• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan oleh:

ARIFA INSANI ANGGAI F 100100207

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Derajat dan Gelar Sarjana S-1 Psikologi

Oleh :

ARIFA INSANI ANGGAI

F 100100207

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(3)
(4)
(5)

v ABSTRAKSI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA

Arifa Insani Anggai* Setia Asyanti

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan negatif antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa siswi SMA Negeri 1 Ngawi kelas XI dan XII, terdiri dari 4 kelas dengan jumlah 120 responden. Penulis menggunakan teknik random sampling dengan metode cluster

sampling dalam menentukan sample. Metode pengumpulan data menggunakan

skala Youth Risk Behavior Surveillance System (YRBSS) dan skala efikasi diri, sedangkan analisis data menggunakan korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh koefisien korelasi ( r ) sebesar - 0,302 dengan p = 0,000 ( p < 0,01 ), yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Rerata empirik (RE) variabel efikasi diri > rerata hipotetik ( RH), yang artinya pada umumnya siswa mempunyai efikasi diri yang tinggi. Selanjutnya, rerata empirik (RE) variabel perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja < rerata hipotetik ( RH ), yang berarti pada umumnya perilaku berisiko terhadap kesehatan pada subjek tergolong sangat rendah. Mengacu pada hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah perilaku berisiko terhadap kesehatan, sebaliknya semakin rendah efikasi diri maka semakin tinggi perilaku berisiko terhadap kesehatan. Peranan efikasi diri atas perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja (SE) sebesar 9,1%. Hasil penelitian merupakan bukti ilmiah bahwa salah satu cara untuk mencegah munculnya perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja adalah dengan meningkatkan efikasi diri.

Kata kunci : perilaku berisiko terhadap kesehatan, efikasi diri, remaja.

(6)

1 PENDAHULUAN

Pada masa remaja terjadi ta-hap perkembangan yang sangat pen-ting, baik itu perkembangan biologis maupun fisiologis yang menentukan kualitas seseorang untuk menjadi in-dividu dewasa. Rousseau dalam Sarwono (2013) juga mengatakan bahwa usia 15-20 tahun dinamakan masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) dan merupakan puncak perkembangan emosi. Oleh karena itu setiap bangsa mem-butuhkan remaja yang produktif, kreatif, serta kritis demi kemajuan bangsa itu sendiri, dan remaja dapat memaksimalkan produktivitas, krea-tivitas, serta mempunyai pemikiran yang kritis dapat dicapai bila mereka sehat.

Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Sudibyo Alimoeso, mengatakan bah-wa hasil sensus penduduk tahun 2010 menginformasikan jumlah anak umur remaja sekitar 43,6 juta atau sekitar 9 persen dari 237,6 juta total penduduk Indonesia (Anp, 2013). Jumlah ter-sebut tentu akan muncul berbagai ma-salah pada perkembangan remaja yang kompleks dan sulit dipecahkan.

Salah satu masalah krusial yang mulai terlihat saat ini adalah banyaknya remaja yang melakukan perilaku ber-isiko, terutama berisiko terhadap ke-sehatan. Perilaku berisiko didefi-nisikan sebagai suatu tindakan yang meningkatkan kemungkinan dampak yang buruk terhadap kesehatan (Ragin, 2011).

Departemen Kesehatan Repu-blik Indonesia mendefinisikan remaja berisiko sebagai remaja yang pernah melakukan perilaku yang berisiko bagi kesehatan. Berdasarkan hasil pe-nelitian yang dilakukan oleh Lestary dan Sugiharti pada tahun 2007, sebanyak 55,2% remaja pernah mela-kukan perilaku berisiko (Lestary dan Sugiharti, 2011). Telah dicatat dan di-dokumentasikan dengan baik bahwa banyak perilaku berisiko terhadap kesehatan sering dimulai saat usia remaja dan permulaan perilaku be-risiko secara bertahap terjadi pada usia muda. Sebuah penelitian dalam jumlah besar menunjukkan bahwa tingkat merokok, minum alkohol dan penggunaan narkoba selama masa re-maja mengalami peningkatan sejak thun 1980-an, dan banyak remaja mengalami perilaku berisiko terhadap

(7)

2 kesehatan di usia-usia awal (Kim, 2001, Youngblade, 2006, dalam Kim, 2011).

