• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KARAKTERISTIK HABITAT RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP KEANEKARAGAMAN KUPU-KUPU (Studi Kasus di Kebun Raya Bogor) SIVA DEVI AZAHRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KARAKTERISTIK HABITAT RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP KEANEKARAGAMAN KUPU-KUPU (Studi Kasus di Kebun Raya Bogor) SIVA DEVI AZAHRA"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

RUANG TERBUKA HIJAU

TERHADAP KEANEKARAGAMAN KUPU-KUPU

(Studi Kasus di Kebun Raya Bogor)

SIVA DEVI AZAHRA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK HABITAT

RUANG TERBUKA HIJAU

TERHADAP KEANEKARAGAMAN KUPU-KUPU

(Studi Kasus di Kebun Raya Bogor)

SIVA DEVI AZAHRA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

RINGKASAN

SIVA DEVI AZAHRA. Pengaruh Karakteristik Habitat Ruang Terbuka Hijau terhadap Keanekaragaman Kupu-Kupu (Studi Kasus di Kebun Raya Bogor). Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LIN NURIAH GINOGA.

Kebun Raya Bogor (KRB) yang berfungsi sebagai kawasan konservasi ek-situ merupakan salah satu ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bogor dan merupakan habitat dari berbagai jenis hewan termasuk kupu-kupu. Kupu-kupu merupakan bioindikator bagi fungsi ekologi pada ruang terbuka hijau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kekayaaan, keanekaragaman, kemerataan, dan kesamaan penggunaan habitat oleh kupu-kupu pada lima tipe habitat di Kebun Raya Bogor, serta mengetahui hubungan antara faktor biotik dan abiotik lingkungan pada ruang terbuka hijau terhadap keberadaan kupu-kupu.

Penelitian ini dilakukan mulai bulan November hingga Desember 2011. Data yang diambil diantaranya adalah data jenis dan populasi kupu-kupu, karakteristik habitat, dan analisis vegetasi. Keanekaragaman kupu-kupu diketahui dengan menggunakan metode transek pada kelima tipe habitat pada pagi hari (08.00-12.00) dengan tiga kali pengulangan dan dilakukan pada saat cuaca cerah. Kelima transek dilakukan pada (1) habitat tanaman buah, (2) habitat tanaman mediterania, (3) habitat tanaman berkayu, (4) habitat tanaman air, dan (5) habitat Taman Garuda. Keanekaragaman dihitung dengan menggunakan indek keanekaragaman (H’), indek kemerataan (e), dan indek kesamaan (Sj). Hubungan antara faktor biotik dan abiotik dengan populasi kupu-kupu juga dianalisis.

Enam puluh spesies yang terdiri dari lima famili kupu-kupu : Papilionidae (7 spesies), Nymphalidae (33 spesies) Pieridae (13 spesies), Lycaenidae (6 spesies), and Hesperiidae (1 spesies) ditemukan dan diidentifikasi. Preferensi habitat kupu-kupu yaitu: 1) Suhu dan kelembaban habitat termasuk ke dalam suhu optimal kupu-kupu yaitu 28 0C-34 0C, 2) Habitat memiliki wilayah yang relatif terbuka (ditandai dengan nilai GSF yang besar dan nilai LAI yang kecil), 3) Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan pakan larva, tumbuhan pakan, dan shelter yang tinggi, dan 4) Memiliki sumber air, terutama sumber air yang menggenang. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan sumber tanaman bernektar dan tanaman inang yang cukup merupakan faktor terpenting dalam usaha konservasi kupu-kupu.

(4)

SUMMARY

SIVA DEVI AZAHRA. The Influence of Green Open Space’s Habitat Characteristics on the Diversity of Butterflies (Case Study in Bogor Botanical Garden). Under supervision of RACHMAD HERMAWAN and LIN NURIAH GINOGA.

Bogor Botanical Garden (BBG) which functions as an ex-situ conservation places is one of the green open space (GOS) in Bogor and also home to many kinds of animals including butterflies. Butterfly serve as bioindicator of the ecological function of green open space. The purpose of this research was to determine diversity, eveness, and the similarity habitat use by butterflies on five habitat types in Bogor Botanical Garden in order to clarify the relationship between of biotic and abiotic factors in green open spaces and butterfly assemblages.

This research was conducted from November to December 2011. Data collected were butterfly species and population, habitat characteristic, and vegetation analysis. Butterfly diversity was investigated by using line transect count method in five types of habitats which were surveyed in the morning (08:00-12:00) with three repetitions in the daytime under fine weather conditions. The following five transects were selected in this study: (1) Fruit plants habitat, (2) Mediterranean plants habitat, (3) Woody plants habitat, (4) Aquatic plants habitat, and (5) Garuda Garden. The diversity was calculated by using species diversity index (H’), eveness index (E) and similarity index (Sj). The relationships between biotic and abiotic factors to butterfly population were also determined.

Based on survey in five sites, a total of 60 species belonging of five families : Papilionidae (7 species), Nymphalidae (33 species) Pieridae (13 species), Lycaenidae (6 species), and Hesperiidae (1 species) were captured and identified. Butterfly’s habitat preferences are: 1) The optimum temperature for a butterfly is between 28 0C-34 0C, 2) Buterflies originally found in relatively open habitats (large value of the GSF and small value of LAI), 3) Butterfly need a variety of larval host plant, nectar resources, and shelter, and 4) Have a water source, especially stagnant water source. This study shows that the provision of adequate nectar resources and larval host plant are likely to be essential to the successful conservation of butterfly species.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Habitat Ruang Terbuka Hijau terhadap Keanekaragaman Kupu-Kupu (Studi Kasus di Kebun Raya Bogor)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2012

Siva Devi Azahra NIM E34070037

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian :Pengaruh Karakteristik Habitat Ruang Terbuka Hijau terhadap Keanekaragaman Kupu-Kupu (Studi Kasus di Kebun Raya Bogor)

Nama : Siva Devi Azahra

NIM : E34070037

Program Studi : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir. Rachmad Hermawan, MSc.F. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si. NIP. 19670504 199203 1 004 NIP. 19651116 199203 2 001

Mengetahui :

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Ketua

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis sejak November hingga Desember 2011, yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Habitat Ruang Terbuka Hijau terhadap Keanekaragaman Kupu-Kupu (Studi Kasus di Kebun Raya Bogor)”.

Ruang terbuka hijau memiliki fungsi ekologis sebagai sarana pelestarian flora dan fauna, salah satunya adalah kupu-kupu. Kupu-kupu yang berperan sebagai polinator dan bioindikator merupakan satwa yang perlu dijaga kelestariannya, upaya yang dilakukan adalah dengan melestarikan ruang terbuka hijau sebagai salah satu habitatnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengetahui hubungan antara faktor-faktor lingkungan RTH terhadap keanekaragaman kupu-kupu sehingga diketahui karakteristik RTH yang paling sesuai untuk mendukung usaha konservasi kupu-kupu.

Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta membalas kebaikan dari semua pihak yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungannya kepada penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 2012

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukoharjo, 5 Mei 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ir. Dusanto Kristihono, M.Si. dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati,M.Si. Penulis memulai pendidikan formal di SD Bina Insani dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2004 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Bogor, kemudian pendidikan penulis dilanjutkan ke SMA Negeri 5 Bogor dan lulus tahun 2007. Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih program mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam kegiatan Kelompok Pemerhati Kupu-Kupu (KPK) “Sarpedon” di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) sebagai ketua pada periode 2009-2010. Penulis juga aktif sebagai anggota dalam organisasi International Forestry Student Assosiation (IFSA) periode 2008-2010 dan pernah mewakili IPB sebagai pembicara dalam simposium Association of Tropical Biology and Conservation (ATBC) di Bali pada tahun 2010. Semasa kuliah penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam (CA) Gunung Kamojang dan CA Leuweung Sancang pada tahun 2009. Penulis juga telah mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kegiatan lapang yang pernah diikuti penulis adalah Eksplorasi Flora fauna Indonesia “RAFFLESIA” HIMAKOVA di CA Gunung Burangrang dan Studi Konservasi Lingkungan “SURILI” HIMAKOVA di Taman Nasional Manupeu Tanadaru, Nusa Tenggara Timur.

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Kehutanan IPB maka penulis menyusun skripsi dengan judul “ Pengaruh Karakteristik Habitat Ruang Terbuka Hijau terhadap Keanekaragaman Kupu-Kupu “ di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F. dan Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga,M.Si.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas anugerah-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F dan Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si. selaku pembimbing skripsi penulis, terima kasih atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan ilmu, bimbingan dan nasehat kepada penulis.

2. Bapak Ir.Dusanto Kristihono,M.Si. dan Ibu Dr.Ir.Siti Badriyah Rushayati,M.Si. beserta adikku Fadhel Haidar Arrafi dan tanteku Siti Masitoh Kartikawati, S.Hut,M.Si. yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, motivasi serta dukungan moril dan materil.

