• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA 5-6 TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA 5-6 TAHUN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA 5-6 TAHUN

Desy Makarti Chandri, Marmawi R., Desni Yuniarni

Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini FKIP UNTAN Email : arbiola_92@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan pola asuh orang tua seperti otoriter, permisif dan demokratis, interpretasi kecerdasan emosional, dan pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan bentuk penelitiannya adalah studi hubungan. Hasil penelitian adalahpola asuh orang tua sudah cukup baik. Interpretasi kecerdasan emosional anak sangat tinggi atau sudah berkembang sangat baik. Dan tidak terdapat pengaruh yangsignifikan antara pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun.

Kata kunci: Pola Asuh Orang Tua, Kecerdasan Emosional

Abstract: Thisresearchaim to determine the effect on the parent’s parenting againt the emotional intelligence of children aged 5-6 years. The purpose ofthis study was todescribe theparent’s parenting like authoritarian, permissive, and authoritative, interpretation of emotional intelligence, and the effect on the parent’s parenting againt the emotional intelligence of children aged 5-6 years.The method used is descriptive method with a quantitative approach to research and form is inter relationship studies. The results ofthe studyareparent’s parenting is good enough. Interpretation of emotional intelligence is very high or very well developed.And there was no significant effect between parent’s parenting to the emotional intelligence of children aged 5-6 years.

Keywords: Parent’s Parenting, Emotional Intelligence

nak adalah anugrah paling berharga dari Allah SWT. Sebagai titipan atau amanah, orang tua berkewajiban menjaga, mendidik, dan mengarahkan mereka agar dapat berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, memiliki sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.

Menurut psikolog Lina Erliana (dalam Agus Wibowo 2012: 81) “Anak adalah sang peniru ulung. Semua aktivitas orang tua selalu dipantau anak dan dijadikan model yang ingin dicapainya. Pendek kata, semua perilaku orang tua termasuk kebiasaan buruk yang dilakukan akan mudah ditiru oleh anak”.

(2)

Keluarga dalam hal ini orang tua juga memegang peranan dalam membentuk sistem interaksi yang intim dan berlangsung lama yang ditandai oleh loyalitas pribadi, cinta kasih dan hubungan yang penuh kasih sayang. Masa emas tumbuh kembang seorang anak, bukan hanya jasmani, tetapi juga jiwa dan kehidupan sosialnya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 7 ayat 1 berbunyi:Orang tua mempunyai kewajiban untuk mengasuh putra-putrinya, yang dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungan hidupnya, serta diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anak-anaknya, karena masing-masing orang tua mempunyai pola asuh tertentu. Selain itu, orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.

Pola asuh orang tua berperan penting dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak. Kecerdasan emosional anak atau keterampilan emosi dapat dijadikan landasan yang kuat dalam pendidikan secara ilmiah. Dimana kecerdasan emosional merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi keberhasilan (kesuksesan) dimasa yang akan datang. Dengan mengajari anak-anak keterampilan emosi, mereka akan lebih mampu untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul selama proses perkembangannya menuju manusia dewasa. Tidak hanya itu, dengan keterampilan tersebut, anakpun akan lebih mampu mengenali, mengolah, dan mengontrol emosi serta merespons secara positif setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi ini.

Anak-anak yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi adalah anak-anak yang bahagia, percaya diri, populer, dan lebih sukses di sekolah. Mereka lebih mampu menguasai gejolak emosi, menjalin hubungan yang manis dengan orang lain, dapat mengelola stres, dan memiliki kesehatan mental yang baik.

Sejalan dengan hal tersebut menurut Syamsu Yusuf (2005: 113) “Kecerdasan emosi terdiri dari beberapa unsur yaitu kesadaran diri, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara produktif, empati, dan membina hubungan”.

Perkembangan kecerdasan emosional anak yang satu dengan anak yang lain sangat berbeda tergantung bagaimana cara orang tua memberikan pengasuhan, bimbingan serta pendidikan kepada anak. Hanya saja orang tua mengalami kesulitan untuk menentukan pola asuh yang tepat bagi anak mereka.