Perilaku yang berisiko adalah perilaku yang menyebabkan kematian atau menimbulkan penyakit pada re-maja, yaitu penggunaan rokok, pe-rilaku yang menyebabkan cedera dan kekerasan, alkohol dan obat terlarang, diet yang dapat menyebabkan kema-tian, gaya hidup bebas, serta perilaku seksual yang dapat menyebabkan ke-hamilan dan kematian (Centers for

Disease Control and Prevention (CDC), 2013).

Penelitian mengenai perilaku kesehatan negatif sebelumnya dila-kukan oleh Kim pada tahun 2011 pada remaja Korea Selatan. Perilaku kesehatan negatif yang diteliti antara lain, aktivitas fisik yang kurang, me-rokok, mengkonsumsi alkohol, masa-lah kesehatan mental, penggunaan obat terlarang, masalah perilaku ma-kan, dan menonton pornografi. Peri-laku kesehatan yang negatif pada re-maja mungkin disebabkan karena atribut psikologis yang negatif pula, seperti harga diri dan efikasi diri yang rendah, serta hilangnya kemampuan

untuk mengontrol kesehatan (Kim, 2011).

Menurut Bandura, keyakinan yang kuat terhadap kemampuan untuk melakukan suatu perilaku akan m-eningkatkan kemungkinan terwujud-nya perilaku tersebut (Ragin, 2011). Menurut Sherer (dalam Imam 2007), efikasi diri adalah sekumpulan kese-luruhan harapan-harap yang dibawa oleh individu kedalam situasi yang baru. Efikasi diri juga mempengaruhi seberapa banyak usaha seseorang saat akan mencoba sesuatu hal yang baru dan ketekunan seseorang dalam mengatasi hambatan yang muncul (Karren dkk, 2002). Jadi keyakinan remaja bahwa dia mampu untuk menghindari perilaku berisiko yang berpengaruh buruk terhadap kesehat-an adalah efikasi diri terhadap perila-ku berisiko.

Menurut Bandura dkk (dalam Ridhoni, 2013), banyak penelitian menunjukkan bahwa individu dengan efikasi diri yang tinggi cenderung me-netapkan tujuan yang lebih tinggi, memiliki aspirasi tinggi dan karena itu lebih berkomitmen dalam menca-pai tujuan yang telah ditetapkan sebe-lumnya. Walter dkk (1992,1993,1994

(8)

3 dalam Karren dkk, 2002) menunjuk-kan bahwa efikasi diri sangat penting bagi remaja dalam upaya untuk me-ningkatkan perilaku kesehatan.

Peneliti juga telah melakukan wawancara singkat kepada guru salah satu SMA negeri di Ngawi dan di-ketahui bahwa banyak siswa yang ke-tahuan sedang merokok di dalam lingkungan sekolah, menyimpan vi-deo porno dalam handphone, selain itu terdapat beberapa kasus siswi SMA tersebut yang hamil di luar sta-tus pernikahan. Data perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja SMA tersebut pada tahun ajaran 2013/2014 dari total 864 siswa adalah 6,6% sis-wa ketahuan merokok di sekolah, 4,2% terbukti menyimpan video por-no, 2,8% siswa pernah terlibat perke-lahian, serta 0,2% mengalami keha-milan di luar status pernikahan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa remaja berpeluang sangat besar untuk mela-kukan perilaku berisiko terhadap ke-sehatan, dan salah satu penyebab pe-rilaku kesehatan yang negatif tersebut dikarenakan atribut psikologis yang dimiliki oleh remaja juga negatif. Sa-lah satu atribut psikologis yang

mem-pengaruhi munculnya perilaku beri-siko adalah efikasi diri. Remaja yang memiliki efikasi diri tinggi akan cen-derung memiliki usaha yang lebih besar untuk menghindari perilaku berisiko jika dibandingkan dengan remaja yang memiliki efikasi diri rendah. Oleh karena itu, penulis merumuskan suatu permasalahan ber-dasarkan uraian latar belakang di atas, yaitu : ―Apakah ada hubungan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja?‖. Sehingga dari permasalahan tersebut penulis ingin memahami lebih lanjut melalui penelitian mengenai ―Hu-bungan antara efikasi diri dengan pe-rilaku berisiko terhadap kesehatan pa-da remaja‖.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja.

