! "
#
! " !$%"
&
' # ()*+
,**-. $%
/ ( ,0
/ 1 ,0
$% / 1
,0
$% / 1
$ 2
/ 1 $% $ 3
$%
/ 1 .4
$% / 0
'5 $% / 1
6 & 7 /"
$% ' # ()*+ ,**- ,"
$%
&
$ %
5 ,**)
4 # .
4 8 .
9
:
. ' 5
;
/
7
/ ' $ 8 $ $
, ' # @ $ ' 5 $ $
- 4 A ' !$ 2 " $%
0 $ . . # . #
3 8 & . % .
( 7 /"
# !> 5 " ," . ' !> . . "
-" $ 3 . !> . " 0" # .
' !> 6 6 "
1 7 $ 2 & $
4 3 > A
< .
+ 4 466 %
) # ' 4 2 & &
, . # ,(
- # ,1
0 4 ,+
( > ,)
5 $ . -*
-* -/
. 4 !.4 " -,
. 4 > ! "
--A . -0
C .3 '$ ># # #2#
# . -<
5 -<
#%4#2 4#.# -+
6
/ /*
,
' # ()*+7,**- -(
- 2
PEREKAT BERBASIS KITOSAN
UNTUK PAPAN ISOLASI
PURRY ARTHA KENCANA SINAGA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
Purry Artha Kencana Sinaga (E24103070). Perekat Berbasis Kitosan untuk Papan Isolasi. Dibimbing oleh Nyoman Wistara.
Limbah cangkang udang sisa konsumsi masyarakat Indonesia sangat besar. Cangkang udang adalah salah satu sumber potensial kitosan. Kitosan dapat dimanfaatkan sebagai perekat berbagai produk komposit yang diperoleh dengan mengkonversi cangkang udang melalui tahap demineralisasi (M), deproteinasi (P), dan deasetilasi (A). Belum banyak yang meneliti pengaruh tahapan pembuatan kitosan terhadap mutu kitosan untuk bahan dasar perekat alami. Penelitian ini ditujukan untuk menentukan prosedur produksi yang dapat menghasilkan kitosan dengan sifat perekatan yang baik. Kitosan ini diterapkan pada pembuatan papan isolasi dari pulp jerami padi dengan tujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekaniknya.
Pembuatan kitosan melibatkan proses demineralisasi (M), deproteinasi (P), dan deasetilasi (A). Proses M, P, dan A berturut-turut menggunakan larutan kimia HCl 1N, NaOH 3.5% dan NaOH 50%. Nisbah larutan kimia dengan serbuk cangkang udang dalam proses M, P, dan A masing-masing adalah 10/1, 6/1, 20/1. Campuran serbuk cangkang udang dengan larutan kimia dalam proses M dan P dipanaskan dengan suhu 90º C selama 1 jam dan proses A pada suhu 120-140º C selama 90 menit, kemudian dilakukan penyaringan, pencucian dengan air, dan pengeringan dalam oven 80º C selama 24 jam. Pengujian derajat deasetilasi kitosan menggunakan FTIR spectroscopy. Pulp jerami dibuat dengan proses soda panas dengan L/W = 4, 12% NaOH, suhu 100 oC selama 14-18 menit. Papan isolasi berukuran 30x30x1 cm dengan kerapatan sasaran 0.35 g/cm3 dibuat dengan proses basah. Sifat-sifat papan isolasi diuji dengan standar JIS A 5905 2003. Modifikasi tahapan proses produksi kitosan adalah MPA, MAP, PAM, PMA, APM, dan AMP.
Kadar air kitosan hasil penelitian ini kurang dai 10% sehingga memenuhi persyaratan Protan Laboratories. Berbeda dengan derajat deasetilasi (DD) dan viskositas, kadar air tidak dipengaruhi oleh protokol produksinya. DD hasil penelitian ini sangat rendah (dibawah 50%), yang menunjukkan bahwa mutu kitosan yang dihasilkan sangat rendah. Perlakuan basa secara berurutan (PA atau AP) cenderung menurunkan nilai viskositas. Kecuali daya serap air, semua sifat papan isolasi dari jerami padi ini tidak dipengaruhi oleh protokol produksi dan konsentrasi kitosan yang dipergunakan. DD kitosan yang rendah kemungkinan menjadi sebab tidak nyatanya pengaruh konsentrasi kitosan terhadap sifat-sifat papan isolasi ini. Produksi kitosan yang diawali oleh prosedur M cenderung menyebabkan pengembangan tebal papan isolasi yang tinggi. Kadar air, kerapatan, dan konduktivitas panas papan isolasi telah memenuhi standar JIS A 5905 : 2003, tetapi pengembangan tebal dan MOR belum memenuhi standar ini.
PEREKAT BERBASIS KITOSAN
UNTUK PAPAN ISOLASI
Purry Artha Kencana Sinaga
E24103070
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Perekat Berbasis Kitosan untuk Papan Isolasi
Nama : Purry Artha Kencana Sinaga
NRP : E24103070
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Nyoman Wistara, Ph.D
NIP. 131849387
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131578788
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perekat Berbasis
Kitosan Untuk Papan Isolasi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Agustus 1985 di
Bogor, Jawa Barat, sebagai anak kedua dari dua bersaudara
keluarga Didin Sinaga dan Srie Wahyuni Kurniasih.
