Hubungan Tingkat Stres Kerja Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung
Kurnia1, Nur Intan Hayati HK.1* & Linda Hotmaida1
1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung
Abstrak
Intensive care unit ( ICU) adalah unit perawatan khusus untuk merawat pasien yang kritis. Beban kerja tinggi, pasien kritis, rasio perawat pasien 1:2 dengan terpasangnya alat kesehatan canggih menjadi sumber yang menyebabkan kelelahan dan stress dalam kerja. Tujuan penelitian ini mengukur hubungan tingkat stress kerja dengan tingkat kelelahan kerja perawat ICU. Metode penelitian ini deskritif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 33 perawat ICU. Instrumen yang digunakan adalah Depression Anxiety and Stress scale (DASS 42) dan alat kelelahan kerja Reaction Timer merk Lakassidaya L-77. Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir seluruh responden berada pada tingkat kelelahan ringan 28 (84,8%), dan tingkat stress kerja perawat ICU sebagaian besar berada pada tingkat ringan 19 (57,6%). Secara statistik tingkat kelelahan dengan tingkat stress kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai p-value 0,105 ( p < α (0,05) kategori tingkat stress kerja yang ringan dan tingkat kelelahan ringan ini dapat disebabkan oleh perawat ICU mempunyai sumber coping yang terdapat dari individu seperti umur, tingkat pendidikan dan lama kerja sehingga perawat ICU adaptif terhadap stresor, Sehingga perlu peningkatan jenjang pendidikan, mempertahankan perawat yang ada dan penambahan jumlah tenaga sesuai beban kerja agar tidak menjadi kelelahan.
Kata kunci: Tingkat Stres, Tingkat Kelelahan, ICU
Abstract
Intensive care unit ( ICU) is a special unit for critically ill patients. High workload, critically ill patients, high technology equipment, and patient nurse ratio 1:2, can be the source of burnout and stress in workplace. The Purpose of this research is to measure stress levels and burnout levels of ICU nurses. The method that is used is descriptive correlation with cross sectional study. The samples are 33 ICU nurses. The Questionnaires used are Depression Anxiety and Stress scale (DASS 42) and burnout tolls by Lakassidaya’s L-77 Reaction Timer. The results showed that most respondents have mild burnout 28 of 33 respondents (84.8%), and there is 19 of 33 respondents have mild level of stress (57.6%). Statistically there is not any significant correlation between burnout levels and stress levels showed with p value 0.105 (p < α 0.05). Mild stress and burnout levels can be affected by individual coping mechanisms, age, level of education, and length of time working in ICU. Recommendations of this research are improvement of nurse education and increase nurse staffing levels to prevent burnout.
Pendahuluan
Rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang terdiri dari berbagai profesi kesehatan, fasilitas diagnostic dan terapi dalam sistem yang terkoordinasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Siregar & Amalia, 2003). Fasilitas peningkatan derajat kesehatan yang ada dirumah sakit salah satunya adalah Intensive Care Unit (ICU) (Depkes, 2006).
ICU adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien kritis, yang mengalami cedera dengan penyulit yang mengancam jiwa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih, dan didukung dengan peralatan kesehatan khusus (Hanafie, 2007). Tim kesehatan yang dibutuhkan di ICU terdiri dari dokter dan perawat ICU yang sudah mendapakan pelatihan khusus, seperti basic Life Support (BLS) dan
Advanced Cardiac Life Support
(ACLS) (Depkes, 2006). Kriteria standar pelayanan ICU salah satunya adalah memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat pelatihan ICU (Hanafie, 2007) dan rasio perawat ICU dengan pasien adalah 1 : 1 (Elliot, aitken & Chaboyer, 2012).
Perawat ICU mempunyai peran yang berbeda dengan perawat yang bekerja di unit lain, karena perawat ICU harus memiliki pengetahuan dan keahlian khusus, meliputi kemampuan menangani
kondisi pasien yang kritis, bekerja dengan cepat, tepat, teliti dan cermat dalam mengobservasi dan menilai
keadaan umum pasien yang
cenderung fluktuatif, dan
bertanggungjawab untuk
mempertahankan homeostatis pasien untuk melewati kondisi kritis (Meltzer & Hucbay, 2004).