LANDASAN TEORI

Perilaku Berisiko terhadap Kesehatan

Ragin (2011) mendefinisikan perilaku berisiko sebagai suatu

(9)

tinda-4 kan yang meningkatkan kemungkinan dampak yang buruk terhadap kese-hatan, sedangkan menurut Resnick (dalam Carr-Gregg dkk, 2003) peri-laku berisiko adalah kebiasaan yang meningkatkan kemungkinan terjadi-nya konsekuensi fisik, sosial, atau psikologis yang merugikan individu. Berdasarkan skala YRBSS (Youth

Risk Behavior Surveillance System)

yang dibuat oleh CDC (2013), peri-laku berisiko terhadap kesehatan ada-lah perilaku yang saling berhubungan dan dapat untuk dicegah, yang mem-beri sumbangan sebagai penyebab utama individu menderita sakit dan kematian yang terjadi pada remaja dan dewasa.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan pe-rilaku berisiko terhadap kesehatan dan dikhususkan pada remaja, antara lain Green dan Kreuter (2005 dalam Lestary dan Sugiharti, 2011), butkan ada tiga faktor yang menye-babkan atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja, yaitu :

a. Faktor predisposing atau faktor yang melekat atau memotivasi. b. Faktor enabling atau faktor yang

mungkin memungkinkan.

c. Faktor reinforcing atau faktor penguat yaitu faktor yang dapat memperkuat perilaku.

Pusat Pengendalian dan Pen-cegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention

(CDC)) menyampaikan bahwa aspek-aspek dari perilaku berisiko dikelom-pokkan ke dalam enam kategori (CDC, 2013):

a. Perilaku yang menyebabkan ce-dera yang tidak disengaja dan ju-ga kekerasan.

b. Perilaku seksual yang menye-babkan infeksi HIV, penyakit menular seksual lainnya, dan ke-hamilan yang tidak diharapkan. c. Penggunaan tembakau, yaitu

me-rokok.

d. Mengkonsumsi alkohol dan penggunaan narkoba.

e. Perilaku makan tidak sehat. f. Aktivitas fisik yang kurang. Efikasi Diri

Menurut Sherer (dalam Imam, 2007), efikasi diri adalah sekumpulan keseluruhan harapan-harapan yang di-bawa oleh individu kedalam situasi yang baru. Bandura (dalam Howard dan Schustack, 2008) mengatakan

(10)

5 bahwa efikasi diri berpengaruh besar terhadap perilaku.

Menurut Bandura (dalam Ragin 2011), keyakinan yang kuat terhadap kemampuan untuk melaku-kan suatu perilaku amelaku-kan meningkat-kan kemungkinan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut.

Efikasi juga terkait dengan po-tensi individu untuk berperilaku se-hat, yaitu orang yang tidak yakin bah-wa mereka dapat melakukan suatu pe-rilaku yang dapat menunjang kesehat-an akkesehat-an cenderung tidak ingin menco-banya (Bandura 1998, dalam Howard dan Schustack, 2008).

Faktor yang mempengaruhi efikasi diri menurut Rahardjo (2005) adalah :

a. Performance accomplishment b. Vicarious experiences

c. Verbal persuasion d. Emotional arousal

e. Physical or affective status Aspek-aspek efikasi diri me-nurut Sherer dalam penyusunan skala pengukuran efikasi diri, yaitu General

Self Efficacy Scale (dalam Imam,

2007). yang digunakan dalam penyu-sunan skala ini adalah :

a. Inisiatif, yaitu kemauan individu untuk memulai perilaku.

b. Usaha, yaitu jumlah upaya yang akan dihabiskan atau disalurkan individu untuk melaksanakan perilaku tertentu.

c. Keteguhan, yaitu ketekunan dan lamanya waktu individu untuk bertahan dalam menghadapi rin-tangan dan kesulitan dalam me-laksanakan suatu perilaku. METODE

Sampel dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Ngawi seba-nyak 120 responden. Metode peng-umpulan data menggunakan angket dengan alat ukur skala yaitu skala

Youth Risk Behavior Surveillance System (YRBSS) dan skala efikasi diri.

