• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I BENCANA (DISARTER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I BENCANA (DISARTER)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BENCANA (DISARTER)

A. Pengertian

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia definisi bencana adalah peristiwa / kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar. Pengertian bencana atau disaster menurut Wikipedia: disaster is the impact of a natural or man-made hazards that negatively effects society or environment (bencana adalah pengaruh alam atau ancaman yang dibuat manusia yang berdampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan).

Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana.

(2)

Bencana adalah peristiwa/masyarakat rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa / serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi

(3)

konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia / memburuknya derajat kesehatan / pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.

Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa merubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial masyarakat serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP).

B. Jenis Bencana

Usep Solehudin (2005) mengelompokkan bencana menjadi 2 jenis yaitu:

(4)

1. Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-kejadian alami seperti kejadian-kejadian-kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus, badai, kekeringan, wabah, serangga dan lainnya.

2. Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu kejadian-kejadian karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan komunikasi, gangguan transportasi dan lainnya. Sedangkan berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari:

a. Bencana Lokal

Bencana ini biasanya memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan disekitarnya. Biasanya adalah karena akibat faktor manusia seperti kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya.

(5)

b. Bencana Regional

Jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis yang cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam, seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya.

C. Fase-fase bencana

Menurut Barbara Santamaria (1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu bencana, yaitu :

1. Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi di dapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga, dan warga masyarakat.

2. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase impact ini terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan darurat dilakukan.

(6)

3. Fase post impact adalah saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase darurat, juga tahap di mana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas normal. Secara umum dalam fase post impact ini para korban akan mengalami tahap respon psikologis mulai penolakan, marah, tawar-menawar, depresi hingga penerimaan.

D. Evolusi pandangan terhadap bencana 1. Pandangan Konvensional

Bencana merupakan sifat alam. Terjadinya bencana :

a. Kecelakaan (accident) b. Tidak dapat diprediksi c. Tidak menentu d. Tidak terhindarkan e. Tidak terkendali.

Masyarakat dipandang sebagai ‘korban’ dan ‘penerima bantuan’ dari pihak luar.

(7)

2. Pandangan Ilmu Pengetahuan Alam

Bencana merupakan unsur lingkungan fisik yang membahayakan kehidupan manusia. Karena kekuatan alam yang luar biasa, proses geofisik, geologi dan hidro meteorologi tidak memperhitungkan manusia sebagai penyebab bencana.

3. Pandangan Ilmu Terapan

Besaran (magnitude) bencana tergantung besarnya ketahanan / kerusakan akibat bencana. Pengkajian bencana ditujukan pada upaya meningkatkan kekuatan fisik struktur bangunan untuk memperkecil kerusakan.

4. Pandangan Progresif

Menganggap bencana sebagai bagian dari pembangunan masyarakat yang ‘normal’. Bencana adalah masalah yang tidak pernah berhenti. Peran sentral dari masyarakat adalah mengenali bencana itu sendiri.

5. Pandangan Ilmu Sosial

Fokus pada bagaimana tanggapan dan kesiapan masyarakat menghadapi bahaya. Ancaman

(8)

adalah alami, tetapi bencana bukan alami. Besaran bencana tergantung perbedaan tingkat kerawanan masyarakat.

6. Pandangan Holistik

Menekankan pada ancaman (threat) dan kerentanan (vulnerability), serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi risiko. Gejala alam menjadi ancaman jika mengancam hidup dan harta-benda. Ancaman akan berubah menjadi bencana jika bertemu dengan kerentanan.

Hal-hal yang mendorong pergeseran paradigmatic 1. Kesadaran akan beragamnya postur bencana 2. Ukuran spektakular atau kecil

3. Meluas atau local

4. Homogen atau kompleks

Pendekatan konvensional tidak lagi mampu menjelaskan fenomena bencana Infus pelajaran dari berbagai lapangan termasuk dari disiplin studi pembangunan.

(9)

E. Paradigma penanggulangan bencana 1. Daur Penanggulangan Bencana

Memandang bencana sebagai rentetan kejadian dengan fokus ketika, sebelum dan sesudah bencana.

2. Model Kue-marmer

Upaya penanggulangan bencana dapat dilaksanakan setiap saat, masing-masing meluas / menyempit, tergantung pada risiko yang dihadapi.

3. Tabrakan Unsur

Upaya mengatasi (melepaskan tekanan) kerentanan (tekanan) yang berakar pada proses-proses sosial ke arah masyarakat yang aman, berdaya tahan, dan berkesinambungan.

4. Pengurangan Risiko

Upaya-upaya untuk mengatasi secara komprehensif dan terpadu untuk mengurangi risiko bencana

(10)

F. Sumber dan penyebabnya, Bencana dapat dibagi menjadi :

1. Bencana alam adalah segala jenis bencana yang sumber, perilaku, dan faktor penyebab atau pengaruhnya berasal dari alam, seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, erupsi gunung api, kekeringan, angin ribut dan tsunami.

2. Bencana non alam adalah adalah bencana yang diakibatkan peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok / antar komunitas masyarakat, dan teror.

Bencana dapat berupa kebakaran, tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsor, badai tropis, dan lainnya, oleh karena itu peran mitigasi

(11)

benncana sangat diperlukan agar dapat mengurangi dampak dari bencana yang terjadi. a) Bencana Banjir Secara lebih rinci upaya

pengurangan bencana banjir antara lain: 1) Pengawasan penggunaan lahan dan

perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman.

2) Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat.

3) Pembangunan infrastruktur harus kedap air.

4) Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir.

5) Pembersihan sedimen.

6) Pembangunan pembuatan saluran drainase. 7) Peningkatan kewaspadaan di daerah

(12)

8) Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat)

9) Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.

10) Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara penyimpanan/pergudangan perbekalan, tempat istirahat/ tidur di tempat yang aman (daerah yang tinggi).

b) Bencana Tanah Longsor Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana tanah longsor antara lain:

1) Pembangunan permukiman dan vasilitas utama lainnya menghindari daerah rawan bencana.

2) Menyarankan relokasi.

3) Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari bahaya liquefation

4) Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang tidak seragam (differential settlement).

(13)

5) Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat fleksibel. 6) Mengurangi tingkat keterjalan lereng. c) Bencana Gunung Berapi Secara lebih rinci

upaya pengurangan bencana Gunung Api antara lain:

1) Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting harus jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana.

2) Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan atau lahar

3) Perkenalkan struktur bangunan tahan api. 4) Penerapan desain bangunan yang tahan

terhadap tambahan beban akibat abu gunung api

5) Membuat barak pengungsian yang permanen, terutama di sekitar gunung api yang sering meletus, misal G. Merapi (DIY, Jateng), G. Semeru (Jatim), G. Karangetang (Sulawesi Utara) dsb.

(14)

6) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya pada Peta kawasan rawan bencana gunung api (penyuluhan).

7) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api hendaknya faham cara menghindar dan tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi letusan gunung api (penyuluhan)

8) Mensosialisasikan kepada masyarakat agar paham arti dari peringatan dini yang diberikan oleh aparat / Pengamat Gunung api (penyuluhan).

9) Mensosialisasikan kepada masyarakat agar bersedia melakukan koordinasi dengan aparat / Pengamat Gunung api.

d) Bencana Gempa Bumi Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gempa Bumi antara lain :

1) Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa.

(15)

2) Memastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti standard kualitas bangunan. 3) Pembangunan fasilitas umum dengan

standard kualitas yang tinggi.

4) Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.

5) Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana.

e) Bencana Tsunami Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:

1) Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan tenhadap bahaya tsunami. 2) Pendidikan kepada masyarakat tentang

karakteristik dan pengenalan bahaya tsunami.

3) Pembangunan tsunami Early Warning System (EWS)

4) Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.

(16)

5) Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai meredam gaya air tsunami.

6) Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah pemukiman. Tempat/ bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghidari ketinggian tsunami.

f) Bencana Kebakaran Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:

1) Pembuatan dan sosialisasi kebijakan pencegahan dan penanganan kebakaran. 2) Peningkatan penegakan hukum.

3) Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini.

4) Pembuatan waduk-waduk kecil, Bak penampungan air dan Hydran untuk pemadaman api.

5) Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat.

(17)

6) Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen.

7) Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya. g) Bencana Kekeringan Secara lebih rinci upaya

pengurangan bencananya antara lain:

1) Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan mengganti penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran distribusi yang efisien.

2) Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan check DAM, reboisasi.

3) Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar minyak untuk menghindari penebangan hutan/tanaman. 4) Pendidikan dan pelatihan.

5) Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan melaksanakan pengelolaan

(18)

Iahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi.

h) Bencana Angin Siklon Tropis Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:

1) Memastikan struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.

2) Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan.

3) Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari serangan angin topan.

4) Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angina

i) Bencana Wabah Penyakit Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Menyiapkan masyarakat secara luas

termasuk aparat pemerintah khususnya di jajaran kesehatan dan lintas sektor terkait untuk memahami resiko bila wabah terjadi

(19)

serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan. 2) Menyiapkan produk hukum yang memadai

untuk mendukung upaya pencegahan, respon cepat serta penanganan bila wabah terjadi.

3) Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti sumberdaya manusia yang profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional. 4) Upaya penguatan surveilans epidemiologi

untuk identifikasi faktor risiko dan menentukan strategi intervensi dan penanganan maupun respon dini di semua jajaran.

j) Bencana Konflik Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana akibat konflik antara lain :

(20)

1) Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memelihara stabilitas ketentraman dan ketertiban 2) Mendukung kelangsungan demokratisasi

politik dengan keberagaman aspirasi politik, serta di tanamkan moral dan etika budaya politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

3) Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara konsisten, berkeadilan dan kejujuran.

4) Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatnya perlindungan penghormatan, dan penegakkan HAM. 5) Meningkatkan kinerja aparatur negara

dalam rangka mewujudkan aparatur negara yang berfungsi melayani masyarakat, profesional, berdayaguna, produktif, transparan, bebas dari KKN.

(21)

G. Apakah penanggulangan bencana itu

Merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Tujuan dari penanggulangan bencana adalah :

1) Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana

2) Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;

3) Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;

4) Menghargai budaya lokal;

5) Membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta;

6) Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan 7) Menciptakan perdamaian dalam kehidupan

(22)

Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi:

a. Prabencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi:

1) Dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi: a) Perencanaan penanggulangan bencana

Yang terdiri atas pengenalan dan pengkajian ancaman bencana, pemahaman tentang kerentanan masyarakat, analisis kemungkinan dampak bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana, dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.

b) Pengurangan risiko bencana,

Yang terdiri atas pengenalan dan pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif, penanggulangan bencana, pengembangan budaya sadar bencana,

(23)

peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana, dan penerapan upaya fisik, non fisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.

2) Pencegahan, yang terdiri atas identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya / ancaman bencana, kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana, pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman / bahaya bencana, penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup, dan penguatan ketahanan sosial masyarakat. 3) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan

yang dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan pusat dan daerah, dilakukan secara berkala dikoordinasikan oleh suatu Badan.

(24)

4) Analisis resiko bencana

5) Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi resiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar.

6) Pendidikan dan pelatihan; dan

7) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

8) Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana, meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana.

b. Saat tanggap darurat

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:

1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya, mengidentifikasi, cakupan lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan prasarana dan sarana; gangguan terhadap fungsi pelayanan

(25)

umum serta pemerintahan, dan kemampuan sumber daya alam maupun buatan.

2) Penentuan status keadaan darurat bencana; 3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat

terkena bencana melalui upaya pencarian dan penyelamatan korban, pertolongan darurat, dan atau evakuasi korban.

4) Pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan air bersih dan sanitasi; pangan, sandang; pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan penampungan dan tempat hunian.

5) Perlindungan terhadap kelompok rentan yaitu dengan memberikan prioritas kepada kelompok rentan (bayi, balita, dan anak-anak, ibu yang sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat, dan orang lanjut usia) berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial.

