DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT DENGAN
PEREKAT UREA FORMALDEHIDA
SKRIPSI
Oleh
RIRIS ASTRIDA NABABAN 091201053
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Peneletian : Pengaruh Suhu dan Waktu Pengempaan Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida
Nama : Riris Astrida Nababan
NIM : 091201053
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :
Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si Tito Sucipto, S.Hut., M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
RIRIS ASTRIDA NABABAN: Pengaruh Suhu dan Waktu terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida. Di bawah bimbingan RUDI HARTONO dan TITO SUCIPTO.
Limbah batang kelapa sawit merupakan salah satu alternatif bahan baku pembuatan papan partikel. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan pengaruh suhu pengempaan dan waktu pengempaan. Papan dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan kerapatan target adalah 0,75 g/cm3. Papan partikel ini menggunakan perekat urea formaldehida 10% dengan tekanan kempa 25 kg/cm2 dan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 3 kali ulangan dan 2 faktor yaitu suhu pengempaan (120, 130 dan 140) oC dan waktu pengempaan (8, 10, 12 dan 14) menit. Pengujian papan partikel terdiri dari kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan lentur, keteguhan patah dan keteguhan rekat internal..
Hasil penelitian menunjukkan waktu pengempaan dan interaksi anatara suhu dan waktu berpengaruh nyata terhadap kadar air papan partikel dan suhu pengempaan berpengaruh nyata terhadap MOR. Kombinasi suhu dan waktu pengempaan yang optimal adalah pada perlakuan suhu pengempaan 120oC dengan waktu pengempaan 8 menit yang memiliki nilai kerapatannya 0,74 g/cm3, kadar air 6,95 %, daya serap air 57,72 %, pengembangan tebal 9,40 %, keteguhan lentur 12037 kg/cm2, keteguhan patahnya 116,57 kg/cm2 dan keteguhan rekat internalnya 4,61 kg/cm2.
RIRIS ASTRIDA NABABAN:The Influence of Temperature and Pressing Time on Physical and Mechanical Properties of Particleboard Made of Residue Oil
Palm Trunks Using Urea Formaldehida Adhesive. Supervised by RUDI
HARTONO and TITO SUCIPTO.
The waste oil palm trunks is a alternative basic commodity manufacture particleboards. The purpose of this study was to evaluate the physical and mechanical properties with the influence temperature and pressing time..Boards were made with size 30 cm x 30 cm x 1 cm with density of 0,75 gr/cm3. Particleboards using urea formaldehida adhesive, press 25kg/cm2 and experiments were analyzed by factorial with completely randomized design in 3 temperatures (120º, 130 and 140)ºC and 4 pressing times (8, 10, 12, and 14) min. Particleboard was tested for density, moisture content, water absorption,
thickness swelling, modulus of rupture, compression strength parallel to the surface and internal bond.
Result showed that pressing time and interaction temperature and pressing time have significant influenced to the moisture content and pressing temperature have influenced to the modulus of rupture of the particleboard. Optimal condition was attained by combination of pressing temperature of 120ºC and pressing time of 8 min., where the density was 0,74 g/cm3, moisture content was 6,95 %, water absorption was 57,72 %, thickness swelling was 9,40%,
modulus of elasticity was 12.037 kg/cm2, modulus of rupture was 116,57 kg/cm2 and internal bond was 4,61 kg/cm2.
Penulis dilahirkan di Onan Ganjang pada tanggal 06 Januari 1991 dari
ayah Drs. Mangampin Nababan dan ibu Lasma Malau. Penulis merupakan putri
ketiga dari enam bersaudara.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD N 173441 Onan Ganjang
tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 1 Onan Ganjang 2006,
dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA SW Katolik Cinta Kasih Tebing
Tinggi tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis lulus seleksi masuk Universitas
Sumatera Utara (USU) melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis
memilih Program Studi Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota Himpunan
Mahasiswa Silva (HIMAS) dan sebagai asisten praktikum Sifat Kimia Kayu.
Penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT Suka Jaya
Makmur, Kalimantan Barat dari tanggal 1 Februari sampai 14 Maret 2013.
Penulis melaksanakan penelitian dengan judul ”Pengaruh Suhu dan Waktu
Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa
Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida”, di bawah bimbingan Dr. Rudi
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian
ini. Hasil penelitian ini berjudul “Pengaruh Suhu dan Waktu Pengempaan
Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa
Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh suhu dan waktu
pengempaan terhadap kualitas papan partikel yaitu sifat fisis, mekanis dan
ketahanan terhadap serangan rayap tanah. Hasil penelitian diharapkan didapat
suhu dan waktu pengempaan optimum untuk menghasilkan papan partikel yang
berkualitas baik.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Bapak Dr. Rudi Hartono, S.Hut,. M.Si dan Tito Sucipto, S.Hut., M.Si selaku
ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberi masukan dan
saran dalam pembuatan hasil penelitian selama ini.
2. Ayah dan Ibu tercinta (M. Nababan dan L. Malau) yang selalu memberi
dukungan, doa dan kasih sayang serta memberi motivasi untuk tetap
semangat dalam mewujudkan hasil penelitian ini.
3. Kakak dan adik tercinta (Budi Pratama Yani Nababan, Dede Filda Nababan,
Marsinta Nababan, Rut Muni Nababan dan Manuel Nababan) yang telah
memberi motivasi dan semangat dalam penulisan laporan ini.
4. Teman-teman seperjuangan (Lasmaria Manik, Cut Yulia Magfirah, Guido
Silaban, Citra Turnip, Tambahot, Vicky, Michael, Joy dan teman-teman
lainnya) yang telah member semangat dalam penulis.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan hasil
penelitian ini, oleh karena itu penulis memohon maaf atas kekurangan tersebut.
Penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi panduan belajar dan
bacaan yang bermanfaat bagi mahasiswa kehutanan secara khusus dan masyarakat
secara umum. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2013
ABSTRAK ... i
Perekat Urea Formaldehida (UF)... 9
Pengempaan ... 11
Pengujian Sifat Fisis Papan Partikel ... 19
Kerapatan ... 19
Kadar air ... 19
Daya serap air ... 20
Pengembangan tebal ... 20
Pengujian Sifat Mekanis Papan Partikel ... 20
Modulus Lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) ... 20
Modulus Patah atau Modulus of Rupture (MOR) ... 21
Keteguhan Rekat Internal atau Internal Bond (IB) ... 22
Pengujian Ketahanan Papan Partikel Terhadap Serangan Rayap Tanah .. 23
Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Ketahanan Papan Partikel Terhadap Serangan Rayap Tanah ... 42
Peringkat Kualitas Papan Partikel. ... 46
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 48
Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
No Hal.
1. Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit ... 5
2. Standar mutu sifat fisis dan mekanis papan partikel berdasarkan SNI 03-2105-2006 ... 23
3. Penilaian terhadap kerusakan contoh uji pada grave yard test ... 24
4. Hasil tingkat serangan rayap tanah ... 44
No Hal
1. Pola pemotongan horizontal permukaan contoh uji untuk pengujian ... 17
2. Skema alur penelitian ... 18
3. Pengujian MOE dan MOR ... 21
4. Pengujian keteguhan rekat internal ... 22
5. Grafik rata-rata kerapatan papan partikel ... 26
6. Grafik rata-rata kadar air papan partikel ... 29
7. Grafik rata-rata daya serap air papan partikel ... 31
8. Grafik rata-rata pengembangan tebal papan partikel ... 34
9. Grafik rata-rata MOE papan partikel ... 36
10. Grafik rata-rata MOR papan partikel ... 38
11. Grafik rata-rata Internal Bond papan partikel ... 41
12. Grafik rata-rata penurunan berat papan partikel ... 43
No Hal
1. Pehitungan kebutuhan bahan baku papan partikel ... 53
2. Nilai sifat fisis papan partikel ... 53
3. Nilai sifat mekanis papan partikel sifat fisis ... 54
4. Nilai penurunan berat papan partikel ... 54
5. Hasil analisis ragam kerapatan papan partikel ... 54
6. Hasil analisis ragam kadar air papan partikel ... 55
7. Hasil uji lanjut Duncan kadar air papan partikel ... 55
8. Hasil analisis ragam daya serap air papan partikel ... 55
9. Hasil analisis ragam pengembangan tebal papan partikel ... 55
10. Hasil analisis ragam MOE papan papan partikel ... 56
11. Hasil analisis ragam MOR papan partikel ... 56
12. Hasil analisis ragam IB papan partikel ` ... 56
13. Nilai scoring kerusakan papan partikel pada uji kubur... 56
RIRIS ASTRIDA NABABAN: Pengaruh Suhu dan Waktu terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida. Di bawah bimbingan RUDI HARTONO dan TITO SUCIPTO.