Penulis menggunakan teknik random

sampling dengan metode cluster sampling dalam menentukan sample.

Metode analisis data menggunakan teknik analisis product moment. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ada hubungan negatif yang sa-ngat signifikan antara efikasi diri de-ngan perilaku berisiko terhadap kese-hatan pada remaja, dibuktikan dengan

(11)

6 nilai korelasi ( r ) sebesar – 0,302; p = 0,000 (p < 0,01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi efikasi diri re-maja maka semakin rendah perilaku berisiko terhadap kesehatan yang di-lakukan, begitu juga sebaliknya, semakin rendah efikasi diri remaja maka semakin tinggi perilaku beri-siko terhadap kesehatan yang dilaku-kan.

Terdapat beberapa penelitian yang hasilnya juga sejalan dengan ha-sil penelitian yang dilakukan peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Kim pada tahun 2011 pada remaja Korea Selatan tentang interaksi yang luas antara perilaku kesehatan yang ne-gatif dan atribut psikologis pada re-maja, menunjukkan bahwa ketiga va-riabel psikologis yang salah satunya adalah efikasi diri secara signifikan berhubungan dengan perilaku beri-siko terhadap kesehatan. Perilaku ke-sehatan yang negatif pada remaja mungkin disebabkan karena atribut psikologis yang negatif pula, seperti harga diri dan efikasi diri yang ren-dah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut psikologis berpengaruh sebesar 42% pada aktivitas fisik yang kurang, 33% terhadap pornografi,

31% terhadap merokok, 28% pada masalah kesehatan mental, 26% pada konsumsi narkoba, 19% terhadap konsumsi minuman keras, dan 15% terhadap masalah gangguan makan (Kim, 2011). Di Indonesia, penelitian serupa dilakukan oleh Rahmadian pada tahun 2011 dan didapatkan hasil bahwa efikasi diri secara positif dan signifikan mempengaruhi perilaku se-hat pada mahasiswa. Semakin tinggi efikasi diri maka semakin tinggi pe-rilaku sehat, sebaliknya semakin ren-dah efikasi diri maka semakin renren-dah perilaku sehat, jika perilaku sehat subjek rendah artinya subjek mela-kukan perilaku berisiko terhadap ke-sehatan (Rahmadian, 2011).

Penelitian-penelitian tersebut se-suai dengan teori yang dikemukakan Bandura (1993, dalam Grembowski, 2003) bahwa individu yang mem-punyai efikasi diri tinggi dalam me-lakukan perilaku kesehatan lebih mungkin untuk melakukan perawatan dalam rangka mencegah penyakit, le-bih banyak melakukan olahraga, berhenti merokok, dan menilai kese-hatan sebagai sesuatu yang berharga jika dibandingkan dengan individu yang mempunyai efikasi diri rendah.

(12)

7 Individu dengan efikasi diri yang tinggi merasa yakin untuk melakukan perilaku sehat dan menghindari pe-rilaku berisiko yang dapat berakibat negatif terhadap kesehatan. Individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan berinisiatif untuk memulai suatu pe-rilaku, usaha yang dikerahkan dalam melakukannya juga akan lebih besar jika dibandingkan dengan individu yang memiliki efikasi diri rendah. Efikasi diri yang tinggi akan mebuat individu teguh dan tidak mudah putus asa atau menyerah dalam memper-tahankan perilaku. Berkaitan dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan, individu juga yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung mempunyai ini-siatif untuk memulai perilaku-perilaku yang dapat berpengaruh po-sitif dalam menjaga kesehatan, serta menunjukkan usaha yang lebih besar untuk meneruskan perilaku tersebut agar berdampak positif terhadap diri individu tersebut. Perilaku yang di-tunjukkan oleh individu dengan efi-kasi diri tinggi juga akan bertahan dalam menghadapi rintangan dan ti-dak mudah dipengaruhi untuk mela-kukan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan karena individu tersebut