Pendidikan dasar penulis dimulai tahun 1991 di SD
Negeri Taman Pagelaran Ciomas, Bogor. Pada tahun 1997,
penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 7 Bogor dan lulus pada tahun 2000.
kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2003.
Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan
memilih Departemen Teknologi Hasil Hutan dengan Sub Program Studi
Pengolahan Hasil Hutan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif sebagai anggota
Departemen Kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan)
pada tahun 2005. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota tim voli Fakultas
Kehutanan pada Olimpiade Mahasiswa IPB dan membawa Departemen Teknologi
Hasil Hutan sebagai juara ke-2 cabang olahraga voli putri pada kejuaraan Forester
Cup tahun 2005.
Penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di
Kamojang - Sancang, Garut dan KPH Kuningan, Jawa Barat pada tahun 2006
serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di CV. Karya Mina Putra, Rembang Jawa
Tengah pada tahun 2007.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis melakukan penelitian dengan judul PEREKAT BERBASIS KITOSAN
i
KATA PENGANTAR
Penelitian ini memberikan alternatif pemanfaatan limbah cangkang udang
sisa konsumsi masyarakat Indonesia yang berjumlah sangat besar. Pemanfaatan
limbah ini berlatarbelakang efisiensi pemanfaatan sumber daya alam dan
pencarian bahan alternatif untuk kayu sebagai bahan baku papan komposit
bermutu tinggi.
Penulis bersyukur kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada keluarga penulis atas
dukungan moril, doa, dan curahan kasih sayang yang tiada berkesudahan. Rasa
terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Bapak Nyoman Wistara,
Ph.D atas kesabaran dan keikhlasannya dalam membimbing penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini. Penulis tidak akan melupakan kontribusi yang sangat
berharga dari staf laboratorium Kimia Hasil Hutan (Bapak Supriatin dan Bapak
Gunawan), teman-teman (Ike, Tya, Welly, Eka, Cecep, Hotman, Gokma, Hanif,
Edo, Meita, Adi dan Bayu Andika Pratama) dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu dalam merealisasikan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan mereka
yang berjasa dalam penyelesaian studi penulis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
Penulis berharap semoga hasil yang tertuang dalam tulisan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2009
ii
1.2.Tujuan Penelitian 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Isolasi Limbah Udang 6
3.2. Pembuatan Papan Isolasi 7
3.3. Pengujian Kitosan 9
3.4. Pengujian Papan Isolasi. 10
3.5. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik 12
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Kitosan 14
4.2. Sifat Papan Isolasi 17
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 24
5.2. Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 28
iii
No. Teks Halaman
1. Struktur Kitin 3
2. Struktur Kitosan 4
3. Diagram Proses Pembuatan Kitosan 6
4. Diagram Proses Pembuatan Papan Isolasi 8
5. Skema Pembuatan Contoh Uji Papan Isolasi 11
6. Derajat Deasetilasi dan Kadar Air Kitosan dari Beragam Protokol Produksi
iv
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Viskositas Kitosan Hasil Beragam Protokol Proses Produksi 17
2. Hasil Rata-rata Pengujian Sifat-sifat Papan Isolasi dari Jerami Padi
v
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Kadar Air, Derajat Deasetilasi, Viskositas, dan Rendemen Kitosan
29
2. Kualitas Standar Kitosan menurut Protan Laboratories Inc 30
3. Hasil Pengujian Papan Isolasi dari Jerami Padi 31
4. FTIR Kitosan 32
5. Analisis Keragaman Kadar Air Kitosan 35
6. Analisis Keragaman Viskositas Kitosan 36
7. Analisis Keragaman Kadar Air Papan Isolasi 37
8. Analisis Keragaman Kerapatan Papan Isolasi 38
9. Analisis Keragaman Pengembangan Tebal Papan Isolasi 39
10. Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Daya Serap Air Papan Isolasi
40
11. Analisis Keragaman MOE Papan Isolasi 41
12. Analisis Keragaman MOR Papan Isolasi 42
13. Analisis Keragaman Konduktivitas Panas Papan Isolasi 43
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas dan potensial,
tetapi belum semuanya dapat dimanfaatkan secara optimal. Udang merupakan
contoh hasil perikanan yang pemanfaatannya masih bisa ditingkatkan.
Produksi udang Indonesia tahun 2003 mencapai 191643 ton. Konsumsi udang
tersebut menyisakan limbah dalam jumlah besar yaitu 40-60% (Wibowo
2006).
Udang termasuk ke dalam kelompok hewan invertebrata laut
Crustaceae. Cangkang Crustaceae mengandung kitin dengan kadar berkisar
dari 20-60% (Rochima 2005). Kitin merupakan polimer alami tidak larut air
kedua terbanyak setelah selulosa. Dalam bidang pertanian kitin telah pula
dimanfaatkan untuk melindungi tanaman dari serangan cendawan.