Limbah batang kelapa sawit merupakan salah satu alternatif bahan baku pembuatan papan partikel. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan pengaruh suhu pengempaan dan waktu pengempaan. Papan dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan kerapatan target adalah 0,75 g/cm3. Papan partikel ini menggunakan perekat urea formaldehida 10% dengan tekanan kempa 25 kg/cm2 dan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 3 kali ulangan dan 2 faktor yaitu suhu pengempaan (120, 130 dan 140) oC dan waktu pengempaan (8, 10, 12 dan 14) menit. Pengujian papan partikel terdiri dari kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan lentur, keteguhan patah dan keteguhan rekat internal..
Hasil penelitian menunjukkan waktu pengempaan dan interaksi anatara suhu dan waktu berpengaruh nyata terhadap kadar air papan partikel dan suhu pengempaan berpengaruh nyata terhadap MOR. Kombinasi suhu dan waktu pengempaan yang optimal adalah pada perlakuan suhu pengempaan 120oC dengan waktu pengempaan 8 menit yang memiliki nilai kerapatannya 0,74 g/cm3, kadar air 6,95 %, daya serap air 57,72 %, pengembangan tebal 9,40 %, keteguhan lentur 12037 kg/cm2, keteguhan patahnya 116,57 kg/cm2 dan keteguhan rekat internalnya 4,61 kg/cm2.
RIRIS ASTRIDA NABABAN:The Influence of Temperature and Pressing Time on Physical and Mechanical Properties of Particleboard Made of Residue Oil
Palm Trunks Using Urea Formaldehida Adhesive. Supervised by RUDI
HARTONO and TITO SUCIPTO.
The waste oil palm trunks is a alternative basic commodity manufacture particleboards. The purpose of this study was to evaluate the physical and mechanical properties with the influence temperature and pressing time..Boards were made with size 30 cm x 30 cm x 1 cm with density of 0,75 gr/cm3. Particleboards using urea formaldehida adhesive, press 25kg/cm2 and experiments were analyzed by factorial with completely randomized design in 3 temperatures (120º, 130 and 140)ºC and 4 pressing times (8, 10, 12, and 14) min. Particleboard was tested for density, moisture content, water absorption,
thickness swelling, modulus of rupture, compression strength parallel to the surface and internal bond.
Result showed that pressing time and interaction temperature and pressing time have significant influenced to the moisture content and pressing temperature have influenced to the modulus of rupture of the particleboard. Optimal condition was attained by combination of pressing temperature of 120ºC and pressing time of 8 min., where the density was 0,74 g/cm3, moisture content was 6,95 %, water absorption was 57,72 %, thickness swelling was 9,40%,
modulus of elasticity was 12.037 kg/cm2, modulus of rupture was 116,57 kg/cm2 and internal bond was 4,61 kg/cm2.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu sumber daya alam di Indonesia yang
memberikan manfaat langsung berupa minyak sawit mentah. Usia produktif
kelapa sawit adalah sekitar 20-25 tahun, setelah itu diremajakan. Menurut data,
potensi peremajaan Batang Kelapa Sawit (BKS) di Indonesia akan terus
meningkat, seiring dengan meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit.
Pada tahun 2005, luas areal perkebunan kelapa sawit seluas 5.453.817ha dan pada
tahun 2010 meningkat menjadi 8.430.026ha (Departemen Pertanian, 2010).
Menurut Febrianto dan Bakar (2004) dalam setiap peremajaan satu batang
kelapa sawit pada umur 25 tahun dihasilkan sebanyak 1,193 m3 log sawit. Bila
dalam 1 ha ada 140 batang maka dari setiap ha peremajaan akan menghasilkan
167 m3 log sawit. Hasil dari peremajaan BKS biasanya kurang dimanfaatkan atau
sering menjadi limbah. Salah satu cara yang dapat mengatasi limbah hasil
peremajaan kelapa sawit ini adalah pembuatan papan partikel.
Papan partikel merupakan salah satu produk biokomposit yang mampu
mengubah limbah perkebunan kelapa sawit menjadi produk yang bernilai tinggi.
Limbah BKS merupakan salah satu hasil peremajaan yang sangat berpotensi
digunakan sebagai bahan baku papan partikel (Mawardi, 2009; Jamilah, 2009;
Sucipto dkk., 2010).
Dalam pembuatan produk papan partikel tidak terlepas dari penggunaan
perekat. Perekat yang sering digunakan adalah perekat Urea Formaldehida (UF),
isosianat (MDI) dan Penol Formaldehida (PF) dengan kadar yang berbeda-beda
UF karena penggunaan perekat ini dalam pembuatan papan komposit telah banyak
digunakan (Subiyanto dkk., 2005; Alghiffari, 2008; Iskandar dan Achmad, 2011).
Perekat UF merupakan perekat yang mempunyai kelebihan yaitu harganya murah,
warnanya terang dan kemampuaan matangnya sangat cepat pada suhu di bawah
127oC.
Salah satu tahapan kegiatan yang dilakukan dalam proses pembuatan
papan partikel adalah pengempaan panas. Proses pengempaan tergantung pada
jenis perekat yang digunakan, suhu pengempaan, lamanya pengempaan dan
besarnya tekanan kempa (Sutigno, 1988). Papan partikel yang menggunakan
perekat UF biasanya menggunakan tekanan kempa 10-12 kg/cm2 pada suhu 100oC
selama 1,3 menit/mm, suhu 110oC selama 1,0 menit/mm dan pada suhu 120oC
selama 0,8 menit/mm (Ruhendi dkk., 2007).
Proses pengempaan bergantung juga kepada suhu dan waktu pengempaan
optimum. Pengempaan papan komposit pada suhu di atas optimum akan
menyebabkan papan komposit yang dihasilkan over matured (terlalu matang)
sehingga bersifat getas dan menyebabkan ikatan antar partikel menjadi tidak
normal, demikian sebaliknya. Pengempaan pada suhu di bawah optimum
menyebabkan perekat tidak matang serta kemungkinan perekat yang digunakan
belum meleleh. Pengempaan pada suhu dan waktu optimum diharapkan
menghasilkan kualitas rekatan baik antara partikel perekat dan partikel kayu
(Yusuf, 2000).
Beberapa hal tersebutlah yang melatarbelakangi untuk dilakukan
penelitian tentang pengaruh suhu dan waktu pengempaan terhadap sifat fisis dan
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui suhu dan waktu pengempaan
optimum.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi pengaruh suhu dan waktu pengempaan terhadap sifat fisis
papan partikel dari BKS dengan menggunakan perekat UF.
2. Mengevaluasi pengaruh suhu dan waktu pengempaan terhadap sifat mekanis
papan partikel dari BKS dengan menggunakan perekat UF.
3. Mengevaluasi tingkat ketahanan papan partikel terhadap serangan rayap
tanah.
4. Mengevaluasi suhu dan waktu pengempaan terbaik untuk menghasilkan
papan partikel terbaik.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
suhu dan waktu pengempaan optimum dalam penmbuatan papan partikel dan
untuk memberikan alternatif penggunaan bahan baku pengganti kayu yang
semakin berkurang ketersediaannya.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan adalah adanya perbedaan suhu, waktu
pengempaan dan interaksi keduanya berpengaruh terhadap sifat fisis, mekanis dan
TINJAUAN PUSTAKA
Batang Kelapa Sawit (BKS)
Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam
Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas
Monocotyledoneae, Family Arecaceae, Subfamili Cocoideae, Genus Elaeis dan
Spesies E. guineensis Jacq (Tomlinson, 1961). Kelapa sawit diusahakan secara
komersil di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan serta
beberapa daerah lain dengan skala yang lebih kecil. Tanaman kelapa sawit berasal
dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya adalah Brazil (Lubis, 1992).
Perkebunan kelapa sawit telah berkembang pesat di Indonesia.
Berdasarkan penelitian Febrianto dan Bakar (2004) pada umur peremajaan tinggi
batang sawit dapat mencapai 12 m, sehingga bila 1,5 m batang dari pangkal dan 1
m batang dari ujung dikeluarkan, maka dari setiap batang dihasilkan 9,5 m log
sawit dengan diameter rata-rata 40 cm. Dengan demikian dari setiap batang
peremajaan akan dihasilkan sebanyak 1,193 m3 log sawit. Bila dalam 1 ha ada 140
batang, maka dari setiap ha peremajaan akan menghasilkan 167 m3 log sawit.