6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital, dilakukan dengan memperbaiki

(26)

dan atau mengganti kerusakan akibat bencana.

c. Pascabencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi:

1) Rehabilitasi, melalui kegiatan: perbaikan lingkungan daerah bencana; perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.

2) Rekonstruksi, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi pembangunan kembali prasarana dan sarana, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan rancang bangun yang tepat dan

(27)

penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat, peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, peningkatan fungsi pelayanan public, dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

(28)

BAB II

PENYEDIAAN AIR MINUM, BERSIH

1. Standar minimum yang umum untuk semua jenis kebutuhan dalam penanggulangan bencana

a. Partisispasi

Semua masyarakat yang terkena dampak harus berpartisipasi dalam membuat, menilai, melaksanakan, monitoring dan evaluasi program bantuan.

b. Penilaian awal

Penilaian memberikan pemahaman tenatang situasi bencana dengan jelas, analisis ancaman terhadap kehidupan, martabat, kesehatan dan mata pencaharian. Di konsulatasikan dengan instansi terkait apakah diperlukan respon eksternal atau tidak, jika ya, bagaimana sifat respon tersebut.

c. Respon.

Suatu respn kemanusiaan diperlukan dalam situasi di mana pihak berwenang tidak mampu

(29)

dan atau tidak mau menanggapi kebutuhan akan perlindungan dan kebutuhan penduduk.

d. Penargetan

Bantuan kemanusiaan untuk layanan yang disediakan secara adil dan tidak memihak berdasarkan kerentanan dan kebutuhan individu dan kelompok yang pengaruhi oleh bencana. e. Monitoring

Efektifitas program dalam menanggapi masalah diidentifikasikan dan di pantau terus dengan maksud menigkatkan program.

f. Evaluasi

Untuk menigkatkan kebijakan dan akuntabilitas.

g. Kompetensi relawan

Relawan harus memiliki kualifikasi yang tepat, sikap dan pengalaman untuk merencanakan dan melaksanakan program secara efektif.

h. Pengawasan, manajemen dan support personil Relawan harus mau menerima pengawasan dan dukungan untuk memastikan pelaksanaan program bantuan kemanusiaan yang efektif.

(30)

2. Standar Pokok Minimum Kebutuhan Pada Situasi Bencana

a. Air, sanitasi, promosi kesehatan b. Ketahanan pangan, gizi

c. Bantuan pangan

d. Shelter, pemukiman dan produk non makanan e. Pelayanan kesehatan

3. Standar minimal kebutuhan air, sanitasi. (Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1357/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi)

Standar Minimal adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup (air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal dan pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana atau pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi.

Pada pasca bencana beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut adalah :

(31)

a. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit, cacat) dan ciri–ciri demografinya.

b. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.

c. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.

d. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas.

e. Kelompok–kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas dan manula)

f. Kemampuan dan sumberdaya setempat Kebijakan dalam Bidang Sanitasi :

Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media lingkungan akibat terbatasnya sarana kesehatan lingkungn yang ada di tempat pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas Kesehatan Lingkungan dan kecukupan air bersih.

a. Pengadaan Air.

Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga bersihan

(32)

pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak di kunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu.

Tolok ukur kunci

1) Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per hari 2) Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya

0,125 liter perdetik.

3) Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter

4) 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang 5) Waktu antri di sebuah sumber air tidak lebih

dari 15 menit.

6) Untuk mengisi wadah 20 liter tidak lebih dari 3 menit

(33)

b. Kualitas air

Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabkan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek.

Tolok ukur kunci ;

1) Di sumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter

2) Hasil penelitian kebersihan menunjukan bahawa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah.

3) Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air

(34)

harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bisa di terima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)

4) Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa di minum Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.

(35)

c. Prasarana dan Perlengkapan Tolok ukur kunci :

1) Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup 2) Setiap orang mendapat sabun ukuran 250

gram per bulan.

3) Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki-laki.

4) Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.

d. Pembuangan Kotoran Manusia

Jumlah jamban dan akses masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang

(36)

cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa di akses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam

Tolok ukur kunci :

1) Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang

2) Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan atau menurut pembedaan jenis kelamin (misal jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban permpuan)

3) Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah / barak di kamp pengungsian). Atau bila di hitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.

4) Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian sembako, pusat–pusat layanan kesehatan dsb

(37)

5) Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah.

6) Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.

7) Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya. 1 (satu) Latrin untuk 6–10 orang e. Pengelolaan Limbah Padat

1) Pengumpulan dan pembuangan limbah padat masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis.

2) Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.

3) Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan

(38)

kadaluarsa, dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum.

4) Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat empat pembakaran limbah padat yang di rancang, di bangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam. 5) Terdapat lubang sampah, keranjang / tong sampah / tempat–tempat khusus untuk membuang sampah baik di pasar dan pejagalan, dengan sistem pengumpulan sampah secara harian.

6) Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada di lokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan, dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.

7) 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang 8) Tempat/lubang Sampah Padat

9) Masyarakat memiliki cara-cara untuk membuang limbah rumah tangga sehari– hari secara nyaman dan efektif.

(39)

Tolok ukur kunci :

a) Tidak satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga / lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum. b) Tersedia satu wadah sampah berkapasitas

100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat. f. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)

Sistem pengeringan : Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber-sumber limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana–prasarana medis.

Hal–hal berikut dapat di pakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :

1) Tidak terdapat air yang menggenang di sekitar titik–titik pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman

(40)

2) Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air. 3) Tempat tinggal, jalan-jalan setapak, serta

prasana-prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

4. Standar Minimum Dalam Bantuan Pangan.

Bantuan pangan diberikan dalam bentuk bahan makanan / masakan yang disediakan oleh dapur umum. Bantuan pangan bagi kelompok rentan diberikan dalam bentuk khusus.

Standar minimal bantuan :

a. Bahan makanan berupa beras 400 gram perorang perhari atau bahan makanan pokok lainya dan bahan lauk pauk.

b. Makanan yang disediakan dapur umum berupa makanan siap saji sebanyak 2 kali makan dalam sehari.

c. Besarnya bantuan makan setara dengan 2100 kalori/orang/hari, 10-20 % dari total energi tersedia dari protein, 17 % dari total energi disediakan oleh lemak

(41)

d. Asupan mikronutrien dapat diperoleh dari makanan segar.

