1.1 Latar Belakang
Rumah sakit mempunyai fungsi dan tugas memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kegiatannya tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat di sekitarnya, melainkan akan berdampak negatif berupa pencemaran akibat limbah yang dibuang tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Menurut Keman (2006) pengelolaan limbah padat medis dan non medis di rumah sakit sangat dibutuhkan bagi kenyamanan dan kebersihan rumah sakit karena dapat memutuskan mata rantai penyebaran penyakit menular, terutama infeksi nosokomial. Limbah padat rumah sakit mulai disadari sebagai bahan buangan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena bahan yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan dampak kesehatan dan menimbulkan cidera (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Berbagai kegiatan rumah sakit menghasilkan bermacam-macam limbah yang berupa limbah cair, padat dan gas. Hal ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit (Adisasmita, 2009).
Survei yang dilakukan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2006) menyatakan bahwa masih banyak rumah sakit yang kurang memberikan
tidak hanya berdampak terhadap pasien dan pekerja rumah sakit saja, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan terhadap pekerja lainnya seperti para petugas kebersihan.
Limbah padat rumah sakit atau biasa disebut sampah rumah sakit menghasilkan hampir 80 persen berupa sampah non medis dan 20 persen berupa sampah medis. Sebesar 15 persen dari sampah rumah sakit merupakan limbah infeksius dan limbah jaringan tubuh, 1 persen merupakan limbah benda tajam, 3 persen berupa limbah kimia dan farmasi dan 1 persen merupakan limbah genotoksik. Negara maju menghasilkan 6 kg sampah medis per orang per tahun, sedangkan negara berkembang menghasilkan 0,5 sampai 3 kg per orang per tahun ( WHO, 2007).
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa di rumah sakit Yordania, rata-rata sampah yag dihasilkan berkisar antara 0,29 sampai 1,36 kg per tempat tidur per hari dengan total sampah harian sebesar 6 ton per hari. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Kuwait, sampah yang dihasilkan per hari bervariasi antara 3,87 kg per tempat tidur per hari sampai 7,44 kg per tempat tidur per hari. Sampah tersebut terdiri dari sampah non medis 71,44 persen, limbah infeksius sebesar 27,8 persen dan 0,76 persen limbah benda tajam (Alhamoud, 2007).
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan (1997) diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1.090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi limbah padat atau sampah
berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 persen. Sementara itu, hasil penelitian pada tahun 2003 menunjukkan bahwa produksi sampah sebesar ± 0,14 kg per tempat tidur per hari. Produksi sampah berupa limbah non infeksius sebesar 80 persen, 15 persen limbah patologis, 1 persen limbah benda tajam, dan 30 persen limbah klinik dan farmasi. Diperkirakan secara nasional produksi sampah rumah sakit sebesar 8.132 ton per tahun. Sedangkan pada tahun 2005 jumlah rumah sakit yang memiliki incenerator sebanyak 85 persen (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).
Berdasarkan data pengelolaan limbah padat di rumah sakit kanker “Dharmais” pada tahun 2008, aktivitas rumah sakit menghasilkan limbah medis sebesar 26,88 persen dan limbah padat non medis sebesar 73,12 persen. Sedangkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB pada tahun 2013, didapatkan jumlah limbah padat medis sebesar 56,77 kg dan limbah padat non medis sebesar 597,15 kg. Hal ini menunjukkan limbah padat non medis berpotensi lebih besar untuk mencemari lingkungan dan menyebabkan gangguan kesehatan dibandingkan dengan limbah padat medis apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan baik.
Menurut Hapsari (2010) agar pelaksanaan pengelolaan limbah padat atau sampah rumah sakit berjalan dengan baik diperlukan manajemen rumah sakit yang merupakan koordinasi antara berbagai sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian dan kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana
(tools). Tools tersebut dikenal dengan 5M, yaitu man, money, machines, method,
dan market (Tjokroamidjojo, 2000).
Mekasinme pengelolaan sampah dapat dilaksanakan berdasarkan pada pendekatan sistem yaitu konsep pemasukan (input), proses (process) dan keluaran (output). Masukan berupa segala sumber daya yang digunakan dalam pengelolaan sampah rumah sakit yaitu tenaga, biaya, fasilitas dan metode. Proses adalah bagaimana pengelolaan limbah padat rumah sakit tersebut dijalankan, dimulai dari proses pewadahan limbah padat, pengumpulan limbah padat dan pengangkutan sampai pembuangan akhir limbah padat. Keluaran adalah hasil dari proses pengelolaan limbah padat atau sampah yang dilaksanakan oleh rumah sakit.
Pernyataan tersebut terlihat bahwa dari setiap rumah sakit akan menghasilkan limbah padat atau sampah baik limbah medis maupun non medis. Volume limbah yang dihasilkan dari berbagai rumah sakit dapat memberikan potensi resiko terhadap pencemaran lingkungan dan kesehatan masyarakat serta penularan penyakit. Oleh karena itu, diperlukan pelaksanaan pengelolaan limbah padat yang tepat agar dapat meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan. Selain itu diperlukannya sumber daya manusia, karena dalam manajemen faktor manusia adalah yang paling menentukan.
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe adalah rumah sakit negeri kelas B yang mampu memberikan pelayanan kedokteran dan subspesialis terbatas. Hasil survei pendahuluan yang telah penulis lakukan, Rumah Sakit Umum Cut Meutia menghasilkan buangan berupa limbah padat medis dan limbah padat non medis. Selain itu, masih ditemukannya permasalahan pada pelaksanaan
pengelolaan limbah padat atau sampah rumah sakit yaitu, sarana dan prasarana pengelolaan limbah padat atau sampah rumah sakit yang belum lengkap, proses pemisahan sampah yang belum dijalankan dan penggunaan alat pelindung diri bagi tenaga pengelola yang belum memenuhi syarat. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut tentang pelaksanaan pengelolaan limbah padat di RSU Cut Meutia Lhokseumawe tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, terdapat beberapa permasalahan dalam hal pelaksanaan pengelolaan limbah padat, sarana dan prasarana pengelolaan limbah padat dan penggunaan alat pelindung diri pada tenaga pengelola, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pengelolaan limbah padat di RSU Cut Meutia Lhokseumawe tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pengelolaan limbah padat di RSU Cut Meutia Lhokseumawe Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis sumber daya manusia pada pelaksaan pengelolaan limbah padat di RSU Cut Meutia Lhokseumawe.
3. Untuk mengetahui sarana dan prasarana pengelolaan limbah padat yang tersedia di RSU Cut Meutia Lhokseumawe
4. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah padat di RSU Cut Meutia Lhokseumawe.
5. Untuk mengetahui proses penampungan dan pengumpulan limbah padat di RSU Cut Meutia Lhokseumawe Tahun 2016.
6. ntuk mengetahui proses pengangkutan limbah padat di RSU Cut Meutia Lhokseumawe Tahun 2016.
7. Untuk mengetahui proses pemusnahan dan pembuangan akhir limbah padat di RSU Cut Meutia Lhokseumawe Tahun 2016.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah pengetahuan pembaca dalam hal pengelolaan limbah padat atau sampah di RSU Cut Meutia Lhokseumawe tahun 2016.
2. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam hal pengelolaan limbah padat atau sampah di RSU Cut Meutia Lhokseumawe tahun 2016.
3. Sebagai bahan pembelajaran bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara terutama peminatan Kesehatan Lingkungan. 4. Sebagai masukan bagi program penyehatan lingkungan Rumah Sakit
Umum Cut Meutia dalam hal upaya minimisasi limbah padat atau sampah rumah sakit.