Kondisi pasien ICU yang kritis (mengancam nyawa) dan hemodinamik tidak stabil dapat menjadi sumber stresor bagi perawat ICU. Serta lingkungan kerja yang banyak alat canggih dan bunyi bising dari mesin alat kesehatan yang ada di ICU juga dapat menjadi pemicu stres (Widyasari, 2002).
Stres adalah psikososial dari tubuh terhadap tekanan atau beban mental yang dialami seseorang dalam kehidupannya (Hawari, 2010). Stress dapat menggangu seseorang untuk beradaptasi terhadap lingkungan,
mempengaruhi aktivitas dan
pekerjaannya. Terdapat banyak jenis stres dalam kehidupan seseorang, dan salah satunya adalah stres kerja.
Stres kerja adalah
ketengangan yang dengan mudah muncul akibat kejenuhan yang timbul dari beban kerja yang berlebihan (Wijono, 2007). Ada beberapa dampak dari stres kerja menurut Sulsky dan Smith (2010) diantaranya gejala psikologis, kognitif, perilaku dan fisik. Dampak stress kerja yang sangat mengganggu dapat menurunkan imunitas tubuh (Kozier, 2010). Jika kesehatan terganggu maka akan mempengaruhi kinerja dan kualitas kerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan Mealer (2007) di Amerika tentang perbandingan tingkat stres perawat ICU dan perawat umum didapatkan hasil dari 230 perawat ICU terdapat 54 orang (24%) perawat ICU yang mengalami post traumatic stress
disorder (PTSD), sedangkan dari 121
responen perawat umum didapatkan 17 orang (14%) yang mengalami PTSD.
Penelitian lain yang
dilakukan Supardi (2007) tentang stres kerja dan beban kerja perawat di RS Putri hijau Medan dengan
jumlah sampel 83 perawat
didapatkan hasil, yaitu tingkat stres ringan 21,7%, stres sedang 62,7% dan stres berat 15, 7%
Menurut Meltzer & Huckabay (2004) yang menyatakan bahwa sumber stress kerja bagi perawat adalah konflik dengan atasan dan manajeman, banyaknya tuntutan dari keluarga klien dan beban kerja yang tinggi yang menyebabkan terjadinya kelelahan.
Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja (Suma’mur, 2009). Menurut Eko Numianto (2003) kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja, hal ini akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja terutama dirumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 Desember 2014 - 8 Januari 2015 di Rumah Sakit
Immanuel didapatkan perawat ICU yang cuti sakit pertahun sebanyak 18 orang dari jumlah total perawat 36 orang dan jumlah kunjungan perawat ICU yang sakit ke poliklinik rata-rata 3 orang perbulan, serta perawat ICU rata-rata absensi keterlambatan hampir 15 menit perbulan bahkan ada yang terlambat datang hampir tiap hari kerja (Sumber : Personalia SDM Rumah Sakit Immanuel, 2014).
Hasil dari wawancara
Perawat ICU Rumah Sakit Immanuel mengatakan rasio perawat dengan pasien diruangan ICU adalah 1 : 2 terkadang 1 : 3 dengan kondisi pasien yang hemodinamik tidak stabil dan terpasang banyak alat kesehatan (ventilator, monitor, infuse
pump, syringe pump) ditambah
dengan tanggung jawab pembuatan laporan harian dan biling system atau memasukan jasa tindakan dan visite dokter, serta ungkapan perawat ICU dari 5 perawat 3 perawat mengatakan sering merasa jenuh dan monoton dengan kondisi pasien yang kritis (tidak sadar dan hemodinamik tidak stabil) dan juga banyak alat kesehatan yang canggih, mengeluarkan bunyi (bising) dari monitor (alat pengukur hemodinamik
pasien), perawat ICU juga
mengungkapkan sering terjadi tekanan baik tuntutan dari atasan maupun komplain dari keluarga
pasien, serta perawat
mengungkapkan sering mengalami pegal-pegal badan.
Berdasarkan data yang ditemukan diatas ada perbedaan
antara fakta dilapangan dengan teori, perbandingan perawat ICU dengan pasien 1:2, kejenuhan dan monoton menghadapi pasien kritis, bising dari alat kesehatan yang ada di ruang ICU, tuntutan dari atasan, konflik dengan teman sejawat, komplain dari keluarga pasien ini merupakan sumber stressor yang dapat menyebabkan stres kerja bagi perawat ICU, secara teori stress memiliki konsekwensi negative terhadap kesehatan dan proses berpikir sehingga menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Jumlah cuti sakit dan kunjungan perawat ICU ke poliklinik serta angka keterlambatan perawat ICU yang sering terlambat ini juga merupakan masalah, penurunan kondisi merupakan respon tubuh. Maka berdasarkan masalah yang ada peneliti tertarik untuk melakukan penelitian bagaimanakah tingkat stress kerja dan tingkat kelelahan kerj perawat ICU serta apakah ada keterkaitan antara stress kerja dengan kelelahan kerja.