te-guh dan tidak mudah menyerah dalam mempertahankan perilaku-perilaku yang tidak merugikan kesehatan. Re-maja dengan efikasi diri tinggi me-miliki peluang yang lebih tinggi un-tuk terhindar dari perilaku aktivitas fisik yang kurang, merokok, meng-konsumsi alkohol, masalah kesehatan mental, penggunaan obat terlarang, masalah perilaku makan, dan menon-ton pornografi. Jika efikasi diri subjek tinggi maka akan memperkecil ke-mungkinan munculnya perilaku beri-siko terhadap kesehatan, seperti peri-laku yang menyebabkan cedera yang tidak disengaja dan juga kekerasan, perilaku seksual yang menyebabkan infeksi HIV, penyakit menular sek-sual lainnya dan kehamilan yang tidak diharapkan, penggunaan temba-kau atau merokok, alkohol dan peng-gunaan narkoba, perilaku makan tidak sehat, serta aktivitas fisik yang ku-rang. Sebaliknya, jika efikasi diri sub-jek rendah maka akan memperbesar kemungkinan munculnya perilaku yang menyebabkan cedera yang tidak disengaja dan juga kekerasan, peri-laku seksual yang menyebabkan in-feksi HIV, penyakit menular seksual lainnya dan kehamilan yang tidak

(13)

di-8 harapkan, penggunaan tembakau atau merokok, alkohol dan penggunaan narkoba, perilaku makan tidak sehat, serta aktivitas fisik yang kurang.

Hasil yang didapatkan dari pe-nelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bandura (1998, dalam Howard dan Schustack, 2008) bahwa efikasi diri berpengaruh besar terhadap perilaku. Tanpa efikasi diri, orang bahkan enggan mencoba mela-kukan suatu perilaku. Efikasi juga ter-kait dengan potensi individu untuk berperilaku sehat, yaitu orang yang ti-dak yakin bahwa mereka dapat mela-kukan suatu perilaku yang dapat me-nunjang kesehatan akan cenderung ti-dak ingin mencobanya.

Efikasi diri adalah keyakinan a-tau kepercayaan individu terhadap kemampuan yang dimiliki bahwa in-dividu dapat membentuk perilaku yang menunjang kesehatan dan gaya hidup sehat. Keyakinan dan keperca-yaan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja, sesu-ai dengan teori yang dikemukakan oleh Green dan Kreuter (2005 dalam Lestary dan Sugiharti, 2011) bahwa terdapat 3 faktor yang menyebabkan

atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja, salah satunya yaitu fak-tor predisposing atau fakfak-tor yang me-lekat atau memotivasi. Faktor ini ber-asal dari dalam diri seorang remaja yang menjadi alasan atau motivasi untuk melakukan suatu perilaku. Ter-masuk dalam faktor ini adalah keya-kinan dan juga kepercayaan.

Hasil dari penelitian sebe-lumnya tentang tema serupa dan teori yang ada dapat dicocokan dengan hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Ngawi, yaitu diketahui variabel efikasi diri mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 40,89 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 32,5 yang ber-arti efikasi diri yang dimiliki subjek pada kenyataannya lebih tinggi dari-pada efikasi diri subjek yang diasum-sikan peneliti. Jika diletakkan pada kurva normal, efikasi diri pada subjek penelitian tergolong tinggi. Berdasar-kan kurva normal efikasi diri dike-tahui bahwa terdapat 24% (29 orang) tergolong sangat tinggi, 58% (70 orang) tergolong tinggi, 13% (16 orang) tergolong sedang, 4% (5 orang) tergolong rendah dan 0% ter-golong sangat rendah. Jumlah dan

(14)

9 persentase terbanyak menunjukkan kategori tinggi efikasi dirinya.

Dapat Dilihat Pada Grafik Dibawah ini

Grafik diatas menunjukkan bah-wa subjek penelitian mempunyai efi-kasi diri yang tinggi, ini berarti subjek inisiatif untuk memulai perilaku-perilaku yang dapat berpengaruh po-sitif dalam menjaga kesehatan, me-nunjukkan usaha yang lebih besar un-tuk meneruskan perilaku tersebut, dan juga memiliki peluang untuk bertahan dalam menghadapi rintangan serta ti-dak mudah dipengaruhi untuk mela-kukan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan.

