BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu daerah yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa memperhatikan apakah faktor produksi dimiliki oleh residen atau non-residen. Penggunaan nilai tambah bruto ini yang bukan merupakan output atau nilai produksi, dalam menghitung produk domestik suatu daerah agar terhindar dari perhitungan ganda (double count) dari jasa dan barang jadi yang diproduksi.
Perencancanaan pembangunan ekonomi suatu daerah, memerlukan bermacam-macam data statistik untuk dasar penentuan strategi dan kebijaksanaan, agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan tepat. Strategi dan kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang telah diambil pada masa-masa yang lalu perlu dimonitor dan dilihat hasil-hasilnya. Berbagai data statistik yang merupakan ukuran kuantitas mutlak diperlukan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pada masa yang lalu dan masa kini, serta sasaran-sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang.
Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap, dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mengetahui tingkat dan pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik pendapatan regional secara berkala, untuk digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan regional khususnya di bidang ekonomi. Angka-angka pendapatan regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak , baik pemerintah maupun swasta.
Demikian pula angka pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan deflasi, pendapatan perkapita dapat diukur dengan menggunakan indikator ini. Badan Pusat Statistik (BPS) telah menghitung indikator ini sampai dengan tingkat kabupaten. Seluruh angka agregat PDRB telah dimanfaatkan oleh para perencana dan pengambil keputusan sebagai bahan evaluasi terhadap berbagai kebijakan yang pernah dilakukan, serta sebagai bahan perencanaan program pembangunan di waktu yang akan datang. Dalam hal ini digunakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banyuwangi ketika menyusun program pembangunan daerah Kabupaten Banyuwangi.
Selain pemanfaatan yang demikian itu, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir PDRB telah digunakan oleh Pemerintah Pusat, sebagai salah satu penimbang perolehan Dana Alokasi Umum (DAU) bagi setiap Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten. Atas dasar semakin meningkatnya kebutuhan angka agregat PDRB, ada kalanya para pengguna data menghendaki PDRB dihitung dan disajikan secara spasial sampai dengan tingkat kecamatan, agar bisa dimanfaatkan secara optimal. Dan apabila penyajian PDRB yang dihitung secara spasial sampai dengan tingkat kecamatan tersebut diamati berdasarkan fluktuasi secara berkala akan menjadi lebih bermakna bukan saja bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, melainkan pihak swasta pun kerap kali membutuhkan publikasi PDRB untuk kepentingan usahanya.
1.2 PENGERTIAN
Untuk memperoleh pemahaman yang sama, perlu kiranya disepakati tentang pengertian-pengertian yang berhubungan dengan penghitungan PDRB, Diawali dengan penerbitan tahun 2005 lalu, penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) sudah tidak menggunakan tahun dasar 1993 lagi. PDRB ADHK dihitung berdasarkan tahun dasar 2000 (Rebasing). Hal ini merujuk kepada ketentuan nasional yang berdasarkan atas rekomendasi badan dunia tentang The System of
National Account/SNA. Arti Rebasing
Rebasing didefinisikan sebagai proses penetapan kembali penggunaan
rekomendasi PBB tahun dasar (base year) yang digunakan dalam penghitungan PDRB harus selalu diperbaharui untuk mengakomodir perkembangan ekonomi yang terjadi. Implikasi rebasing akan menghasilkan perbedaan hasil pengukuran PDRB tahun dasar lama dan baru dalam; nilai nominal (Atas Dasar Harga Berlaku/ADHB), nilai riil (ADHK), struktur ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Dipilihnya tahun dasar baru 2000 karena merupakan awal berlangsungnya sebuah proses pemulihan ekonomi nasional setelah dilanda krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Sehingga pada tingkat regional juga perlu melakukan penyesuaian agar diperoleh asumsi-asumsi mendasar yang sama.
1.3 RINGKASAN AGREGAT PDRB
Konsep-konsep yang dipakai dalam pendapatan regional dapat diurutkan sebagai berikut:
(1) Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar (GRDP
at market prices), dikurangi : penyusutan, akan sama dengan :
(2) Produk Domestik Regional Neto atas dasar harga pasar (NRDP
at market prices), dikurangi : pajak tak langsung neto, akan sama
dengan :
(3) Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya faktor (NRDP at
factor prices), ditambah : pendapatan neto yang mengalir dari ke
daerah lain/luar negeri, akan sama dengan : (4) Pendapatan Regional (Regional Income)
(5) Pendapatan per kapita diperoleh dengan cara membagi pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Produk:
Merupakan nilai tambah dari suatu unit usaha.