Satu hektar kebun kelapa sawit yang diremajakan dapat menghasilkan
sekitar 70 ton BKS (berat kering) dengan asumsi hanya 30 % dari batang tersebut
yang dapat diolah menjadi papan partikel. Rata-rata luas kebun kelapa sawit yang
diremajakan sekitar 15.000 ha/tahunnya. Jika dalam 1 ha kebun kelapa sawit yang
diremajakan dapat diproduksi sekitar 35 m3 papan partikel dengan kerapatan 0,6
gr/cm3, maka prospek industri papan partikel dari limbah BKS sangat menjanjikan
Bahan baku pembuatan papan partikel dihasilkan dari BKS tua umur
peremajaan yaitu setelah umur 25 tahun. Struktur BKS mempunyai sifat yang
berbeda antara bagian pangkal batang dan bagian ujung, bagian tengah batang, inti
dan bagian tepinya. Sifat-sifat dasar dari BKS yaitu kadar airnya sangat bervariasi
pada berbagai posisinya dalam batang. Kadar air batang dapat mencapai 100-500
%. Sifat lain adalah berat jenis yang juga berbeda pada setiap bagian batang.
Secara rata-rata berat jenis BKS termasuk kelas kuat IV pada bagian tepi dan
kelas kuat V pada bagian tengah dan pusat batang (Bakar, 2003). Sifat-sifat itu
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-sifat dasar BKS
Sifat-Sifat Penting Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Pusat
Sumber : Bakar (2003)
Salah satu sifat BKS adalah higroskopis sehingga akan menyusut dengan
turunnya kadar air dan mengembang dengan naiknya kadar air. Susut volume
BKS semakin besar pada bagian tepi ke pusat batang dan dari bagian pangkal ke
ujung batang. Volume penyusutan dapat mencapai 70% pada pusat batang
(Febrianto dan Bakar, 2004).
Sifat kimia dari BKS yaitu air, lignin dan selulosa menurun dari bagian
tepi batang ke bagian pusat dengan laju penurunan yang berbeda, sebaliknya
kadar pati meningkat dari bagian tepi ke pusat batang (Rahayu, 2001). Kandungan
proses perekatan. Dengan demikian, tidak direkomendasikan dalam pembuatan
papan sambung dan papan partikel. Hasil analisis kimia juga menunjukkan kadar
lignin dan kadar ekstraktif yang tinggi pada semua kedalaman batang (Bakar
dkk.., 1998).
Berdasarkan hasil penelitian Bakar dkk. (2000) bagian BKS yang
digunakan adalah 1/3 dari bagian terluar dan 3/4 bagian terbawah dari tinggi BKS.
Hal ini juga ditambahkan oleh Iswanto dkk. (2010) menyatakan BKS bagian tepi
cocok dipergunakan sebagai bahan konstruksi ringan dan mebel karena memiliki
sifat fisis dan mekanis yang lebih baik, sedangkan bagian tengah dan pusat
(dalam) dipergunakan sebagai bahan baku papan partikel atau produk papan
komposit lainnya.
Menurut Balfas (2003), secara umum terdapat beberapa hal yang kurang
menguntungkan dari BKS yaitu
1. Kandungan air pada batang segar sangat tinggi (dapat mencapai 500 %).
2. Kandungan patinya sangat tinggi (pada jaringan parenkim mencapai 45 %).
3. Keawetan alaminya rendah.
4. Kadar air keseimbangan relatif tinggi.
5. Pada proses pengeringan terjadi kerusakan parenkim yang disertai dengan
perubahan dan kerusakan fisik secara berlebihan.
6. Pada pengelolaan mekanik BKS lebih cepat menumpulkan pisau, gergai dan
ampelas.
7. Kualitas permukaan batang setelah pengelolaan relatif sangat rendah.
Papan Partikel
Papan partikel merupakan salah satu produk biokomposit yang dihasilkan
dari potongan kayu kecil (partikel) atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang
diikat dengan menggunakan perekat dan dibantu oleh faktor suhu, tekanan dan
waktu kempa (Haygreen dan Bowyer, 1996). Bentuk partikel yang digunakan
dalam pembuatan partikel dapat mermacam-macam seperti bentuk serbuk,
serpihan (flake), hasil ketaman (shaving), potongan kecil (chips), untai (strand),
sliver dan wafer.
Menurut Japanese Industrial Standard (2003) papan partikel
diklasifikasikan berdasarkan variabel-variabel tertentu seperti: kondisi permukaan,
keteguhan lentur, jenis perekat yang digunakan, jumlah formaldehida yang
dilepaskan dan ketahanan bakar. FAO (1996) mengklasifikasikan papan partikel
berdasarkan kerapatannya menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
2. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu
papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 – 0,8 g/cm3.
3. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Berdasarkan tujuan penggunaannya menurut SNI 03-2105-1996 papan
partikel dikelompokkan ke dalam:
a. Papan partikel tipe I adalah papan partikel untuk penggunaan di luar ruangan
b. Papan partikel tipe II adalah papan partikel untuk penggunaan di dalam
ruangan yang tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif pendek.
Sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku pembentuknya, perekat
dan formulasi yang digunakan, serta proses pembuatan papan partikel tersebut
mulai dari persiapan bahan baku kayu, pembentukan partikel sampai proses
kempa dan penyelesaiannya. Penggunaan papan partikel yang tepat akan
berpengaruh terhadap lama dan pemanfaatan yang diperoleh dari papan partikel
yang digunakan. Sifat bahan baku berpengaruh terhadap sifat papan partikel
seperti jenis dan kerapatan kayu, bentuk dan ukuran bahan baku kayu yang
digunakan, kadar air kayu, ukuran dan geometri partikel kayu, tipe dan
penggunaan kulit kayu (Hadi, 1988).
Maloney (1993) menyatakan bahwa dibandingkan dengan kayu asalnya,
papan partikel mempunyai beberapa kelebihan diantaranya papan partikel bebas
mata kayu, ukuran dan kerapatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal
dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan, mempunyai sifat isotropis,
kemudian sifat dan kualitasnya dapat diatur. Papan partikel juga mempunyai
beberapa kelemahan yaitu ketahanan yang rendah terhadap air yang menyebabkan
papan partikel mudah menyerap air dan dalam keadaan basah sifat-sifat yang
berhubungan dengan kekuatan menurun drastis.
Dalam proses pembuatan papan partikel, faktor yang mempengaruhi
adalah perekat, waktu kempa, suhu kempa dan tekanan kempa. Semakin tinggi
suhu kempa yang digunakan, maka pengembangan tebal dan daya serap air
semakin rendah, keteguhan lentur dan kekuatan tarik sejajar permukaan semakin
semakin baik, namun karena pertimbangan biaya produksi, biasanya kadar perekat
yang digunakan untuk produk papan partikel tidak lebih dari 12 % (Massijaya,
1997).
Perekat Urea Formaldehida (UF)
Perekat adalah suatu zat atau substansi untuk mempersatukan bahan
sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan permukaannya. Berdasarkan cara
mengerasnya perekat dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu perekat
thermoplastic dan perekat thermosetting. Perekat thermosetting lebih disukai
dalam pembuatan papan partikel karena perekat jenis ini akan mengeras secara
permanen, sedangkan perekat thermoplastic adalah perekat yang mengeras dalam
kondisi dingin dan akan melunak jika dipanaskan (Bahtiar, 2008). Menurut
Sutigno (1994) perekat UF merupakan hasil dari reaksi antara urea dengan
formaldehida yang dijual dalam bentuk cair, berwarna jernih sampai putih dan
termasuk perekat interior.
Perekat UF mempunyai sifat-sifat yaitu berwarna putih pada kemasan dan
berwarna transparan jika sudah direkat sehingga tidak mempengaruhi warna
papan dengan kekentalan 30 centipoise. Harga UF lebih murah, tidak mudah
terbakar, mempunyai sifat panas yang baik, mudah adaptasi selama conditioning,
tahan terhadap air dingin dan tahan biodeteriorasi karena perekat ini tidak disukai
organisme perekat (Nurdiana, 2005).
Perekat UF termasuk tipe perekat tahan lembab dan setengah tahan cuaca.
Umumnya perekat urea banyak digunakan dalam industri kayu lapis. Hal ini
perekat fenol dan melamin (Ruhendi, 1988). Kelemahan perekat urea
formaldehida yaitu hanya dapat digunakan untuk kebutuhan interior, dimana tidak
dituntut daya tahan yang tinggi terhadap air dan kelembaban (Maloney, 1977).
Hal tersebut disebabkan mudahnya UF mengalami kerusakan ikatan hydrogen
karena pengaruh kelembaban dan asam khususnya pada suhu sedang dan suhu
tinggi. Dalam air dingin laju kerusakan struktur resin sangat lambat tapi pada suhu
di atas 40oC kerusakan dipercepat dan di atas 60oC prosesnya sangat cepat.