Menyadari pentingnya memperhatikan aspek emosional anak usia 5-6 tahun dalam mengembangkan kecerdasan emosional mereka maka dibutuhkan pola asuh yang tepat. Oleh karena itu diharapkan para orang tua bisa memilih pola pengasuhan yang tepat bagi tumbuh kembang anak.

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan, peneliti melihat pola perilaku anak dalam hal keterampilan emosi sangat bervariasi. Dalam beberapa kesempatan, ada 6 dari 25 anak yang belum memiliki kesadaran diri, tidak dapat mengelola emosi dengan baik, tidak bisa memanfaatkan emosi secara produktif, tidak memiliki empati, dan tidak dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain.

(3)

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang mendalam tentang“Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kecerdasan Emosional Anak Usia 5-6 Tahun”.

METODE

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif untuk menjelaskan pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun. Metode deskriptif menurut Hadari Nawawi (2007: 67) adalah “Prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/ objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya”.

Adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.Data penelitian pada pendekatan kuantitatif berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Kemudian diuraikan secara deskriptif karena hasilnya akan diarahkan untuk mendeskripsikan data yang diperoleh.

Menurut Sugiyono (2011: 117) Populasi adalah “Wilayah generalisasi terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua dan anak kelompok B3 yang berjumlah 25 orang.

Menurut Sugiyono (2011: 118) Sampel adalah “Bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sejalan dengan pendapat Hamid Darmadi (2011: 14) yang menyatakan bahwa “Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian”. Pengambilan sampel dari populasi ini berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto (2006: 134) yang menyatakan bahwa “Apabila populasi kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”. Selanjutnya apabila populasi lebih dari 100 maka dapat diambil diantara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih. Karena populasinya kurang dari 100 maka dalam penelitian ini sampel diambil semuanya dari jumlah populasi yang tersedia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti mengambil sampel sebanyak 25 orang tua anak kelompok B3 dengan data sebagaimana terlampir, adapun karakteristik pengambilan sampel yaitu sebagai berikut: (a) Orang tua (ayah atau ibu) kandung anak, (b) Orang tua yang mengasuh dan mendidik anak dari lahir sampai sekarang.

Teknik merupakan cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data. Pengumpulan data adalah kegiatan peneliti dalam upaya menganalisis data lapangan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sejalan dengan pendapat di atas, Sugiyono (2013:194) menyatakan bahwa “Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, kuesioner (angket), observasi, dan gabungan ketiganya”. Sedangkan dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yakni:

(a) Teknik observasi langsung. Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan perilaku yang tampak pada obyek penelitian yang langsung pada saat proses pembelajaran yang berlangsung.

(4)

(b) Teknik komunikasi tidak langsung. Yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan hubungan tidak langsung dengan mempergunakan angket yang diberikan kepada orang tua anak.

(c) Teknik studi dokumenter. Yaitu teknik pengumpul data yang berhubungan dengan masalah penelitian seperti catatan guru dan dokumentasi berupa foto pada saat pembelajaran sebagai pelengkap dalam penelitian kuantitatif.

Adapun alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa:

(a) Daftar Check (check list). Daftar check adalah daftar yang dibuat untuk mencatat perilaku anak yang tampak pada saat dilakukan pengamatan oleh peneliti dengan memberikan tanda check (silang atau lingkaran dan sebagainya). Daftar check ini dibuat untuk mencatat hasil observasi terhadap perilaku emosional anak.