Berdasarkan uraian diatas maka judul dari penelitian ini adalah
“ Hubungan tingkat stres kerja dengan tingkat kelelahan kerja perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung”.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional.
Sampel Penelitian
Pada penelitian ini sampel adalah perawat ICU yang berjumlah 33 responden, Adapun kriteria inklusi sepel sebagai berikut:
a. Perawat ruang ICU
Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a. Perawat ICU yang tidak bersedia menjadi responden b. Perawat ICU yang sedang
cuti
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang ICU Rumah sakit Immanuel Bandung.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015.
Alat Pengumpulan Data a. Tingkat Stres Kerja
Tingkat stres diukur dengan
menggunakan instrumen
Deperession Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42). Penelitian ini mencari
tingkat stres pada perawat ICU,
sehingga peneliti hanya
menggunakan pertanyaan stres berjumlah 14 item. Instrumen berbentuk skala likert dengan total skor 42. Untuk jawaban tidak pernah diberi skor 0, kadang-kadang diberi skor 1, sering diberi skor 2, dan sangat sering diberi sekor 3.
b. Kelelahan Kerja
Alat ukur kelelahan kerja ini dengan menggunakan metode uji psikomotor (Psikomotor test), alatnya yaitu: Reaction Timer merk Lakassidaya L-77, satuan dalam milidetik, skala pengukuran ordinal.
Uji Validitas
Uji validitas pada instrumen stres kerja (DASS 42) dan instrumen
kelelahan (Reaktion Timer
Lakassidaya L77). Kedua instrument ini sudah uji validitas konstruk ( Contruct validity) dan validitas isi (Content validity) dengan pakarnya Dr. Gurdani Yogisusanti, S.KM., M.Sc dan Antonius Ngadiran, S.Kep., Ners., M.Kep dengan hasil instrument stress kerja koefisien validitas isi (KVI) antara kedua rater (pakar) didapatkan nilai 1, jadi kuesioner memenuhi syarat dan dapat dipakai untuk penelitian dan
alat kelelahan kerja hasil kalibrasi nya adalah Untuk pengujian reliabilitas alat dilakukan dengan metode Test Retest dan hasil reliabilitas test : 0.89
Analisa Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi-square Untuk menentukan hubungan antara variabel bebas dan terikat menggunakan p-value.
Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dari hasil pengambilan data dari jumlah sampel 33 responden dilihat dari distribusi : umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, status
perkawinan dan Lama kerja dapat dilihat pada tabel distribusi sebagai berikut :
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi Prosentase
1. Umur : a. 20 – 40 Tahun 26 78,8% b. 41 – 65 Tahun 7 21,2% c. > 65 Tahun - - 33 100% 2. Jenis Kelamin a. Perempuan 20 60,6% b. Laki-laki 13 39,4% 33 100% 3. Tingkat Pendidikan a. D III Keperawatan 22 66,6% b. S 1 Keperawatan 11 33,4% 4. Status Perkawinan a. Belum Kawin 7 21,2% b. Kawin 26 78,8% 33 100% 5. Lama Kerja a. 1 – 5 Tahun 6 18,2% b. 6 – 10 Tahun 15 45,5% c. > 10 Tahun 12 36,3% 33 100%
2. Tingkat Kelelahan Perawat ICU di Rumah Sakit Immanuel Bandung
Hasil dari penelitian kelelahan perawat ICU sebagai berikut :
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Tingkat Kelelahan Perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Variabel Tingkat Kelelahan Frekuensi %
Kelelahan Kerja
Ringan 28 84,8%
Sedang 3 9,1%
Berat 2 6,1%
Total 33 100%
Berdasarkan tabel 2 hasil analisa interpretasi data diatas menunjukan bahwa dari sampel 33 responden perawat ICU didapatkan hampir seluruh dari responden tingkat kelelahan kerja kategori
ringan berjumlah 28 orang (84,8%), sebagian kecil dari responden dengan kategori tingkat kelelahan sedang berjumlah 3 orang (9,1%) dan kategori tingkat kelelehan berat berjumlah 2 orang (6,1%).
