VARIASI UKURAN PARTIKEL DAN KOMPOSISI
PEREKAT UREA FORMALDEHIDA - STYROFOAM TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH
BATANG KELAPA SAWIT
HASIL PENELITIAN
Oleh:
Christine Anastasia Tarigan 091201069 / Kehutanan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Peneletian : Variasi Ukuran Partikel dan Komposisi Perekat Urea Formaldehida - Styrofoam terhadap Kualitas Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit.
Nama : Christine Anastasia Tarigan
NIM : 091201069
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :
Tito Sucipto, S.Hut., M.Si Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRACT
CHRISTINE ANASTASIA TARIGAN: Variation of Particle Size and Composition of Urea Formaldehyde - Styrofoam against the Quality of Particle Board Made from Waste Oil Palm Trunks. Supervised by TITO SUCIPTO and RUDI HARTONO.
The waste of oil palm trunks could be used as raw materials for particleboards. The purpose of these study were to evaluate the physical and mechanical properties, the resistance of particle board against termite attack and evaluate the best composition of UF – styrofoam. The treatment variation were particle size (20, 35 and 50 mesh) and comparison of adhesive content between urea formaldehyde and styrofoam (60:40 ; 70:30 : 80:20 : 90:10). Board were made with size 25 cm x 25 cm x 1 cm with a target density of 0.7 gr/cm2 and press 25 kg/cm2 for 10 minute. The results would be compared by SNI 03-2105-2006. It showed that density, moisture content, water absorption, thickness swelling, modulus of elasticity, modulus of rupture and internal bond, were 0.52-0.60 g/cm3;10.04-11.19%;51.0-175.1%;8.6-24.3%;2005-4235kg/cm2;13-41kg/cm2 ;0.6-2.1 kg/cm2 respectively. Physical properties (density and moisture content) fullfilled the standard SNI 03-2105-2006, the thickness swelling were not fullfilled the standard. All of MOE and MOR properties didn’t fullfill the standard, and for Internal Bond only 2 board that fullfilled standard that is board with comparison of UF: SF = 90:10 by 20 mesh particle size, and comparison 90:10 by 35 mesh particle size. The best combination of particle size is 20 mesh and comparison of UF adhesive: styrofoam is 90:10.
ABSTRAK
CHRISTINE ANASTASIA TARIGAN: Variasi Ukuran Partikel dan Komposisi Perekat Urea Formaldehida – Styrofoam terhadap Kualitas Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit. Di bawah bimbingan TITO SUCIPTO dan RUDI HARTONO.
Limbah batang kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh ukuran partikel dan komposisi UF - styrofoam terhadap sifat fisis, mekanis dan ketahanan papan partikel terhadap serangan rayap tanah dan untuk memperoleh komposisi UF – styrofoam terbaik. Variasi perlakuan adalah ukuran partikel (20, 35 dan 50 mesh) dan perbandingan perekat urea formaldehida : styrofoam (60:40 ; 70:30 : 80:20 : 90:10). Papan dibuat berukuran 25 cm x 25 cm x 1 cm dengan target kerapatan 0,7 gr/cm3 dan tekanan 25 kg/cm2 selama 10 menit. Hasil penelitian akan dibandingkan dengan SNI 03-2105-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan, kadar air, daya serapan air, pengembangan tebal, modulus elastis, modulus patah dan keteguhan rekat internal berturut-turut ialah 0,52-0,60 g/cm3 ; 10,04-11,19% ; 51,0-175,1% ; 8,6-24,3% ; 2005–4235 kg/cm2 ; 13–41 kg/cm2, 0,6-2,1 kg/cm2. Sifat fisis (kerapatan, kadar air) telah memenuhi standar SNI 03-2105-2006, pengembangan tebal tidak satupun memenuhi standar. Seluruh pengujian MOE dan MOR belum memenuhi standar dan untuk keteguhan rekat internal hanya 2 papan saja yang memenuhi standar yaitu papan dengan perlakuan perbandingan UF:SF = 90:10 dengan ukuran partikel 20 mesh dan perbandingan 90:10 dengan ukuran partikel 35 mesh. Kombinasi terbaik antara ukuran partikel adalah 20 mesh dan perbandingan komposisi perekat dengan styrofoam adalah 90: 10.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 7 Desember 1990, merupakan
anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Ipda Brenmuli Tarigan dan Dra.