Variabel perilaku berisiko ter-hadap kesehatan memiliki rerata em-pirik (RE) sebesar 23,56 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 63 yang ber-arti perilaku berisiko terhadap kese-hatan yang dilakukan subjek pada ke-nyataannya lebih rendah jika diban-dingkan dengan yang diasumsikan

peneliti. Jika diletakkan pada kurva normal, perilaku berisiko terhadap ke-sehatan pada subjek penelitian ter-golong sangat rendah. Menurut kurva normal kategorisasi perilaku berisiko terhadap kesehatan diketahui bahwa terdapat 0% tergolong sangat tinggi, 0% tergolong tinggi, 0% tergolong sedang, 36,67% (44 orang) tergolong rendah dan 63,33% (76 orang) ter-golong sangat rendah. Jumlah dan persentase terbanyak menunjukkan kategori sangat rendah dalam perilaku berisiko terhadap kesehatan.

Dapat Dilihat Pada Grafik Dibawah Ini

Grafik diatas dapat diartikan bahwa perilaku berisiko terhadap ke-sehatan pada subjek sangat rendah, yaitu hanya sebagian kecil subjek yang pernah melakukan perilaku yang menyebabkan cedera yang tidak di-sengaja dan juga kekerasan, perilaku seksual yang menyebabkan infeksi 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0,00 0,04 0,13 0,58 0,24 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 63,33

36,67

(15)

10 HIV, penyakit menular seksual lain-nya dan kehamilan yang tidak diha-rapkan, penggunaan tembakau atau merokok, alkohol dan penggunaan narkoba, perilaku makan tidak sehat, serta aktivitas fisik yang kurang.

Hasil yang didapatkan dari pene-litian juga berkaitan dengan data des-kriptif subjek. Perilaku berisiko terha-dap kesehatan dari hasil penelitian tergolong rendah kemungkinan dise-babkan karena sebagian besar, yaitu 59,2 % subjek berjenis kelamin pe-rempuan, sedangkan perilaku berisiko terhadap kesehatan seperti berkelahi, mengkonsumsi narkoba, minum mi-numan keras, serta merokok lebih ba-nyak dilakukan oleh laki-laki. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa peri-laku merokok, minum alkohol, meng-gunakan obat-obatan, intimidasi sis-wa lain dan perilaku seksual berisiko secara signifikan lebih banyak dila-kukan oleh siswa laki-laki daripada siswa perempuan (Wild, Flisher, Bhana, & Lombard, 2004). Selain itu, menurut uji t yang telah dilakukan oleh peneliti, terbukti bahwa ada per-bedaan rerata perilaku berisiko terha-dap kesehatan yang dilakukan antara subjek laki-laki dan perempuan, yaitu

lebih besar rerata perilaku berisiko terhadap kesehatan yang dilakukan subjek laki-laki dibanding perempu-an. Berdasarkan indeks massa tubuh, sebagian besar subjek, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai berat tubuh yang ideal dengan tinggi badan dengan jumlah masing-masing laki-laki 37 siswa (75,5 %), sedangkan perempuan 43 siswa (60,6 %). Hal ini berarti bahwa subjek yang mempu-nyai berat tubuh ideal berarti menjaga pola makan dan juga melakukan olahraga yang lebih banyak jika di-bandingkan dengan subjek yang mempunyai berat tubuh dengan kate-gori kurus ataupun gemuk. Jessor (1991) menyatakan bahwa keti-daksetaraan etnis merupakan salah sa-tu faktor yang mendukung munculnya perilaku berisiko terhadap kesehatan. Dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar subjek berasal dari suku jawa (94,2%), yang mana suku ini merupakan suku dengan populasi terbesar di Indonesia sehingga seba-gian besar subjek tidak memiliki per-masalahan tentang ketidaksetaraan et-nis. Hal tersebut juga merupakan sa-lah satu faktor yang mendukung ren-dahnya perilaku berisiko terhadap

(16)

ke-11 sehatan pada subjek penelitian. Peri-laku berisiko terhadap kesehatan pa-da remaja yang muncul di tempat pe-nelitian termasuk sangat rendah juga berkaitan dengan sanksi yang diber-lakukan sekolah kepada siswa siswi yang melanggar peraturan sekolah. Siswa di tempat penelitian lebih tertib dan tidak melakukan pelanggaran ka-rena sekolah akan memanggil orang tua siswa jika ada siswa yang me-langgar peraturan sekolah. Pihak se-kolah juga beberapa kali mengadakan seminar dalam upaya pencegahan pe-rilaku berisiko terhadap kesehatan, seperti seminar merokok, penggunaan NAPZA, tertib lalu lintas, PKRR, ser-ta AIDS.