Tahapan penanggulangan masalah gizi di pengungsian adalah sebagai berikut :

a. Tahap Penyelamatan

Fase ini maksimum selama 5 hari. Fase ini bertujuan memberikan makanan kepada masyarakat agar tidak lapar. Sasarannya adalah seluruh pengungsi, dengan kegiatan :

1) Pemberian makanan jadi dalam waktu sesingkat mungkin.

2) Pendataan awal, jumlah pengungsi, jenis kelamin, golongan umur.

3) Penyelenggaraan dapur umum (merujuk ke Depsos), dengan standar minimal.

b. Fasse kedua (fase II) adalah saat :

1) Setiap orang diperhitungkan menerima ransum senilai 2.100 Kkal, 40 gram lemak dan 50 gram protein per hari.

2) Diusahakan memberikan pangan sesuai dengan kebiasaan dan ketersediaan setempat,

(42)

mudah di angkut, di simpan dan didistribusikan.

3) Harus memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.

4) Mendistribusikan ransum sampai di tetapkannya jenis intervensi gizi berdasarkan hasil data dasar (maksimum 2 minggu) 5) Memberikan penyuluhan kepada pengungsi

tentang kebutuhan gizi dan cara pengolahan bahan makanan masing–masing anggota keluarga.

c. Tahap Tanggap Darurat

Tahap ini dimulai selambat–lambatnya pada hari ke 20 di tempat pengungsian.

Kegiatan :

1) Melakukan penapisan (screening) bila prevalensi gizi kurang balita 10 - 14.9 % atau 5 - 9.0 % yang disertai dengan faktor pemburuk.

2) Menyelenggarakan pemberian makanan tambahan sesuaidengan jenis intervensi yang telah ditetapkan pada tahap 1 fase II (PMT

(43)

darurat / Ransum, PMT darurat terbatas serta PMT terapi).

3) Melakukan penyuluhan baik perorangan atau kelompok dengan materi penyuluhan sesuai dengan butir b.

4) Memantau perkembangan status gizi melalui surveilans.

5) Melakukan modifikasi / perbaikan intervensi sesuai dengan perubahan tingkat kedaruratan a) Jika prevalensi gizi kurang > 15 % / 10

-14 % dengan faktor pemburuk, diberikan paket pangan dengan standar minimal per orang per hari (ransum), dan diberikan PMT darurat untuk balita, ibu hamil ibu meneteki dan lansia serta PMT terapi bagi penderita gizi buruk. Ketentuan kecukupan gizi pada PMT darurat sama seperti standar ransum.

b) Jika prevalensi gizi kurang 10–14.9% atau 5–9.9% dengan faktor pemburuk diberikan PMT darurat terbatas pada balita, ibu hamil, ibu meneteki dan lansia

(44)

yang kurang gizi serta PMT terapi kepada penderita gizi buruk.

c) Jika prevalensi gizi kurang < 10% tanpa faktor pemburuk atau < 5% dengan faktor pemburuk maka dilakukan penanganan penderita gizi kurang melalui pelayanan kesehatan setempat.

5. Standar minimum dalam bantuan pendidikan (terutama promosi kesehatan)

Standar minimum pendidikan dalam keadaan darurat terutama menyebarkan pesan-pesan kunci yang berfungsi untuk menopang kehidupan, struktur penawaran, stabilitas dan harapan untuk masa depan selama masa krisis, khususnya untuk anak- anak dan remaja. Pendidikan dalam keadaan darurat juga membantu untuk menyembuhkan rasa takut dari pengalaman buruk, membangun keterampilan dan konflik resolusi dukungan dan perdamaian.

(45)

6. Standar Minimum Pelayanan Kesehatan a. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat korban bencana didasarkan pada penilaian situasi awal serta data informasi kesehatan berkelanjutan, berfungsi untuk mencegah pertambahan / menurunkan tingkat kematian dan jatuhnya korban akibat penyakit melalui pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan. Tolok Ukur :

1) Puskesmas setempat, puskesmas pembantu bidang desa dan Pos kesehatan yang ada. 2) Bila mungkin, RS swasta, balai pengobatan

swasta, LSM lokal maupun LSM Internasional yang terkait dengan bidang kesehatan bekerjasama serta mengkoordinasikan upaya–upaya pelayanan kesehatan bersama.

3) Memakai standar pelayanan puskesmas. 4) Dalam kasus–kasus tertentu rujukan dapat

(46)

5) 1 (satu) Pusat Kesehatan pengungsi untuk 20.000 orang.

6) 1 (satu) Rumah Sakit untuk 200.000 orang b. Kesehatan Reproduksi

Kegiatan yang harus dilaksanakan pada kesehatan reproduksi adalah :

1) Keluarga Berencana (KB)

2) Kesehatan Ibu dan Anak antara lain Pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas. Pelayanan pasca keguguran.

3) Deteksi Dini dan penanggulangan PMS dan HIV/AIDS

4) Kesehatan Reproduksi Remaja c. Kesehatan Jiwa

Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan di lini lapangan sampai ke tingkat rujukan tertinggi, dalam bentuk kegiatan penyuluhan, bimbingan, konseling, dalam bentuk kegiatan penyuluhan, bimbingan, konseling, yang tentunya disesuaikan dengan kemampuan dan kewenangan petugas disetiap jenjang pelayanan. Penanggulangan penderita

(47)

stress paska trauma di lini lapangan dapat dilakukan oleh para relawan yang tergabung dalam lembaga/organisasi masyarakat atau keagamaan maupun petugas pemerintah di tingkat desa dan atau kecamatan, Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan dalam 3 (tiga) jenis kegiatan, yaitu :

1) Penyuluhan kelompok besar (lebih dari 20 orang)

2) Ahli Psikologi

3) Kader masyarakat yang telah dilatih. 7. Standar minimum pencegahan penyakit menular

a. Vaksinasi

Vaksinasi campak harus dijadikan prioritas sedini mungkin dalam kekeadaan darurat. Program vaksinasi harus segera dimulai begitu tenaga kesehatan, vaksin, peralatan dan perlengkapan lain sudah tersedia, tanpa menunda–nunda lagi.