Kitosan, yang merupakan polimer alam turunan kitin, memiliki manfaat
lebih besar dari pada kitin. Kitosan merupakan polimer D-glukosamin hasil
deasetilasi kitin yang bermuatan positif dan larut dalam asam lemah. Manfaat
komersial kitosan banyak ditemui dalam industri pertanian, pangan, kosmetik,
farmasi, perekat alami kualitas tinggi dan zat warna industri kertas, tekstil, dan
pulp.
Proses produksi kitosan dapat dilakukan secara kimiawi maupun
enzimatis. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi kitosan meliputi
demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi. Proses deasetilasi kitin menjadi
kitosan menggunakan alkali kuat dengan suhu tinggi.
Beberapa prosedur telah dilakukan dalam pembuatan kitosan dari
cangkang udang. Telah ditemukan bahwa karakteristik fisika-kimia kitosan
bergantung pada jenis bahan baku dan metode persiapan produksi (Kim
2004). No et al.(2002) dalam Kim (2004) menyebutkan bahwa penghilangan
tahap deproteinasi (P) menghasilkan kitosan berderajat deasetilasi rendah
dengan viskositas yang tinggi. Derajat deasetilasi merupakan faktor yang
menjadi dasar aplikasi kitin dan kitosan dalam industri. Oleh sebab itu,
2
viskositas dan derajat deasetilasi kitosan. Sifat kitosan yang dihasilkan dari
variasi prosedur pembuatan kitosan dapat dilihat dari mutu produk dimana
kitosan diaplikasikan. Di dalam penelitian ini, sifat-sifat tersebut akan dilihat
pada aplikasi kitosan dalam pembuatan papan isolasi berbahan dasar jerami
padi.
1.2Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh variasi
tahapan proses produksi kitosan (demineralisasi, deproteinasi, deasetilasi)
terhadap sifat-sifat kitosan. Sifat perekatan kitosan dalam papan isolasi juga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kitin dapat diperoleh dari kerangka hewan invertebrata kelompok
Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp,
Crustaceae sp dan beberapa kelompok jamur. Sumber utama kitin dewasa ini
adalah cangkang udang, lobster dan kepiting dari kelompok Crustaceae sp.
Ketersediaan cangkang udang sebagai sumber kitosan cukup banyak dan tersebar
di Indonesia.
Kitin merupakan polimer alami tidak larut air berstruktur
2-asetamida-2-dioksi-β-D-Glukosa dengan ikatan antar unit berupa ikatan β-glikosidik (1,4)
seperti ditunjukkan oleh Gambar 1. Perbedaan antara kitin dan selulosa hanya
terletak pada gugus fungsional atom C-2, dimana gugus hidroksil (OH) pada
selulosa digantikan oleh gugus asetamin (NHCOCH3) pada kitin (Setyadi 2006).
Gambar 1. Struktur kitin.
Deasetilasi kitin akan menghasilkan kitosan ((1-4)-2-amino-2-β
-D-glukosa) dengan struktur seperti ditunjukkan oleh Gambar 2. Kitosan tidak
beracun dan tidak larut air, basa pekat, alkohol dan aseton, tetapi larut dalam asam
organik encer seperti asam asetat (Alamsyah 2006). Karena sifatnya yang tidak
beracun maka kitosan dapat dimanfaatkan pada industri pangan yaitu sebagai
bahan pengawet makanan, antioksidan, dan penjernih pada produk minuman.
Selain itu kitosan banyak diaplikasikan sebagai pangan fungsional karena dapat
berfungsi sebagai serat makanan, penurun kadar kolesterol (Suptijah 2006).
4
air minum (memiliki daya koagulasi), meningkatkan zat warna dalam industri
kertas, tekstil dan pulp (Alamsyah 2001).
Gambar 2. Struktur kitosan.
Salah satu parameter penting kitosan adalah derajat deasetilasinya (DD).
Nilai DD kitosan menunjukkan tingkat kehilangan gugus asetil dari kitin
(Suhartono 1989). Kitosan yang baik adalah kitosan dengan DD yang tinggi. Nilai
derajat deasetilasi kitosan ini dipengaruhi konsentrasi NaOH (Kim 2004) dan suhu
proses (Odote et al. 2005).
Kitosan dapat dimanfaatkan untuk perekat kualitas tinggi bagi beragam
jenis produk. Sifat perekatannya kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan mutu papan isolasi dari jerami padi.
Padi termasuk jenis oryza dari keluarga rumput-rumputan (Gramineae).
Pemanenan padi dapat dilakukan tiap tahun dan menghasilkan limbah berupa
jerami. Jerami merupakan tanaman pertanian yang bersifat elastis, berbentuk
seperti tabung dan tiap-tiap ruas dihubungkan dengan buku-buku. Meskipun
kandungan selulosa padi tergolong rendah, tetapi holoselulosa totalnya setara
dengan kandungan holoselulosa kayu (Baskoro 1986). Kadar hemiselulosa dan
kadar abu jerami lebih tinggi dibandingkan dengan kayu daun jarum, tetapi kadar
ligninnya lebih rendah (Rowell 1997 dalam Summers 2000). Dimensi serat jerami
secara umum menyerupai dimensi serat kayu daun lebar. Rials dan Wolcott
(1997) dalam Rowell et al. (1997) mengatakan bahwa serat jerami memiliki
panjang 0.65-3.48 mm dan diameter 5-14 mm. Untuk keperluan produk
biokomposit, jerami perlu ditangani secara hati-hati, terutama berhubungan
dengan kadar airnya yang tinggi. Jerami segar berkadar air 150%-250% dan perlu
5
penyimpanan (Summers 2000). Karena komposisi kimia dan strukturnya yang
heterogen, maka jerami adalah bahan baku ideal untuk papan komposit.