(b) Angket. Angket adalah seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau dilengkapi oleh responden. Angket dalam penelitian ini menggunakan skala Likert yang dikembangkan oleh Ransis Likert untuk mengetahui tingkat kompetensi kepribadian dengan menentukan skor pada setiap pertanyaan atau pernyataan. Menurut Sugiyono (2011: 134) “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Pengisian angket menggunakan tanda ceklis (√) untuk memilih apakah pernyataan dalam angket tersebut sesuai dengan responden atau tidak. Dalam penelitian ini angket berisi pernyataan positif dan negatif. Setiap jawaban memiliki skor masing-masing. Skoring angket yang dimaksud menurut Sugiyono (2013: 135) adalah sebagai berikut: (1) Jawaban Positif, SS (Sangat Setuju) = 5, S (Setuju) = 4, RR (Ragu-ragu) = 3, TS (Tidak Setuju) = 2, STS (Sangat Tidak Setuju) = 1. Dan untuk (2) Jawaban Negatif, SS (Sangat Setuju) = 1, S (Setuju) = 2, RR (Ragu-ragu) = 3, TS (Tidak Setuju) = 4, STS (Sangat Tidak Setuju) = 5.

(c) Dokumentasi. Dokumentasi dalam penelitian ini merupakan dokumen yang berkaitan dengan aspek yang akan diteliti. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini berupa data mengenai murid dan foto-foto pada saat proses pembelajaran yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun. Penelitian ini dilakukan pada orang tua dan anak yang berjumlah 25 orang.

Berdasarkan hasil pengumpulan angket tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun, diperoleh hasil angket pola asuh orang tuadan kecerdasan emosional dalam hal perilaku emosi anak sebagaimana tertera pada tabel 1. dan tabel 2.

(5)

Tabel 1.

Hasil Angket Pola Asuh Orang Tua

Tabel 2.

Hasil Angket Perilaku Emosi Anak Jumlah Responden Perilaku Emosi Item Angket Alternatif Jawaban Jumlah Jawaban (∑) ∑ x Nilai soal Skor Total 25 Emosi Positif 16 SS 89 445 1178 17 18 S 175 700 20 21 RR 11 33 23 25 TS 0 0 26 27 STS 0 0 29 31 Bersambung Jumlah

Responden Jenis Pola Asuh Item Angket Jenis Soal Alternatif Jawaban Jumlah Jawaban (∑) ∑ x Nilai soal Skor Total 25 Otoriter 1 (+) SS 26 130 500 2 (+) S 36 144 3 ( - ) RR 8 24 4 ( - ) TS 49 196 5 (+) STS 6 6 Permisif 6 (+) SS 14 70 507 7 ( - ) S 18 36 8 ( - ) RR 6 18 9 ( - ) TS 52 208 10 ( - ) STS 35 175 Demokratis 11 (+) SS 17 85 374 12 ( - ) S 52 104 13 (+) RR 4 12 14 (+) TS 29 58 15 ( - ) STS 23 115

(6)

Lanjutan Tabel 2. 25 Emosi Negatif 19 SS 1 1 521 22 S 9 18 24 RR 6 18 28 TS 61 244 30 STS 48 240

(1) Berdasarkan analisis data yang sudah ditentukan oleh peneliti untuk menjawab submasalah 1 dan 2 digunakan rumus persentase sedangkan untuk menjawab submasalah 3 menggunakan rumus analisis regresi linier sederhana dengan bantuan SPSS. Berikut ini akan dikemukakan hasil pengolahan data dan analisis data berdasarkan rumusan masalah.

(a) Pola Asuh Otoriter, pola asuh otoriter terdapat pada item pernyataan nomor 1-5:

Tabel 3. Pola Asuh Otoriter

No. Soal Jumlah Skor Persentase

1-5 500 36,2%

Berdasarkan tabel 3. menunjukan bahwa dari 25 responden, menghasilkan jumlah skor 500 atau 36,2% menjawab pola asuh otoriter.

(b) Pola Asuh Permisif, pola asuh permisif terdapat pada item pernyataan nomor 6-10:

Tabel 4. Pola Asuh Permisif

No. Soal Jumlah Skor Persentase

6-10 507 36,7%

Berdasarkan tabel 4. menunjukan bahwa dari 25 responden, menghasilkan jumlah skor 507 atau 36,7% menjawab pola asuh permisif.

(c) Pola Asuh Demokratis, pola asuh demokratis terdapat pada item pernyataan nomor 11-15:

Tabel 5.