(48)

b. Manajemen Kasus

Semua anak yang terkena penyakit menular di rawat selayaknya agar risiko lebih jauh terhindarkan, termasuk kematian.

c. Surveilans

Surveilans dilakukan terhadap beberapa penyakit menular.

8. Standar Minimal Ketenagaan

Jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan pengungsi antara 10.000 – 20.000: a. Pekerja kesehatan lingkungan 10 – 20 orang b. Bidan 5 – 10 orang

c. Para medis 4 – 5 orang d. Dokter 1 orang

e. Asisten Apoteker 1 orang f. Teknisi Laboratorium 1 orang g. Pembantu Umum 5 – 10 orang h. Pengawas Sanitasi 2 – 4 orang

i. Asisten Pengawas Sanitasi 10 –20 orang 9. Standar minimal penampungan keluarga (shelter)

Pada saat keadaan darurat berawal, warga memperoleh ruang tertutup yang cukup untuk

(49)

melindungi mereka dari dampak–dampak iklim yang dapat membahayakan mereka. Mereka memperoleh papan yang cukup memenuhi syarat kesehatan (hangat, berudara segar, aman dan memberi keleluasaan pribadi) demi menjamin martabat dan kesejahteraan mereka.

(50)

BAB III LIMBAH

A. Pengertian

Pengertian limbah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia.

Pada dasarnya, orang akan menganggap bahwa limbah adalah sampah yang sama sekali tidak ada gunanya dan harus dibuang, akan tetapi jika limbah terus di tumpuk maka akan menimbulkan penumpukan sampah. Dan sejatinya, limbah tidak selamanya harus di buang karena banyak juga limbah yang masih bisa diolah menjadi produk yang bermanfaat. Bahkan beberapa macam limbah bisa menjadi sangat berguna dan juga mempunyai nilai jual tinggi apabila diolah kembali secara baik dan benar. Limbah yang tidak diolah kembali maka selanjutnya akan menyebabkan berbagai polusi baik itu udara, air maupun tanah. Seperti misalnya, pada lingkungan yang dipakai sebagai tempat

(51)

pembuangan sampah maka udara disekitarnya tidak akan sehat dan baunya cenderung tak sedap. Tak sampai di situ karena bisa saja sumber air di sekitar lingkungan tersebut akan terkontaminasi dengan zat kimia limbah sehingga menyebabkan tanahnya menjadi tandus.

Limbah merupakan suatu barang (benda) sisa dari sebuah kegiatan produksi yang tidak bermanfaat / bernilai ekonomi lagi. Limbah sendiri dari tempat asalnya bisa beraneka ragam, ada yang limbah dari rumah tangga, limbah dari pabrik-pabrik besar dan ada juga limbah dari suatu kegiatan tertentu. Dalam dunia masyarakat yang semakin maju dan modern, peningkatan akan jumlah limbah semakin meningkat. Logika yang mudah seperti ini; dahulunya manusia hanya menggunakan jeruk nipis untuk mencuci piring, namun sekarang manusia sudah menggunakan sabun untuk mencuci piring sehingga peningkatan akan limbah tak bisa di elakkan lagi. Berdasarkan bentuknya dapat di bedakan menjadi 3, yaitu :

(52)

1. Berdasarkan wujudnya :

Pada pengelompokan limbah berdasarkan wujud lebih cenderung di lihat dari fisik limbah tersebut. Contohnya limbah padat, di sebut limbah padat karena memang fisiknya berupa padat, sedangkan limbah cair dikarenakan fisiknya berbentuk cair, begitu pula dengan limbah gas. Limbah Gas, merupakan jenis limbah yang berbentuk gas, contoh limbah dalam bentuk Gas antara lain Karbondioksida (CO2), Karbon Monoksida (CO), SO2, HCL,

NO2. dan lain-lain.

a. Limbah cair, adalah jenis limbah yang memiliki fisik berupa zat cair misal Air Hujan, Rembesan AC, Air cucian, air sabun, minyak goreng buangan, dan lain-lain

b. Limbah padat merupakan jenis limbah yang berupa padat, contoh bungkus jajanan, plastik, ban bekas, dan lain-lain.

(53)

2. Berdasarkan sumbernya

Pada pengelompokan limbah nomor 2 ini lebih difokuskan kepada dari mana limbah tersebut dihasilkan. Berdasarkan sumbernya limbah bisa berasal dari:

a. Limbah industri; limbah yang dihasilkan oleh pembuangan kegiatan industry

b. Limbah Pertanian; limbah yang ditimbulkan karena kegiatan pertanian

c. Limbah pertambangan; adalah limbah yang asalnya dari kegiatan pertambangan

d. Limbah domestik; Yakni limbah yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran dan pemukiman-pemukiman penduduk yang lain.

3. Berdasarkan senyawa

Berdasarkan senyawa limbah di bagi lagi menjadi dua jenis, yakni limbah organik dan limbah anorganik.

a. Limbah Organik, merupakan limbah yang bisa dengan mudah diuraikan (mudah membusuk), limbah organik mengandung

(54)

unsur karbon. Contoh limbah organik dapat anda temui dalam kehidupan sehari-hari, contohnya kotoran manusia dan hewan. b. Limbah anorganik, adalah jenis limbah yang

sangat sulit atau bahkan tidak bisa untuk di uraikan (tidak bisa membusuk), limbah an organik tidak mengandung unsur karbon. Contoh limbah an organik adalah Plastik dan baja.

B. Jenis-Jenis Limbah

1) Limbah Domestik

Limbah domestik lebih kita kenal dengan istilah limbah rumah tangga. Limbah domestik ini berasal dari pembuangan dalam rumah tangga, seperti sampah dan sejenisnya. Limbah ini dihasilkan dari sisa pembuangan makanan, sisa barang-barang yang sudah tidak terpakai dan ingin segera di buang, air bekas mencuci atau mandi dan kotoran yang berasal dari tubuh manusia (feses dan urin). Sejatinya limbah domestik tidak berbahaya seperti limbah

(55)

industri. Akan tetapi jika pembuangannya tidak tepat bisa menjadi sumber penyakit bagi masyarakat.