3. Suamiku Catur Wiradityo,S.Hut dan anakku Amira Sylva Zahraditya yang telah bersabar, mendukung, dan memberikan motivasi selama pengerjaan skripsi ini.

4. Keluarga besar Ir. Setyo Sarono (Alm.) yang telah memberi dukungan dan doa.

5. Ibu Resti Meilani,S.Hut.M.Si yang berkenan menjadi moderator dalam seminar hasil penelitian.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc selaku dosen penguji dan Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si selaku ketua sidang pada ujian komprehensif.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Kehutanan IPB yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan.

8. Kepala dan seluruh staf Tata Usaha DKSHE IPB atas bantuan demi kelancaran proses penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Rismita Sari dari divisi Jasa dan Informasi KRB, atas izin lokasi selama penelitian.

10. Para sahabatku di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB angkatan 44 “KOAK”, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.

(10)

11. Keluarga besar HIMAKOVA khususnya keluarga besar KPK “Sarpedon”, terima kasih atas persahabatan dan doa kalian.

12. Keluarga besar IFSA, terima kasih atas kerja sama yang telah dibangun selama ini.

13. Para sahabatku Dewi, Ulfah, Herlina, Lita, Clara, Belinda, Emel, dan Tantri atas bantuan, dukungan, dan kebersamaan dalam menjalankan studi.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dan pahala oleh Allah SWT.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 1.3 Hipotesis ... 3 1.4 Manfaat ... 3 1.5 Kerangka Pemikiran ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Ruang Terbuka Hijau ... 6

2.1.1 Pengertian ... 6

2.1.2 Jenis Ruang Terbuka Hijau ... 6

2.1.3 Manfaat dan peranan Ruang Terbuka Hijau ... 7

2.1.4 Kebijakan RTH di Kota Bogor ... 8

2.1.5 Kebun Raya Bogor sebagai bagian dari RTH... 9

2.2 Bioekologi Kupu-kupu ... 9 2.2.1 Klasifikasi ... 9 2.2.2 Morfologi ... 13 2.2.3 Reproduksi ... 14 2.2.4 Siklus hidup ... 14 2.2.5 Ekologi ... 16 2.2.6 Sifat ... 18 2.2.7 Dasar hukum ... 20

2.3 Potensi Ruang Terbuka Hijau sebagai Habitat Kupu-kupu ... 21

BAB III KONDISI UMUM LOKASI ... 23

3.1 Sejarah Kebun Raya Bogor ... 23

3.2 Kondisi Fisik ... 23

(12)

3.2.2 Iklim ... 24

3.2.3 Jenis tanah dan topografi ... 24

3.2.4 Hidrologi ... 24

3.3 Kondisi Biologi ... 25

3.3.1 Flora ... 25

3.3.2 Fauna... 25

3.4 Tugas dan Fungsi Kebun Raya Bogor ... 25

3.5 Visi, Misi, dan Tujuan Kebun Raya Bogor ... 26

3.6 Koleksi Kebun Raya Bogor ... 27

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 28

4.1 Waktu dan Lokasi ... 28

4.2 Alat dan Bahan ... 29

4.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 29

4.4 Metode Pengambilan Data ... 30

4.5 Analisis Data ... 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.1 Habitat Kupu-Kupu ... 38

5.1.1 Komponen fisik habitat ... 39

5.1.2 Komponen biotik habitat ... 46

5.2 Kekayaan Jenis Kupu-Kupu di Masing-Masing Tipe Habitat ... 53

5.3 Perbedaan Tingkat Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu ... 55

5.3.1 Kekayaan jenis kupu-kupu ... 55

5.3.2 Keanekaragaman jenis kupu-kupu ... 56

5.3.3 Kemerataan jenis kupu-kupu ... 57

5.3.4 Koefisien kesamaan jenis kupu-kupu ... 60

5.4 Analisis Komponen Habitat yang Mempengaruhi Kupu-Kupu ... 63

5.4.1 Komponen fisik habitat ... 63

5.4.2 Komponen biotik habitat ... 68

5.5 Analisis Hasil Penelitian dengan Penelitian Terdahulu ... 73

5.6 Karakteristik Habitat RTH yang Mendukung Upaya Konservasi 5.7. Kupu-Kupu ... 76

(13)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 78

6.1 Kesimpulan ... 78

6.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Daftar kupu-kupu yang dilindungi undang-undang ... 21

2. Lokasi pengamatan kupu-kupu ... 28

3. Alat dan bahan penelitian ... 29

4. Jenis data yang dikumpulkan ... 30

5. Nilai LAI dan GSF pada masing-masing habitat ... 45

6. Jumlah jenis tumbuhan pakan larva, pakan kupu, dan shelter pada masing-masing tipe habitat ... 49

7. Keberadaan satwa pemangsa, pesaing, dan satwa yang diuntungkan oleh keberadaan kupu-kupu pada masing-masing tipe habitat ... 50

8. Penyebaran jenis kupu-kupu di masing-masing tipe habitat ... 53

9. Daftar jenis kupu-kupu yang hanya ditemukan di habitat tertentu ... 57

10. Koefisien kesamaan jenis kupu-kupu antar tipe habitat ... 61

11. Korelasi antara suhu , kelembaban, serta nilai LAI dan GSF ... 64

12. Perbandingan tingkat suhu dan kelembaban relatif terhadap kekayaan (Dmg), keanekaragaman (H’), dan kemerataan jenis kupu-kupu (e) ... 65

13. Korelasi antara faktor vegetasi dengan keanekaragaman jenis kupu-kupu . 69 14. Jenis kupu-kupu yang baru ditemukan... 74

(15)

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran konseptual... 5

2. Anatomi kupu-kupu ... 13

3. Metamorfosis kupu-kupu ... 15

4. Bentuk jalur inventarisari kupu-kupu dengan metode transek... 32

5. Cara melipat kertas papilot ... 32

6. Lokasi-lokasi penelitian. ... 38

7. Suhu dan kelembaban relatif rata-rata di masing-masing tipe habitat. ... 40

8. Sumber air di masing-masing tipe habitat ... 42

9. Keberadaan daerah terbuka di masing-masing tipe habitat ... 43

10. Gambar kerapatan tajuk pada masing-masing lokasi penelitian dengan menggunakan kamera berlensa fisheye ... 44

11. Perbandingan nilai LAI dan GSF pada masing-masing habitat ... 46

12. Satwa yang mempengaruhi populasi kupu-kupu di masing-masing habitat 51 13. Sampah yang menumpuk di aliran Sungai Ciliwung : (1) pada habitat Tanaman Air, (2) pada habitat Tanaman Berkayu ... 52

14. Pemangkasan tumbuhan pada tipe habitat Tanaman Mediterania. ... 52

15. Perbandingan famili dari jenis kupu-kupu yang ditemukan berdasarkan hasil pengamatan ... 54

16. Nilai kekayaan jenis kupu-kupu di masing-masing tipe habitat ... 55

17. Nilai keanekaragaman jenis kupu-kupu di masing-masing tipe habitat ... 56

18. Nilai kemerataan jenis kupu-kupu di masing-masing habitat ... 58

19. (a) Leptosia nina (kupu-kupu dominan di habitat Tanaman Mediterania), (b) Habitat Tanaman Mediterania. ... 59

20. Kupu-kupu yang banyak ditemukan : (1) Euploea mulciber, (2) Euploea phaenarette, (3) Euploea caramalzeman, (4) Papilio memnon, (5) Cirrochroa tyche, (6) Appias lyncida, (7) Junonia hedonia, (8) Hypolimnas bolina, (9) Leptosia nina, dan (10) Junonia erigone. ... 60 \

(16)

No. Halaman 21. Jenis kupu-kupu dari genus Junonia yang merupakan jenis kupu-kupu

yang sama antara habitat Tanaman Mediterania dan Tanaman Air ... 61 22. Perbedaan tingkat warna sayap kupu-kupu berdasarkan suhu habitat ... 67 23. Sumber air pada (1) dan( 2) Taman garuda dan (3) Tanaman buah yang

sering didatangi kupu-kupu ... 68 24. (1) Jenis Euploea sp, (2) Habitat tempat banyak ditemukannya genus

Euploea yang banyak ditumbuhi Cerbera manghas dan Cerbera sp yang menjadi tanaman pakannya, (3) Tumbuhan jenis Nauclea sp, tanaman pakan dimana banyak ditemukan kupu jenis Moduza procris. ... 70 25. Kupu-kupu jenis Appias lyncida yang berkamuflase untuk menghindari

predator ... 72 26. Troides cuneifera ... 75 27. Hasil analisis biplot kaitan antara faktor-faktor lingkungan dengan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Lokasi Penelitian ... 85