Perekat UF mempunyai viskositas (25oC) sebesar 1,0-3,0 Cps, resin solid
content 40-60 %, formaldehida bebas sebesar 1,5 %, pH 7-7,6, berat jenis (25oC)
sebesar 1,185-1,195, waktu menjadi kental (35oC) sebesar 30-120 menit, bahan
yang tidak menguap sebesar 40-51%, dan waktu simpanan (30oC) sebesar > 20
jam (Kliwon dan Iskandar, 2010). Menurut Maloney (1993), kebutuhan resin
perekat UF untuk pembuatan papan partikel berkisar antara 6-10 % berdasarkan
berat kering tanur partikel sedangkan menurut Rowell dkk. (1997), kadar resin
yang umum digunakan berkisar antara 4-15 % tetapi kebanyakan berkisar antara
6-9 %.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), UF mempunyai pengerasan yang
singkat dalam kempa panas, warna putih, harga lebih murah, dalam pembuatan
ditambahkan 6-10 % dari berat kering oven partikel, semakin banyak perekat
ditambahkan semakin baik kualitas papan tetapi untuk efisiensi biaya perekat
harus seminimal mungkin dengan kualitas papan tinggi. Peningkatan kadar resin
dapat meningkatkan keteguhan patah dan keteguhan rekat serta menurunkan
ekspansi linier, daya absorbsi air, dan pengembangan tebal papan partikel
Pengempaan
Pengempaan bertujuan untuk membantu proses pengaliran perekat
membentuk lapisan tipis, membantu proses pemindahan perekat agar dapat
berpindah dari satu permukaan ke permukaan lain, membantu proses penembusan
perekat ke rongga sel kayu (Sutigno, 1988). Pengempaan produk perekatan
bertujuan untuk menempelkan perekat lebih rapat sehingga garis perekat dapat
terbentuk serata mungkin dengan ketebalan yang setipis mungkin. Pengempaan di
dalam proses perekatan dibagi ke dalam dua tipe yaitu pengempaan dingin
(repressing atau cold pressing) dan pengempaan panas (hot pressing) yang
dijalankan dengan suhu dan tekanan tertentu.
Perekatan partikel terjadi pada saat proses pengempaan dan dipengaruhi
oleh suhu, waktu dan tekanan pengempaan. Suhu pengempaan yang rendah perlu
diimbangi dengan waktu yang lama. Suhu yang terlalu rendah ataupun terlalu
tinggi akan mengurangi keteguhan rekatnya. Masa kempa perlu disesuaikan
dengan perekat yang digunakan serta suhu pada proses pengempaan. Tekanan
saat pengempaan biasanya berkisar 5-25 kg/cm2 (Sutigno, 1988). Suhu pada saat
proses kempa berkisar antara 130-150oC dan besarnya tekanan antara 15-35
kg/cm2 (FAO, 1997).
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pencapaian keberhasilan
proses perekatan adalah waktu pengempaan. Waktu kempa tergantung dari
beberapa faktor antara lain tipe atau jenis perekat yang dipergunakan. Prinsip
yang dipakai untuk menentukan lama waktu pengempaan adalah perilaku jenis
kempa juga dipengaruhi oleh ketebalan bahan yang direkat dan komposisi adonan
atau larutan perekat (Ruhendi dkk., 2007).
Suhu pengempaan berhubungan dengan waktu pengempaan. Suhu yang
tinggi diperlukan untuk mematangkan perekat dengan cepat tetapi kurang
ekonomis karena diperlukan biaya yang tinggi untuk membawa suhu kempa ke
suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar. Suhu yang rendah dipakai untuk
mematangkan perekat tetapi diperlukan waktu yang lebih lama. Hubungan antara
biaya dan waktu pengempaan berarti membentuk kombinasi keduanya yang
selanjutnya akan menentukan kapasitas pabrik berjalan untuk memproduksi
produk perekatan (Ruhendi dkk., 2007).
Rayap Tanah
Rayap merupakan serangga kecil berwarna putih pemakan selulosa yang
sangat berbahaya bagi bangunan yang dibangun dengan bahan-bahan yang
mengandung selulosa seperti kayu dan produk turunan kayu (papan partikel,
papan serat, plywood, blockboard dan laminated board) (Iswanto, 2005). Rayap
tanah termasuk dalam kelas Insecta, ordo Isoptera, family Rhinotermitidae dan
Termitidae (Tambunan dan Nandika, 1989). Rayap tanah adalah jenis rayap
penyerang kayu dan untuk hidupnya selalu membutuhkan kelembaban yang tinggi
dan bersifat menjauhi cahaya.
Rayap merupakan serangga sosial dan terdapat pembagian kerja di antara
kastanya. Hampir setiap jenis rayap mempunyai kasta reproduktif, kasta prajurit
sarang, mengumpulkan makanan dan memberi makan kasta reproduktif dan
prajuritnya (Sigit dan Hadi 2006).
Menurut Nandika dkk. (2003), rayap tanah memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: kepala berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat;
antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya,
mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antar sebelah
dalam dari mandibel sama sekali rata; panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66
mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm, lebar kepala 1,40-1,44 mm
dan panjang badan 5,5-6,0 mm. Selain itu, bagian abdomen ditutupi dengan
rambut yang menyerupai duri dan abdomen berwarna putih kekuningan.
Dalam hidupnya rayap mempunyai beberapa sifat yang penting untuk
diperhatikan yaitu:
1. Sifat trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta
mengadakan perukaran bahan makanan.
2. Sifat cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak
berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana mereka
selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan cahaya (terang).
3. Sifat kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang
lemah dan sakit.
4. Sifat necrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya.
Untuk dapat mengetahui tingkat keawetan suatu jenis kayu dilakukan
pengujian dalam kondisi pemakaian sebenarnya. Cara yang dapat dilakukan untuk
menguji keawetan ini adalah dengan uji kubur (grave yard test), dimana dalam uji
hari. Lalu ditimbang beratnya pada kering tanur. Makin kecil tingkat penurunan
beratnya umumnya keawetannya makin tinggi.
Menurut Karlinasari dkk.. (2009) uji kubur diperoleh dua keuntungan
yaitu selain kayu dapat diuji dalam kondisi pemakaian, sekaligus diketahui tingkat
keawetan suatu jenis kayu. Pada pengujian ini jumlah rayap yang menyerang
contoh uji tidak dapat diketahui, sehingga untuk menilai kerusakannya dapat
dilakukan penilaian secara kualitatif. Kelemahan dari uji kubur ini adalah waktu
pengujian yang relatif lama, perlu perawatan kondisi lapangan dan sulit untuk
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai Maret 2013.
Persiapan bahan baku dilakukan di Workshop Kehutanan, Fakultas Pertanian
(FP), Universitas Sumatera Utara (USU). Pengovenan serbuk BKS dilakukan di
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan Laboratorium Ilmu Tanah, FP
USU. Pembuatan papan partikel dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di
Laboratorium Biokomposit dan Keteknikan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor. Pengujian sifat fisis dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Hasil Hutan, FP USU. Uji ketahanan papan partikel terhadap rayap tanah
dilaksanakan di Hutan Tri Darma USU.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chainsaw, mesin serut,
terpal, oven, plastik, timbangan ukuran 300 g dengan ketelitian 0,01, extruder,
sprayer gun, alat pencetak lembaran, kempa panas (hot press), gergaji, desikator,
kalifer, micrometer skrup, UTM (Universal Testing Machine) merk Instron, alat
tulis, kalkulator dan kamera digital. Bahan yang digunakan adalah BKS dan
perekat UF dalam bentuk cair.
Prosedur Penelitian 1. Penyiapan bahan baku
Persiapan bahan yang dilakukan adalah dengan memilih batang kelapa sawit
dipotong menjadi beberapa bagian membentuk log dan dibersihkan bagian
kulitnya serta dibentuk menjadi balok dengan menggunakan chainsaw. Balok
dari kelapa sawit diserut menjadi bentuk serbuk. Serbuk yang telah diserut
dikeringkan dan dioven sampai kadar airnya 5 %.
2. Pencampuran (blending)
Target kerapatan papan partikel yang akan dibuat adalah 0,75 g/cm3 dengan
ukuran papannya adalah 30 cm x 30 cm x 1 cm. Bahan baku berupa serbuk
batang kelapa sawit yang didapat dicampurkan dengan perekat UF dengan
kadar perekatnya adalah 10%. Pencampuran serbuk dengan perekat dilakukan
dengan cara disemprotkan menggunakan sprayer gun sampai campuran
merata.