Sedangkan hasil efikasi diri pada subjek tergolong tinggi disebabkan karena pihak sekolah melalui guru bimbingan konseling mengadakan program dalam membantu siswa un-tuk mengetahui bakat dan minat sis-wa, serta menyediakan wadah penluran dan juga pengembangannya ya-itu ekstrakulikuler. Hal ini memung-kinkan siswa mengasah bakat yang dimiliki sehingga siswa lebih yakin akan kemampuan yang dimiliki. Kon-seling kelompok yang

diselengga-rakan oleh guru bimbingan konseling dengan mengelompokkan siswa yang kurang berprestasi dengan siswa yang berprestasi membuat siswa mempu-nyai contoh keberhasilan sehingga da-pat meningkatkan efikasi diri siswa. Sesuai dengan teori bahwa salah satu faktor dari efikasi diri menurut Rahardjo (2005) adalah vicarious

experiences atau sumber pengharapan

ketika individu melihat orang lain berhasil menyelesaikan tugas dengan baik.

Sumbangan efektif efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap ke-sehatan 9,1% di tunjukan oleh koe-fisien determinan ( r² ) = 0,091. Ber-arti masih terdapat 90,9% variabel la-in yang mempengaruhi perilaku beri-siko terhadap kesehatan pada remaja.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi dengan segala aspek yang terkandung didalamnya memang memberikan pengaruh terhadap peri-laku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Sesuai dengan hasil peneli-tian, efikasi diri berhubungan negatif dengan perilaku berisiko terhadap ke-sehatan pada remaja, yaitu semakin tinggi efikasi diri maka semakin ren-dah perilaku berisiko terhadap

(17)

kese-12 hatan yang dilakukan, begitu juga se-baliknnya, semakin rendah efikasi diri maka semakin tinggi perilaku berisi-ko terhadap kesehatan yang dilaku-kan.

Penelitian yang dilakukan pene-liti ini mempunyai beberapa kelemah-an, antara lain penelitian hanya dila-kukan pada satu sekolah sehingga ha-sil dari penelitian ini belum tentu da-pat digeneralisasikan pada sekolah-sekolah lain. Selain itu, jumlah antara subjek laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini tidak seimbang, yaitu sebagian besar subjek berjenis kela-min perempuan. Subjek dalam peneli-tian ini juga mayoritas adalah suku Jawa dan semua subjek berusia antara 15 sampai 18 tahun, yaitu termasuk remaja akhir sehingga belum tentu penelitian ini dapat diterapkan pada remaja awal dan remaja pertengahan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Ada hubungan negatif yang sa-ngat signifikan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terha-dap kesehatan pada remaja. 2. Tingkat efikasi diri pada subjek

tergolong tinggi.

3. Tingkat perilaku berisiko hadap kesehatan pada subjek ter-golong sangat rendah.

4. Efikasi diri memberikan sumba-ngan sebesar 9,1% sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku be-risiko terhadap kesehatan pada remaja. Hal ini berarti bahwa ma-sih terdapat 90,9% variabel lain yang mempengaruhi perilaku be-risiko terhadap kesehatan pada remaja.

Saran

Bagi ilmuwan psikologi yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sejenis atau yang berkaitan dengan tema perilaku berisiko terha-dap kesehatan diharapkan terha-dapat mengungkap lebih dalam lagi me-ngenai munculnya tema perilaku beri-siko terhadap kesehatan. Mengacu pa-da kekurangan penelitian ini, penulis menyarankan untuk mengukur perila-ku berisiko terhadap kesehatan tidak hanya pada satu sekolah saja, serta menyeimbangkan jumlah subjek anta-ra laki-laki dan perempuan. Selain itu, sebaiknya meneliti subjek dari berba-gai suku dan juga tidak hanya

(18)

meng-13 gunakan subjek yang termasuk remaja akhir saja.