Pengertian Limbah Domestik Menurut Para Ahli

Pengertian limbah domestik secara pandangan umum sudah kita ketahui. Beberapa para ahli berusaha menambahkan tentang pengertian limbah domestik sebagai berikut: a. Sugiharto (1987)

Limbah domestik dapat berupa cairan. Limbah cair yang dihasilkan dari rumah tangga ini cenderung merupakan kotoran umum.

b. Stokes (1991)

Bila pembuangan limbah domestik tidak tepat, limbah itu dapat dikategorikan menjadi limbah infeksius yang berarti limbah yang dapat menjadi penyebab munculnya penyakit.

(56)

c. Tchobanoglous dan Elliassen (1979)

Limbah domestik merupakan sampah yang terbawa air dan berasal dari rumah tangga. d. Ir. Hieronymus Budi Santoso

Limbah domestik adalah bahan yang terbuang / sengaja dibuang dari satu sumber yang berasal dari aktivitas manusia dalam rumah. Limbah ini belum memiliki nilai ekonomi yang bermanfaat dan bisa jadi malah berdampak negatif.

e. Cahyono Budi Utomo

Limbah domestik bisa berasal dari benda / zat dari aktivitas manusia yang sudah tidak digunakan lagi dan sengaja dibuang.

f. Darmadi

Produk akhir yang berasal dari proses pencucian atau metabolisme tubuh dapat dinamakan sebagai limbah domestik. Bentuknya bisa cair, padat / setengah padat.

(57)

Berikut adalah klasifikasi limbah cair:

1. Limbah cair domestik (Domestic waste water)

Yaitu limbah cair hasil buangan dari perumahan (rumah tangga), perkantoran, bangunan perdagangan, dan sarana sejenis. Contoh : air deterjen sisa cucian.

2. Limbah cair industri (Industrial waste water) Yaitu limbah cair hasil buangan industri. Contoh : air sisa cucian daging, buah dan sayur dari industri pengolahan makanan, cairan sisa pewarna tekstil dari industri tekstil.

3. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow)

Yaitu limbah cair yang berasaldari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukaan.

Contoh luapan air buangan talang atap, pendingin ruangan, pertanian / perkebunan.

(58)

4. Air hujan ( storm water )

Yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas permukaan tanah.

Contoh pengolahan air limbah domestik adalah dengan menggunakan bak penangkap minyak dan lemak, bak pengendapan awal, bak aerasi, bak pengendapan akhir, filtrasi dan desinfeksi. Meski demikian, sistem pengolahan air bersih maupun air limbah domestik yang digunakan dalam hunian di bangun dengan menyesuaikan keadaan setempat, seperti sinar matahari, suhu yang tinggi di daerah tropis yang dapat dimanfaatkan. Konsultasikanlah dengan pihak terkait untuk mendapatkan sistem pengolahan air bersih maupun air limbah domestik yang baik dalam hunian maupun perusahaan Anda.

2) Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah kelompok limbah yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, membahayakan lingkungan, kesehatan dan

(59)

kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

a) Definisi limbah B3 menurut BAPEDAL (1995)

Limbah B3 adalah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity. dan corrosivity) serta konsentrasi / jumlahnya tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.

b) Definisi limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1999.

B3 adalah semua bahan/senyawa baik padat, cair ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang di miliki senyawa tersebut. Selain pengelompokan limbah-limbah diatas masih ada lagi jenis limbah yang lain, yakni limbah B3. Dari pengertian umumnya limbah

(60)

merupakan suatu barang sisa yang bisa berupa padat, cair dan gas.

Limbah B3 sendiri merupakan jenis limbah yang sangat berbahaya, suatu limbah dapat dikatakan sebagai limbah B3 jika mengandung bahan yang berbahaya serta beracun karena sifat dan konsentrasinya bisa mencemari lingkungan dan membahayakan kehidupan manusia dan lingkungan. Limbah B3 sendiri masih memiliki beberapa karateristik lagi yakni; Beracun, mudah meledak mudah terbakar, bersifat korosif, bersifat reaktif, dapat menyebabkan infeksi dan masih banyak lagi.

Sifat limbah B3

Dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, di kenal sampah spesifik, yaitu sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan / volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mengandung satu atau lebih senyawa berikut :  Mudah meledak (explosive)

(61)

 Pengoksidasi (oxidizing)  Beracun (moderatelytoxic)  Berbahaya (harmful)  Korosif (corrosive)

 Bersifat mengiritasi (irritant)  Dll

Macam-macam limbah B3

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dikelompokan menjadi :

a) Primary sludge b) Chemicial sludge c) Excess actived sludge d) Digested sludge

Berdasarkan karakteristiknya tersebut, limbah B3 dapat dikelompokan sebagai berikut : a) Limbah mudah meledak

b) Limbah mudah terbakar c) Limbah reaktif

d) Limbah beracun

e) Limbah yang menyebabkan infeksi f) Limbah yang bersifat korosif

(62)

Senyawa B3

Contoh limbah B3 antara lain logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol, dan lain sebagainya.

Limbah B3 dalam rumah tangga

Contoh produk limbah rumah tangga berpotensi B3, yaitu sebagai berikut :

a) Dapur : pembersih lantai, kompor gas, pembersih kaca, plastik, racun tikus, dan bubuk pembersih.

b) Tempat cucian : pembersih, detergen, pembersih lantai, bahan pencelup, dan pembuka sumbat saluran air kotor.

c) Kamar mandi : aerosol, disifektan, hair spray, pewarna rambut, pembersih toilet, dan medicated shampoo.

d) Kamar tidur : kamper, obat anti nyamuk, baterai, cat kuku, dan pembersih.

e) Garasi dan gudang : oli dan aki mobil, minyak rem, catwax, pembesih karburator,

(63)

cat dan tiner, lem, pembunuh tikus, semir sepatu, dan genteng asbes.

f) Ruang tamu : pembersih karpet, pembersih lantai, pembersih perabotan, pembersih kaca, pengharum ruangan.

g) Taman : pupuk dan insektisida. h) Ruang makan : bumbu dan obat

C. Cara pembuangan limbah

Limbah, baik limbah cair, padat, gas dan limbah B3 memiliki cara tersendiri dalam penanganan pembuangan. Limbah B3 tidak bisa disamakan pembuangannya dengan limbah cair ataupun limbah padat begitu pula sebaliknya. Untuk penanganan limbah cair sendiri masih di bagi lagi menjadi beberapa bagian, untuk lebih jelasnya perhatikan bagaimana cara penanganan limbah di bawah ini.