3. Pembentukan lembaran (mat forming)
Serbuk yang telah dicampur dengan perekat dimasukkan ke dalam pencetakan
lembaran. Pembentukan lembaran dilakukan dengan menggunakan alat
pencetak lembaran ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm yang telah dilapisi plastik
teflon, lalu disusun supaya adonan padat. Tujuan dari pembentukan lembaran
untuk memberikan bentuk lembaran yang seragam mungkin sehingga dapat
dihasilkam lembaran yang seragam pada arah melintang luas papan.
4. Pengempaan panas (hot pressing)
Pengempaan dilakukan dengan menggunakan alat kempa panas (hot press)
dengan variasi perlakuan suhu dan waktu. Variasi suhu pengempaan yang
digunakan adalah 120oC, 130oC dan 140oC serta waktu pengempaan yang
digunakan adalah 8 menit, 10 menit, 12 menit dan 14 menit dengan tekanan
5. Pengkondisian (conditioning)
Papan yang baru dibentuk biasanya didinginkan terlebih dahulu sebelum
ditumpuk. Penumpukan papan partikel pada kondisi panas akan menghambat
proses pendinginannya dan memberikan efek negatif terhadap papan itu
sendiri, seperti pewarnaan, terlepasnya partikel-partikel lapisan permukaan
pada saat pengemplasan dan menurunkan kekuatan. Pengkondisian dilakukan
untuk menyeragamkan kadar air dan menghilangkan tegangan sisa yang
terbentuk selama proses pengempaan panas selama 14 hari pada suhu kamar.
Selain itu pengkondisian dimaksudkan agar kadar air papan komposit
mencapai kesetimbangan.
6. Pemotongan Contoh Uji
Papan partikel yang telah mengalami conditioning kemudian dipotong sesuai
dengan tujuan pengujian yang dilakukan. Pola pemotongan untuk pengujian
seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola pemotongan horizontal permukaan contoh uji untuk pengujian
Keterangan:
A. Contoh uji MOE, MOR dan uji kubur (20 cm x 5 cm x 1 cm) B. Contoh uji Internal Bond (5 cm x 5 cm x 1 cm)
C. Contoh uji Pengembangan Tebal dan Daya Serap Air (5 cm x 5 cm x 1 cm) D. Contoh uji kerapatan dan kadar air (10 cm x 10 cm x 1 cm ).
A
B
C
Proses secara singkat dapat digambarkan pada bagan di bawah ini:
Gambar 2. Skema alur penelitian
Pengujian papan partikel Pengkondisian (conditioning) Pencampuran dengan perekat
UF 10 % (blending)
Serbuk kelapa sawit dikeringkan hingga KA = 5 %
Batang kelapa sawit
Pembentukan lembaran papan (mat forming)
ρ = 0,75 g/cm3
dimensi = 30 cm x 30 cm x 1 cm
Pengempaan (hot pressing) dengan tekanan 25 kgf/cm2 variasi suhu (120, 130, 140) oC dan
waktu (8, 10, 12 dan 14) menit
Pengujian ketahanan papan terhadap serangan rayap tana sesuai dengan SNI
01-7207-2006 Pengujian sifat fisis dan mekanis
berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 03-2105-2006
Pengujian Sifat Fisis Papan Partikel
Pengujian ini meliputi pengujian kerapatan, kadar air, pengembangan tebal
dan daya serap papan partikel.
Kerapatan
Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm dalam keadaan kering udara
ditimbang beratnya (M). Selanjutnya diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya
untuk menentukan volume contoh uji (V). Nilai kerapatan papan partikel dihitung
dengan rumus:
Contoh uji yang digunakan adalah bekas contoh uji kerapatan dengan
ukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm. Contoh uji ditimbang terlebih dahulu untuk
memperoleh berat awal (BA), kemudian contoh uji dioven pada suhu 103 ± 2 oC.
selama 24 jam. Contoh uji didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang
untuk mengetahui berat kering tanurnya (BKT). Nilai kadar air dihitung
Daya Serap Air
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm ditimbang berat awalnya (B1),
kemudian contoh uji direndam selama 24 jam dan ditiriskan, kemudian ditimbang
berat akhirnya (B2). Nilai daya serap air dihitung dengan rumus:
DSA =
B1 = berat sebelum perendaman (g) B2 = berat setelah perendaman (g)
Pengembangan Tebal
Contoh uji sama dengan contoh uji daya serap air yang berukuran 5 cm x 5
cm x 1 cm. Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal
sebelum (T1) dan setelah perendaman (T2) selama 24 jam. Nilai pengembangan
tebal dihitung dengan rumus:
PT =
T1 = tebal sebelum perendaman (mm) T2 = tebal setelah perendaman (mm)
Pengujian Sifat Mekanis Papan Partikel
Modulus Lentur atau Modulus of Elasticity (MOE)
Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian modulus
patah (MOR), sehingga contoh ujinya adalah sama yaitu berukuran 20 cm x 5 cm
x 1 cm. Pengujian dilakukan pada kondisi kering udara dibentangkan dengan
sebesar 10 mm/menit yang selanjutnya diukur besarnya beban yang dapat ditahan
oleh contoh uji tersebut sampai batas proporsi. Pola pembebanan dalam pengujian
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Pengujian MOE dan MOR Keterangan :
P = posisi dan arah pembebanan L = panjang bentangan contoh uji (cm)
Nilai MOE dihitung dengan rumus berikut:
MOE = ΔP = perubahan beban yang digunakan (kg)
L = jarak sangga (cm)
Δy = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
Modulus patah atau Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian modulus patah menggunakan contoh uji yang sama dengan
contoh uji pengujian modulus elastisitas. Contoh pengujian MOR dapat dilihat
pada Gambar 3. Nilai MOR dihitung dengan rumus berikut:
Keterangan :
MOR = Modulus of Rupture atau modulus patah (kg/cm2), P = berat beban maksimum (kg)
L = jarak sangga (cm) b = lebar contoh uji (cm) h = tebal contoh uji (cm).
Keteguhan rekat internal atau internal bond (IB)
Contoh uji ukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm direkatkan pada dua buah blok
besi dengan perekat epoksi dan dibiarkan mengering selama 24 jam. Kedua blok
besi ditarik tegak lurus permukaan contoh uji sampai beban maksimum
menggunakan UTM merk Instron. Cara pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengujian keteguhan rekat internal
Nilai keteguhan rekat internal atau IB dihitung dengan rumus berikut:
IB =
A P
Keterangan :
IB = Internal Bond atau keteguhan rekat internal (kg/cm2), P = beban maksimum (kg)
A = luas permukaan contoh uji (cm2)
Pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel meliputi kerapatan, kadar
air, daya serap air, pengembangan tebal, MOE, MOR dan internal bond mengacu
pada ketetapan Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 03-2105-2006, seperti yang
disajikan pada Tabel 2.
blok besi
contoh uji
Tabel 2. Standar mutu sifat fisis dan mekanis papan partikel berdasarkan SNI 03-2105-2006
No Sifat Fisis dan Mekanis SNI 03-2105-2006
1 Kerapatan (g/cm3) 0,40-0,90
Pengujian Ketahanan Papan Partikel Terhadap Serangan Rayap Tanah Contoh uji ketahanan papan partikel terhadap serangan rayap tanah adalah
20 cm x 5 cm x 1 cm. Pengujian dilakukan dengan cara grave yard test (uji
kubur). Contoh uji sebelum diuji kubur dikeringkan dahulu dalam oven selama 24
jam pada suhu 103 ± 2 oC. Setelah dioven contoh uji ditimbang untuk mengetahui
berat kering tanur awalnya (BKT1), kemudian contoh uji dikubur selama 100 hari.