3. Tingkat Stres Kerja Perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Penelitian stress kerja pada perawat ICU dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Kerja Perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Variabel Tingkat stres Frekuensi %
Stres Kerja
Ringan 19 57,6%
Sedang 11 33,3%
Berat 3 9,1%
Total 33 100%
Berdasarkan tabel 3 hasil analisa interpretasi data diatas menunjukan bahwa sebagain besar dari responden ICU dari 33 (100%) mengalami stress kerja dengan kategori stress ringan 19 orang responden (57,6%), dan hampir
setengahnya dari responden ICU dengan kategori stres kerja sedang berjumlah 11 orang responden (33,3%), sebagain kecil dari rsponden kategori stress kerja berat pada perawat ICU berjumlah 3 orang responden (9,1%)
4. Hubungan tingkat kelelahan kerja dengan tingkat stress kerja perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung
Hasil penetian dari kedua variabel stress kerja dan kelelahan kerja dengan hasil dari program komputer didapatkan hasil interprestasi seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 4
Hubungan Tingkat stress kerja Dengan Tingkat Kelelahan kerja perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Stress Kerja Tingkat Kelelahan Total p-value
R S B Ringan 17 1 1 19 0,105 60,70% 33,30% 50,00% 57,60% Sedang 10 1 0 11 35,70% 33,30% 0,00% 33,30% Berat 1 1 1 3 3,60% 33,30% 50,00% 9,10% Total 28 3 2 33 100% 100% 100% 100%
Berdasarkan tabel 4 diatas hasil pengolahan data dengan
program komputer didapatkan hasil nilai p-value 0,105, dimana nilai
p-value > alfa (0,05) mempunyai arti bahwa hipotesis nol gagal ditolak atau uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan di antara tingkat stress kerja dengan tingkat kelelahan kerja perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data statistik dari hasil yang didapatkan setalah melakukkan pengambilan penelitian pada perawat ICU Rumah Sakit
Immanuel Bandung. Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih mendalam mengenai hubungaan antara tingkat stress kerja dengan tingkat kelelahan kerja maka akan dilakukan pembahasan berdasarkan hasil data kuantitatif yang akan ditunjang dengan landasan teoritis dalam penelitian ini :
1. Kelelahan kerja perawat ICU
Rumah Sakit Immanuel
Bandung
Berdasarkan Hasil dari penelitian kelelahan kerja perawat
ICU Rumah Sakit Immanuel
didapatkan hampir seluruh dari responden perawat ICU dengan kategori tingkat “ringan” sebanyak 28 orang responden (84,6%), kategori kelelahan kerja tingkat “sedang” sebanyak 3 orang (9,1%), sedangkan perawat dengan kategori tingkat kelelahan “berat” sebanyak 2 orang (6,1%) dan hasil observasi peneliti tidak ditemukan tanda-tanda
dari responden mengalami
kekurangan hemoglobin ini
dibuktikan dari hasil analisa konjungtiva dari semua responden.
Kelelahan merupakan
mekanisame perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan (Suma’mur, 1996). Menurut Tawaka (2004) Kelelahan menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Bila kelelahan kerja terjadi maka akan menimbulkan penurunan kinerja dan menambah tingkat
kesalahan kerja, meningkat
kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja (Eko Numianto, 2003).
Hasil penelitian yang didapat dari perawat ICU secara umum berada pada kategori tingkat kelelahan ringan ini disebabkan sumber coping dari perawat ICU seperti dilihat dari karakteristik umur, dari data yang didapatkan perawat ICU hampir seluruh dari responden berkisar 20-40 tahun yaitu 26 orang (78,8%), ini menunjukan bahwa perawat ICU berada pada usia dewasa tengah dimana menurut Siagian (2001) Umur berhubungan
dengan tingkat kedewasaan,
kematangan jiwa dan kemampuan dalam melaksanakan tugasnya. dan juga pada masa ini menurut Rahayu (2012) merupakan masa usia produktif dimana karakteristik perkembangannya pada masa ini stabilitas mulai timbul dan meningkat, citra diri dan sikap
pandang lebih realitas, menghadapi masalah secara matang dan perasaan menjadi lebih tenang, sehingga yang terjadi pada perawat ICU lebih dapat meminimalisir beban kerja.