2. Daftar jenis kupu-kupu pada habitat Tanaman Buah ... 86

3. Daftar jenis kupu-kupu pada habitat Tanaman Mediterania ... 87

4. Daftar jenis kupu-kupu pada habitat Tanaman Berkayu ... 88

5. Daftar jenis kupu-kupu pada habitat Tanaman Air ... 89

6. Daftar jenis kupu-kupu pada habitat Taman Garuda ... 90

7. Daftar jenis dan jumlah kupu-kupu pada masing-masing habitat ... 91

8. Daftar jenis vegetasi pakan larva pada habitat Tanaman Buah ... 93

9. Daftar jenis vegetasi pakan larva pada habitat Tanaman Mediterania... 95

10. Daftar jenis vegetasi pakan larva pada habitat Tanaman Berkayu ... 96

11. Daftar jenis vegetasi pakan larva pada habitat Tanaman Air... 97

12. Daftar jenis vegetasi pakan larva pada habitat Taman Garuda ... 98

13. Daftar jenis vegetasi pakan kupu pada masing-masing tipe habitat ... 104

14. Daftar jenis vegetasi shelter kupu pada masing-masing tipe habitat ... 105

15. Data LAI dan GSF hasil pengukuran di lapangan ... 108

16. Hasil perhitungan korelasi Pearson faktor-faktor lingkungan terhadap keanekaragaman jenis kupu-kupu ... 109

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di sisi lain, RTH memberikan manfaat baik secara ekologi, sosial, ekonomi, maupun estetis. Secara ekologi, RTH berperan penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan dengan menyediakan habitat bagi flora dan fauna, mereduksi polusi, menyimpan cadangan air tanah, serta mencegah erosi dan longsor. Fungsi RTH sebagai sarana pelestarian flora dan fauna didukung dengan terdapatnya berbagai jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai sumber pakan atau tempat berlindung bagi satwa.

Kota Bogor merupakan salah satu kota dalam lingkup pengembangan wilayah Jabodetabek dan berfungsi sebagai penyangga bagi Jakarta. Perkembangan pola tata hijau di Kota Bogor berlandaskan konsepsi dasar “Kota dalam Taman”, menetapkan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai taman induk dan kantung hijau yang dikelilingi oleh taman-taman lain di sekitarnya yang dihubungkan oleh jalur-jalur hijau, hal ini didasarkan pada Peraturan Daerah No.8 Tahun 2011 yang dijabarkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Bogor.KRB merupakan salah satu jenis RTH dan merupakan kawasan konservasi ex-situ yang terdapat di Kota Bogor yang didalamnya terdapat berbagai spesies tumbuhan berupa ground cover hingga pohon yang merupakan tanaman asli Indonesia maupun tanaman introduksi.

Kupu-kupu merupakan jenis serangga yang memiliki nilai ekologis dan juga estetis. Kupu-kupu memiliki hubungan timbal balik dengan satwa lain dan juga dengan vegetasi. Hubungan kupu-kupu dengan satwa lain meliputi satwa pemangsa, pesaing, dan satwa yang diuntungkan oleh keberadaan kupu-kupu. Hubungan kupu-kupu dengan vegetasi meliputi fungsi vegetasi sebagai sumber pakan dan tempat berlindung kupu-kupu, di sisi lain vegetasi tergantung dengan kupu-kupu untuk melakukan proses penyerbukan. Selain itu, kupu-kupu juga membutuhkan kondisi lingkungan yang baik untuk mendukung kehidupannya

(19)

yaitu dengan terdapatnya sumber air, cahaya matahari serta kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai. Berdasarkan hubungan antara kebutuhan kupu-kupu dengan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jenis kupu-kupu maka menandakan semakin baik kualitas lingkungan tersebut karena kupu-kupu berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas lingkungan (Suhara 2009).

Kehadiran KRB di tengah-tengah Kota Bogor selain berfungsi sebagai sarana rekreasi dan penelitian juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat tumbuhan dan satwa. Kehadiran satwa liar, salah satunya kupu-kupu di KRB merupakan suatu hal yang menarik sehingga menambah keindahan dan dapat juga dijadikan sebagai sarana pendidikan konservasi secara langsung kepada masyarakat perkotaan.

Penurunan kualitas lingkungan mengakibatkan penurunan keanekaragaman hayati di perkotaan karena menyebabkan berkurangnya habitat satwa. Salah satu keanekaragaman hayati yang terpengaruh adalah keanekaragaman kupu-kupu. Kerusakan pada RTH yang merupakan habitat dari kupu-kupu akan menyebabkan gangguan pada populasi dan keanekaragaman kupu-kupu karena menyebabkan hilangnya populasi hewan lain, terjadinya fragmentasi habitat, serta terputusnya hubungan antar habitat. Penurunan kualitas habitat tersebut mempengaruhi ketersediaan tanaman inang, tanaman pelindung, dan tanaman pakan yang diperlukan oleh kupu-kupu, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai potensi kawasan RTH yang dilakukan di KRB sebagai taman inti/taman induk dan letaknya yang strategis di pusat Kota Bogor. Dengan mengamati keanekaragaman kupu-kupu pada daerah tersebut dapat diketahui faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman kupu-kupu. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar acuan manajemen habitat yang baik pada kawasan KRB maupun RTH lain di luar kawasan KRB karena dengan manajemen yang baik akan berpengaruh positif terhadap spesies tumbuhan dan populasi kupu-kupu.

(20)

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor lingkungan yang membentuk suatu karakter habitat terhadap keanekaragaman kupu-kupu.

2. Mengkaji potensi keanekaragaman jenis kupu-kupu di KRB untuk menghasilkan data dan informasi terbaru mengenai keanekaragaman jenis, kemerataan, dan tingkat kesamaan penggunaan habitat pada kawasan tersebut.

3. Mengkaji kaitan antara karakteristik habitat dengan keanekaragaman kupu-kupu.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori serta disesuaikan dengan latar belakang masalah penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu parameter biotik dan abiotik yang membentuk suatu karakteristik habitat mempengaruhi keanekaragaman kupu-kupu di Kebun Raya Bogor.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi mengenai keanekaragaman jenis kupu-kupu di KRB hingga dapat diketahui fungsi dari KRB secara ekologis sebagai habitat satwa khususnya kupu-kupu. Selain itu, data perbandingan antara faktor-faktor lingkungan yang membentuk karakteristik suatu habitat dan pengaruhnya terhadap populasi kupu-kupu dapat dijadikan informasi dasar sebagai acuan dalam pengelolaan tumbuhan dan lingkungan pada berbagai RTH di Kota Bogor yang mendukung usaha konservasi kupu-kupu.

(21)

1.5 Kerangka Pemikiran

Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang dan mengalami peningkatan jumlah lahan terbangun, menyebabkan semakin menyusutnya luasan RTH di Kota Bogor. Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai salah satu ruang terbuka hijau di Kota Bogor memiliki fungsi sebagai habitat tumbuhan dan satwa, selain itu luasannya yang mencapai 87 ha dan letaknya yang strategis di pusat Kota Bogor menjadikannya sebagai taman induk atau kantung hijau bagi RTH lain di sekitarnya. Hubungan antara KRB dengan RTH lain disekitarnya sesuai dengan konsep “The Linked Park System” atau Sistem Taman Berkaitan yang diutarakan oleh Olmstead dalam Savitri (1991) yang menyebutkan bahwa RTH di dalam kota berhubungan satu sama lain yang dihubungkan oleh koridor-koridor. Teori ini berlaku pada hubungan antara KRB dengan RTH lain di sekitarnya karena KRB memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dan beragam dibandingkan dengan RTH di sekitarnya sehingga terjadi hubungan ketergantungan antar RTH tersebut baik dari segi penggunaan sumberdaya dan habitat bagi satwa maupun faktor-faktor lingkungan yang saling mempengaruhi.

Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1. Habitat kupu dipengaruhi oleh hubungan antara populasi kupu-kupu dengan lingkungannya yang terdiri dari faktor biotik (vegetasi, hewan lain, manusia) dan juga faktor abiotik (suhu,kelembaban,cahaya,sumber air). Faktor-faktor tersebut membentuk suatu karakterstik habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidup kupu-kupu. Perbedaan faktor-faktor lingkungan antara satu tipe habitat dengan tipe habitat yang lain menyebabkan terjadinya perbedaan keanekaragaman, pola distribusi, dan juga kelimpahan kupu-kupu. Berdasarkan hubungan antara faktor-faktor lingkungan terhadap populasi kupu-kupu maka dapat ditentukan faktor-faktor lingkungan yang mempempengaruhi tinggi rendahnya keanekaragaman, kelimpahan, serta pola distribusi populasi kupu-kupu sehingga dapat diketahui pola penggunaan habitat oleh kupu-kupu berdasarkan kebutuhannya akan faktor-faktor lingkungan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya.

Dengan diketahuinya karakteristik habitat yang diperlukan oleh kupu-kupu maka dapat dijadikan acuan dalam manajemen habitat kupu-kupu baik di KRB

(22)

maupun pada RTH lainnya. Fungsi RTH sebagai habitat bagi kupu-kupu akan membangun kesadaran bagi masyarakat dan pemerintah Kota Bogor dalam upaya konservasi kupu-kupu dan RTH sehingga dapat menekan laju penurunan luas RTH di Kota Bogor.

