

Di bagian depan mata, lapisan koroid memisahkan diri dari sklera membentuk iris yang berfungsi sebagai diafragma. Bagian tengah iris yang berlubang disebut pupil. Melebar atau menyempitnya pupil diakibatkan kontraksi otot yang mengelilingi iris (Syamsuri, 2003: 75).

c) Badan siliaris

Dibelakang iris terdapat otot siliaris yang menentukan tebal tipisnya lensa. Menebal dan menipisnya lensa disebut akomodasi lensa mata. Didalam badan siliaris terdapat plexus choroideus yang menghasilkan aquous humor. Aquous

humor berada diantara kornea dengan lensa. Sedangkan cairan yang berada di

belakang lensa adalah vitreous humor. Vitreous humor ini berfungsi untuk mempertahankan tekanan di dalam bola mata agar bola tetap bundar (Kurnadi, 2001: 193).

3) Tunica Nervosa (Retina)

Lapisan ini sangat sensitif terhadap cahaya karena terdapat fotoreseptor. Fotoreseptor berupa sel batang dan sel kerucut. Sel kerucut jumlahnya sekitar 6 juta sel. Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan dalam membedakan warna.

Sel batang tidak mampu membedakan warna dan lebih sensitif terhadap cahaya daripada sel kerucut. Jumlahnya sekitar 125 juta. Sel batang berperan untuk melihat pada intensitas cahaya rendah, dan itu pun hanya dalam warna hitam putih (Campbell, 2004: 240).

Fotoreseptor berhubungan dengan badan-badan sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai otak. Pada lapisan retina

(12)

yang dilewati urat saraf tidak terdapat fotoreseptor sehingga tidak peka terhadap cahaya. Daerah tersebut dinamakan bintik buta (Syamsuri, 2003: 76).

Untuk memperjelas mengenai bagian-bagian mata, pada gambar 2.3 ditunjukkan struktur mata.

Gambar 2.3 Struktur Indera Penglihatan (www.ohiovalleyeye.com)

b. Kelainan pada Mata

Hipermetrop disebabkan lensa mata tidak dapat mencembung atau bola mata terlalu pendek sehingga benda jatuh dibelakang retina. Penderita hipermetrop ditolong dengan lensa cembung. Miop disebabkan lensa mata terlalu cembung atau bola mata terlalu panjang sehingga bayangan benda jatuh di depan retina. Penderita miop ditolong dengan lensa cekung. Presbiop disebabkan elastisitas

Keterangan gambar: 1.kornea 2. aqueous humor 3. pupil 4. iris 10. fovea centralis 11. bintik buta 12. saraf penglihatan 13. arteri 14. vena 5. lensa 6. sklera 7. badan siliaris 8. vitreous humor 9. retina

(13)

lensa mata berkurang karena usia tua. Penderita presbiop ditolong dengan lensa rangkap. Astigmatisma disebabkan permukaan lensa tidak sama. Penderita ditolong dengan lensa silindris (Syamsuri, 2003: 75-77).

2. Indera Pendengaran (Telinga)

Telinga berperan sebagai indera pendengaran. Berikut ini diuraikan mengenai bagian-bagian telinga, proses mendengar, dan kelainan yang dapat terjadi pada indera pendengaran.

a. Bagian telinga

Telinga terdiri dari telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Ketiga bagian tersebut akan diuraikan berikut ini.

1) Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas daun telinga dan saluran auditoris. Daun telinga berfungsi untuk menerima dan mengumpulkan suara yang masuk (Syamsuri, 2003: 79). Saluran auditoris berfungsi untuk menyalurkan suara ke membran timpani (Campbell, 2004: 245).

2) Telinga tengah

Pada telinga tengah terdapat membran timpani yang berfungsi untuk meneruskan getaran ke tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang telinga tengah terdiri atas tiga macam, yaitu tulang martil, landasan, dan sanggurdi. Rangkaian tulang pendengaran ini berfungsi untuk mengalirkan getaran suara dari membran timpani menuju ke rongga telinga dalam (Syamsuri, 2003: 80).

(14)

Telinga tengah merupakan rongga yang berhubungan dengan faring melalui saluran eustachius. Saluran eustachius berfungsi menjaga keseimbangan tekanan udara pada telinga tengah dan atmosfer.