Domestik:
Produk yang dihasilkan dari unit-unit produksi dalam suatu wilayah (sebut kabupaten).
Regional:
Domestik yang diterima sebagai nilai tambah dari luar dikurangi nilai tambah yang keluar kabupaten.
Nilai Tambah Bruto (NTB):
Merupakan nominal produk yang masih mengandung nilai penyusutan serta pajak tak langsung neto.
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB):
Menghitung NTB berdasarkan harga persatuan unit dari data produksi yang berlaku pada saat tahun penghitungan PDRB.
Atas Dasar Harga Konstan (ADHK):
Menghitung NTB berdasarkan harga persatuan unit dari data produksi yang dinilai pada saat tahun dasar penghitungan PDRB.
Tahun Dasar (Base Year):
Penentuan tahun yang digunakan untuk mengukur perkembangan produktivitas secara nyata/riil. Rekomendasi UN berdasarkan The System
of National Account/SNA, tahun dasar terakhir 2000.
1.4 DASAR PENYUSUNAN
Dasar penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah:
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005;
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
5. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 51 Tahun 2002 tentang pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Banyuwangi;
6. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2009;
7. Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2009;
8. Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/35/KEP/ 429.012/2009 tentang Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009;
9. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Statistik.
1.5 MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT
1.5.1 Maksud
Penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran atau situasi perekonomian Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan pendekatan yang terukur melalui seberapa besar Nilai Tambah Bruto, struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan deflasi serta pendapatan per kapita.
1.5.2 Tujuan
Penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini bertujuan untuk mengukur kemajuan ekonomi pada tingkat kabupaten, tepatnya dari tahun 2000 yang diduga sudah terjadi pemulihan ekonomi sebagai akibat dari krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 lalu.
1.5.2.1 Manfaat
Hasil penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini diharapkan agar dapat memberikan manfaat sebagai bahan evaluasi terhadap program pembangunan yang telah dilaksanakan. Utamanya terhadap intervensi apa dan di bidang pembangunan mana yang perlu mendapat skala prioritas. Khususnya kebijakan dalam program-program pembangunan di bidang ekonomi.
1.6 RUANG LINGKUP
1.6.1 Ruang Lingkup Wilayah
Untuk memperoleh gambaran tentang kemajuan ekonomi pada tingkat kabupaten sebagaimana dituangkan dalam tujuan. Maka ruang lingkup wilayah sebagai obyek kajian dalam penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini, meliputi seluruh wilayah di 24 kecamatan yang ada dalam Kabupaten Banyuwangi.
1.6.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah sebagai berikut :
1. Tujuan dari Penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009;
2. Potensi dan Permasalahan yang ada terkait Pembangunan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009;
3. Strategi penanganan, program yang akan dilaksanakan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
1.6.3 Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah Kabupaten Banyuwangi;
2. Inventarisasi pola kebijakan khususnya kebijakan dalam program-program pembangunan di bidang ekonomi;
3. Menyusun dan menetapkan Rencana Program dan Operasionalisasi pelaksanaan program-program pem-bangunan khususnya di bidang ekonomi.
1.7 HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah :
1. Tersusunnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 sebagai alat ukur dalam mengkaji perekonomian daerah khususnya untuk mengevaluasi tingkat capaian kualitas sumber daya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi; 2. Ditetapkannya Strategi Pembangunan bidang ekonomi di Kabupaten
Banyuwangi.
1.8 SISTEMATIKA PENYUSUNAN
Sistematika penyusunan kegiatan Penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini adalah sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi, pengertian umum tentang Produk Domestik Regional Bruto, maksud/tujuan/manfaat, ruang lingkup penyusunan, hasil yang diharapkan serta sistematika penyajiannya.
Bab 2 Potensi Ekonomi
Bab ini menyajikan gambaran umum potensi ekonomi dengan pendekatan data makro ekonomi di Kabupaten Banyuwangi yang ditinjau dari bidang sosial ekonominya.
Bab 3 Metodologi
Bab ini menetapkan prinsip dasar dan azas penyusunan, pendekatan penyusunan, metode penghitungan yang akan digunakan dalam membentuk besaran Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten Banyuwangi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah maupun teknis dan langkah-langkah pelaksanaan.