Gambar 1 Kerangka pemikiran konseptual. Faktor abiotik :

suhu,kelembaban,cahaya, sumber air

cahaycahaya,sumber air

Kebun Raya Bogor (KRB)

Faktor biotik:

Keanekaragaman vegetasi,struktur vegetasi, hewan lain, manusia

Kelimpahan

Pola penggunaan habitat oleh kupu-kupu

Konservasi kupu-kupu Karakteristik habitat

Pola distribusi Keanekaragaman

Acuan manajemen habitat RTH Kota Bogor

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau 2.1.1 Pengertian

Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan, dituliskan bahwa RTH perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam RTH pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman (Hermit 2008).

2.1.2 Jenis Ruang Terbuka Hijau

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pada pasal 6 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan mengklasifikasikan jenis-jenis RTH meliputi 23 jenis yakni:

1. Taman kota.

2. Taman wisata alam. 3. Taman rekreasi.

4. Taman lingkungan perumahan dan permukiman. 5. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial. 6. Taman hutan raya.

7. Hutan kota. 8. Hutan lindung.

9. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng, dan lembah. 10. Cagar alam.

11. Kebun raya. 12. Kebun binatang. 13. Pemakaman umum.

(24)

14. Lapangan olahraga. 15. Lapangan upacara. 16. Lapangan parkir terbuka. 17. Lahan pertanian perkotaan.

18. Jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET). 19. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ, rawa.

20. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas, pedestrian. 21. Kawasan jalur hijau.

22. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara. 23. Taman atap.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tahun 2007 ditinjau dari manfaatnya terdapat delapan jenis RTH yaitu:

1. RTH untuk mencerminkan identitas suatu daerah. 2. RTH untuk sarana penelitian dan pendidikan.

3. RTH untuk sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial. 4. RTH untuk meningkatkan ekonomi lahan perkotaan.

5. RTH yang dapat menimbulkan rasa bangga dan prestise daerah. 6. RTH sebagai sarana aktifitas sosial.

7. RTH untuk sarana evakuasi untuk keadaan darurat.

8. RTH yang dapat meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan. 2.1.3 Manfaat dan peranan Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi (DPU 2005). Fungsi ekologis RTH adalah sebagai pelindung sumberdaya penyangga kehidupan manusia sedangkan fungsi lain RTH dari segi arsitektural, sosial dan ekonomi adalah sebagai penambah kualitas lingkungan dan budaya kota dengan menambah keindahan kota serta sebagai tempat bagi masyarakat untuk bersoaialisasi.

RTH pada daerah perkotaan memiliki fungsi sebagai penyangga kehidupan masyarakat, hal ini disebabkan oleh manusia yang tinggal di daerah perkotaan membutuhkan suatu kehidupan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup dengan nyaman. Peran RTH dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan

(25)

kenyamanan lingkungan adalah sebagai ruang bernafas yang segar serta sebagai tempat rekreasi karena memiliki nilai keindahan secara visual.

Manusia juga membutuhkan kehadiran lingkungan hijau di tengah-tengah wilayah kota. Oleh karena itu, manfaat ruang terbuka hijau juga sebagai pelembut kesan keras dari struktur fisik, membantu manusia mengatasi tekanan dari kebisingan, udara panas, dan polusi di sekitarnya.

Menurut Fakuara (1987), tujuan dan sasaran pembuatan RTH adalah untuk: 1. Memelihara keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan. 2. Memperkecil berbagai polusi lingkungan seperti pencemaran udara, air,

suara, dan visual.

3. Menciptakan lingkungan perkotaan yang baik dan nyaman.

Dalam Fakuara (1987) juga disebutkan bahwa fungsi dan manfaat hutan kota atau RTH bagi kota adalah sebagai:

1. Konservasi tanah dan air. 2. Sarana kesehatan dan olahraga.

3. Wadah rekreasi dan wisata, kesegaran dan keindahan. 4. Pengendalian pencemaran.

5. Habitat satwa liar.

Berdasarkan fungsi dan manfaat RTH bagi kehidupan masyarakat, dapat diketahui bahwa RTH merupakan salah satu komponen ruang kota yang perlu diperhatikan tingkat ketersediaannya baik secara kuantitas maupun kualitas dalam proses perencanaan kota. Keberadaan RTH perlu dikelola secara berkelanjutan agar tercipta kota yang berwawasan lingkungan.

2.1.4 Kebijakan RTH di Kota Bogor

Berdasarkan kebijaksanaan Pengembangan RTH dalam RTRW Kota Bogor tahun 1999-2009, pengembangan RTH di Kota Bogor berupa:

1. Pengembangan RTH kota yang dapat menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan serta mengurangi dampak pembangunan kota.

2. Pengembangan fungsi RTH kota ditujukan untuk mendapatkan proporsi yang baik antara dimensi ruang terbuka kota dengan bangunan baik secara vertikal maupun horizontal.

(26)

3. Pengembangan RTH kota yang dapat memberikan kesan estetika yang indah dan menguatkan identitas Bogor.

4. Pengembangan RTH kota sesuai dengan fungsi dan hierarkinya untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan ruang terbuka yang sekaligus dapat menunjang kegiatan perkotaan.

5. Menetapkan kawasan-kawasan hijau makro sebagai fungsi konservasi untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan.

6. Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengembangan RTH kota dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian sebagai bentuk peran serta aktif masyarakat dalam perencaan tata ruang kota.

2.1.5 Kebun Raya Bogor sebagai bagian dari RTH

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pada pasal 6, dicantumkan bahwa Kebun Raya merupakan salah satu jenis RTH. Kebun raya merupakan tempat berbagai macam varietas tumbuhan yang ditanami dengan tujuan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, ornamental, termasuk di dalamnya meliputi perpustakaan, herbarium, greenhouse dan arboretum (Mamiri 2008). Sabarna (2006) menyatakan bahwa terdapat empat kebun raya yang digunakan sebagai kawasan ex-situ yaitu (1) KRB yang memiliki tanaman khas ekosistem hutan hujan tropika; (2) Kebun Raya Cibodas dengan koleksi tanaman dataran tinggi yang beriklim basah daerah tropis dan tanaman sub tropis;(3) Kebun Raya Purwodadi dengan koleksi tanaman dataran rendah, iklim kering daerah tropis; dan (4) Kebun Raya Eka Karya yang memiliki koleksi tanaman dataran tinggi beriklim kering.

2.2 Bioekologi Kupu-kupu 2.2.1 Klasifikasi

Kupu-kupu termasuk ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Insecta dan Ordo Lepidoptera (Lepis: sisik, pteron : sayap) karena memiliki sisik halus pada sayapnya. Ordo ini dibagi menjadi dua sub ordo, yaitu Heterocera yang terdiri dari ngengat dan Rhopalocera yang terdiri dari kupu-kupu (Barrett & Burns

(27)

1951). Menurut Preston-Mafham R & Preston-Mafham K (1999) secara taksonomi, kupu-kupu diklasifikasikan dalam:

Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Subordo : Rhopalocera

Pembagian ordo tersebut berdasarkan ciri khas masing–masing ordo, yaitu: (1) sayap kupu-kupu bergandengan pada tiap sisi, sedangkan sayap belakang ngengat mengikat sayap depan; (2) ujung antenna kupu-kupu meluas sedangkan ngengat tidak; (3) biasanya kupu-kupu terbang pada siang hari sedangkat ngengat terbang pada malam hari; (4) pada waktu istirahat, sayap kupu-kupu tegak sedangkan sayap ngengat tidak berdiri (Dephut 1994).

Pembagian famili kupu-kupu berdasarkan prosiding Symposium of the Royal Entomogical Society of London (1984) diklasifikasikan menjadi lima famili, yaitu: 1. Papilionidae

Borror et al. (1992) mengemukakan bahwa famili Papilionidae disebut juga sebagai kupu-kupu ekor burung walet, hal ini dikarenakan pada ujung sayapnya seperti terdapat tambahan sayap meruncing yang menyerupai ekor. Famili ini terdiri dari 566 spesies yang tersebar di seluruh dunia (Emmel et al. 1992).

Tubuh dari spesies pada famili ini rata-rata berukuran cukup besar (Scott 1986), namun tidak semua spesies dalam famili ini memiliki ekor pada sayap belakangnya. Sebagian besar spesiesnya memiliki sayap yang biasanya berwarna hitam dengan tanda warna putih atau warna cerah yang lain (Schulze 2001).

Jenis famili kupu-kupu ini terbang dengan cepat dan kuat namun jarang bermigrasi ke area yang baru (Emmel et al. 1992). Kupu-kupu jantan terbang lebih cepat daripada betina, hal ini dikarenakan tubuhnya yang lebih ringan dan sayapnya yang lebih kecil (Guppy & Shepard 2001). Setiap jenis kupu-kupu Papilionidae mempunyai inang yang berbeda tetapi sebagian besar kupu-kupu yang memiliki genus yang sama memiliki inang yang sama (Suhara 2009). Larvanya memakan berbagai jenis tumbuhan jenis dikotil (Emmel et al. 1992). Vane et al. (1984) menyatakan bahwa pakan ulat famili ini berasal dari famili tumbuhan Aristolochiaceae, Annonaceae, dan Lauraceae.