Pola Asuh Demokratis

No. Soal Jumlah Skor Persentase

11-15 374 27,1%

Berdasarkan tabel 5. menunjukan bahwa dari 25 responden, menghasilkan jumlah skor 374 atau 27,1% menjawab pola asuh demokratis.

(7)

Berdasarkan hasil angket yang telah diperoleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa orang tua menggunakan seluruh pola asuh yang ada. Namun, dari ketiga pola asuh tersebut, pola asuh yang lebih dominan diterapkan oleh orang tua yaitu pola asuh permisif dan pola asuh otoriter. Hal ini dilihat dari hasil persentase pola asuh otoriter sebesar 36,2%, pola asuh permisif 36,7% dan pola asuh demokratis sebesar 27,1%. Artinya jika dilihat dari rentang persentase, pola asuh permisif dan pola asuh demokratis berada pada rentang 33,34-66,66% dengan kategori sedang/cukup, sedangkan pola asuh demokratis berada pada rentang 0,00-33,33% dengan kategori rendah/ kurang.

(2) Berikut disajikan hasil angket perilaku emosi anak usia 5-6 tahun pada tabel 6.

Tabel 6.

Perilaku Emosi Anak

No. Perilaku Emosi Jumlah Skor Persentase

1. Emosi Positif 1178 69,3%

2. Emosi Negatif 521 30,7%

Berdasarkan tabel 6. dan hasil angket yang telah diperoleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku emosi anak usia 5-6 tahun sudah berkembang sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil persentase perilaku emosi positif anak sebesar 69,3% dan perilaku emosi negatif sebesar 30,7%. Artinya jika dilihat dari rentang persentase, perilaku emosi positif berada pada rentang 66,67-100% dengan kategori tinggi/ baik.

(3) Berdasarkan analisis yang telah ditentukan untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak maka digunakanlah rumus regresi linier sederhana melalui SPSS. Persamaan regresi linier sederhana dapat dilihat pada tabel 7. sebagai berikut:

Tabel 7.

Analisis Regresi Linier Sederhana Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 32.877 17.738 1.854 .077 X .574 .290 .381 1.979 .060 a. Dependent Variable: Y

(8)

Persamaan regresinya : Y= 32.877 + 0,574x

Arti persamaan ini sebagai berikut:

(a) Konstanta sebesar 32.877 artinya jika pola asuh (X) nilainya 0, maka kecerdasan emosional (Y) nilainya sebesar 32.877.

(b) Koefesien regresi variabel pola asuh (X) sebesar 0,574, artinya jika pola asuh mengalami kenaikan 1, maka kecerdasan emosional anak (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,574x. Koefesien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara pola asuh dengan kecerdasan emosional anak, semakin tinggi pola asuh maka semakin meningkat kecerdasan emosional.

Berikut disajikantabel 8. hasil uji t. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah pola asuh (X) berpengaruh secara signifikan terhadap kecerdasan emosional (Y). Tabel 8. Hasil Uji t Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 32.877 17.738 1.854 .077 X .574 .290 .381 1.979 .060 a. Dependent Variable: Y

Untuk mengetahui hubungan secara signifikan maka nilai t hitung harus dibandingkan dengan t tabel. Nilai t tabel dapat dicari dengan menentukan derajat kebebasan(df) n-k-1 yaitu ( 25-2-1) pada uji dua sisi 0,025 sehingga didapat nilai t tabel adalah =2,074, dengan kriteria pengujian yaitu jika t hitung ≥ t tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak. Sebaliknya jika t hitung ≤ t tabel maka Ha ditolak dan Ho diterima.

Uji Hipotesis

Hasil perhitungan angket pola asuh orang tua dan kecerdasan emosional anak menggunakan teknik analisis regresi linier sederhanayaitu sebagai berikut:

= 1,979 = 2,074, yaitu , , . Karena

≤ maka Ha ditolak dan Ho diterima, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun.