Bab 4 Pembahasan
Bab ini berisikan uraian yang terkait dengan besaran PDRB, struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang disajikan menurut sektor ekonomi dan secara spasial akan disajikan sampai dengan tingkat kecamatan.
Bab 5 Penutup
Berisi kesimpulan dan saran serta sebuah rekomendasi sederhana yang diharapkan bisa digunakan sebagai bahan acuan dalam memajukan perekeonomian secara makro di Kabupaten Banyuwangi.
Gambar 2.1
Jumlah Usaha Menurut Penggunaan Lokasi Tempat Usaha di Kab. Banyuwangi Tahun 2006
Sumber: BPS Kab. Banyuwangi 26% 35% 21% 10% 1% 7% Bangunan Khusus Bangunan Campuran Keliling Kaki-5 Ojek Motor Los/Koridor
BAB II
POTENSI EKONOMI
2.1 KEPENDUDUKANSejak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah yang diikuti dengan penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU). Jumlah penduduk telah digunakan sebagai salah satu penimbang terhadap besar kecilnya perolehan DAU bagi setiap pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Terkait dengan hal tersebut karena penduduk merupakan bagian dari pembangunan, maka posisi penduduk bisa sebagai subyek sekaligus bisa menjadi obyek dari pembangunan itu sendiri. Sampai dengan akhir tahun 2009 lalu penduduk Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar 1.592.643 jiwa.
2.2 POPULASI USAHA
Banyak pengamat ekonomi berpendapat bahwa populasi usaha merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari kemajuan ekonomi daerah. Korelasinya
apabila ditemukan semakin banyak populasi usaha di suatu daerah, akan dapat diduga kemaju-an ekonomi pada daerah tersebut akan lebih meningkat bila dibandingkan dengan daerah lain yang lebih sedikit populasi usahanya. Jumlah usaha yang tercatat melalui kegiatan
Sensus Ekonomi tahun 2006 di Kabupaten Banyuwangi ada sebanyak 207.577 usaha di luar sektor pertanian.
Dari sejumlah usaha tersebut sebanyak 81.629 usaha di antaranya merupakan usaha yang dilakukan di luar bangunan dan umumnya apabila menggunakan bangunan cenderung tidak permanen. Selebihnya 125.948 usaha tergolong usaha yang dalam kegiatannya sudah menggunakan sebuah bangunan yang permanen. Penggunaan bangunan
per-manen ini pada umumnya be-rupa bangunan khusus untuk usaha saja dan bangunan yang
digunakan untuk
usaha sekaligus sebagai tempat hunian yang di-sebut bangunan
campuran. Tidak
permanen
be-rupa usaha kaki-5, los/koridor, pangkalan ojek motor dan be-rupa pedagang keliling.
Bila di-perhatikan
ber-dasarkan sektor kegiatan usahanya, diperoleh usaha-usaha yang bergerak di sektor perdagangan masih merupakan sektor ekonomi yang paling banyak diminati oleh pelaku usaha di Kabupaten Banyuwangi. Jumlahnya mencapai 95.445 usaha. Kedua terbanyak ada pada sektor industri pengolahan yang jumlahnya tercatat 42.559 usaha. Ketiga sektor jasa-jasa dengan jumlah sebanyak 20.847 usaha. Keempat usaha yang katagorinya pada sektor kegiatan usaha akomodasi dan makan minum
Tabel 2.1
Jumlah Usaha Menurut Sektor Kegiatan Usaha Hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006
No Sektor Kegiatan Usaha Jumlah
1. Pertambangan dan Penggalian 1.267
2. Industri Pengolahan 42.559
3. Listrik, Gas dan Air 95
4. Konstruksi 872
5. Perdagangan Besar dan Eceran 95.445
6. Akomodasi dan Makan Minum 20.257
7. Transportasi, Penggudangan dan Komunikasi 16.130
8. Perantara Keuangan 624
9. Real Estat, Usaha Persewaan 3.900
10. Jasa Pendidikan 2.992
11. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.322
12. Jasa Kemasy. Sosbud, Hib, Perorangan lainnya 20.847
13. Jasa Perorangan yg Melayani Rumahtangga 1.267
Jumlah Usaha 207.577
dengan jumlah sekitar 20.257 usaha. Sedang jumlah kegiatan usaha ber-dasarkan sektornya secara lengkap ada pada Tabel 2.1.