(28)

Kupu-kupu jenis famili ini banyak yang diperdagangkan, oleh karena itu pemerintah menetapkan 19 jenis kupu-kupu Papilonidae sebagai kupu-kupu yang dilindungi. Genus Troides dan Orthoptera dimasukkan ke dalam Appendix II CITES (Soehartono & Mardiastuti 2002).

2. Pieridae

Famili Pieridae terdiri dari 1.100 spesies di seluruh dunia (Scott 1986). Famili ini banyak tersebar di wilayah Asia dan Amerika Selatan dan banyak ditemukan di area hutan terbuka yang lembab dan di hutan tropis (Braby 2000).

Ukuran kupu-kupu pada famili Pieridae, seperti yang dikemukakan dalam Guppy dan Shepard (2001) berukuran sedang dan bersifat dimorfik dengan ciri fisik antara kupu-kupu jantan berbeda dengan kupu-kupu betina. Sebagian besar spesies anggota famili ini berwarna putih, kuning, atau oranye kekuningan dengan bagian bawah dari sayap belakang berwarna cerah (Schulze 2001).

Scott (1986) menyatakan bahwa semua spesies dari jenis ini terbang mendekati jenis-jenis bunga untuk mengambil nektarnya, kecuali pada beberapa spesies di daerah tropis. Kupu-kupu jantan pada famili Pieridae selalu terbang berpatroli untuk mencari kupu-kupu betina dan mengeluarkan feromon untuk menarik kupu-kupu betina. Braby (2000) menambahkan bahwa kebiasaan migrasi ditemukan pada kupu-kupu pada famili ini diseluruh dunia. Larva famili ini memakan jenis-jenis tumbuhan dikotil, yaitu dari famili Cruciferae dan Leguminoceae (Scott 1986) dan juga Fabaceae, Santalaceae dan Lauraceae (Vane et al. 1984).

3. Nymphalidae

Schulze (2001) menulis bahwa kupu-kupu pada famili Nymphalidae disebut juga sebagai “kupu-kupu berkaki empat” karena sepasang kaki depannya tidak dapat digunakan untuk berjalan. Famili ini merupakan famili dengan anggota terbanyak di dunia yakni terdiri dari sekitar 5.000 spesies (Layberry et al. 1998).

Kupu-kupu dari famili ini memiliki sayap depan yang panjang dan sempit, antena panjang, dan tubuh yang ramping (Garth & Tilden 1986). Kaki depan dari spesies pada famili ini ditumbuhi oleh rambut yang panjang sehingga disebut juga sebagai kupu-kupu berkaki sikat (Layberry et al. 1998). Vegetasi yang merupakan

(29)

pakan ulatnya antara lain berasal dari family Araceae, Gramineae, Verbenaceae, dan Moraceae (Vane et al. 1984)

4. Lycaenidae

Famili Lycaenidae terdiri dari 4.700 jenis kupu-kupu yang tersebar di dunia terutama di daerah tropis (Scott 1986). Kupu-kupu pada famili ini disebut juga sebagai kupu-kupu bersayap tipis karena sayapnya yang tipis dan lembut (Guppy & Shepard 2001).

Tilden (1965) menyatakan bahwa kupu-kupu pada famili Lycaenidae merupakan jenis kupu-kupu yang berukuran kecil dan bersifat seksual dimorfik, dicirikan dengan warna kupu-kupu betina lebih kusam daripada kupu-kupu jantan. Cara terbang dari famili ini cepat dan tidak menentu serta terbangnya tidak terlalu jauh (Heath & Clarke 2004). Oleh karena itu, sebagian besar anggota famili ini tidak melakukan migrasi namun merupakan penerbang yang kuat karena tubuh dan sayapnya yang besar (Scott 1986).

Emmel et al. (1992) menyatakan bahwa larva dari kupu-kupu dalam famili Lycaenidae memakan tumbuhan jenis dikotil terutama pada bunga dan buah yang masih muda. Vegetasi yang menjadi pakan ulatnya berasal dari famili Fagaceae dan Myrtaceae (Vane et al. 1984).

5. Hesperidae

Famili Hesperidae terdiri dari 3.500 spesies di seluruh dunia (Braby 2000). Family ini disebut juga sebagai “skippers”, hal ini disebabkan karena cara terbangnya yang cepat, kontras dengan cara terbang kupu-kupu yang lebih lambat (Guppy & Shepard 2001).

Kupu-kupu dewasa pada famili Hesperidae berukuran kecil sampai sedang, kepala meluas, badan yang gemuk dan sayap yang pendek (Braby 2000). Kupu-kupu pada famili ini memiliki antena berbentuk melengkung atau bengkok (Schulze 2001). Bagian thoraknya tebal dan berotot sehingga mereka dapat terbang dengan cepat (Scott 1986). Kebanyakan memiliki warna yang kusam, coklat atau abu-abu, dan terkadang berwarna mirip ngengat (Layberry et al. 1998).

Scott (1986) menyatakan bahwa kupu-kupu jenis ini jarang yang terbang jauh dan hanya beberapa yang melakukan migrasi. Larva pada famili ini memakan

(30)

Keterangan :

1.Antena 9.Abdomen (perut) 2. Mata majemuk 10. Sayap belakang 3. Kepala 11. Sayap depan 4. Proboscis 12. Outer margin 5.Thorax (dada) 13. Coastal margin 6. Tibia (tulang kering) 14. Saraf

7. Tarsus(tulang paha) 15 Sel 8. Femur

tumbuhan dari famili Myristiceae, lauraceae, dan Combretaceae (Vane et al. 1984).

2.2.2 Morfologi

Morfologi dari kupu-kupu menurut Morgan (2006) terbagi menjadi tiga bagian yakni caput (kepala), thorax (dada) dan abdomen (perut). Tubuh kupu-kupu dilapisi oleh eksoskeleton yang terdiri dari lapisan kitin (Devies 2008). Lapisan ini tidak tembus air dan tidak larut asam organik. Tiap ruas mempunyai tiga bagian yang jelas dapat dibedakan, yaitu bagian tergum yang terletak di sebelah punggung (dorsal), sternum di sebelah bawah badan (ventral) dan pleuron yang menghubungkan kedua bagian yang telah disebut di sisi kanan dan kiri tubuhnya (lateral) (Hadi et al. 2009).

Pada bagian kepala kupu-kupu memiliki sepasang mata majemuk, sepasang antena dan proboscis yang digunakan untuk menghisap nektar bunga. Labia palpi digunakan sebagai organ perasa untuk menguji kecocokan sumber makanan. Bagian thoraks dibagi menjadi tiga bagian yaitu prothoraks, mesothoraks, dan metathoraks . Kupu-kupu memiliki dua pasang sayap dan tiga pasang kaki yang terdapat pada ruang dada. Kaki-kaki tersebut terdapat pada tiap segmen dada sedangkan dua pasang sayap terdapat pada metathoraks dan mesothoraks. Kaki kupu-kupu dibagi menjadi coxa, trochanter, femur, dan tibia (Gambar 2).

Sumber: www.animalcorner.co.uk

Gambar 2 Anatomi kupu-kupu.

Pada famili kupu-kupu tertentu kaki depannya tereduksi sehingga tidak dapat digunakan untuk melakukan pergerakan. Abdomen terdiri dari organ-organ

(31)

pencernaan, ekskresi, dan reproduksi dan terdiri dari sepuluh segmen. Abdomen dibagi menjadi sepuluh segmen. Segmen ujung adalah alat kelamin dari kupu-kupu (Morgan 2006; Preston-Mafham R & Preston-Mafham K 1999).

2.2.3 Reproduksi

Borror et al. (1996) menyatakan bahwa selama proses kopulasi kupu-kupu jantan menempelkan alat kelaminnya dan spermatofor (saluran sperma) dalam satu lubang yang berhubungan dengan vagina kemudian ke spermateka oleh spermatofor selanjutnya sperma bergerak. Proses ini terjadi sekitar 6-8 jam. Setelah proses perkawinan, kupu-kupu betina mencari jenis tanaman yang sesuai untuk meletakkan telur-telurnya.

2.2.4 Siklus hidup

Kupu-kupu merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) karena kehidupannya melalui fase telur-larva-pupa-dewasa (Gambar 3). Dalam daur hidup tersebut kupu-kupu memerlukan makanan pada saat larva dan dewasa dimana ketika dalam fase larva memakan bagian-bagian tumbuhan seperti daun dan buah, lalu setelah berkembang menjadi dewasa memakan nektar.

Lebih lanjut, Preston-Mafham R dan Preston-Mafham K (1999) menjelaskan keempat fase metamorfosis kupu-kupu sebagai berikut:

1. Telur

Kupu-kupu terbentuk di dalam ovarioles. Telur-telur yang telah dibuahi kemudian ditaruh pada tumbuhan yang menjadi sumber pakan larva. Telur-telur tersebut berbeda baik dari segi bentuk dan juga warnanya, sesuai dengan spesiesnya. Telur-telur tersebut berbentuk bulat kecil dan berwarna putih atau kuning pucat.