Penguburan dilakukan secara acak dan dibiarkan 5 cm dari bagian ujung
papan partikel terlihat di atas permukaan tanah dan diberi tanda menggunakan
seng. Setelah 100 hari, contoh uji diambil dan dibersihkan dari tanah. Kemudian
dioven kembali dengan suhu 103 ± 2 oC selama 24 jam dan ditimbang beratnya
(BKT2). Persentase penurunan berat contoh uji dihitung berdasarkan rumus:
P = 100%
Selain menghitung persentase penurunan berat, penilaian juga dilakukan
secara visual dengan mementukan derajat proteksi berdasarkan scoring
(pemberian nilai), seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Penilaian terhadap kerusakan contoh uji pada grave yard test
Tingkat Kondisi Contoh Uji Skor
A Utuh (tidak ada serangan gigitan) 0
B Serangan ringan (ada bekas gigitan rayap) 1-20
C Serangan sedang berupa saluran-saluran yang tidak dalam dan
melebar 21-40
D Serangan berat berupa saluran-saluran yang dalam dan lebar 41-60
E Serangan hancur (lebih dari 50 % penampang melintang habis
dimakan rayap) 61-80
Sumber : Somnuwat dkk. (1995) dalam Folia (2001)
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian menggunakan pola rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah suhu pengempaan
(120, 130 dan 140) oC dan faktor kedua adalah waktu pengempaan (8, 10, 12 dan
14) menit, sehingga ada 36 satuan percobaan. Model matematika rancangan acak
lengkap pola faktorial adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij+ ∑ijk
Keterangan:
Yijk : pengaruh faktor suhu dan faktor waktu pada masing-masing taraf ke-i dan j pada ulangan ke-k
μ : nilai rataan umum
Ai : pengaruh faktor suhu ke i (i = 120, 130, 140) Bj : pengaruh faktor waktu ke j (j = 8, 10, 12, 14)
(AB)ij : pengaruh interaksi antara faktor suhu pada taraf ke-i dan faktor waktu pada taraf ke j
Hipotesis yang digunakan adalah
H0 = tidak ada pengaruh perbedaan faktor suhu dan waktu pengempaan serta
interaksi keduanya terhadap kualitas papan partikel.
H1 = ada pengaruh perbedaan suhu dan waktu pengempaan serta interaksi
keduanya terhadap kualitas papan partikel.
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari faktor
perlakuan yang dicoba dengan kriteria pengujian yaitu jika F hitung ≤ F tabel,
maka H0 diterima dan jika F hitung ≥ F tabel maka H1 diterima. Apabila taraf
interaksi suhu dan waktu pengempaan berpengaruh nyata maka pengujian
dilanjutkan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda (Duncan Multi Range
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis Papan Partikel Kerapatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan papan partikel dari
limbah BKS dengan perekat UF berkisar antara 0,68-0,77 g/cm3. Hasil rata-rata
kerapatan papan partikel disajikan pada Gambar 5 dan data selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 5. Grafik rata-rata kerapatan papan partikel
Nilai kerapatan papan partikel paling tinggi adalah 0,77 g/cm3 yang
diperoleh dari perlakuan suhu pengempaan 140oC dengan waktu pengempaan 10
menit dan nilai kerapatan papan partikel paling rendah adalah 0,68 g/cm3 yang
diperoleh pada suhu pengempaan 140oC dengan waktu pengempaan 12 menit.
Walaupun demikian, nilai kerapatan yang dihasilkan memenuhi standar yang
ditetapkan yaitu SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai kerapatan papan
partikel berkisar antara 0,40-0,90 g/cm3.
0,00
Suhu pengempaan (oC)
Walaupun telah ditetapkan nilai kerapatan target yaitu 0,75 g/cm3, namun
hasilnya ada yang di bawah dan di atas target. Variasi nilai ini diduga oleh ukuran
partikel yang digunakan tidak sama sehingga tidak meratanya penyebaran partikel
pada tahap pembuatan lembaran (mat forming) saat proses pembuatan papan
partikel. Distribusi partikel dalam lembaran papan yang tidak menyebar merata
menyebabkan saat proses pengempaan, tekanan yang diterima pada tiap lembaran
papan tidak sama. Hal ini dapat menyebabkan volume yang sama tetapi berat
papan dapat berbeda.
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa nilai kerapatan papan partikel
terbaik sesuai dengan kerapatan target yaitu 0,75 g/cm3 dihasilkan pada suhu
pengempaan 130oC dengan waktu pengempaan 8 menit dan 10 menit. Hal ini
disebabkan suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Pada
suhu pengempaan yang rendah (120oC) proses pematangan perekat kurang
sempurna dan proses perekatan kurang berjalan dengan baik akibatnya pada saat
tekanan dilepaskan, papan partikel mengalami spring back (pengembangan
kembali) yang lebih besar sehingga tebal akhir papan yang diinginkan kurang
terpenuhi. Hal ini akan menyebabkan kerapatan papan partikel yang dihasilkan
cenderung lebih rendah.
Sebaliknya pada suhu pengempaan yang tinggi (140°C) perekat akan
matang secara sempurna dan proses perekatan berjalan dengan baik. Pada saat
tekanan dilepaskan papan partikel yang dihasilkan mengalami spring back
(pengembangan kembali) yang relatif kecil dan kerapatan papan partikel yang
dan Steiner (1979) dalam Jufriah dkk. (2011) bahwa naiknya temperatur tekan
akan diikuti dengan naiknya kerapatan sampai batas tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan partikel yang dihasilkan
termasuk dalam kategori papan partikel berkerapatan sedang. Hal ini dikarenakan
dari awal penelitian sudah ditetapkan target kerapatan yaitu 0,75 g/cm3. Kategori
ini juga disesuaikan dengan penggolongan FAO (1996) yang membagi papan
partikel menjadi papan partikel berkerapatan rendah (di bawah 0,40 g/cm3), papan
partikel berkerapatan sedang (0,40-0,80 g/cm3) dan berkerapatan tinggi (di atas
0,80 g/cm3).
Perbedaan nilai kerapatan papan partikel yang dihasilkan pada setiap
papan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal tersebut didukung dari
hasil analisis ragam kerapatan papan partikel yang dilakukan bahwa faktor suhu
dan waktu pengempaan tidak mempengaruhi kerapatan papan partikel. Demikian
juga, faktor interaksi antara suhu dan waktu pengempaan juga tidak
mempengaruhi kerapatan papan partikel yang dihasilkan (Lampiran 5). Hal ini
karena kerapatan yang dihasilkan hampir sama pada setiap perlakuan.
Kadar Air
Hasil penelitian rata-rata kadar air papan partikel dari limbah BKS dengan
perekat UF 10 % disajikan pada Gambar 6 dan data selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan nilai kadar air papan partikel
berkisar antara 5,58-10,81 %. Nilai kadar air paling rendah diperoleh pada
perlakuan suhu pengempaan 130oC dengan waktu pengempaan 14 menit,
dengan waktu pengempaan 10 menit. Nilai kadar air yang dihasilkan ini telah
memenuhi standar berdasarkan SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai kadar
air papan partikel maksimal 14 %.
Gambar 6. Grafik rata-rata kadar air papan partikel
Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai kadar air dengan variasi suhu dan
waktu pengempaan memiliki kecenderungan grafik menurun seiring dengan
pertambahan waktu kempa, kecuali pada suhu pengempaan 130oC dengan waktu
pengempaan 12 menit yang nilai kadar airnya tinggi. Waktu kempa yang semakin
lama akan menghasilkan kadar air papan partikel yang lebih rendah. Hal ini sesuai
dengan Rofii dkk. (2008) yang mengatakan faktor waktu pengempaan
berpengaruh terhadap kadar air. Semakin lama waktu kempa, maka kadar air yang
dihasilkan semakin rendah.
Selain faktor waktu, faktor suhu juga mempengaruhi kadar air papan
partikel. Semakin tinggi suhu kempa, maka kadar air papan yang dihasilkan relatif
lebih rendah. Nilai ini dapat dilihat pada Gambar 6 yang menujukkan bahwa nilai
kadar air cenderung menurun dari suhu pengempaan 120oC ke 130oC dan suhu
140oC. Hal ini karena semakin tinggi temperatur yang diberikan mengakibatkan
0,00
Suhu pengempaan (oC)
proses penguapan air dari cetakan juga semakin banyak sehingga menyebabkan
air yang ada di dalam papan partikel juga semakin rendah. Sesuai dengan
Kollmann dkk. (1975) dalam Jufriah dkk. (2011) menyatakan bahwa semakin
meningkatnya temperatur yang digunakan pada kempa panas sampai batas
tertentu akan mempercepat pematangan perekat dan penguapan air dari cetakan.
Faktor lain yang mempengaruhi nilai kadar air adalah kerapatan papan
partikel. Semakin tinggi kerapatan papan partikel, maka kadar airnya semakin
rendah. Berdasarkan Gambar 5 nilai kerapatan paling tinggi adalah 0,77 g/cm3
pada suhu pengempaan 140oC waktu pengempaan 12 menit dan pada pengujian
kadar air nilai yang diperoleh 5,75 % yang tergolong rendah. Hal ini dikarenakan
ikatan antara partikel dengan perekat sangat kuat, sehingga tidak ada rongga untuk
air masuk ke dalam papan partikel. Menurut Ruhendi dkk. (2007) kadar air papan
komposit dipengaruhi oleh kerapatannya. Papan dengan kerapatan tinggi memiliki
ikatan antara molekul partikel dengan molekul perekat terbentuk dengan kuat
sehingga molekul air sulit mengisi rongga yang terdapat dalam papan komposit
karena terisi dengan molekul perekat.