(9)

Pembahasan

Berdasarkan jumlah responden dalam penelitian ini, maka angket yang disebarkan berjumlah 25 angket dengan jumlah pernyataan yaitu 31 item dan berdasarkan uji validitas dan uji reliabilitas semua item valid dan reliabel sehingga 31 item tersebut digunakan semua. Data yang diperoleh melalui angket pada dasarnya masih bersifat kualitatif. Oleh sebab itu, data tersebut masih harus dikuantitatifkan dengan memberikan skor untuk masing-masing pilihan jawaban.

Selain itu dari hasil penelitian dan analisis data melalui penyebaran angket untuk mengetahui pola asuh orang tua yaitu dengan mengunakan rumus persentase (%), didapat hasil persentase pola asuh otoriter sebesar 36,2%, pola asuh permisif 36,7% dan pola asuh demokratis sebesar 27,1%. Maka dapat disimpulkan bahwa orang tua menggunakan seluruh pola asuh yang ada. Namun, dari ketiga pola asuh tersebut, pola asuh yang lebih dominan diterapkan oleh orang tua yaitu pola asuh permisif dan pola asuh otoriter. Karena jika dilihat dari rentang persentase, pola asuh permisif dan pola asuh otoriter berada pada rentang 33,34-66,66% dengan kategori sedang/cukup.

Pola asuh otoriter mencerminkan sikap orang tua yang bertindak keras dan cenderung diskriminatif. Pola asuh permisif pada umumnya tidak ada pengawasan, bahkan cenderung membiarkan anak tanpa ada nasihat dan arahan yang bisa mengubah perilaku yang tidak baik. Sementara pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang memberi dukungan dan ekpektasi yang tinggi terhadap anak. Dari ketiga pola asuh tersebut, pola asuh yang baik digunakan untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak adalah pola asuh demokratis. Dimana pola asuh ini sangat responsif dan memberikan perhatian penuh tanpa mengekang kebebasan anak. Dalam pola asuh demokratis, orang tua bersikap fleksibel, melakukan pengawasan dan tuntutan, tetapi juga hangat, rasional, dan mau berkomunikasi sehingga menjadikan anak tidak tergantung, mendorong anak untuk berprestasi, anak menjadi percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, kreatif, dan disukai banyak orang serta responsif. Namun semua pola asuh bisa diterapkan sesuai kebutuhan anak.

Selanjutnya untuk kecerdasan emosional dalam hal perilaku emosi anak, dapat disimpulkan bahwa perilaku emosi anak sudah berkembang sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil persentase perilaku emosi positif anak sebesar 69,3% dan perilaku emosi negatif sebesar 30,7%. Jika dilihat dari rentang persentase, perilaku emosi positif berada pada rentang 66,67-100% dengan kategori tinggi/ baik, sedangkan perilaku emosi negatif berada pada rentang 0,00-33,33% dengan kategori rendah/ kurang.

Kemudian bedasarkan hasil perhitungan uji t diperoleh nilai t hitung sebesar 1,979 dan t tabel 2,074. (1,979 ≤ 2,074). Dengan demikian, Ha ditolak dan Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak. Artinya faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional dalam hal perilaku emosional tidak hanya dari pola asuh orang tua saja, melainkan dari faktor lain seperti lingkungan masyarakat dan pendidikan.

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pengolahan data yang telah peneliti laksanakan, maka secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik oleh peneliti adalah sebagai berikut:

Pola asuh orang tua bervariasi. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penyebaran angket serta perhitungan dengan menggunakan rumus persentase (%) yang sudah dibahas pada bab sebelumnya. Pola asuh orang tua anak usia 5-6 tahun yang diterapkan tidak hanya satu pola asuh saja, melainkan orang tua sebagian besar menggunakan semua pola asuh yang ada. Namun pola asuh yang lebih dominan diterapkan oleh orang tua yaitu pola asuh permisif dan pola asuh otoriter daripada pola asuh demokratis. Hal ini dapat dilihat dari hasil persentase pola asuh permisif sebesar 36,7%, pola asuh otoriter sebesar 36,2%, dan pola asuh demokratis sebesar 27,1%. Jika dilihat dari rentang persentase, pola asuh permisif dan pola asuh otoriter berada pada rentang 33,34-66% dengan kategori sedang/ cukup. Artinya pola asuh tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan emosional dalam hal perilaku emosi anak.