Perlu diketahui bahwasanya kegiatan usaha yang menggunakan bangunan tidak permanen yang terdiri atas usaha kaki-5, los/koridor, pangkalan ojek motor dan berupa pedagang keliling seluruhnya tidak memiliki status badan usaha. Namun untuk usaha yang mempunyai lokasi tempat usaha permanen, kepemilikan status badan usaha rupanya sudah menjadi perhatian. Untuk status badan usaha berupa BUMN/BUMD/ BHMN ada sebanyak 309 usaha, PT/NV sebanyak 322 usaha, CV/Firma 259 usaha, Koperasi 447 usaha, Yayasan dengan 1.003 usaha, ijin khusus dari instansi 5.430 usaha dan yang masih belum mempunyai badan usaha sebanyak 118.157 usaha.
Tenaga kerja yang terserap di berbagai sektor kegiatan usaha jumlahnya mencapai 401.881 orang. Terbanyak bekerja pada usaha perdagangan besar dan eceran yang jumlahnya mencapai 95.445 orang. Kedua pada usaha industri pengolahan ada sebanyak 42.559 orang. Ketiga bekerja pada usaha jasa kemasyarakatan, Sosial budaya, Hiburan dan perorangan lainnya tercatat 20.847 orang dan pada usaha akomodasi dan makan minum ada sebanyak 20.257 orang serta selebihnya menyebar di berbagai kegiatan usaha yang ada.
1. Pertambangan dan Penggalian
Penyebaran usaha ini tergolong kurang merata, mungkin lebih disebabkan oleh faktor geografis. Sehingga populasi usahanya pun masih relatif sedikit. Usaha-usaha ini banyak dijumpai di Kecamatan Songgon, Wongsorejo, Singojuruh, Glenmore, Glagah dan Purwoharjo.
2. Industri Pengolahan
Kegiatan mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang diikuti dengan naiknya nilai tambah barang tersebut, umumnya didefinisikan sebagai industri pengolahan. Kegiatan seperti ini banyak ditemukan di Kecamatan Srono, Rogojampi, Muncar, Genteng dan Kabat.
3. Listrik, Gas dan Air
Populasi usaha ini keberadaannya sangat terbatas, tidak seluruh kecamatan di Kabupaten Banyuwangi bisa ditemukan usaha ini. Umumnya di Kecamatan Songgon, Glenmore, Kalibaru, Kalipuro dan Licin.
4. Konstruksi
Konstruksi tidak selalu identik dengan perusahaan kontraktor bangunan saja, usaha ini bisa dilakukan oleh perorangan apabila mekanisme kerjanya sepadan dengan usaha kontruksi. Populasi usaha ini banyak ditemukan di Kecamatan Kabat, Rogojampi, Banyuwangi, Genteng dan Srono.
5. Perdagangan Besar dan Eceran
Selain banyak diusahakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi, usaha perdagangan ini juga merupakan usaha terbesar dalam penyerapan tenaga kerja. Bila dikaji lebih jauh, dari seluruh nilai produksi/omzet/pendapatan yang tercatat dalam pendataan Sensus Ekonomi 2006, sekitar separuhnya merupakan nilai produksi/omzet/pendapatan dari kegiatan usaha perdagangan besar dan eceran. Menurut populasinya banyak diusahakan di Kecamatan Muncar, Rogojampi, Banyuwangi, Genteng dan Srono.
6. Akomodasi dan Makan Minum
Usaha ini tergolong relatif banyak dan cukup menyebar keseluruh pelosok Kabupaten Banyuwangi. Penyediaan akomodasi dan makan minum banyak terdapat di Kecamatan Banyuwangi, Muncar, Rogojampi, Kalipuro dan Srono.
7. Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Bila diperhatikan persebaran dari usaha ini yang relatif cukup merata, namun berdasarkan populasinya usaha ini banyak ditemukan di Kecamatan Banyuwangi, Genteng, Muncar, Kalipuro dan Rogojampi.
8. Perantara Keuangan
Perantara keuangan bisa berupa Bank, Asuransi atau lembaga keuangan bukan bank sampai dengan rentenir yang dilakukan perorangan asalkan diusahan seara ekonomi. Usaha ini banyak ditemukan di Kecamatan Banyuwangi, Genteng, Gambiran, Rogojampi dan Purwoharjo.