2. Larva

Telur-telur tersebut akan menetas antara tiga sampai lima hari. Larva yang menetas dari telur kemudian memakan selaput cangkang pembungkus telurnya. Larva akan terus berkembang namun kulit luarnya tidak meregang sehingga larva tersebut akan berganti kulit. Larva berganti kulit empat sampai enam kali. Periode antara pergantian kulit (molting) disebut instar. Sebelum kulit luarnya mengelupas, kulit barunya sudah terlebih dahulu terbentuk di bawah lapisan

(32)

eksoskeleton. Apabila pertumbuhan larva sudah maksimal maka larva akan berhenti makan kemudian melekatkan diri pada ranting atau daun dengan anyaman benang sehingga larva memasuki fase pupa.

3. Pupa

Proses metamorfosis dalam bentuk pupa dilakukan pada tempat-tempat tertentu tergantung dari spesies kupu-kupu tersebut. Terdapat spesies-spesies yang membentuk pupa di tanah, dibelakang batang atau di tempat lain. Pembentukan kupu-kupu dalam fase pupa antara 7-20 hari sesuai spesies kupu-kupu tersebut. 4. Imago

Ketika proses perkembangannya sudah sempurna dan kondisi lingkungannya sesuai maka kupu-kupu akan keluar dari pupa. Kupu-kupu akan keluar dengan cara membelah selaput yang mengelilinginya atau dengan mensekresikan cairan yang dapat melunakkan selaput pembungkusnya. Setelah itu, permukaan dorsalnya akan membelah sehingga akan keluar kupu-kupu. Setelah keluar, kupu-kupu harus menyesuaikan diri agar sayapnya mengering lalu kupu-kupu dapat terbang. Fase ini membutuhkan waktu antara tiga sampai empat jam. Siklus hidup dari kupu-kupu relatif singkat yaitu antara tiga sampai empat minggu.

Sumber: Suhara 2009

(33)

2.2.5 Ekologi

Dalam suatu habitat, terdapat populasi kupu-kupu baik dalam jumlah kecil maupun besar (Smart 1976). Ukuran populasi kupu-kupu dipengaruhi oleh faktor dependen dan independen, faktor dependen adalah faktor yang mempengaruhi populasi dan memiliki ketergantungan terhadap jumlah individu, misalnya pakan dan ruang sedangkan faktor independen adalah faktor yang mempengaruhi populasi tanpa mempertimbangkan jumlah dari satwa yang ada, misalnya iklim. Menurut Sihombing (1999), faktor dependen lebih banyak berperan sehingga dapat disimpulkan bahwa kelimpahan kupu-kupu ditentukan oleh ciri bawaan individu dan faktor-faktor lingkungan. Faktor dependen juga berperan dalam meninggikan atau menurunkan kelimpahan kupu-kupu sehingga menyebabkan perbedaan kelimpahan di tiap habitat dan perubahan kelimpahan dalam kisaran waktu tertentu dalam habitat yang sama. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi tersebut dibagi menjadi faktor biotik dan abiotik, yaitu :

2.2.5.1 Faktor biotik a) Vegetasi

Komponen habitat yang penting bagi kupu-kupu adalah vegetasi sebagai sumber pakan, tempat untuk berkembang biak dan cover untuk berlindung (Clark et al. 1966). Jenis vegetasi yang digunakan sebagai tempat berlindung kupu-kupu umumnya merupakan pohon-pohon besar dan tinggi.

Kupu-kupu dapat digolongkan sebagai pemakan tumbuhan (fitofagus atau herbivora) karena pada saat larva memakan dedaunan dan setelah dewasa memakan nektar tumbuhan berbunga. Devies (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kupu-kupu sebagian besar mendatangi bunga dengan warna cerah, terutama warna kuning, merah, atau biru. Hubungan saling ketergantungan antara tumbuhan dengan kupu-kupu diketahui dari terpenuhinya kebutuhan nutrisi kupu-kupu dari nektar dan pentingnya polinasi untuk kelanjutan hidup tumbuhan, hal ini menimbulkan terjadinya spesiasi dalam evolusi serangga polinator yang membutuhkan tumbuhan berevolusi bersamanya sedangkan bagi tumbuhan tanpa terjadinya polinasi dapat menyebabkan kurangnya reproduksi tumbuhan dan dengan demikian mengurangi makanan untuk hewan yang bergantung padannya

(34)

(Hadi et al. 2009). Selain itu, tumbuhan memiliki fungsi sebagai tempat kupu-kupu meletakkan telur-telurnya dimana telur-telur tersebut diletakkan pada tumbuhan yang menjadi pakan larvanya. Dikarenakan hubungan saling ketergantungan tersebut, apabila dalam suatu daerah kurang terdapat vegetasi yang menjadi sumber pakan kupu-kupu, maka kupu-kupu dapat melakukan pergerakan untuk mencari daerah baru yang menyediakan sumber makanan ataupun tempat berlindung bagi kupu-kupu.

b) Hewan lain

Persaingan pada kupu-kupu disebabkan penggunaan sumberdaya yang sama, misalnya makanan, air, dan ruang baik pada individu jenis yang sama ataupun berbeda. Persaingan dapat terjadi antara kupu-kupu dan ulat, hal tersebut disebabkan oleh kupu-kupu yang membutuhkan nektar dari bunga sedangkan ulat membutuhkan daun (Smart 1976). Smart (1976) menjelaskan bahwa kupu-kupu tidak menyerang antar sesama kupu-kupu melainkan merupakan mangsa bagi predator seperti katak, kadal, dan cicak.

Scoble (1995) menerangkan tentang kedudukan kupu-kupu sebagai mangsa dari burung, kelelawar, parasitoid, dan mamalia. Selain itu hewan lain juga dapat menjadi predator bagi kupu-kupu, misalnya semut, reptil, atau amfibi. Faktor tersebut mempengaruhi fluktuasi dalam perkembangbiakan kupu-kupu. Arthropoda biasanya memakan telur, larva, atau pupa sedangkan vertebrata memakan larva atau pupa.

c) Manusia

Beberapa jenis kupu-kupu merupakan sumber protein bagi manusia. Misalnya, ulat sutra (Bombix mori) selain menghasilkan sutera juga merupakan sumber makanan pada beberapa tempat di Asia dimana pupanya dimakan (Scoble 1995). Selain itu, kupu-kupu pisang (Eryonata thrax) merupakan sumber bahan makanan di Mexico (Sihombing 1999)

2.2.5.2 Abiotik a) Suhu

Kupu-kupu merupakan hewan berdarah dingin (poukilothermik) karena suhu tubuhnya akan meningkat atau menurun sesuai dengan suhu lingkungan di sekitarnya (Simanjuntak 2000). Kupu-kupu membutuhkan suhu tubuh antara 280

(35)

-350C sebelum dapat terbang, sedangkan apabila suhu tubuhnya di atas 420C dapat menyebabkan kupu-kupu tersebut mati (Guppy & Shepard 2001). Oleh karena itu, sayap kupu-kupu berfungsi sebagai thermoregulator. Pada saat udara dingin, kupu-kupu merentangkan sayapnya, tetapi ketika cuaca panas akan mencari tempat berteduh (Simanjuntak 2000).

b) Kelembaban

Kelembaban diperlukan dalam menjaga perkembangan telur kupu-kupu (Mikula 1997). Apabila kelembaban dalam suatu daerah tertentu terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan perkembangan telur tersebut terhambat atau bahkan terhenti. Hal ini juga terjadi pada fase pupa, karena pada fase tersebut membutuhkan kelembaban yang stabil sehingga dapat medukung kehidupan dan perkembangan pupa.

c) Sumber air

Air sangat dibutuhkan oleh kupu-kupu sebanding dengan perlunya akan nektar (Mikula 1997). Pada fase larva, larva mengambil air dari tanaman dan pada saat dewasa kupu-kupu juga melakukan hal yang sama.

d) Cahaya matahari

Kupu-kupu pada daerah beriklim sedang menghabiskan waktunya lebih banyak untuk berjemur (basking) dibandingkan dengan kupu-kupu dari daerah beriklim tropis yang memiliki temperatur yang relatif lebih stabil (Preston-Mafham R & Preston-(Preston-Mafham K 1999). Kupu-kupu berjemur untuk dapat terbang, apabila otot yang digunakan untuk terbang menerima suhu sebesar 300C. 2.2.6 Sifat

2.2.6.1 Waktu aktif

Kupu-kupu merupakan satwa yang bersifat diurnal atau yang aktif pada siang hari. Menurut Sihombing (1999), kupu-kupu mulai beraktivitas pada pukul 08.00-10.00 untuk mencari makanan. Pada siang hari kupu-kupu beristirahat di puncak-puncak pohon dan beberapa diantarannya turun ke bawah untuk minum pada pukul 12.00-14.00. Sore hari antara pukul 15.00-17.00 kupu-kupu kembali mencari makanan. Meskipun demikian, jadwal makan dapat tertunda apabila cuaca hujan atau berkabut.