Penggunaan jerami sebagai campuran bambu untuk MDF telah terbukti
menghasilkan sifat kekuatan sesuai dengan standar ANSI-1985 (Hiziroglu et al.
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Pembuatan Kitosan
Proses isolasi kitosan dari kulit udang terdiri dari 3 tahap yaitu
demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi. Secara umum prosedur
pembuatan kitosan diperlihatkan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Proses Pembuatan Kitosan
7
Pembuatan kitosan diawali dengan pembuatan kitin. Dalam
pembuatan kitin, demineralisasi dilakukan dengan cara mencampur serbuk
kulit udang yang telah dikeringkan selama 2 hari dengan HCl 1N.
Perbandingan antara pelarut dan kulit udang adalah 10:1. Campuran kemudian
dipanaskan diatas penangas elektrik pada suhu 900 C selama 1 jam. Residu
berupa padatan kemudian dicuci dengan air, selanjutnya dikeringkan dalam
oven pada suhu 800 C selama 24 jam.
Deproteinasi dilakukan dengan cara mencampur kulit udang yang
telah didemineralisasi (residu berupa padatan yang telah kering) dengan
NaOH 3,5 %. Perbandingan antara pelarut dan kulit udang adalah 6:1,
selanjutnya dipanaskan pada suhu 900 C selama 1 jam. Kemudian larutan
didinginkan dan disaring sehingga didapatkan residu berupa padatan. Residu
ini selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan pada suhu 800 C
selama 24 jam. Padatan tersebut kemudian dinamakan kitin.
Kitosan diperoleh dari deasetilasi kitin dengan NaOH pekat 50%.
Perbandingan antara pelarut (NaOH 50%) dan kitin adalah 20:1 Campuran
kemudian dipanaskan pada suhu 120-140 0C selama 90 menit dan selanjutnya
disaring. Padatan yang diperoleh kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan
dalam oven pada suhu 800 C selama 24 jam. Kitosan disimpan dalam kantong
plastik pada suhu kamar.
Dalam penelitian ini dilakukan enam (6) jenis variasi tahapan
demineralisasi (M), deproteinasi (P) dan Deasetilasi (A). Keenam variasi
tahapan tersebut adalah MPA, MAP, PAM, PMA, APM, dan AMP.
3.2. Pembuatan Papan Isolasi
Pembuatan papan isolasi dari jerami padi diawali dengan
membersihkan jerami dari kotoran, dan kemudian memotongnya dengan
ukuran panjang sekitar 5 cm. Potongan jerami ini dibiarkan beberapa waktu
hingga mencapai kadar air kering udara. Diagram alir prosedur pembuatan
8
Gambar 4. Diagram Proses Pembuatan Papan Isolasi
Pulp jerami dibuat dengan menggunakan proses soda panas terbuka.
Larutan pemasak yang digunakan ialah NaOH dengan kadar 12% (sebagai
NaOH) dengan L/W = 4/1, waktu pemasakan selama 14-18 menit dan suhu
100 oC.
Pemasakan dilakukan dengan menggunakan ketel pemasak. Setelah
selesai pemasakan, serpih yang telah lunak dicuci dengan air bersih hingga
bebas bahan kimia. Kadar air pulp ditentukan berdasarkan berat kering tanur.
Papan isolasi dibuat dengan target kerapatan 0,35 g/cm3 dan ukuran
papan 30 cm x 30 cm x 1 cm. Dalam pembuatan papan isolasi, keterbatasan
jumlah kitosan menyebabkan kitosan dengan prosedur awal yang sama
9
digabungkan menjadi satu. Sehingga diperoleh kitosan DM (MPA + MAP),
DP (PMA + PAM) dan DA (APM + AMP). Sebanyak 225 ml kitosan yang
sebelumnya telah dilarutkan dalam asam asetat (CH3COOH) 2 %
ditambahkan sebagai perekat papan isolasi. Kadar kitosan yang digunakan
adalah 2% dan 4% dari berat kering oven pulp.
Pembentukan lembaran dilakukan dengan proses basah menggunakan
deckle box, dilanjutkan dengan pengempaan dingin lalu pengempaan panas
pada suhu 1200 C selama 1 jam. Lembaran papan kemudian dikeringkan di
dalam oven pada suhu 500 C selama 24 jam. Sebelum sifat-sifat papan diuji,
lembaran papan dikondisikan pada ruang bersuhu dan berkelembaban tertentu.