9. Real estat, Usaha Persewaan
Seluruh kecamatan di Kabupaten Banyuwangi usaha ini berkembang dengan baik. Berdasarkan populasinya banyak ditemukan di Kecamatan Banyuwangi, Genteng, Glagah, Rogojampi dan Purwoharjo.
10. Jasa Pendidikan
Yang dimaksud usaha ini berupa lembaga pendidikan formal dan non formal, bisa diusahakan oleh pemerintah, swasta dan perorangan. Usaha ini umumnya banyak ditemukan di Kecamatan Genteng, Cluring, Srono, Kabat dan Banyuwangi.
11. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Usaha ini bisa juga diusahakan oleh pemerintah, swasta dan perorangan. Seperti Rumah Sakit pemerintah dan swasta, Puskesmas serta fasilitas kesehatan lainnya. Termasuk disini pengobatan non medis serta layanan dalam panti maupun di luar panti. Usaha-usaha jasa kesehatan dan kegiatan lainnya banyak terdapat di Kecamatan Banyuwangi, Muncar, Genteng, Rogojampi dan Kalipuro.
12. Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan
Lainnya
Populasi usaha ini lebih didominasi oleh usaha yang bersifat jasa. Seperti; tukang servis peralatan rumahtangga, tukang cukur, salon, penjahit dan sejenisnya. Sehingga mempunyai kecenderungan pelaku dari usaha ini tidak atau belum mempunyai badan hukum. Sampai dengan saat ini masih didominasi di Kecamatan Banyuwangi, Gentang, Muncar, Wongsorejo dan Rogojampi.
13. Jasa Perorangan yang Melayani Rumahtangga
Usaha jasa di sini berbeda dengan usaha yang terdapat pada jasa kemasyarakatan. Usaha yang dimaksud lebih mengarah pada pelayanan rumahtangga. Seperti; juru masak, tukang cuci, tukang kebun, pengurus rumahtangga dan pengasuh bayi. Termasuk juga guru pribadi yang mengajar di rumah, sekretaris pribadi dan supir pribadi. Usaha seperti ini banyak terdapat di Kecamatan Banyuwangi, Genteng, Kalipuro, Rogojampi dan Kabat.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 BESARAN PDRB
Seperti diketahui, bahwa pembangunan antar sektoral selalu berhubungan antara yang satu dengan yang lain, saling menunjang dan selalu berkaitan, serta masing-masing mempunyai peranan dalam mewujudkan tujuan pembangunan, utamanya pembangunan daerah. Tujuan pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup seluruh masyarakat, meletakkan landasan yang lebih kuat untuk tahap-tahap pembangunan berikutnya. Oleh karenanya kebijaksanaan pemerintah menitik-beratkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar modal dasar yang dimiliki semakin kokoh, Lebih-lebih di era otonomi daerah saat ini diperlukan upaya keras untuk memulihkan keadaan perekonomian yang kurang menguntungkan belakangan ini, sebagai dampak krisis berkepanjangan yang dirasakan perlu secepatnya dilakukan pemulihan (recovery) ekonomi, tidak saja di tingkat nasional tetapi juga di tingkat regional.
Salah satu indikator untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat, dapat diukur dari tingkat pendapatan per kapita suatu daerah lainnya, baik daerah sekitarnya maupun daerah lainnya yang lebih maju. Tingginya pendapatan per kapita dengan sendirinya akan memperkuat kemampuan menabung sebagian dari pendapatannya untuk cadangan hari depan yang lebih baik. Data kuantitatif dari angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu alat ukur atau indikator untuk melihat sampai sejauh mana keberhasilan pembangunan ekonomi regional di Kabupaten Banyuwangi dari waktu ke waktu.
Dari angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi, dari angka indeks implisit dapat menggambarkan tingkat inflasi dan deflasi dari kegiatan ekonomi secara agregat sektoral, artinya seberapa jauh tingkat perkembangan harga yang terjadi selama satu tahun.
Jika dilihat tingkat perkembangan kemajuan ekonomi Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 yang terukur melalui besaran PDRB atas dasar harga berlaku tercatat Rp.20.490.127,44 (dalam juta). Dari besaran
PDRB ADHB ini bila dihitung tingkat perkembangannya yang dimulai dari tahun dasar 2000 sampai dengan tahun 2009 angkanya terus bertambah hingga mencapai 153.03 persen.