1. Penanganan limbah cair

Penanganan limbah cair sangatlah sulit, setiap bahan yang berbeda harus ditangani dengan cara yang berbeda pula. Dalam penanganan

(64)

limbah cair terdapat beberapa cara yakni sebagai berikut : a) Pengolahan primer b) Pengolahan sekunder c) Pengolahan tersier d) Desinfeksi e) Pengolahan lumpur 2. Pengolahan limbah padat

Pada pengolahan limbah padat berbeda dengan penanganan limbah cair, dalam penanganan limbah padat dibagi dalam beberapa cara yakni: a) Penimbunan terbuka

b) Sanitary landfill c) Daur ulang d) Insinerasi

e) Dijadikan kompos 3. Pengolahan limbah gas

Untuk penanganan limbah gas lebih ditekankan pada bagaimana mencegah gas pencemar tersebut mencemari lingkungan, misal dengan memasang filter (penyaring) pada knalpot kendaraan bermotor, pengendap siklon,

(65)

mengontrol emisi gas buang dan masih banyak lagi.

4. Pengolahan limbah B3

Pengolahan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) memiliki cara yang berbeda, berhubung jenis limbah ini bisa menimbulkan bahaya bagi lingkungan maka penanganan dengan benar haruslah diperhatikan. Untuk pembuangan limbah B3 haruslah berhati-hati karena tidak bisa dibuang begitu saja, limbah haruslah di olah terlebih dahulu baik melalui pengolahan fisik, biologi dan kimia dengan tujuan dapat menghilangkan efek berbahaya yang terdapat di dalam limbah. Berikut ini beberapa cara pengolahan limbah B3:

a) Kolam penyimpanan (surface impoundments)

b) Sumur dalam/Sumur injeksi

c) Secure landfill/lanfill untuk limbah B3 Limbah telah menjadi persoalan penting di negeri ini, untuk menciptakan negeri yang bersih dan sehat tentunya harus kita mulai dengan cara

(66)

hidup bersih dan sehat pula. Untuk itu mulailah dengan kehidupan sehari-hari misal membersihkan halaman rumah, selokan di depan rumah dan juga sadarkan diri akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Kesadaran ini juga harus dilakukan oleh semua pihak, terutama jangan lagi ada pabrik-pabrik yang membuang limbah di sungai. Selain merugikan bagi kesehatan limbah yang di buang di sungai juga bisa membawa efek yang lain, misal biota sungai seperti ikan, plankton dan tanaman air akan mati. Sungai yang tercemar juga akan sangat buruk di pandang, mestinya sungai bisa kita manfaatkan sebagai tempat rekreasi dan mencari rezeki namun jika sudah tercemar seperti ini mau bagaimana lagi. Semoga kedepannya Indonesia menjadi negara yang bersih, sehat dan bersih dari limbah.

(67)

BAB IV SAMPAH

A. Pengertian

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”. Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.” (Istilah lingkungan untuk manajemen, Ecolink, 1996).

Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari:

1. Rumah tangga

2. Kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan. 3. Fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah

tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas

(68)

4. Fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,

5. Industri

6. Hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.

B. Dampak Sampah bagi Manusia dan lingkungan 1. Sudah kita sadari bahwa pencemaran

lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan. Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif yang tidak sedikit. Dampak bagi kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti

(69)

lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut: 1. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar

dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

Dampak Terhadap Lingkungan Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau

(70)

kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.

2. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).

C. Usaha Pengendalian Sampah

Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah, justru memberikan permasalahan lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air tanah, dan air permukaan sekitar akibat air lindi, sudah mencapai tahap yang membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya dari segi sanitasi lingkungan. Gambaran yang

(71)

paling mendasar dari penerapan teknologi lahan urug saniter (sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup luas untuk tiap satuan volume sampah yang akan diolah. Teknologi ini memang direncanakan untuk suatu kota yang memiliki lahan dalam jumlah yang luas dan murah. Pada kenyataannya, lahan di berbagai kota besar di Indonesia dapat dikatakan sangat terbatas dan dengan harga yang tinggi pula. Dalam hal ini, penerapan lahan urug saniter sangatlah tidak sesuai. Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat diperkirakan bahwa teknologi yang paling tepat untuk pemecahan masalah di atas, adalah teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan lahan. Konsep utama dalam pemusnahan sampah selaku buangan padat adalah reduksi volume secara maksimum. Salah satu teknologi yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah teknologi pembakaran yang terkontrol atau insinerasi, dengan menggunakan insinerator. Teknologi insinerasi membutuhkan luas lahan yang lebih hemat, dan disertai dengan reduksi

(72)

volume residu yang tersisa (fly ash dan bottom ash) dibandingkan dengan volume sampah semula. Ternyata pelaksanaan teknologi ini justru lebih banyak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran udara. Produk pembakaran yang terbentuk berupa gas buang COx, NOx, SOx, partikulat, dioksin, furan, dan logam berat yang dilepaskan ke atmosfer harus dipertimbangkan. Selain itu proses insinerator menghasilakan Dioxin yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya kanker, sistem kekebalan, reproduksi, dan masalah pertumbuhan. Global Anti-Incenatot Alliance (GAIA) juga menyebutkan bahwa insinerator juga merupakan sumber utama pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat, yang mengganggu sistem motorik, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran.