(36)

2.2.6.2 Habitat dan penyebaran

Habitat dapat didefinisikan sebagai tempat organisme hidup, Alikodra (1990) mendefinisikan habitat sebagai suatu tempat yang digunakan sebagai tempat makan, minum, berlindung, bermain, dan berkembangbiak. Habitat dari kupu-kupu tersebar dari pelosok pedesaan, hutan sekunder dan primer. Spesies tertentu cenderung banyak ditemukan pada kondisi lingkungan yang sama disepanjang area distribusinya (Romoser 1993).

Kupu-kupu menyebar pada tempat-tempat yang menyediakan tumbuhan sebagai sumber pakan dan tempat berlindungnya (shelter). Neville (1993) menyatakan bahwa kupu-kupu sering mengunjungi tempat-tempat lembab di sepanjang aliran sungai maupun semak belukar yang merupakan tempat yang sering dikunjungi kupu-kupu untuk makan, minum, dan berjemur. Kupu-kupu menyukai tempat yang bersih dan tidak tercemar sehingga semakin beragam jenis kupu-kupu maka menandakan bahwa lingkungan tersebut masih baik.

2.2.6.3 Pergerakan

Kupu-kupu melakukan dua macam pergerakan, yaitu pergerakan trivial (non-migratori) dan migratori (Hadi et al. 2009). Pergerakan trivial adalah pergerakan di sekitar habitat dan merupakan pergerakan yang dilakukan sepanjang hidupnya untuk melangsungkan fungsi-fungsi hidupnya, misalnya pergerakan kupu-kupu berpindah habitat untuk mencari nektar. Sedangkan pergerakan migratori adalah pergerakan yang cukup jauh dan merupakan perilaku serangga yang sudah teradaptasi secara periodik keluar dari batas reproduktifnya yang lama ke tempat yang baru.

Migrasi dilakukan biasanya akibat keadaan lingkungan yang tidak mendukung sehingga bergerak ke tempat yang lain yang keadaan lingkungannya mendukung hidupnya (Scoble 1995). Johnson dalam Scoble (1995) membagi konsep migrasi kupu-kupu menjadi tiga komponen. Pertama, migrasi dimulai pada saat kupu-kupu mulai dewasa dan berakhir saat kupu-kupu mulai bertelur sehingga migrasi melibatkan antara tempat berbiak yang satu dengan yang lain. Kedua, migrasi melibatkan dispersal aktif. Ketiga, migrasi melibatkan

(37)

perpindahan eksodus dimana kupu-kupu akan terus terbang hingga mendapat habitat yang sesuai.

Kecepatan terbang dari kupu-kupu tergantung dari ukuran tubuh dan pola terbangnya. Kupu-kupu terbang tercepat dengan kecepatan 48 kilometer/jam dan yang terlambat dengan kecepatan 5 kilometer/jam (Davies 2008). Davies (2008) mencatat bahwa kupu-kupu Monarch (Danaus plexipus) mampu terbang bermigrasi sejauh 4.635 kilometer dengan ketinggian terbang 3,353 meter.

2.2.7 Dasar hukum

Kupu-kupu memiliki banyak manfaat, misalnya spesimen dari kupu-kupu banyak dimanfaatkan untuk souvenir atau kerajinan tangan, bahan industri kain sutra, sebagai objek rekreasi dengan dipelihara dalam kandang, sumber protein, atau bahan penelitian. Dengan potensi pemanfaatan kupu-kupu yang beragam tersebut dan meningkatnya permintaan pasar, kupu-kupu banyak diperdagangkan. Hal ini menyebabkan tingginya aktivitas penangkapan kupu-kupu sehingga mengancam kelestariannya. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan berupa peraturan perundang-undangan yaitu UU No.5 tahun 1990 mengenai konservasi sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan mengenai kupu-kupu yang dikategorikan sebagai satwa dilindungi di Indonesia. Pemerintah menetapkan terdapat 20 jenis kupu-kupu merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan PP No.7 tahun 1999. Jenis-jenis kupu-kupu sayap burung dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.576/Kpts/Um/8/1980 dan Peraturan No.716/Kpts/Um/ 8/1980, berdasarkan status keterancamannya dan distribusinya yang terbatas.

Pemerintah juga menetapkan Keputusan Presiden No.43 tahun 1978 mengenai ratifikasi konvensi internasional perdagangan flora dan fauna (CITES). CITES merupakan perjanjian internasional mengenai perdagangan jenis-jenis satwa yang terancam punah dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kepunahan spesies satwa dan tumbuhan di seluruh dunia akibat perdagangan (Dephut 2003). Kupu-kupu yang diperdagangkan dimasukkan ke dalam Appendix II yang artinya satwa-satwa tersebut tidak terancam punah namun harus diatur perdagangannya

(38)

karena apabila tidak dapat menjadi punah. Sebanyak 26 spesies masuk ke dalam daftar ini. Daftar kupu-kupu yang dilindungi disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Daftar Kupu-kupu yang dilindungi undang-undang

No. Nama Jenis Suku

(Famili) Sebaran

PP No.7

Thn.1999 CITES

1 Ornithoptera goliath Papilionidae Seram,Papua √ √

2 O. akakeae Papilionidae Papua - √

3 O. aesacus Papilionidae Maluku Utara - √

4 O. croesus Papilionidae Maluku - √

5 O. meridionalis Papilionidae Papua - √

6 O. paradisea Papilionidae Papua √ √

7 O. chimaera Papilionidae Papua √ √

8 O. rotschildi Papilionidae Papua √ √

9 O. thitonus Papilionidae Papua √ √

10 O. priamus Papilionidae Maluku,Papua √ √

11 Troides hypolitus Papilionidae Sulawesi,Papua √ √ 12 T. vandepolli Papilionidae Sumatera, Jawa √ √

13 T. aesacus Papilionidae Maluku - √

14 T. cuneifera Papilionidae Sumatera,Jawa - √

15 T. dohertyi Papilionidae P.Sangir,P.Talaud - √ 16 T. oblongomaculatus Papilionidae Papua,Maluku - √

17 T. plattorum Papilionidae P.Buru - √

18 T. criton Papilionidae Maluku utara √ √

19 T. riedelii Papilionidae P. Tanimbar √ √

20 T. haliphron Papilionidae Sulawesi selatan √ √

21 T. plato Papilionidae P.Timor √ √

22 T. helena Papilionidae Sulawesi √ √

23 T. meoris Papilionidae Papua √ -

24 T. rhadamanthus Papilionidae Sulawesi √ -

25 T. andromache Papilionidae Papua √ √

26 T. amphrysus Papilionidae Sumatera, Jawa √ √

27 T. miranda Papilionidae Sumatera,

Kalimantan √ √

28 Trogonoptera

brookiana Papilionidae Sumatera,Jawa √ √

29 Chetosia myrina Nympalidae Sulawesi √ -

Sumber: PP No.7 Tahun 1999 dan CITES

2.3 Potensi Ruang Terbuka Hijau sebagai Habitat Kupu-kupu

Ruang Terbuka Hijau (RTH) selain merupakan salah satu ikon pelestarian kota juga memiliki fungsi ekologis dan fungsi estetika. Dari segi ekologis, RTH merupakan sarana perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. Sedangkan dari fungsi estetika, RTH menciptakan lingkungan alami yang berfungsi sebagai habitat satwa liar

(39)

seperti burung, mamalia, atau serangga yang memberikan nilai estetika bagi masyarakat.

RTH yang ditumbuhi oleh berbagai macam tumbuhan dapat berfungsi sebagai habitat kupu-kupu. Hal ini dikarenakan potensi berbagai jenis tumbuhan tersebut dapat berfungsi sebagai sumber pakan dan juga tempat berlindung bagi kupu-kupu. Selain itu, dengan fungsinya sebagai habitat dari kupu-kupu, RTH dapat dipandang sebagai area pelestarian keanekaragaman hayati diluar kawasan konservasi karena memungkinkan untuk dijadikan tempat pelestarian flora dan fauna.

(40)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Sejarah Kebun Raya Bogor

Kebun Raya Bogor didirikan oleh ahli biologi Jerman yaitu Prof. Caspar George Carl Reindwart pada tanggal 18 Mei 1817 dengan nama s’Lands Plantetuin te Buitenzorg dan lebih umum dikenal sebagai Kebun Raya Bogor. Pada masa pimpinan J.E.Teymann (1831) KRB mulai dikembangkan sebagai pusat penelitian botani yang penting di Asia Tenggara. Sejak tahun 1949 pimpinan KRB diserahkan kepada bangsa Indonesia yaitu pada Prof.Ir. Kusnoto Setyodiwejo yang menjabat hingga tahun 1959. Luas KRB saat pertama kali didirikan adalah 47 ha. Dalam perkembangannya KRB mengalami beberapa kali perluasan hingga sekarang luasnya mencapai 87 ha dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Pada tahun 2001 status KRB dinaikkan menjadi Pusat Konservasi Tumbuhan, berada langsung dibawah Deputi Ilmu Pengetahuan Ilmu Hayati-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Napisah 2009).