3.3. Pengujian Kitosan
Kadar air kitosan ditentukan dengan mengeringkan 2 gram kitosan di
dalam oven pada suhu 1050 C. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat
kering yang konstan. Kemudian kadar air dihitung dengan menggunakan
rumus berikut:
Metode KBr digunakan untuk analisis menggunakan FTIR (Fourier
Transformed Infrared Spectroscopy) yaitu dengan menggerus halus 2 mg
kitosan dicampur dengan 100 mg KBr. Campuran ini dibuat pelet, kemudian
dibaca, Serapan sampel diukur pada panjang gelombang 4000 cm-1 sampai
dengan 400 cm-1. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan dengan metode base
line menggunakan FTIR. Puncak serapan tertinggi dicatat dan diukur dari
10
P P Log
A 0
Dimana P0 adalah jarak antara garis dasar terpilih dan garis singgung.
Sedangkan P adalah jarak antara garis dasar terpilih dan lembah.
Derajat deasetilasi ditunjukkan oleh nilai N-deasetilasi yang dihitung
berdasarkan serapan pada frekuensi 1655 cm-1 dan 3450 cm-1. Nilai
N-deasetilasi sempurna (100%) memiliki nisbah antara serapan frekuensi 1655
cm-1dan 3450 cm-1 sebesar 1.33. Derajat N-deasetilasi dihitung menggunakan
rumus berikut:
Viskositas larutan kitosan diukur dengan menggunakan viskosimeter
brookfield. Viskosimeter dikalibrasi terlebih dahulu sebelum melakukan
pengukuran. Untuk mengukur viskositas, 2 gram kitosan dilarutkan dalam
asam asetat 2% dan suhu larutan diturunkan menjadi 25 oC. Pengukuran
viskositas dilakukan dengan menggunakan spindel 2 pada kecepatan 30 rpm.
Pembacaan (skala 10-100) dilakukan setelah 6 kali putaran penuh. Untuk
mendapatkan satuan centipoise (cps), hasil pembacaan dengan spindel 2
digandakan 40 kali.
3.4. Pengujian Papan Isolasi
Pengujian sifat papan isolasi dilakukan dengan mengikuti standar JIS
A 5905 : 2003. Sifat-sifat yang diuji meliputi meliputi kadar air, kerapatan,
pengembangan tebal, daya serap air, modulus patah (MOR), modulus
elastisitas (MOE), koefisien absorpsi suara, dan konduktivitas panas.
Kerapatan, pengembangan tebal, daya serap air, MOE, dan MOR dari papan
isolasi ditentukan dengan mengikuti prosedur standar JIS A 5905 : 2003.
Gambar 5 menunjukkan skema pembuatan contoh uji menurut JIS A 5905 :
11
Gambar 5. Skema pembuatan contoh uji papan isolasi (JIS A 5905 : 2003)
Pengujian konduktivitas panas dilakukan dengan menggunakan alat
thermal conductivity meter merk Khemiterm. Nilai yang diukur adalah nilai
konduktivitas panas (k). Nilai resistensi panas kemudian dihitung
menggunakan rumus :
k x W K m
Rf( 2. / )
Dimana : Rf = faktor R (resistensi dalam 1m2 luas bahan)
k = konduktivitas panas (W/m.K)
∆x = tebal sampel (mm)
Absorpsi suara ditentukan dengan mengukur intensitas gelombang
suara dengan detektor suara pada frekuensi 1000 Hz. Intesitas yang dicatat
adalah intensitas tanpa penghalang (I0) dan intensitas dengan penghalang
sampel papan isolasi (It). Nilai pengukuran berupa nilai amplitudo dalam
12
Selanjutnya koefisien absorbsi suara dihitung menggunakan rumus
x A 3026 ,
2 , dimana , A dan x masing-masing adalah nilai koefisien
absorpsi suara, serapan dan ketebalan sampel (mm).
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik
Penelitan ini menggunakan RAL faktorial dengan dua ulangan dan
penggabungan dua faktor. Faktor pertama adalah protokol produksi kitosan
dengan tiga perlakuan (MPA+MAP), (PAM+PMA), dan (APM+AMP) dan
Yij = nilai pengamatan ulangan ke-j dari perlakuan ke-i
µ = nilai tengah
αi = pengaruh protokol produksi kitosan dari perlakuan ke-i
εij = galat percobaan
RAL faktorial :
Yijk = µ + αi+ βj + (αβ)ij + εijk
Yijk = nilai pengamatan ulangan ke-k dari perlakuan ke-i dan perlakuan
ke-j
µ = nilai tengah
αi = pengaruh protokol produksi kitosan dari perlakuan ke-i
βj = pengaruh konsentrasi kitosan dari perlakuan ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi antara protokol produksi kitosan perlakuan ke-i dan konsentraske-i kke-itosan perlakuan ke-j
13
Jika F-hitung lebih kecil dari F-tabel, maka perlakuan tidak
berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Sedangkan jika
F-hitung lebih besar dari F-tabel, maka perlakuan berpengaruh nyata dan
menimbulkan perbedaan-perbedaan pada suatu tingkat kepercayaan tertentu.
Perbedaan terhadap respon ditentukan dengan uji lanjut beda rata-rata
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Kitosan
Rendemen rata-rata kitosan yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar
dari 13.27% hingga 26.33%, Lampiran 1 memuat informasi lebih lengkap
tentang rendemen ini. Perlakuan PMA memiliki rendemen tertinggi yaitu
26.33% dan rendemen kitosan terendah diperoleh dengan perlakuan APM,
yaitu sebesar 13.27%. Kim (2004) menemukan bahwa rendemen kitosan hasil
penelitiannya berada di angka 0.34% hingga 18.8%. Dari penelitian ini, dapat
diketahui bahwa proses produksi kitosan yang diawali dengan deasetilasi (A)
menghasilkan kitosan dengan rendemen yang sangat rendah jika dibandingkan
dengan kitosan lainnya.