3) Telinga dalam

Bagian telinga dalam yang terlibat dalam pendengaran adalah koklea. Koklea terdiri atas tiga ruangan, yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala timpani mengandung cairan yang disebut perilimfe. Sedangkan skala media mengandung cairan yang disebut endolimfe. (Syamsuri, 2003: 80)

Pada telinga dalam terdapat organ keseimbangan yang terdiri atas utrikulus, sakulus, dan saluran semisirkuler. Utrikulus dan sakulus berperan dalam keseimbangan statis. Sedangkan saluran semisikularis berperan dalam keseimbangan dinamis (Latifah, 1996: 220). Pada Gambar 2.4 ditunjukkan struktur telinga untuk memperjelas bagian-bagian telinga.

Gambar 2.4 Struktur Indera Pendengaran (www.nlm.nih.com)

(15)

b. Proses mendengar

Gelombang bunyi dikumpulkan oleh daun telinga dan masuk ke dalam saluran auditoris dan akhirnya menggetarkan membran timpani. Getaran ini diteruskan ke dalam telinga tengah melalui tulang-tulang pendengaran. Getaran diteruskan ke telinga dalam melalui jendela oval dan menggetarkan cairan perilimfe yang terdapat di skala vestibuli.

Getaran itu akan menggetarkan cairan endolimfe dalam skala media. Sehingga sel rambut yang terdapat pada organ korti menggosok membran tektorial, lalu terjadilah rangsangan yang akan dikirim kepusat pendengaran didalam otak melalui saraf sensori.

c. Kelainan pada Telinga

Tuli merupakan salah satu bentuk kelainan pada telinga. Terdapat dua macam tuli, yaitu tuli konduktif dan tuli syaraf. Tuli konduktif disebabkan karena gangguan transmisi suara ke dalam koklea, misalnya karena menumpuknya kotoran telinga atau karena nanah yang memenuhi telinga tengah. Tuli syaraf disebabkan adanya kerusakan pada koklea, organ korti, ataupun syaraf ke VIII.( Kurnadi , 2001: 201) Keterangan gambar: 1. Daun telinga 2. Saluran telinga 3. membran timpani 4. tulang martil 5. tulang landasan 6 tulang sanggurdi 7. saluran eustachius 8. koklea 9. saluran semisirkuler 10. saraf pendengaran

(16)

3. Indera Peraba (Kulit)

Kulit memiliki reseptor untuk sentuhan (Meissner), tekanan (Paccini), dingin (Krause), panas (Ruffini), sakit (serabut saraf telanjang) (Pratiwi, 2006: 208). Letak reseptor-reseptor tersebut kebanyakan di lapisan dermis, hanya serabut saraf telanjang yang terdapat di epidermis. Disebut serabut saraf telanjang karena tidak memiliki korpuskula. Struktur kulit digambarkan pada gambar 2.5 berikut ini.

Gambar 2.5 Struktur Indera Peraba (Pratiwi, 2006: 209)

4. Indera Pengecap (Lidah)

Di permukaan lidah banyak terdapat tonjolan kecil disebut papilla. Pada lidah terdapat tiga papilla pengecap, yaitu papilla filiformis (berbentuk benang) yang tersebar diseluruh permukaan lidah, papilla circum valata (berbentuk V terbalik) yang terdapat di belakang lidah, dan papilla fungiformis (berbentuk seperti jamur) yang terdapat pada bagian sisi lidah dan ujung lidah (Kurnadi, 2001: 181).

Pada papilla-papilla tersebut, terdapat kuncup pengecap, yaitu sel-sel epithelium yang telah termodifikasi yang diorganisasikan menjadi kuncup

Keterangan gambar:

1. Ruffini 2. Meissner

4. Serabut saraf telanjang

5. Krause 6. Pacini

(17)

pengecap (Campbell, 2004: 250). Kuncup pengecap dapat membedakan empat macam rasa, yaitu rasa manis, asin, asam, dan pahit. Kuncup yang peka terhadap manis banyak terdapat di ujung lidah, kuncup yang peka terhadap rasa asin banyak berkumpul di tepi depan kanan kiri lidah, kuncup yang peka terhadap rasa asam banyak berkumpul ditepi belakang kanan lidah, dan kuncup yang peka terhadap rasa pahit banyak terdapat di pangkal lidah (Syamsuri, 2003: 83).