Dilihat dari karakteristik lama kerja, hampir setengah dari responden perawat ICU dengan masa kerja antara 6-10 tahun sebanyak 15 orang (45,5%) Pengalaman kerja yang lebih lama akan meningkatkan keterampilan seseorang dalam
bekerja, semakin mudah
menyesuaikan dengan pekerjaannya,
sehingga semakin mampu
menghadapi tekanan dalam bekerja (Erns, Franco, Messmer & Gonzalez, 2004).
Dilihat selama observasi dan penelitian manajemen perawat ICU dengan rasio antara perawat dan pasien yang terkadang 1:2 tapi dengan keterampilan yang dimiliki serta kecekatan dan respon yang cepat tanggap terhadap situasi ruangan dan kerjasama tim perawat ICU berjalan sehingga bekerja saling berkesinambungan sehingga perawat ICU dapat menggunakan tenaga dengan sangat efisien tapi tidak mengurangi dalam memberikan asuhan keperawatan, Tingkat kelelahan ringan ini juga didukung dari fasilitas ruang ICU dengan adanya kursi perawat disamping pasien ini mengurangi tingkat kelelahan karena setelah observasi perawat bisa memantau pasien dengan sambil duduk didepan bed pasien dan juga jarak antara pasein dan perawat ICU sangat dekat karena sistem ruangan ICU menggunakan
central ners station sehingga dapat meminimalkan angka kelelahan.
Analisa dari alat reaktion timer yang digunakan peneliti dengan menggunakan rangsang cahaya hanya satu warna (hijau) ini memberi dampak bagi responden lebih konsentrasi dan responsive terhadap rangsangan cahaya yang diberikan sehingga mempengaruhi hasil penelitian.
Hasil penelitian terhadap perawat ICU selain mendapatkan hasil dengan kategori tingkat kelelahan ringan juga mendapatkan hasil dengan kategori sedang dan berat, menurut tawaka (2004) bahwa kelelahan menunjukan kondisi yang berdeda-beda dari setiap individu, tapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Bila dilihat dari kategori pasien ICU dengan kategori III dengan ketergantungan pasien yang memerulukan waktu 5-6 jam/hari dimana semua kebutuhan pasein dibantu. ini menjadi problem karena kelelahan dapat mempengaruhi kualitas hasil kerja dan dapat menimbulkan angka kecelakaan kerja jadi perlu penangan lebih lanjut dengan menambah jumlah tenaga sesuai dengan ketentuan standar pelayanan ICU menurut Depkes (2003) jumlah ketenagaan (rasio) perawat dengan pasien 1 : 1, jadi ini akan mengurangi dan meminimalisir angka kelelahan.
2. Tingkat stress kerja perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada perawat ICU didapatkan sebagian besar dari responden berada pada kategori stress kerja ringan sebanyak 19 orang responden (57,6%) dari jumlah 33 responden dan yang mengalami stress kerja sedang sebanyak 11 orang responden (33.3%) sedangkan perawat yang mengalami stress berat sebanyak 3 orang responden (9,1%).
Stress kerja adalah kombinasi dari sumber-sumber stress pada pekerjaan, karakteristik individu, dan stressor ekternal organisasi (Greenberg, 2004). Stress kerja terjadi karena adanya interaksi dari karyawan dengan kondisi dan lingkungan kerja. Lingkungan pekerjaan bisa menjadi sumber atau stressor kerja (widyasari,2002).
Dampak dari stres ini akan menimbulkan seseorang mengalami gangguan kesehatan, menurunkan imunitas (Kozier, 2010). Ada tiga tingkatan stres diantaranya stress ringan, sedang dan berat (Potter & Perry, 2005). Perawat ICU dikategorikan tingkat stress kerja secara umum mengalami stress ringan. Hasil penelitian dari Jusmiar (2012) didapatkan gambaran dari tingkat stress perawat ICU R S Darmais didapatkan hasil perawat secara umum megalami stress sedang, ini terbalik dengan hasil penelitian saya dengan mendapatkan hasil perawat ICU dengan katagori stress kerja ringan, ini disebabkan
dilihat dari karakteristik individu seperti umur hampir seluruh dari responden usia perawat ICU berada pada kisaran umur 20-40 tahun sebanyak 26 orang. Menurut Rahayu (2012) pada usia 20-40 tahun merupakan masa usia produktif
dimana karakteristik
perkembangannya pada masa ini stabilitas mulai timbul dan meningkat, citra diri dan sikap pandang lebih realitas, menghadapi masalah secara matang dan perasaan menjadi lebih tenang, sehingga perawat ICU dapat meminimalisir tingkat stres kerja.