4.2 PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi biasanya ditandai dengan angka yang nilainya positif, namun apabila angkanya negatif maka pertumbuhan ekonomi daerah tersebut mengalami kemunduran, seperti saat terjadinya kontraksi ekonomi yang menimbulkan krisis ekonomi berkepanjangan. Pertumbuhan ekonomi pada saat itu nilainya negatif bahkan angkanya mencapai dua digit, tepatnya yang terjadi pada tahun 1997. Tetapi memasuki tahun 2000 banyak para ekonom berpendapat bahwa tahun itu merupakan tahun awal pemulihan ekonomi nasional dari yang paling terpuruk menuju ke arah yang lebih baik. Bahkan dari hasil penghitungan pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional pada tahun 2000 sudah diperoleh angka yang positif walaupun masih jauh dari harapan banyak pihak.
Bila dilihat nilai PDRB atas dasar harga konstan, yang dihitung dengan menggunakan tahun dasar 2000 sebagai dasar perhitungan, PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2009 mencapai 10.439.329,31 (dalam juta), sedangkan tahun 2008 mencapai 9.845.052,99 (dalam juta) atau mengalami pertumbuhan 6,04 % yang berarti ada peningkatan sebesar 0,28 % poin dari tahun sebelumnya yang besar pertumbuhan ekonominya mencapai 5,76 %.
Selama krisis ekonomi sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga di tahun-tahun sebelumnya yang relatif cukup tinggi sehingga mengakibatkan naiknya biaya produksi, melemahnya tingkat produktifitas dan kurang terjangkaunya biaya produksi karena harga terus malambung tinggi, disisi lain sangat dirasakan pada sektor-sektor yang mempunyai peranan terbesar sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten Banyuwangi seperti sub sektor pertanian tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan lain sebagainya.
4.3 STRUKTUR EKONOMI
Secara umum struktur ekonomi di Kabupaten Banyuwangi terbentuk dan didominasi oleh Sektor Pertanian. Pada tahun 2009 peranan Sektor Pertanian terhadap seluruh kegiatan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi angkanya mencapai 47,63 persen, atau hampir separuh dari kegiatan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi bergerak di Sektor Pertanian. Dominasi kedua sebagai pembentuk struktur ekonomi Kabupaten Banyuwangi disumbang oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Pada tahun 2009 angkanya mencapai 26,62 persen. Ketiga dari Sektor Jasa-jasa sebesar 6,33 persen sedang selebihnya merupakan bagian dari sektor ekonomi yang lain sebagaimana Gambar 4.1.
Gambar 4.1
4.4 PENDAPATAN PER KAPITA
Ukuran kesejahteraan rakyat yang sering digunakan oleh para pengambil kebijakan salah satunya bisa berupa pendapatan per kapita. Walaupun kurang refresentatif pendapatan per kapita harus tetap disajikan untuk memperoleh gambaran sejauh mana pendapatan masyarakat secara rata-rata. Selain itu besaran pendapatan per kapita bisa digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan daerah satu dengan daerah yang lain. Intepretasinya bila diperoleh angka pendapatan per kapitanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah yang lain, maka daerah yang lebih tinggi angka pendapatan per kapitanya tersebut lebih tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
Pada tahun 2009 angka pendapatan per kapita Kabupaten Banyuwangi tercatat rata-rata sekitar Rp 6.312.741,65,- yang mengandung maksud bahwa dari sejumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi diperkirakan mempunyai pendapatan rata-rata dalam setahunnya sebesar Rp 6.312.741,65,-. Angka pendapatan per kapita ini naik sekitar 5,30 persen bila dibandingkan dengan angka pendapatan per kapita pada tahun 2008. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa angka pendapatan per kaipta bisa di intepretasikan sebagai tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan demikian apabila angka pendapatan per kapita Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 naik sebesar 5,28 persen, maka sama artinya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Banyuwangi juga ikut naik sebesar 5,28 persen.
4.5 TINGKAT INFLASI
Tingkat inflasi tahun 2009 sebesar 7,25 persen. Dari perbandingan tingkat inflasi tersebut terlihat bahwa di tahun 2009, tingkat harga yang terjadi lebih baik jika dibandingkan dengan harga tahun 2008, karena kenaikan harga untuk beberapa komoditi di tahun 2009 memang terjadi kenaikan.