Belajar dari kegagalan program pengolahan sampah di atas, maka paradigma penanganan sampah sebagai suatu produk yang tidak lagi bermanfaat dan cenderung untuk dibuang begitu

(73)

saja harus diubah. Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis.

D. Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian, misalnya, dengan menerapkan Prinsip 4R, yaitu:

1. Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.

2. Re-use (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini

(74)

dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.

3. Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Teknologi daur ulang, khususnya bagi sampah plastik, sampah kaca, dan sampah logam, merupakan suatu jawaban atas upaya memaksimalkan material setelah menjadi sampah, untuk dikembalikan lagi dalam siklus daur ulang material tersebut.

4. Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua

(75)

bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami. Penggunaan kompos sebagai produk pengolahan sampah organik juga harus diikuti dengan kebijakan dan strategi yang mendukung. Pemberian insentif bagi para petani yang hendak mengaplikasikan pertanian organik dengan menggunakan pupuk kompos, akan mendorong petani lainnya untuk menjalankan sistem pertanian organik. Kelangkaan dan makin membubungnya harga pupuk kimia saat ini, seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan sistem pertanian organic.

E. Sampah padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian :

1. Sampah Organik

Sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam / dihasilkan dari kegiatan pertanian,

(76)

perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll.

2. Sampah Anorganik

Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol, tas plastik. Dan botol kaleng. Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan

(77)

plastik), maka dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.

F. Pengelolaan sampah agar memiliki nilai ekonomis

Apapun contoh dari materi materi yang dapat didaur ulang di golongkan kedalam beberapa kelompok.

1. Botol Bekas wadah kecap, saos, sirup,

2. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus

3. Aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue dll.

4. Besi bekas rangka meja, besi rangka beton dll. 5. Plastik bekas wadah shampo, air mineral,

jerigen, ember dll

6. Sampah basah dapat diolah menjadi kompos. Namun bila di lihat kembali dalam segi proses masih banyak juga sampah sampah dan barang yang tidak berguna lain yang masih mempunyai nilai guna, antara lain :

(78)

1. Bahan bangunan

Material bangunan bekas yang telah dikumpulkan dihancurkan dengan mesin penghancur, terkadang bersamaan dengan aspal, batu bata, tanah, dan batu. Hasil yang lebih kasar bisa dipakai menjadi pelapis jalan semacam aspal dan hasil yang lebih halus bisa di pakai untuk membuat bahan bangunan baru semacam bata.

2. Baterai

Banyaknya variasi dan ukuran baterai membuat proses daur ulang bahan ini relatif sulit. Mereka harus disortir terlebih dahulu, dan tiap jenis memiliki perhatian khusus dalam pemrosesannya. Misalnya, baterai jenis lama masih mengandung merkuri dan kadmium, harus ditangani secara lebih serius demi mencegah kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Baterai mobil umumnya jauh lebih mudah dan lebih murah untuk didaur ulang.

(79)

3. Barang Elektronik

Barang elektronik yang populer seperti komputer dan handphone umumnya tidak di daur ulang karena belum jelas perhitungan manfaat ekonominya. Material yang dapat di daur ulang dari barang elektronik misalnya adalah logam yang terdapat pada barang elektronik tersebut (emas, besi, baja, silikon, dll) ataupun bagian-bagian yang masih dapat di pakai (microchip, processor, kabel, resistor, plastik, dll). Namun tujuan utama dari proses daur ulang, yaitu kelestarian lingkungan, sudah jelas dapat menjadi tujuan diterapkannya proses daur ulang pada bahan ini meski manfaat ekonominya masih belum jelas.

.

G. Keuntungan Daur-Ulang Sampah Anorganik Selain membantu penanganan sampah di perkotaan, upaya daur-ulang sampah anorganik yang dilakukan masyarakat di Indonesia memiliki beberapa fungsi dalam aspek lingkungan dan

(80)

ekonomi yang seringkali diabaikan oleh berbagai pihak.

Besar.Pengelolaan sampah dapat dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam .salah satu cara yang dapat kita lakukan adalah dengan cara mendaur ulang sampah-sampah tersebut.

Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan , pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai, Maanfaat lain yang dirasakan dalama mendaur ulang sampah antara lain :

1. Menghemat sumber daya alam 2. Menghemat Energi

3. Mengurangi uang belanja 4. Menghemat lahan TPA 5. Lingkungan asri

Sampah bisa didaur ulang serta dipilah untuk dijadikan produk yang bernilai ekonomis. Peluang-peluang untuk mengolah sampah tersebut bisa di mulai dari tingkat rumah tangga. Sampah organik di olah menjadi produk kompos yang bisa di serap

(81)

petani serta bisa dimanfaatkan oleh pengusaha tanaman hias.Di samping itu, sampah daur ulang juga bisa dimanfaatkan untuk industri kreatif seperti membuat tas dari sampah plastik dan kerajinan lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan peningkatan biodegradabilitas limbah rumah sakit dengan menggunakan kompos tidak stabil dan eksudat pada tumbuhan air, maka diperoleh hasil

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang

Sikap berkaitan dengan DBD dalam penelitian ini adalah pernyataan sikap re- sponden tentang pemilihan pelayanan kesehatan, alasan pemilihan, dan tindakan pertama

Dari hasil pengklasifikasi menggunakan algoritma MOA, didapatkan bahwa terdapat 2 tipe aerosol utama dan 1 tipe aerosol campuran untuk wilayah kajian, yakni

Secara khusus penulis menghaturkan rasa terima kasih tak terhingga kepada saudara-saudara penulis yaitu Abangda Kompol Pria Premos, SIK dan Kakanda Dokter Meity

Senyawa hasil ekstraksi dari isolat Streptomyces yang diperoleh dari tanah rizosfer Familia Poaceae Imperata cylindrica L, Pennisetum purpureum Schumach dan

Dengan adanya perancangan Tugas Akhir ini, dapat memberikan informasi yang lebih efektif dan memotivasi orangtua dan anak untuk membaca buku dan membantu orangtua agar

matematika atau menerapkannya dengan hal-hal yang dekat dengan siswa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil tes, wawancara dan uraian di atas, yang menjadi