DAFTAR PUSTAKA

Anp. (2013, November 7). News. Dipetik Juli 13, 2014, dari http://www.sindotrijaya.com

Carr-Gregg, M. R., Enderby, K. C., & Grover, S. R. (2003). Risk-Taking Behaviour of Young Women in Australia : Screening for Health-Risk Behaviours. The Medical Journal of Australia (MJA),

601-604.

Centers for Disease Control and Prevention. (2013). Methodology of the Youth Risk Behavior Surveillance System — 2013. Morbidity

and Mortality Weekly Report, 62, 1-18.

Friedman, H. S., & Schustack, M. W. (2008). Kepribadian (Teori

Klasik san Riset Modern).

Jakarta: Erlangga.

Grembowski, D. (2003). Self-Efficacy and Health Behavior Among Older Adults. Journal

of Health and Social Behavior, 34, 89.

Imam, S. S. (2007). Sherer Et Al. General Self-Efficacy Scale : Dimensionality, Internal Consistency, and Temporal

Stability. Proceedings of the

Redesigning Pedagogy : Culture, Knowledge and Understanding Conference, Singapore, May 2007, 1-13.

Jessor, R. (1991). Risk Behavior in Adolescence : A Psychosocial Framework to Understanding and Action. Journal of Adolescent Health, 597 - 605.

Karren, K. J., Hafen, B. Q., Smith, N. L., & Frandsen, K. J. (2002).

Mind/Body Health: The Effect of Attitudes Emotions and Relationships. San Francisco:

Benjamin Cummings.

Kim, Y. (2011). Adolescent's Health Behaviours and Its Associations with Psychological Variables.

Journal of Public Health, 19,

205–209.

Lestary, H., & Sugiharti. (2011). Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun 2007. Jurnal

Kesehatan Reproduksi,

136-144.

Ragin, D. F. (2011). Health Psychology An Interdisciplinary Approach To Health. Boston: Pearson.

Rahardjo, W. (2005). Kontribusi Hardiness dan Self-Efficacy

(19)

14 terhadap Stres Kerja (Studi pada Perawat RSUP. Dr. Soeradji Tritonegoro Klaten). 47-57.

Ridhoni, F. (2013). Metode Tukar

Pengalaman untuk

Meningkatkan Efikasi Diri pada Pecandu Narkoba. Jurnal

Sains dan Praktik Psikologi,

226-239.

Sarwono, S. W. (2013). Psikologi

Remaja. Jakarta: Rajagrafindo

Persada.

Wild, L. G., Flisher, A. J., Bhana, A., & Lombard, C. (2004). Associations among adolescent risk behaviours.

Journal of Child Psychology and Psychiatry and Self-Esteem in Six Domains, 45,

Gambar

Grafik diatas menunjukkan bah- bah-wa  subjek  penelitian  mempunyai   efi-kasi diri yang tinggi, ini berarti subjek  inisiatif  untuk  memulai   perilaku-perilaku  yang  dapat  berpengaruh   po-sitif  dalam  menjaga  kesehatan,   me-nunjukkan usaha yang l

Referensi

Dokumen terkait

Bebempa ketentuan dalam Peraturan Gubernur Nomor 109 Tahun 2011 tentang Kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah sebagaimana telah beberapa kali diu bah terakhir dengan Peraturan

Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil (SKC) Solo”.

Penentuan kadar air berguna untuk mengetahui mutu dan daya simpan bahan sehingga terhindar dari pengaruh aktivitas mikroba serta digunakan sebagai koreksi rendemen minyak

[r]

Basic Competence : Students are able to compose an algorithm for a given problem 6.. Indicator

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Kualitas Warna Fisiko-Kimia

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan pelaksanaan remedial teaching menggunakan education game petualangan fisika sebagai sumber belajar siswa

Pada penelitian ini, arang ampas tebu dibuat pada kondisi suhu 300 o C selama 2,5 jam dengan mempelajari pengaruh variabel waktu kontak terhadap kemampuan jerap arang