Karakteristik tingkat
pendidikan perawat ICU sebagian besar adalah DIII Keperawatan 22 orang (66,6%). Dimana menurut Siagian (2001) Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap daya kritik dan daya nalar, sehingga individu
semakin mampu untuk
menyelesaikan masalah, mengatasi tekanan atau beban kerja yang dihadapi. Jadi dengan tingkat pendidikan merupakan sumber coping, Dilihat dari status perkawinan perawat ICU hampir seluruh responden berstatus kawin dengan jumlah 26 orang (78,8%). Status perkawinan mempunyai hubungan dengan tanggung jawab dan kinerja. Menurut Robbins (2003) bagi pegawai yang sudah menikah pekerjaan menjadi hal yang lebih utama dibandingkan dengan yang belum menikah. Individu yang sudah menikah jika mendapat dukungan dari keluarga, ada pasangan untuk tukar pikiran dan berbagi masalah
pekerjaanya, tentunya dapat mengurangi stress ditempat kerja.
Karakteristik responden perawat ICU dilihat dari lama kerja hampir seluruh responden dengan pengalaman kerja antara 6-10 tahun ini memberikan coping buat perawat ICU karena dengan pengalaman kerja yang lama diruang ICU akan
memberikan pengalaman bagi
perawat dalam menghadapi masalah. Selain hasil kategori stres kerja
ringan juga perawat ICU
mendapatkan hasil dengan kategori stress sedang dan berat ini menjadi problem karena stress sedang dan berat akan mempengaruhi proses dalam kerja. Maka perlu penanganan untuk meminimalisir stress ini dengan mengadakan pelatihan yang berhubungan dengan manajemen ruang ICU.
3. Hubungan tingkat stress kerja
dengan tingkat kelelahan
kerja perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung
Hasil penelitian mencari hubungan antara tingkat stress kerja dengan tingkat kelelahan kerja didapatkan dari hasil program komputer sebagai berikut : p-value 0,105 dimana nilai p-value < alfa (0,05) mempunyai arti bahwa hipotesis nol ditolak atau tidak memiliki hubungan yang signifikan.
Secara teori Sikap negative terhadap, perasaan terhadap atasan
atau lingkungan kerja
memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur, 2009), jadi ada saling keterkaiatan
antara stress kerja dengan kelelahan kerja. Akan tetapi hasil yang didapatkan dilapangan setelah penelitian dan pengolahan data menggunakan program komputer antara stress kerja dengan tingkat kelelahan perawat ICU di Rumah
Sakit Immanuel Bandung
didapatkan hasil tidak ada hubungan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Widyasri (2010), dengan hasil adanya hubungan diantara kelelahan dan stress kerja tapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada perawat ICU Rumah Sakit Immanuel dengan hasil tidak ada hubungan ini disebabkan perawat ICU memiliki sumber coping seperti dari karakterisrik individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama kerja serta fasilitas ruang ICU yang bagus sehingga tidak ditemukan adanya kelelahan dan tingkat stress maka rekomendasinya adalah 1 penambahan tenaga perawat ICU dengan perbandingan antara pasien denga perawat 1 : 1, peningkatan re-fresh ilmu dibidang ICU dan peningkatan jenjang pendidikan,
manajemen stress dan juga
mempertahankan perawat udah ada agar tidak cepat ganta-ganti personil karena adaptasi ruangan sangat memepengaruhi kinerja perawat.
Keterbatasan Penelitian
Alat ukur kelelahan dengan menggunakan alat reaction timer satu warna (hijau) ini mempengaruhi hasil karena responden terfokus dengan
satu warna jadi lebih konsentrasi sehingga responden tertuju pada rangsang cahaya yang diberikan, jadi rekomendasi untuk meneliti tingkat kelelahan dengan responden yang sama tapi alat yang berbeda dengan
menggunakan model rangsang
modifikasi 3 warna yang berbeda-beda atau modifikasi rangsang cahaya dan suara.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti tentang hubungan tingkat stress kerja dengan kelelahan kerja perawat ICU di Rumah Sakit Immanuel Bandung
maka dapat diambil suatu
kesimpulan sebagai berikut :
Kategori tingkat kelelahan perawat ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung berada secara umum pada tingkat kelelahan ringan 28 (84,8%), dan kategori tingkat stress kerja berada pada tingkat ringan 19 (56,6%), Hasil dari kedua variabel setelah melalui proses pengolahan sistem komputer untuk mencari ada atau tidaknya hubungan diantara keduanya, didapatkan nilai p-value 0,105 ini menunjukan bahwa kedua variabel secara temuan dilapangan menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan.