Ajarmin Kaban. Jenjang pendidikan formal yang dilalui penulis adalah di SDN
No 064020 Sunggal tahun 1997-2003, SLTP Swasta Kristen Immanuel Medan
tahun 2003-2006 dan SMA Negeri 15 Medan tahun 2006-2009.
Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur
Ujian Masuk Bersama (UMB). Pada tahun 2012 penulis mengambil minat studi
Teknologi Hasil Hutan.
Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa praktek lapang.
Beberapa diantaranya adalah Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di
TAHURA selama 10 hari, Magang di Unit Patroli Gajah (UPG) Besitang
Arasnapal selama 15 hari, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HTI ADINDO
HUTANI LESTARI Malinau, Kalimantan Utara selama 30 hari.
Selama masa perkuliahan di USU, penulis aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan. Beberapa diantaranya adalah sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Sylva (HIMAS) tahun 2009-2014 dan anggota Ikatan Mahasiswa
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat, kasih, anugerah, dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
hasil penelitian ini. Adapun judul penelitian ini adalah “Variasi Ukuran Partikel
dan Komposisi Perekat Urea Formaldehida – Styrofoam terhadap Kualitas Papan
Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit” yang merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan perkuliahan di program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Tito Sucipto, S.Hut, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak
Dr. Rudi Hartono, S.Hut, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
dengan sabar dan tulus memberikan ilmu, pengarahan, masukan, bimbingan
dukungan dan semangat dalam proses penulisan dan penelitian ini.
2. Bapak Dr. Apri Heri Iswanto, S.Hut, M.Si sebagai dosen yang telah
membantu penulis dalam pengujian sifat mekanis papan partikel di
Laboratorium Keteknikan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
3. Keluarga tercinta, Ayahanda terhebat Brenmuli Tarigan, Ibunda Ajarmin
Kaban wanita yang cinta, pengorbanan dan jasanya dalam hidupku tidak akan
pernah terbalaskan. Saudari-saudari yang kusayangi Ika Bellyna Tarigan, S.Pd
; Dwi Yunevo Tarigan, S.Pd dan Litta Brigita Tarigan yang telah banyak
memberikan perhatian, dukungan, doa, kasih sayang, semangat, serta
4. Teman-teman satu perjuangan penelitian Hadyan Tamam Ahta Daulay,
Lateranita Sembiring, S.Hut ; Friska Simatupang, S.Hut ; Janner William
Ginting, S.Hut dan Zainal Abidin Syah Polem, S.Hut atas kebersamaan,
dukungan, semangat, bantuan, kerjasama dan canda tawa yang tak terlupakan
selama berjuang di Workshop.
5. Kehutanan stambuk 2009, khususnya jurusan Teknologi Hasil Hutan (2009)
yaitu Susan, Sari, Linda, Intan, Doni, Ade, Syahroni, Ayu, Hardiansyah,
Pandapotan, Wilna, Kaya, Martha, Rionaldo, Lia, Citra, Vicky, Joy, Mikael,
Riris, Lasma, Felix, Bastanta, Rahmat, dan David yang sudah menciptakan
suasana kekeluargaan selama kuliah dan praktiukum. Terimakasih untuk
kenangan dan kerjasama serta pelajaran tentang kehidupan yang dapat
kuambil.
Penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kehutanan. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2014
DAFTAR ISI
Perekat Urea Formaldehida (UF)... 9
Plastik (Styrofoam) ... 10
METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian ... 13
Alat dan Bahan ... 13
Prosedur Penelitian ... 14
Pengujian Sifat Fisis Papan Partikel ... 18
Kerapatan ... 18
Kadar Air ... 18
Pengembangan Tebal ... 18
Daya Serap Air ... 18
Pengujian Sifat Mekanis PapanPartikel ... 19
Keteguhan Rekat Internal atau Internal Bond (IB) ... 19
Modulus Lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) ... 20
Modulus Patah atau Modulus of Rupture (MOR) ... 21
Pengujian Ketahanan Papan Partikel terhadap Serangan Rayap Tanah .... 22
Internal Bond ... 42 Uji Ketahanan Papan Partikel Terhadap Rayap Tanah ... 45 Kualitas Papan Partikel ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 50 Saran ... 51
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit ... 7
2. Komposisi kebutuhan untuk membuat satu papan partikel ... 14
3. Sifat fifis dan mekanis papan partikel berdasarkan SNI 03-2105-2006 ... 21
4. Penilaian terhadap kerusakan contoh uji pada grave yard test ... 22
5. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat sesuai SNI 01-7207-2006 ... 22
6. Hasil tingkat serangan rayap tanah ... 46
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Pola pemotongan horizontal permukaan contoh uji untuk pengujian ... 15
2. Skema alur penelitian ... 16
3. Pengujian keteguhan rekat internal ... 19
4. Pengujian MOE dan MOR ... 20
5. Nilai rata-rata kerapatan papn partikel ... 24
6. Nilai rata-rata kadar air ... 28
7. Nilai rata-rata daya serap air ... 31
8. Nilai rata-rata pengembangan tebal ... 34
9. Nilai rata-rata MOE ... 37
10. Nilai rata-rata MOR ... 40
11. Nilai rata-rata IB ... 42
12. Nilai rata-rata penurunan berat papan partikel ... 45
ABSTRACT
CHRISTINE ANASTASIA TARIGAN: Variation of Particle Size and Composition of Urea Formaldehyde - Styrofoam against the Quality of Particle Board Made from Waste Oil Palm Trunks. Supervised by TITO SUCIPTO and RUDI HARTONO.
The waste of oil palm trunks could be used as raw materials for particleboards. The purpose of these study were to evaluate the physical and mechanical properties, the resistance of particle board against termite attack and evaluate the best composition of UF – styrofoam. The treatment variation were particle size (20, 35 and 50 mesh) and comparison of adhesive content between urea formaldehyde and styrofoam (60:40 ; 70:30 : 80:20 : 90:10). Board were made with size 25 cm x 25 cm x 1 cm with a target density of 0.7 gr/cm2 and press 25 kg/cm2 for 10 minute. The results would be compared by SNI 03-2105-2006. It showed that density, moisture content, water absorption, thickness swelling, modulus of elasticity, modulus of rupture and internal bond, were 0.52-0.60 g/cm3;10.04-11.19%;51.0-175.1%;8.6-24.3%;2005-4235kg/cm2;13-41kg/cm2 ;0.6-2.1 kg/cm2 respectively. Physical properties (density and moisture content) fullfilled the standard SNI 03-2105-2006, the thickness swelling were not fullfilled the standard. All of MOE and MOR properties didn’t fullfill the standard, and for Internal Bond only 2 board that fullfilled standard that is board with comparison of UF: SF = 90:10 by 20 mesh particle size, and comparison 90:10 by 35 mesh particle size. The best combination of particle size is 20 mesh and comparison of UF adhesive: styrofoam is 90:10.
ABSTRAK
CHRISTINE ANASTASIA TARIGAN: Variasi Ukuran Partikel dan Komposisi Perekat Urea Formaldehida – Styrofoam terhadap Kualitas Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit. Di bawah bimbingan TITO SUCIPTO dan RUDI HARTONO.