3.2 Kondisi Fisik 3.2.1 Letak geografis

Kebun Raya Bogor terletak di tengah-tengah Kota Bogor dengan letak lintang 6030’30’’-6041’00’’ LS dan 106043’30’’-106052’0’’ BT. Jarak KRB dan ibukota Kabupaten Bogor adalah ± 20 km, dari ibukota Propinsi Jawa Barat adalah ±120 km, dan jarak dari ibukota Negara Indonesia adalah ±45 km (Napisah 2009). Secara administratif KRB termasuk wilayah Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor. Batas-batas wilayah KRB yaitu:

 Sebelah utara berbatasan dengan Istana Bogor.

 Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Otto Iskandar Dinata dan Jalan Ir. H. Djuanda.

 Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Padjajaran.  Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Ir. H. Djuanda.

Kebun Raya Bogor yang terletak di tengah-tengah Kota Bogor menjadikan lokasi tersebut sebagai pusat atau taman induk bagi RTH yang ada di sekitarnya

(41)

sehingga KRB juga memiliki fungsi sebagai penunjang ekosistem kawasan di sekitarnya. KRB, sebagai RTH kota berhubungan dengan rangkaian RTH lain di sekitarnya.

Kebun Raya Bogor merupakan taman botani terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan luas mencapai 87 ha dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Di dalam dan di sekitar KRB terdapat pusat-pusat keilmuan seperti Rumah Kaca, Herbarium Bogoriense dan Museum Zoologi. Di dalam kawasan KRB terdapat taman-taman seperti Taman Garuda dan Taman Teijsmann, selain itu juga terdapat berbagai tanaman koleksi seperti koleksi tanaman langka, koleksi palem-paleman, koleksi bambu, koleksi tanaman buah, koleksi pandan-pandanan, koleksi paku-pakuan, koleksi kaktus, koleksi tanaman air, koleksi tanaman kayu, dan koleksi tanaman anggrek.

3.2.2 Iklim

Menurut klasifikasi Schmidth dan Ferguson, Kota Bogor dan KRB termasuk daerah bertipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 4.330 mm/tahun. Kelembaban udara tinggi, lama penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Januari (Lailati 2008).

3.2.3 Jenis tanah dan topografi

Jenis tanah di KRB termasuk jenis tanah latosol coklat kemerahan yang memiliki sifat antara lain tekstur halus, kepekaan terhadap erosi kecil, bahan organik tergolong rendah sampai sedang di lapisan atas dan menurun ke bawah, dan daya absorbi tergolong rendah sampai sedang. Letak ketinggian KRB adalah 235-260 meter dari permukaan laut. Keadaan topografi secara umum datar dengan kemiringan lahan 3-15 % dan sedikit bergelombang.

3.2.4 Hidrologi

Wilayah KRB dilalui oleh Sungai Ciliwung, anak Sungai Ciliwung serta Sungai Cibatok. Sungai yang mengalir masuk ke kolam-kolam di KRB adalah Sungai Cibatok. Sebelum masuk kolam di kawasan KRB, aliran air tersebut ditahan terlebih dahulu pada bak penyaringan sedangkan limbah yang lolos saringan diendapkan pada kolam-kolam melalui saringan air. Selain kolam, terdapat sumber air berupa mata air dan sumur yang berfungsi sebagai air bersih

(42)

untuk menyiram tanaman yang tidak tahan terhadap air yang mengandung polutan (Napisah 2009).

3.3 Kondisi Biologi 3.3.1 Flora

Vegetasi yang terdapat di kebun raya ini didominasi oleh kurang lebih 13 famili yaitu Dipterocarpaceae, Apocynaceae, Sapotaceae, Bombaceae, Araceae, Zingiberaceae, Lauraceae, Pandanaceae, Palmae, Moraceae, Euphorbiaceae, Anacardiaceae, dan Poaceae. Jenis-jenis tumbuhan yang berasal dari Indonesia diantaranya bunga bangkai (Amorphopallus titanium), palem (Arecaceae), meranti (Dipterocarpaceae), kantong semar (Nephentaceae). Selain tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Indonesia, di KRB juga terdapat koleksi dari mancanegara seperti teratai raksasa (Victoria amazonica).

3.3.2 Fauna

Fauna yang terdapat di KRB antara lain kupu-kupu, kalong (Pteropus vampirus), biawak air asia (Varanus salvator), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), ular, tupai, musang dan katak. Tercatat lebih dari 50 jenis burung antara lain kepodang kuduk hitam (Oriolus chinensis), kutilang (Pignonotus aurigaster), prenjak (Prinia familiaris), kucica kampung (Copsychus saularis), kowak maling (Nycticorax nycticorax), tekukur (Streptopelia chinensis), wiwik lurik (Cacomantis sonneratii), cekakak sungai (Todirhamphus chloris) dan Cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps) (Hariyadi 2008). Kupu-kupu yang terdapat di KRB sebanyak 96 spesies kupu-kupu yang terdiri dari 11 spesies Hesperidae, 11 spesies Papilionidae, 16 spesies Pieridae, 19 Spesies Lycaenidae, dan 39 spesies Nymphalidae (Peggie & Amir 2006).

3.4 Tugas dan Fungsi Kebun Raya Bogor

Sebagai Pusat Konservasi Tumbuhan, KRB mempunyai tugas dan fungsi meliputi:

1. Konservasi ex-situ yaitu melakukan eksplorasi tumbuhan di kawasan hutan, mendata/registrasi, mengkoleksi, dan melestarikannya.

(43)

2. Penelitian dalam bidang: (a) Taksonomi yaitu memberikan kepastian nama tanaman, inventarisasi dan evaluasi; (b) Botani terapan yaitu penelitian mengenai manfaat tanaman; (c) Holtikultura meliputi penelitian adaptasi tanaman, cara budidaya, dan pengembangan ilmu pertamanan; (d) Biosistematik yaitu mempelajari kekerabatan antar tumbuhan.

3. Pendidikan terutama di bidang ilmu botani, pertamanan, dan lingkungan hidup.

4. KRB merupakan salah satu tempat kunjungan wisata potensial.

5. Penemuan serta pengumpulan jenis-jenis tanaman langka yang hampir punah di Indonesia.

6. Pengembangan kebun raya baru.

3.5 Visi, Misi, dan Tujuan Kebun Raya Bogor

Visi dari KRB adalah “Menjadi salah satu Kebun raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi dan penelitian tumbuhan tropika, pendidikan lingkungan, dan pariwisata”. Misi dari KRB antara lain:

1. Melestarikan tumbuhan tropika.

2. Mengembangkan penelitian bidang konservasi dan pendayagunaan tumbuhan tropika.

3. Mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap tumbuhan dan lingkungan.

4. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Tujuan KRB adalah:

1. Mengkonservasi tumbuhan Indonesia khususnya dan tumbuhan tropika umumnya.

2. Melakukan reintroduksi atau pemulihan tumbuhan langka.

3. Memfasilitasi pembangunan kawasan konservasi ex-situ tumbuhan.

4. Meningkatkan jumlah dan mutu penelitian terhadap konservasi dan pendayagunaan tumbuhan.

5. Meningkatkan pendidikan lingkungan.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran konseptual.
Gambar 2 Anatomi kupu-kupu.
Gambar 3 Metamorfosis kupu-kupu.
Tabel 3 Alat dan bahan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cekung ideal dengan bentuk heksagon yang sempurna, kedalaman yang seragam serta kecacatan yang minimum telah berjaya dihasilkan dalam tempoh lebih singkat (≤6 jam) berbanding

Bentuk distribusi tegangan tekan untuk baiok yang telah mencapai kekuatan nominal berupa garis lengkung dengan nilai nol yang dtmuiai dari garis netral dan berakhir pada serat

dari pekerjaan proyek pembangunan rumah hunian, sehingga dapat diketahui durasi penyelesaian proyek dan (2) Mengetahui aktivitas mana saja yang merupakan lintasan

pemahaman konsep materi IPS siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi antara siswa yang diajarkan mnggunakan model pembelajaran tipe TGT dengan tipe Problem Posing. 3)

Hal ini berarti 87,7% keputusan nasabah dapat dijelaskan oleh variabel produk (product), harga (price), lokasi (place), promosi (promotion), orang (people), proses

4ika persediaan akan dinilai pada biaya perolehan dan beberapa pembelian telah dilakukan dengan biaya per biaya perolehan dan beberapa pembelian telah dilakukan dengan biaya

berikut: a) tingginya angka kejadian penyakit Demam Berdarah, sehingga berdampak pada kualitas hidup sehat masyarakat desa Purwosari, b) tingginya angka perokok

Penularan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri ini adalah dengan termakannya mikroorganisme yang terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan yang