Saran
Berdasarkan permasalahan dan hasil pembahasan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi perawat ICU
Tingkat kelelahan dan stress kerja perawat ICU berada pada tingkat ringan oleh karena itu perlu peningkatan pendidikan, baik pendidikan formal (sekolah) maupun informal (pelatihan manajemen ICU : penanganan pasien gawat, pelatihan keterampilan alat kesehatan ICU)
karena tingkat pendidikan
merupakan sumber coping yang baik agar seseorang lebih adaptif terhadap masalah atau beban kerja.
2. Bagi Rumah Sakit
a. Melakukan atau mengadakan pelatihan tentang manajemen penanganan stress (coping mekanisme).
b. Seleksi calon perawat ICU dengan test bakat dan psikotes karena perawat ICU memerlukan keterampilan,
kecepatan, ketepatan,
ketelitian dan responsive agar mempunyai kualitas dan
mutu tenaga yang
professional
c. Manajemen memperhatikan jumlah kebutuhan tenaga yang berdinas, sesuai kriteria ketergantungan pasien yang memerlukan perawatan total dan sesuai standar pelayanan ICU menurut Depkes dengan rasio perawat pasien 1 : 1.
d. Peningkatan jenjang
pendidikan dan pelatihan dibidang ilmu ICU bagi perawat ICU.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat
selanjutnya yang memiliki minat dalam meneliti tingkat stress kerja perawat dan kelelahan kerja seperti :
a. Faktor-faktor yang
mempengaruhi stress kerja dan kelelahan kerja perawat ICU.
b. Pengaruh tingkat stress kerja dan kelelahan kerja terhadap mutu kualitas asuhan perawat ICU Rumah Sakit Immanuel.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah (8th ed.) (Asih, Julia, Karyasa, Kuncara, Waluyo, Penerjemah.). Jakarta: EGC. Depkes RI (2009). Undang-undang
kesehatan. Jakarta : Depkes RI Depkes RI (2006).Standar Pelayanan
keperawatan ICU. Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Jakarta : Depkes RI.
Handoko, T. H. (2008). Manajemen personalia dan sumber daya manusia.Yogyakarta : BPFE Elliott, D., Aitken, L., & Chaboyer,
W. (2012). Critical care nursing. (2th ed.) Elsevier Australia: Libby Houston. Hanafie, A. (2007). Peranan ruangan
perawatan intensif (ICU) dalam
memberikan pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Makalah dipresentasikan di
hadapan rapat terbuka
Universitas Sumatera Utara Hawari, D. ( 2010). Manajemen
stres, cemas, dan depresi. Jakarta: Gaya Baru.
Kuruvilla, J (2007). Essensial of critical care nursing. New Delhi : Jaypee.
Jusnimar, 2012. Gambaran tingkat stres kerja perawat intensive care unit Di Rumah Sakit Dharmais Jakarta, Skripsi. Jakarta : UI
Nursalam. 2013. Metodelogi
penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: salemba medika. Potter,P.A & Perry,A.G.(2005).
Fundamentals of nursing (6th ed.). St. Louis,Missouri: Mosby, Inc
Riyanto. (2011). Metodologi
Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika Robbins, S. P (2003). Perilaku
manusia, Jakarta: Gramedia. Sastroasmoro, S & Ismael, S .(2011).
Dasar-dasar metodologi
penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto.
Sugiono. (2010). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sulsky, L., & Smith, C (2005). Work stress. Canada : Thomson Learning Inc.
Suma’mur, 2009. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta : CV Haji Masagung. Tarwaka, Bakhri H.A S, Sudajeng L.
2004. Ergonomi untuk
keselamatan, kesehatan kerja dan prodiktivitas. Urakarta. Uniba
Wijono S, 2006. Pengaruh
kepribadian type A dan peran terhadap stress kerja manajer. Insan
Widyasari (2002). Stres kerja dan
dampaknya, Team
e-psikologi.com, informasi psikologi online, Jakarta.