Bila diamati dari prosentase untuk seluruh sektor ekonomi, terlihat positif atau terjadi inflasi, bahkan tidak ada yang negatif/deflasi, yang artinya di tahun 2009 terjadi kenaikan harga untuk semua sektor ekonomi. Inflasi tertinggi terjadi pada sektor bangunan sebesar 10,23 persen
Tabel 3.1 Tingkat Inflasi Sektoral Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ( % ). No Sektor Inflasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian
Penggalian & Pertambangan Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan/konstruksi
Perdagangan, hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa – jasa 08,03 08,54 09,52 04,18 10,23 05,60 05,78 06,24 06,38
Tingkat Inflasi Umum 07,25
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Situasi perekonomian Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 tampak ada kenaikan bila dibanding dengan tahun 2008. Ada dua hal yang sangat signifikan pengaruhnya terhadap peningkatan perkembangan ekonomi ini, yaitu meningkatnya volume produksi dan naiknya harga barang dan jasa. Dari kedua hal ini umumnya kenaikan harga yang terjadi pada saat transaksi barang dan jasa lebih dominan bila dibanding dengan peningkatan volume produksi barang dan jasa yang ditransaksikan. Atau dengan kata lain meningkatnya perkembangan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 itu lebih didominasi oleh naiknya harga barang dan jasa. Dalam PDRB perkembangan ekonomi dimaksud terukur melalui PDRB ADHB yang tercatat sekitar Rp. 20.490.127,44 (dalam juta) pada tahun 2009 serta sekitar Rp.18.134.481,95 (dalam juta) pada tahun 2008
Kenaikan harga barang dan jasa pada umumnya dipengaruhi oleh stabilitas perekonomian secara global demikian juga hari-hari besar keagamaan. Pada tahun 2009 kenaikan harga yang terukur melalui inflasi sebesar 7,25 persen. Terkendalinya inflasi tahun 2009 kemungkinan dipengaruhi oleh faktor terjaganya suplai atau pasokan sembilan bahan pokok (sembako) maupun barang dan jasa lainnya.
Berdasarkan hasil survei di berbagai sektor ekonomi, diperoleh indikasi adanya peningkatan volume produksi barang dan jasa yang terjadi pada tahun 2009. Dalam penghitungan PDRB peningkatan volume produksi barang dan jasa ini akan mencerminkan adanya pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi tercatat sebesar 6,04 persen. Tingginya pertumbuhan ekonomi ini disumbang oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sedang urutan kedua adalah sektor Pertambangan dan Penggalian sedangkan urutan ketiga adalah sektor Pertanian.
Selain perkembangan ekonomi yang tersaji dalam PDRB ADHB serta kinerja ekonomi yang terukur melalui pertumbuhan ekonomi. Struktur ekonomi daerah juga bisa terukur dengan menggunakan distribusi PDRB
sektoral. Pada tahun 2009 struktur ekonomi Kabupaten Banyuwangi masih didominasi oleh Sektor Pertanian. Artinya hampir separuh dari kegiatan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi bergerak di Sektor Pertanian. Dominasi kedua pada Sektor Pedagangan, Hotel dan Restoran. Angkanya bisa diintepretasikan bahwa kegiatan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 sekitar seperempatnya bergerak di Sektor Perdagangan, Hotel dan restoran. Urutan ketiga Sektor Jasa-jasa, keempat Sektor Keuangan dan urutan kelima pada Sektor Industri.
5.2 S A R A N
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi bagi setiap daerah, dapat dilakukan melalui struktur ekonomi daerah yang bersangkutan. Karena sektor ekonomi yang mempunyai peran terbesar terhadap pembentukan struktur ekonomi akan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Misalnya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi, Sektor Pertanian masih merupakan sektor ekonomi yang paling dominan karenanya sektor ini diberdayakan.
Memang banyak kendala yang harus dihadapi dalam sektor pertanian, seperti sekarang ini pengalihan fungsi lahan sawah menjadi lahan bukan sawah terus saja terjadi, akibatnya volume produksi padi mengalami penurunan. Sedang untuk membuka lahan baru dibutuhkan biaya besar dan waktu yang relatif cukup lama. Agar bisa tercapai dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan berbagai kendala tersebut, maka yang perlu dilakukan adalah dengan cara intensifikasi dan optimalisasi fungsi pengairan dengan demikian berdayakan kembali kelompok tani dan himpunan petani pemakai air.