Limbah batang kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh ukuran partikel dan komposisi UF - styrofoam terhadap sifat fisis, mekanis dan ketahanan papan partikel terhadap serangan rayap tanah dan untuk memperoleh komposisi UF – styrofoam terbaik. Variasi perlakuan adalah ukuran partikel (20, 35 dan 50 mesh) dan perbandingan perekat urea formaldehida : styrofoam (60:40 ; 70:30 : 80:20 : 90:10). Papan dibuat berukuran 25 cm x 25 cm x 1 cm dengan target kerapatan 0,7 gr/cm3 dan tekanan 25 kg/cm2 selama 10 menit. Hasil penelitian akan dibandingkan dengan SNI 03-2105-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan, kadar air, daya serapan air, pengembangan tebal, modulus elastis, modulus patah dan keteguhan rekat internal berturut-turut ialah 0,52-0,60 g/cm3 ; 10,04-11,19% ; 51,0-175,1% ; 8,6-24,3% ; 2005–4235 kg/cm2 ; 13–41 kg/cm2, 0,6-2,1 kg/cm2. Sifat fisis (kerapatan, kadar air) telah memenuhi standar SNI 03-2105-2006, pengembangan tebal tidak satupun memenuhi standar. Seluruh pengujian MOE dan MOR belum memenuhi standar dan untuk keteguhan rekat internal hanya 2 papan saja yang memenuhi standar yaitu papan dengan perlakuan perbandingan UF:SF = 90:10 dengan ukuran partikel 20 mesh dan perbandingan 90:10 dengan ukuran partikel 35 mesh. Kombinasi terbaik antara ukuran partikel adalah 20 mesh dan perbandingan komposisi perekat dengan styrofoam adalah 90: 10.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produktifitas hutan alam sebagai penghasil kayu terus mengalami
penurunan, sedangkan suplai kayu dari hutan tanaman juga tidak menjamin
terpenuhinya pasokan kayu. Sehingga perlu mencari alternatif lain sebagai
pengganti bahan kayu yang jumlahnya cukup berlimpah, seperti limbah dari
perkebunan kelapa sawit.
Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (2012), perkebunan
kelapa sawit setiap tahun meningkat yaitu tahun 2010 sebesar 8,39 juta ha dan
meningkat pada tahun 2012 diperkirakan luasnya sebesar 9,27 juta ha. Bila dilihat
dari masa produktif sawit adalah 25 tahun, maka limbah kelapa sawit yang
dihasilkan terutama yang dihasilkan pada saat peremajaan sangat berlimpah dan
tidak dimanfaatkan khususnya batang kelapa sawit (BKS).
Pemanfaatan limbah batang kelapa sawit sampai saat ini belum
termanfaatkan secara optimal. Hal ini dikarenakan sifat-sifat dari batang kelapa
sawit yang kurang baik, seperti kadar air yang tinggi, kerapatan yang rendah, sifat
mekanis yang rendah, kelas awet dan kelas kuat yang buruk (Bakar, 2003). Untuk
memperbaiki sifat-sifat yang kurang baik tersebut, diperlukan teknologi agar
batang kelapa sawit dapat dijadikan produk yang bernilai guna tinggi dan
bermanfaat yaitu dengan membuat papan partikel berbahan baku limbah batang
Papan partikel merupakan papan tiruan yang dibuat dari bahan yang
mengandung lignoselulosa dengan tambahan perekat. Perekat adalah suatu zat
atau substansi untuk mempersatukan bahan sejenis atau tidak sejenis melalui
ikatan permukaannya. Beberapa jenis perekat yang sering dipakai dalam
pembuatan papan partikel adalah perekat Urea Formaldehida (UF), isosianat
(MDI) dan Penol Formaldehida (PF). Menurut Ruhendi dkk (2007) perekat Urea
Formaldehida (UF) mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan UF warnanya
putih sehingga tidak memberikan warna gelap pada waktu penggunaannya, dapat
dicampur perekat melamin formaldehida agar kualitas perekatnya lebih baik,
harganya relatif murah dibandingkan perekat sintetis lainnya serta tahan terhadap
biodeteriorasi dan air dingin. Sehingga perekat yang dipilih dalam penelitian ini
adalah perekat UF.