Kadar air papan partikel juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan karena
papan partikel terdiri dari bahan berlignoselulosa yang bersifat higroskopis
sehingga akan mudah untuk menyerap dan mengeluarkan uap air dari atau ke
udara sekelilingnya. Menurut Trisyulianti (1996) selain itu kadar air papan
partikel juga tergantung pada kelembaban udara sekelilingnya karena adanya
lignoselulosa yang bersifat higroskopis yang akan menyerap air dari
Berdasarkan analisis ragam kadar air papan partikel menunjukkan bahwa
faktor suhu pengempaan tidak mempengaruhi kadar air papan partikel, tetapi
faktor waktu mempengaruhi kadar air papan partikel. Demikian juga, faktor
interaksi antara suhu dan waktu pengempaan mempengaruhi kadar air papan
partikel (Lampiran 6).
Hasil uji Duncan pada perlakuan interaksi suhu dan waktu pengempaan
didapat bahwa hasil rata-rata kadar air papan partikel antara suhu pengempaan
120oC waktu pengempaan 8, 10, 12 dan 14 menit tidak berbeda nyata dengan
interaksi suhu pengempaan 130oC dengan waktu pengempaan 8, 10 dan12 menit
dan suhu pengempaan 140oC waktu 8, 10, 12 dan 14 menit. Namun interaksi
tersebut berbeda nyata dengan suhu 130oC waktu 14 menit. Dengan demikian
interaksi optimal adalah suhu 130oC waktu 14 menit.
Daya serap air
Hasil penelitian yang dilakukan didapat hasil rata-rata daya serap papan
partikel dari limbah BKS dengan perekat UF disajikan pada Gambar 7 dan data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 7. Grafik rata-rata daya serap air papan partikel
0,00
Suhu pengempaan (oC)
8 menit
10 menit
12 menit
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan nilai daya serap air papan
partikel berkisar antara 57,36-73,01%. Nilai daya serap air terendah diperoleh
pada perlakuan suhu pengempaan 130oC dengan waktu pengempaan 10 menit dan
nilai daya serap air tertinggi diperoleh pada suhu pengempaan 140oC waktu
pengempaan 8 menit.
Berdasarkan SNI 03-2105-2006 tidak mensyaratkan nilai daya serap air,
akan tetapi uji daya serap air ini perlu dilakukan karena uji ini dapat digunakan
sebagai pertimbangan untuk menentukan aplikasi penggunaan dari papan partikel
ini, apakah layak digunakan pada eksterior atau hanya untuk interior. Berdasarkan
hasil pengujian menunjukkan nilai daya serap air yang dihasilkan sangat tinggi,
maka papan partikel ini direkomendasikan untuk keperluan interior.
Secara umum, semakin tinggi suhu kempa dan semakin lama waktu kempa
akan menghasilkan nilai daya serap air yang semakin menurun (Massijaya, 1997).
Namun, nilai daya serap papan partikel yang dihasilkan tidak menunjukkan
kecenderungan demikian. Ini dapat dilihat pada Gambar 7 yang menunjukkan
kecenderungan terjadinya peningkatan nilai daya serap air dari suhu pengempaan
120oC ke 130oC seiring dengan pertambahan waktu kempa yang digunakan.
Hanya pada suhu 140oC yang menunjukkan bahwa semakin lama suhu dan waktu
pengempaan menghasilkan nilai daya serap air yang semakin menurun. Hal ini
diduga karena pada papan partikel yang diberikan suhu pengempaan yang tinggi
(140oC) mempunyai ikatan antar partikel yang lebih rapat dan kompak karena
pematangan perekat terjadi lebih sempurna dan rongga-rongga antar
partikel-partikel penyusunnya lebih sedikit, sehingga kemampuan menyerap airnya lebih
Tingginya nilai daya serap air papan partikel yang dihasilkan juga diduga
disebabkan banyaknya pati yang terdapat pada serbuk BKS yang sifatnya
higroskopis, sehingga mudah menyerap air. Hal ini sesuai dengan Efendi (2006)
yang menyatakan bahwa pada kelapa sawit terdapat pati yang merupakan
bahan penyerap air dan dapat mengganggu proses perekatan. Untuk itu,
diperlukan perlakuan pendahuluan untuk menghilangkan pati tersebut.
Selain itu, tingginya nilai daya serap air papan partikel juga diduga
disebabkan oleh ukuran serbuk yang digunakan tidak seragam, sehingga dalam
pencampuran perekat dengan serbuk masih terdapat rongga sebagai tempat air
untuk masuk ke papan. Akibatnya papan akan sangat mudah menyerap air dan
nilai daya serap airnya menjadi tinggi. Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan
bahwa geometri partikel merupakan salah satu yang menentukan sifat daya serap
air yang dihasilkan.
Selain faktor suhu dan waktu kempa, daya serap air papan partikel juga
dipengaruhi oleh jenis perekat yang digunakan. Pada penelitian ini perekat yang
digunakan adalah UF. Perekat UF memiliki kelemahan yaitu kurang tahan
terhadap air dan ketika direndam ikatan antar partikel dan perekat menjadi mudah
untuk menyerap air. Menurut Ruhendi dkk. (2007) penggunaan perekat UF
mempengaruhi tingginya daya serap air papan partikel di mana ikatan yang
dihasilkan tersebut tidak tahan air sehingga air mudah sekali merusak
ikatan-ikatan antar perekat dan partikel.
Berdasarkan hasil analisis ragam daya serap air papan partikel
menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu tidak menunjukkan perbedaan yang
menunjukkan perbedaan yang signifikan (Lampiran 8). Hal ini berarti faktor
perlakuan yang diberikan belum menghasilkan nilai daya serap air papan partikel
yang berbeda secara signifikan.
Pengembangan Tebal
Hasil penelitian pengembangan tebal papan partikel dari limbah BKS
dengan perekat UF 10 % disajikan pada Gambar 8 dan data selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 8. Grafik rata-rata pengembangan tebal papan partikel
Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai pengembangan tebal papan partikel
berkisar antara 8,87-18,96%. Pengembangan tebal papan partikel terendah
diperoleh pada perlakuan suhu pengempaan 130oC dengan waktu pengempaan 10
menit dan nilai pengembangan tebal tertinggi diperoleh pada suhu pengempaan
140oC waktu pengempaan 8 menit. Berdasarkan SNI 03-2105-2006 nilai
pengembangan tebal yang disyaratkan maksimal 12 %, maka tidak semua papan
partikel yang dihasilkan memenuhi standar. Papan partikel yang tidak memenuhi
standar hanya pada perlakuan suhu pengempaan 120oC dengan waktu
o
Suhu pengempaan (oC)
Secara umum semakin tinggi suhu kempa dan semakin lama waktu kempa,
maka semakin kecil pengembangan tebalnya (Massijaya, 1997). Namun,
pengembangan tebal pada papan partikel dari limbah BKS yang dihasilkan tidak
menunjukkan kecenderungan yang seperti itu. Hanya pada suhu pengempaan
120oC ke 130oC yang nilainya cenderung mengalami penurunan seiring
pertambahan waktu kempa. Sebaliknya pada suhu pengempaan 140oC terjadi
peningkatan nilai pengembangan tebal seiring dengan pertambahan waktu kempa.
Nilai pengembangan papan partikel yang dihasilkan cukup tinggi.
Tingginya nilai pengembangan tebal pada pengujian ini diduga karena adanya
perbedaan bentuk dan dimensi serbuk BKS yang digunakan. Selain itu tidak
adanya perlakuan pendahuluan seperti perendaman awal, untuk menghilangkan
pati yang terdapat pada serbuk BKS. Menurut Maloney (1993) bahwa bentuk dan
dimensi partikel berpengaruh terhadap stabilitas dimensi papan partikel.
Selain faktor bahan baku yang bersifat higroskopis yang mengakibatkan
tingginya nilai pengembangan tebal, tingginya pengembangan tebal papan partikel
juga disebabkan oleh perekat UF yang digunakan dimana sifat perekat ini tidak
tahan air. Berdasarkan sifat perekat UF yang digunakan menurut Maloney (1993)
terdapat kelemahan utama perekat UF yaitu terjadinya kerusakan pada ikatannya
yang disebabkan oleh air dan kelembapan.