Kadar air kitosan hasil penelitian ini berkisar dari 3.12% hingga
8.75%. Nilai ini sesuai dengan temuan Kim (2004) dan memenuhi standar
mutu kitosan Protan Laboratorium yang mensyaratkan kadar air kurang dari
10%.
Hasil analisis keragaman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa protokol
produksi pada pembuatan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air.
Dengan demikian, terdapat keseragaman kadar air kitosan yang dihasilkan.
Sifat dwikutub kitosan kemungkinan menentukan kecenderungannya untuk
mengikat air. Gugus karboksilat membuat kitosan berkutub negatif (Hardjito
2006), yang dapat menyebabkan kitosan memiliki afinitas tinggi terhadap air.
Selain itu, derajat deasetilasi (DD) mempengaruhi kapasitas serapan air
kitosan. Penyerapan air meningkat dengan meningkatnya derajat deasetilasi
akibat meningkatnya gugus hidroksil kitosan (Robert 1992 dan Chandit et al.
1998 dalam Odote 2005). Tetapi Gambar 6 yang merupakan tabulasi hasil
penelitian ini menunjukkan hal sebaliknya. Kemungkinan hal ini disebabkan
oleh derajat deasetilasi yang terlalu rendah untuk memberikan pengaruh
15
Gambar 6. Derajat deasetilasi dan kadar air kitosan dari beragam protokol
produksi.
Nilai derajat deasetilasi (DD) kitosan hasil penelitian ini berkisar dari
39.29% hingga 45.80%. Protokol produksi MAP memiliki nilai DD tertinggi
(45.80%), diikuti protokol APM, MPA, PMA, PAM, dan AMP
masing-masing sebesar 45.75%, 44.76%, 40.25%, 39.95%, dan 39.29%. Derajat
deasetilasi hasil penelitian ini jauh dibawah nilai minimum 70% seperti
disyaratkan oleh Protan Laboratorium. Wibowo (2006) juga menyatakan
bahwa kitosan adalah kitin dengan derajat deasetilasi minimum 55%-65%.
Derajat deasetilasi merupakan parameter mutu kitosan, dengan demikian
kitosan yang diperoleh dalam penelitian ini bermutu sangat rendah atau masih
mendekati kitin.
Derajat deasetilasi dipengaruhi oleh konsentrasi larutan NaOH dan
waktu reaksinya. Larutan NaOH yang dipergunakan dalam tahap deasetilasi
kitin berfungsi memutuskan ikatan antara gugus karboksil dan atom nitrogen
kitin (Angka dan Suhartono 2000). Demineralisasi dengan asam encer
(Hardjito 2006) nampaknya cenderung memberikan DD yang lebih tinggi
(Gambar 6). DD sangat bergantung pada suhu dan lama proses deasetilasi.
Derajat deasetilasi kitosan kepiting dan udang meningkat dengan
meningkatnya waktu dan suhu deasetilasi (Odote et al. 2005). Peneliti ini
menggunakan waktu deasetilasi 3 – 8 jam untuk memperoleh kitosan dengan
16
diperoleh dalam penelitian ini kemungkinan dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan waktu deasetilasi. Selain itu, metode pengukuran juga
dilaporkan menentukan tinggi-rendahnya nilai DD (Khan et al. 2002 dalam
Kim 2004).
Protokol produksi kitosan berpengaruh nyata terhadap viskositas. Nilai
viskositas kitosan hasil penelitian ini berkisar dari 120 cps sampai dengan
17200 cps (Lampiran 1). Protan Laboratorium, menggolongkan viskositas
menjadi empat (4) kelompok, yaitu viskositas rendah (< 200 cps), viskositas
sedang (200-799 cps), viskositas tinggi (800-2000 cps), dan viskositas sangat
tinggi (> 2000 cps). Perlakuan PAM memiliki viskositas terendah yaitu 140
cps dan viskositas tertinggi diperoleh dengan perlakuan AMP, yaitu sebesar
17.180 cps. Pada protokol produksi PAM, tahap pertamanya adalah
deproteinasi kitosan dengan 3,5% NaOH dan diakhiri dengan tahap
demineralisasi. Beberapa hasil peneliti sebelumnya menunjukkan pengaruh
demineralisasi yang berbeda terhadap viskositas atau berat molekul kitosan.
Odote et al. (2005) mengemukakan bahwa demineralisasi dengan asam
mineral (HCl), terutama pada konsentrasi yang lebih tinggi, dapat menurunkan
viskositas. Tetapi Kim (2004) menyatakan bahwa penghilangan tahap
demineralisasi justru dapat menurunkan nilai viskositas kitosan.