Bahan-bahan lain yang dapat digunakan sebagai perekat adalah bahan
plastik. Limbah plastik merupakan bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh
mikroorganisme pengurai (non biodegradable), sehingga penumpukannya di alam
dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan. Penelitian terkait
sebelumnya telah dilakukan Jamilah (2009) berjudul “Kualitas Papan Komposit
dari Limbah Batang Kelapa Sawit dan Polietilen (PE) Daur Ulang”. Dari
penelitian ini didapat hasil bahwa penambahan plastik (PE) pada papan komposit
mengakibatkan sifat fisik kualitas papan yang dihasilkan semakin baik dengan
kerapatan yang tinggi, kadar air dan perubahan dimensi yang rendah. Rendahnya
nilai kadar air pada papan komposit yang dihasilkan disebabkan oleh plastik yang
adalah styrofoam. Dengan demikian penambahan styrofoam pada penelitian ini
diharapkan mampu meningkatkan kualitas papan partikel.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas papan partikel yang
dihasilkan, salah satunya adalah bahan baku yang digunakan. Iswanto dkk (2012),
telah membuat papan partikel dari limbah BKS dengan perlakuan pendahuluan
namun sifat mekanisnya terutama MOE tidak memenuhi persyaratan, demikian
juga dengan pengembangan tebal dan daya serap air yang masih cukup tinggi. Hal
ini diduga karena ukuran partikel yang tidak seragam dan kerapatan target papan
yang tidak tercapai. Maka dari itu untuk memperbaiki sifat-sifat tersebut perlu
dilakukan homogenitas. Diharapkan dengan homogenitas bahan baku dapat
meningkatkan kualitas papan partikel.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Ukuran Partikel dan Komposisi Perekat UF - Styrofoam terhadap
Kualitas Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit”. Penelitian ini
diharapkan mampu memanfaatkan limbah batang kelapa sawit dan styrofoam.
Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi pengaruh ukuran partikel dan komposisi UF - styrofoam
terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel dari limbah batang kelapa
sawit.
2. Mengevaluasi ketahanan papan partikel terhadap serangan rayap tanah
3. Mendapatkan ukuran partikel dan komposisi UF - styrofoam terbaik dalam
Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan alternatif penggunaan
bahan baku pengganti kayu yang semakin berkurang ketersediaannya
2. Hasil penelitian diharapkan menjadi suatu langkah pemanfaatan limbah
batang sawit dalam industri kayu di Indonesia
3. Hasil penelitian diharapkan menjadi suatu langkah dalam pemanfaatan
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Dewasa ini, kawasan hutan banyak dikonversikan menjadi perkebunan
kelapa sawit yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan dapat berproduksi
dalam waktu yang singkat. Lonjakan pembangunan perkebunan terutama
perkebunan kelapa sawit merupakan penyebab lain terjadinya deforestasi. Sejak
tahun 1967 telah ditanam kelapa sawit seluas 105.808 ha dan hingga tahun 2000
tercatat 3.174.726 ha areal perkebunan kelapa sawit dengan laju pertambahan
areal 8,5% per tahun sejak 1998-1999 areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia
mulai mengalami penurunan. Namun, permintaan kelapa sawit dunia diramalkan
meningkat 40,5 juta ton, sebelum tahun 2020. Seorang analis industri
memperkirakan bahwa jika produksi dunia meningkat 20 juta ton sebelum tahun
2020, maka 300.000 ha perkebunan kelapa sawit baru akan perlu dibangun setiap
tahunnya sepanjang 20 tahun mendatang (Santoso, 2005).
Sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai
kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan
diameter 20 - 75 cm. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15 –
18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m (Fauzi dkk, 2008).