Faktor lain yang mempengaruhi pengembangan tebal adalah nilai
kerapatan papan partikel. Ini dapat dilihat dari Gambar 5 bahwa nilai kerapatan
papan partikel paling optimal diperoleh pada perlakuan suhu pengempaan 130oC
dengan waktu pengempaan 8 dan 10 menit dan pada pengujian pengembangan
mengatakan bahwa semakin tinggi kerapatan papan partikel maka ikatan antar
partikel semakin kompak sehingga rongga udara dalam papan partikel semakin
kecil. Keadaan ini menyebabkan air atau uap air menjadi sulit untuk mengisi
rongga tersebut.
Berdasarkan hasil analisis ragam pengembangan tebal papan partikel
memperlihatkan bahwa faktor suhu dan waktu pengempaan tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan. Demikian juga dengan faktor perlakuan interaksi
antara suhu dan waktu pengempaan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
atau tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pengembangan tebal papan partikel
(Lampiran 9).
Sifat Mekanis Papan Partikel
Modulus of Elasticity (MOE)
Hasil rata-rata MOE papan partikel dari limbah BKS dengan perekat UF
disajikan pada Gambar 9 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 9. Grafik rata-rata MOE papan partikel
0
Suhu pengempaan (oC)
Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata MOE papan partikel berkisar
antara 8.506-14.565 kg/cm2. Nilai MOE terendah diperoleh pada perlakuan suhu
pengempaan 140oC dengan waktu pengempaan 10 menit dan nilai MOE tertinggi
diperoleh pada suhu pengempaan 120oC dengan waktu pengempaan 12 dan 14
menit. Berdasarkan nilai MOE ini, bahwa semua papan partikel yang dihasilkan
tidak memenuhi standar yaitu SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai MOE
papan partikel sebesar ≥ 20.400 kg/cm².
Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai MOE adalah ukuran
partikel yang digunakan dalam pembuatan papan partikel ini sangat bervariasi atu
tidak seragam. Akibatnya distribusi partikel tidak merata pada saat pembentukan
lembaran dan ikatan antara perekat dan serbuk BKS menjadi kurang kuat dan
menurunkan nilai keteguhan lenturnya. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996)
menyatakan bahwa selain kerapatan, kadar perekat, geometri partikel merupakan
ciri utama yang menentukan sifat MOE yang dihasilkan.
Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya nilai MOE papan partikel yang
dihasilkan juga disebabkan oleh pati yang terdapat pada serbuk kelapa sawit, pati
ini dapat mengganggu perekatan dan mengakibatkan berkurangnya kekuatan
papan. Hal ini dikarenakan tidak dilakukan perlakuan pendahuluan seperti
perendaman untuk menghilangkan pati yang dapat mengganggu proses perekatan
tersebut. Menurut Bakar dkk. (1998) menyatakan bahwa kadar pati yang terdapat
pada BKS sangat menggangu pada saat perekatan. Oleh karena itu bila dalam
pembuatan papan partikel, pati diikutsertakan maka akan menghasilkan kekuatan
Perbedaan nilai MOE papan partikel yang dihasilkan pada setiap papan
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini didukung berdasarkan hasil
analisis ragam MOE papan partikel menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu
pengempaan tidak berpengaruh nyata atau tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Demikian juga dengan faktor interaksi antara suhu dan waktu
pengempaan tidak berpengaruh nyata atau tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan (Lampiran 10).
Modulus of Rupture (MOR)
Hasil rata-rata pengujian MOR papan partikel dari limbah BKS dengan
perekat UF disajikan pada Gambar 10 dan data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Gambar 10. Grafik rata-rata MOR papan partikel
Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata MOR papan partikel
berkisar antara 70,56-148,91 kg/cm2. Nilai MOR terendah diperoleh pada
perlakuan suhu pengempaan 140oC dan waktu pengempaan 12 menit, sedangkan
nilai MOR yang tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu pengempaan 120oC dan
0,00
Suhu pengempaan (oC)
Berdasarkan nilai MOR ini, bahwa tidak semua papan partikel yang
dihasilkan memenuhi standar yaitu SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai
MOR papan partikel yaitu ≥ 82 kg/cm². Papan partikel yang tidak memenuhi
syarat nilai MOR adalah pada perlakuan suhu pengempaan 130oC dengan waktu
pengempaan 12 menit dan kombinasi perlakuan suhu pengempaan 140oC dengan
waktu pengempaan 10, 12 dan 14 menit. Selain kombinasi perlakuan ini, papan
yang dihasilkan memenuhi standar dan termasuk tipe 8 (papan partikel biasa yang
nilai keteguhan lentur ≥ 82 kg/cm²).
Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan waktu
pengempaan, maka nilai MOR yang dihasilkan semakin rendah. Pada umumnya,
kenaikan suhu pengempaan akan meningkatkan sifat-sifat papan yang dihasilkan.
Namun pada suhu yang terlalu tinggi, sifat-sifat papan dapat menurun yang
diakibatkan oleh terlalu tingginya kerusakan partikel selama proses pengempaan.
Ini dapat dilihat dari kenaikan suhu pengempaan 120oC ke 140oC, nilai MOR
cenderung mengalami penurunan. Hal ini diduga pada suhu pengempaan 120oC
proses perekatan berjalan dengan baik sehingga ikatan antara serbuk BKS dan
perekat berjalan normal. Sebaliknya, pada suhu yang terlalu tinggi (140oC), proses
perekatan tidak berjalan dengan baik atau perekatnya hangus.
Faktor lain yang mempengaruhi nilai MOR adalah ukuran serbuk yang
digunakan tidak merata. Nilai MOR yang rendah pada perlakuan suhu
pengempaan 140oC dengan waktu pengempaan 10, 12 dan 14 menit diduga karena
kurang meratanya campuran partikel dan perekat dalam pembuatan papan yang
mengakibatkan masih terdapat rongga dalam papan. Ukuran partikel yang tidak
terdapat ruang kosong yang dapat mengakibatkan menurunnya nilai keteguhan
patahnya. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa selain
kerapatan, kadar perekat, geometri partikel merupakan ciri utama yang
menentukan sifat MOE yang dihasilkan.
Selain ukuran serbuk yang digunakan tidak seragam, faktor lain yang
mempengaruhi nilai MOR adalah pati yang terdapat pada serbuk. Pati yang
terdapat pada serbuk BKS bersifat merugikan yang dapat mengganggu proses
pencampuran perekat dengan serbuk. Hal ini sesuai dengan Maloney (1993) yang
mengatakan nilai MOR dipengaruhi oleh jenis perekat, daya ikat perekat dan
panjang partikel. Partikel dengan ukuran memanjang memungkinkan banyaknya
bagian yang saling menopang dalam papan partikel sehingga lebih kuat.
Berdasarkan analisis ragam MOR papan partikel menunjukkan bahwa
suhu mempengaruhi nilai MOR papan partikel. Namun, faktor perlakuan waktu
dan interaksi antara suhu dan waktu tidak mempengaruhi MOR papan partikel
(Lampiran 11).
Internal Bond (IB)
Nilai rata-rata hasil pengujian IB papan partikel dari limbah BKS dengan
menggunakan perekat UF disajikan pada Gambar 11 dan data selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai rata-rata IB papan partikel berkisar
antara 2,58–5,98 kg/cm2. Nilai IB terendah diperoleh pada perlakuan suhu
pengempaan 120oC dengan waktu pengempaan 12 menit, sedangkan nilai IB yang
tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu pengempaan 120oC dengan waktu
dihasilkan memenuhi standar yaitu SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai
IB papan partikel yaitu ≥ 1,5 kg/cm².
Gambar 11. Grafik rata-rata IB papan partikel
Gambar 11 menunjukkan nilai IB papan partikel yang dihasilkan pada
perlakuan suhu pengempaan 120oC ke 130oC cenderung mengalami peningkatan
seiring dengan pertambahan waktu kempa, sedangkan pada suhu pengempaan
140oC mengalami penurunan seiring dengan pertambahan waktu. Ini diduga pada
suhu pengempaan 130oC proses perekatan berjalan dengan baik sehingga ikatan
antara serbuk dan perekat berjalan dengan baik dan keteguhan tarik tegak lurus
permukaannya meningkat.
Sebaliknya, pada suhu pengempaan yang terlalu tinggi (140oC), proses
perekatan tidak berjalan dengan baik atau perekatnya hangus yang menyebabkan
ikatan antar partikelnya menjadi tidak normal dan keteguhan tarik tegak lurus
permukaan menurun. Menurut Yusuf (2000) bahwa pengempaan pada suhu di atas
optimum menyebabkan papan partikel yang dihasilkan terlalu matang
menyebabkan ikatan antar partikel tidak normal. Demikian sebaliknya, pada suhu
0,00
Suhu pengempaan (oC)