Hasil penelitian ini (Tabel 1) menunjukkan kecenderungan
menurunnya viskositas kitosan dengan adanya perlakuan basa secara
berurutan (PA atau AP). Dari dua urutan ini, urutan PA memiliki pengaruh
lebih besar dalam menurunkan viskositas kitosan. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh efek pengembangan struktur kitin oleh NaOH encer pada
tahap deproteinasi. Struktur yang telah terkembang ini akan dengan mudah
terdegradasi oleh alkali pekat (50%) saat proses deasetilasi (A). Kitosan
memiliki struktur serupa selulosa, sehingga sangat rentan terhadap alkali
17
Tabel 1. Viskositas kitosan hasil beragam protokol proses produksi
4.2. Sifat Papan Isolasi
Sifat papan isolasi diuji mengikuti prosedur standar JIS A 5905 2003,
dan nilai rata-ratanya tertera di dalam Tabel 2. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa protokol produksi kitosan hanya berpengaruh nyata
terhadap daya serap air papan isolasi.
Tabel 2. Hasil rata-rata pengujian sifat-sifat papan isolasi dari jerami padi
Protokol Produksi Viskositas (cps)
18
Kadar air rata-rata papan isolasi berkisar dari 6.96% hingga 7.80%
(Lampiran 3) dan memenuhi standar JIS A 5905 : 2003 untuk papan isolasi
kelas A yang mensyaratkan kadar air 5% -13%. Papan isolasi hasil penelitian
ini memiliki kerapatan rata-rata dari 0.30 gr/cm3 hingga 0.35 gr/cm3, sesuai
kerapatan target menurut standar JIS A 5905 : 2003 yaitu kurang dari 0.35
gr/cm3. Pengembangan tebal papan isolasi yang dibuat berkisar dari 16.22%
hingga 21.43%, sehingga tidak memenuhi standar JIS A 5905 : 2003 (10%).
JIS A 5905 : 2003 tidak memiliki persyaratan daya serap air, MOE, MOR, dan
koefisien absorbsi suara. Lampiran 3 menyajikan data tentang sifat-sifat
papan isolasi ini. Nilai konduktivitas panas yang ditemukan pada papan
isolasi penelitian ini berkisar dari 0.1095 W/m.K hingga 0.1266 W/m.K,
memenuhi persyaratan standar JIS A 5905: 2003 (0.0552 W/m.K).
Kemampuan kitosan membentuk gel yang stabil (Suptijah 2006)
menyebabkannya berfungsi sebagai perekat di dalam papan isolasi. Fungsinya
sebagai perekat diharapkan mampu meningkatkan sifat-sifat papan isolasi
melalui peningkatan potensi ikatan antar serat pulp sebagaimana fungsi dari
pati tapioka (Tsoumis 1991). Tetapi nilai DD yang sangat rendah diduga
menghambat fungsi kitosan sebagai perekat. Kegagalan peningkatan ikatan
antar serat oleh kitosan dimanifestasikan oleh tingginya kadar rongga yang
berakibat tertampungnya air secara berlebihan (Emilia 2001). Sifat kekuatan
yang rendah juga dapat menjadi indikasi rendahnya ikatan antar serat yang
merupakan faktor utama sifat kekuatan ini (Scott 1996 dalam Lertsutthiwong
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Semua protokol yang dipergunakan dalam penelitian ini menghasilkan
kadar air yang memenuhi standar Protan Laboratorium (kurang dari 10%). Tetapi
nilai DD yang dihasilkan jauh dibawah standar (minimum 70%).
Protokol produksi dan konsentrasi kitosan dalam penelitian ini hanya
berpengaruh terhadap daya serap air papan isolasi. Namun demikian kadar air,
kerapatan, dan konduktivitas panas yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5905
: 2003. Sifat-sifat lain seperti pengembangan tebal, daya serap air, modulus patah,
dan modulus elastisitas belum memenuhi standar JIS A 5905 : 2003.
Kemungkinan DD kitosan yang tinggi akan memperbaiki sifat perekatan
kitosan dalam papan isolasi. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan untuk
mencari kondisi demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi kitin yang dapat
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah R. 2001. Karakteristik dan Penerapan Khitin dan Khitosan. Jurnal
Teknologi Industri II (2) : 61-68.
Alamsyah R. 2006. Pengembangan Proses Produksi Kitosan Larut Air. Dalam :
Prosiding Seminar Nasional Kitin-Kitosan 2006 ; Bogor, 16 Maret
2006. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.hlm 41-51.
Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. PKSPL - Institut
Pertanian Bogor.
Baskoro IBW. 1986. Pengaruh Antrakinon-Soda Terhadap Sifat-Sifat Pulp Ampas
Tebu dan Jerami. [skripsi]. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
Emilia T. 2001. Sifat-sifat Papan Insulasi dari Kertas Bekas dan Serat Batang
Pisang. [skripsi]. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
Hardjito L. 2006. Aplikasi Kitosan Sebagai Bahan Tambahan Makanan dan
Pengawet. Dalam : Prosiding Seminar Nasional Kitin-Kitosan 2006 ;
Bogor, 16 Maret 2006. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. hlm 1-13.
Hiziroglu S, Bauchongkol P, Fueangvivat V, Soontonbura W, dan Jarusombuti S.