Perkembangan kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun berkembang sangat baik, hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan persentase perilaku emosi positif anak sebesar 69,3% dan perilaku emosi negatif sebesar 30,7%. Artinya dilihat dari rentang persentase, perilaku emosi positif berada pada rentang 66,67-100% dengan kategori tinggi/ baik. Hal tersebut juga diperkuat dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan perilaku emosional anak yaitu untuk hal yang diamati, anak sudah menunjukan perilaku emosi yang sangat baik dengan kriteria penilaian Sangat Cerdas (SC) jika melakukan memperoleh nilai sebesar 81 poin, Cukup Cerdas (CC) jika jarang melakukan memperoleh nilai 44 poin dan Tidak Cerdas (TC) jika tidak melakukan memperoleh nilai 0 poin.

Berdasarkan hasil perhitungan uji t diperoleh nilai t hitung sebesar 1,979 dan t tabel 2,074. (1,979 ≤ 2,074). Dengan demikian, Ha ditolak dan Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun.

Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti menyarankan kepada orang tua yaitu sebagai berikut: (1) Diharapkan setiap orang tua dapat mempertahankan pola asuh yang sudah ada agar kecerdasan anak lebih berkembang. (2) Diharapkan orang tua dapat memperhatikan penggunaan pola asuh sesuai situasi dan kebutuhan anak pada saat itu. (3) Jika dengan pola asuh yang sudah diterapkan oleh orang tua ternyata tidak dapat mengembangkan kecerdasan anak, maka orang tua bisa mengganti dengan pola asuh yang lain.

(11)

DAFTAR RUJUKAN

Agus Wibowo. (2012). Pendidikan Karakter Usia Dini.Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Andyda Meliala. (2012). Succesful Parenting. Bogor: Bypass.

Depdiknas. (2003). Undang-Undang No.2 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Media Abadi.

Duwi Priyatno. (2010). Pemahaman Analisa Statistik Data Dengan SPSS. Yogyakarta: MediaKom.

E. Shapiro, Lawrence. (2003). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak (Alih Bahasa: Alex Tri Kantjono). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Goleman, Daniel. (2003). Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi

(Alih bahasa: Alex Tri Kantjono Widodo). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hadari Nawawi. (2007). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hurlock, Elizabeth B. (1978). Perkembangan Anak Jilid 2Alih Bahasa: Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Erlangga.

Makmun Mubayidh. (2007). Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Mohammad Takdir Ilahi. (2013). Quantum Parenting Kiat Sukses Mengasuh Anak Secara Efektif dan Cerdas. Jogjakarta: Katahati.

Nurul Zuriah. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.

Riana Mashar. (2011). Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya.Jakarta: Prenada Media.

Singgih D. Gunarsa. (1999). Psikologi Praktis Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Syamsu Yusuf. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP EVALUASI

Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakter morfologi yang mencirikan ketahanan kekeringan pada beberapa varietas kedelai dan perbedaan ketahanan beberapa varietas

Pemberian macam biochar dan dosis pupuk N memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan antara lain tinggi tanaman, luas daun dan jumlah bintil akar,

Galur SO3 lebih toleran terhadap cekaman kekeringan, pada tingkat kadar air tanah 25% galur SO3 memiliki bobot biji per tanaman (0,744 g) lebih tinggi dibandingkan

Sampai tahun 2013, jumlah tenaga kependidikan untuk menunjang kegiatan administrasi akademik, administrasi keuangan dan kepegawaian serta administrasi umum pada

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 sebagai produk baru yang mengamendemen Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dinilai sebagai produk yang bertentangan

Tim audit melakukan pengujian apakah pengelolaan kredit telah sesuai dengan kebijakan perkreditan bank dan pedoman pelaksanaan kredit serta ketentuan-ketentuan

activity of ceria-promoted Ni catalyst supported on powder alumina (96%) was quite close to the equilibrium CO conversion (99.6%) at the same temperature (250 ° C) and CO/S molar