Rasa-rasa lain, seperti teh dan pedas, disebabkan campuran dari rasa pengecap dan rasa pembau pada hidung. Sehingga jika terjadi gangguan fungsi pembau, seseorang sering mengeluh kehilangan rasa makanan.

5. Indera Pembau (Hidung)

Struktur indera pembau terdiri dari sel–sel penyokong berupa sel-sel epitel dan sel-sel pembau yang berfungsi sebagai reseptor. Pada sel pembau terdapat tonjolan ujung dendrit yang berupa rambut (Kurnadi, 2001: 183). Untuk memperjelas struktur organ hidung, pada Gambar 2.6 ditunjukkan bagian-bagiannya.

Gambar 2.6 Struktur Indera Pembau (Pratiwi, 2006: 210)

(18)

Molekul yang larut dalam air dan lemak akan larut dalam selaput lendir yang melapisi rongga hidung. Kemudian terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit dan timbul impuls yang dijalarkan ke saraf olfaktorius yang akhirnya ditafsirkan sebagai bau (Latifah, 1996: 225).

D. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai pembelajaran kooperatif tipe TGT atau pun STAD telah dilakukan oleh peneliti lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Christini (2005: 65) pembelajaran tipe TGT mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Christini menerapkan pembelajaran tipe TGT pada konsep alat optik. Damanik mengemukakan (2007: 58) bahwa TGT dapat meningkatkan pemahaman siswa pada pokok bahasan larutan elektrolit.

Peneliti Pendidikan Biologi yang meneliti pembelajaran kooperatif tipe TGT atau STAD menemukan beberapa keunggulan dari pembelajaran kooperatif ini. Menurut Pujiastuti (2007: 68), pembelajaran TGT meningkatkan penguasaan konsep siswa. Pujiastuti menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada konsep sistem indera. Hartin (2008: 78) menyatakan pembelajaran STAD meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep peredaran darah. Menurut Yuartini (2005: 87), setelah siswa mendapat perlakuan dengan pembelajaran kooperatif

Keterangan Gambar: 1. Hidung 2. Tulang rawan 3. Tulang nasal 4. Sinus frontal 5. Saraf olfaktori 6. Sinus sfenoidal 7. Nasofaring 8. Tonjolan olfaktori 9. Akson 10. Sel pembau 11. Silia 12. Lendir 13. Sel penyangga

(19)

tipe STAD, terdapat perbedaan signifikan terhadap hasil belajar dan kemampuan berkomunikasi siswa pada konsep gerak tumbuhan.

Gambar

Gambar 2.1 Penempatan Meja Turnamen  (Slavin, 2009: 168)
Gambar 2.2 Bergeser Tempat  (Slavin, 2009: 179)
Gambar 2.3 Struktur Indera Penglihatan  (www.ohiovalleyeye.com)
Gambar 2.4 Struktur Indera Pendengaran  (www.nlm.nih.com)
+3

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH SUMBER BELAJAR TERHAD AP PRESTASI BELAJAR SISWA PAD A MATA PELAJARAN PROD UKTIF AD MINISTRASI PERKANTORAN KELAS X D I SMK PGRI 1 TANGERANG TAHUN AJARAN

Mereka yang menentang pun pada akhirnya akan tersisih dari masyarakat dan mengalami berbagai bentuk diskriminasi gender, seperti halnya yang dialami oleh Gin.. Ada berbagai

Analisa Data Pengukuran Kadar β-karoten pada Sup Krim Labu Kuning Instan. Uji Normalitas Kadar

Di dalam fenomena tersebut tampaklah bahwa praktek pendidikan umum yang diselenggarakan belum mengembangkan?. potensi anak didik secara menyeluruh dan utuh, serta tidak

U konačnici, može se reći kako temeljni predmet istraživanja obuhvaća definiranje veza između poslovne krize, odnosno njenog utjecaja na zaposlenike na primjeru

terdapat beberapa parameter yang harus diisi dengan teliti. Seperti contohnya pada Symbol Period , nilai harus sama dengan periode bit yang berasal dari sumber. BER diukur

[r]

Sejak tahun 1976, kerja sama yang dilakukan ASEAN telah mencakup program pemberian preferensi perdagangan, joint ventures, ekspor impor komoditas pangan dan energi, dan dalam