2007. Selected Properties of Medium Density Fiberboard (MDF) Panels
Made from Bamboo and Rice Straw. http://industry-news.asp. [11 Maret
2008].
Kim SOF. 2004. Physicochemical and Functional Properties of Crawfish
Chitosan as Affected by Different Processing Protocols. [thesis]. Seoul
National University.
Lertsutthiwong P, Chandrkrachang S, Stevens WF. 2000. The Effect of the
Utilization of Chitosan on Properties of Paper. Journal of Metals,
Materials. Vol. 10, No. 1 : 43-52.
Odote PMO, Struszczyk MH, Peter MG. 2005. Characterization of Chitosan from
Blowfly Larvae and Some Crustacean Species from Kenyan Marine
Waters Prepared Under Different Conditions. Western Indian Ocean J.
21
Rials TG, Wolcott MP.1997. Physical and Mechanical Properties of Agro-Based
Fibers. Dalam Rowell RM., Young RA, Rowell JK, (eds) Paper and
Composites from Agrobased Resources. CRC Press, Inc.Florida.
Rochima E. 2005. Aplikasi Kitin Deasetilasi Termostabil dari Bacillus
papandayan K29-14 asal Kawah Kamojang Jawa Barat pada
Pembuatan Kitosan. [tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.
Setyadi S. 2006. Pengembangan Produksi Kitin Secara Mikrobiologi. Dalam :
Prosiding Seminar Nasional Kitin-Kitosan ; Bogor 16 Maret 2006.
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. IPB. Bogor. hlm 33-40.
Sjostrom, E. 1993. Wood Chemistry : Fundamentals and Aplications 2nd ed.
Academic Press, Inc. London.
Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Summers MD. 2000. Fundamental Properties of Rice Straw in Comparisons with
Softwoods.faculty.engineering.ucdavis.edu/jenkins/projects/RiceStraw/R
iceStrawDocs/SummersESPM286FinalReport.pdf. [3 Januari 2009]
Suptijah P. 2006. Deskripsi Karakteristik Fungsional dan Aplikasi Kitin dan
Kitosan. Dalam : Prosiding Seminar Nasional Kitin-Kitosan 2006 ;
Bogor, 16 Maret 2006. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. hlm 14-24.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood. Van Nostrand Reinhold.
New York.
Wibowo S. 2006. Produksi Kitin Kitosan Secara Komersial. Dalam : Prosiding
Seminar Nasional Kitin-Kitosan 2006 ; Bogor, 16 Maret 2006.
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
23
Lampiran 1. Kadar air, derajat deasetilasi, viskositas, dan rendemen kitosan.
Sampel Ulangan Kadar Air (%)
Derajat Deasetilasi (%)
Viskositas (cps)
Rendemen (%)
A 1 6.68 44.76 320 16.30
2 3.12 240 18.05
B 1 6.34 45.81 480 16.34
2 6.25 600 18.42
C 1 8.75 39.94 160 14.98
2 7.83 120 14.33
D 1 5.60 40.25 760 20.77
2 5.11 960 31.88
E 1 5.62 45.75 360 11.85
2 6.73 320 14.68
F 1 5.14 39.29 17160 15.95
24
Lampiran 2. Kualitas Standar Kitosan menurut Protan Laboratories Inc.
Sumber : Protan Laboratories Inc.
Sifat Kitosan Nilai yang dikehendaki
Ukuran partikel butiran-bubuk
Kadar Air (%) < 10.0
Kadar Abu (%) > 2.0
Derajat Deasetilasi > 70.0
Viskositas
* rendah < 200
*sedang 200-799
* tinggi 800-2000
25
Lampiran 3. Hasil pengujian papan isolasi dari jerami padi.
26
Lampiran 4. Hasil FTIR kitosan.
FTIR Kitosan A (MPA)
A1655 = 0,4376, A3450 = 0,5956, DD = 44,76%
FTIR Kitosan B (MAP)
27
FTIR Kitosan C (PAM)
A1655 = 0,4082, A3450 = 0,5111, DD = 39,95%
FTIR Kitosan D (PMA)
28
FTIR Kitosan E (APM)
A1655 = 0,3844, A3450 = 0,5328, DD = 45,75%
FTIR Kitosan F (AMP)
29
Lampiran 5. Analisis keragaman kadar air kitosan.
ANOVA
KA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 13.605 5 2.721 1.558 .301
Within Groups 10.477 6 1.746
30
Lampiran 6. Analisis keragaman viskositas kitosan
ANOVA
31
Lampiran 7. Analisis keragaman kadar air papan isolasi
32
Lampiran 8. Analisis keragaman kerapatan papan isolasi
33
Lampiran 9. Analisis keragaman pengembangan tebal papan isolasi
34
Lampiran 10. Analisis keragaman dan uji lanjut Duncan daya serap air papan
isolasi.
Intercept 568633.630 1 568633.630 1591.202 .000
Protokol 7266.137 2 3633.068 10.166 .005
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares
35
Lampiran 11. Analisis keragaman MOE papan isolasi
36
Lampiran 12. Analisis keragaman MOR papan isolasi
37
Lampiran 13. Analisis keragaman konduktivitas panas papan isolasi
38
Lampiran 14. Analisis keragaman koefisien absorpsi suara papan isolasi