Hadi (2004) menyatakan sawit dalam klasifikasi botanis dapat diuraikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Ordo : Arecales
Familia : Aracaceae
Genus : Alaeis
Spesies : Alaeis guineensis
Varietas : Dura, Psifera, Tenera
Lebih lanjut Husin (2004) menjelaskan batang kelapa sawit yang sudah tua
dan tidak produktif lagi dapat dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai
nilai yang tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan baku
pengganti atau substitusi untuk industri kayu dan serat, seperti industri pulp,
furniture dan papan partikel karena tingkat kesediaannya yang berlimpah
sepanjang tahun. Sifat-sifat yang dimiliki kayu kelapa sawit tidak berbeda jauh
dengan kayu-kayu yang biasa digunakan untuk perabot rumah tangga sehingga
berpeluang untuk di manfaatkan secara luas.
Batang Kelapa Sawit
Batang kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan
partikel dihasilkan dari batang sawit tua umur peremajaan yaitu setelah umur 25
tahun. Kayu kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal
batang dan bagian ujung, bagian tengah batang, inti dan bagian tepinya. Sifat-sifat
dasar dari batang kelapa sawit yaitu kadar airnya sangat bervariasi pada bebagai
posisinya dalam batang. Kadar air batang dapat mencapai 100-500 %. Sifat lain
adalah berat jenis yang juga berbeda pada setiap bagian batang. Secara rata-rata
kuat V pada bagian tengah dan pusat batang (Bakar, 2003). Sifat-sifat itu dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-sifat Dasar Batang Kelapa Sawit
Sifat-Sifat Penting Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Pusat
Berat Jenis 0,35 0,28 0,20
Kadar Air (%) 156 257 365
Kekuatan Lentur (kg/cm2) 29996 11421 6980 Keteguhan Lentur (kg/cm2) 295 129 67
Susut Volume 26 39 48
Kelas Awet V V V
Kelas Kuat III-V V V
Sumber. Bakar (2003)
Menurut Balfas (2003), secara umum terdapat beberapa hal yang kurang
menguntungkan dari BKS yaitu
1. Kandungan air pada batang segar sangat tinggi (dapat mencapai 500 %)
2. Kandungan patinya sangat tinggi (pada jaringan parenkim mencapai 45 %).
3. Keawetan alaminya rendah.
4. Kadar air keseimbangan relatif tinggi.
5. Pada proses pengeringan terjadi kerusakan parenkim yang disertai dengan
perubahan dan kerusakan fisik secara berlebihan.
6. Pada pengelolaan mekanik BKS lebih cepat menumpulkan pisau, gergaji dan
ampelas.
7. Kualitas permukaan batang setelah pengelolaan relatif sangat rendah
8. Proses pengerjaan akhir memerlukan bahan lebih banyak.
Papan Partikel
Menurut Maloney (1993), papan partikel merupakan salah satu jenis
berlignoselulosa yang diikat dengan perekat sintetis atau bahan pengikat lain
dengan kempa panas. Beberapa sifat dari papan partikel adalah kerapatan, kadar
air, daya serap air, serta pengembangan tebal, Modulus of Elasticity (MOE) dan
Modulus of Rupture (MOR), serta Internal Bond (IB). Semakin tinggi kerapatan
menyeluruh dari bahan-bahan tertentu maka semakin tinggi kekuatannya. Faktor
lain yang mempengaruhi kerapatan yakni kandungan air. Kandungan air yang
lebih tinggi dari lapisan permukaan akan mengakibatkan pemapatan yang tinggi
pula.
Haygreen dan Bowyer (1996), menyatakan bahwa papan partikel
merupakan produk panil yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel
kayu dan sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Tipe-tipe papan partikel
yang jumlahnya cukup banyak sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk
partikel, jumlah resin (perekat) yang digunakan, dan kerapatan panil yang
dihasilkan. Sifat-sifat dan kegunaan potensial papan berbeda dengan
peubah-peubah ini.
Menurut Maloney (1993), dibandingkan dengan kayu asalnya papan
partikel mempunyai beberapa kelebihan seperti:
1. Papan partikel bebas dari mata kayu, pecah dan retak.
2. Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan.
4. Mempunyai sifat isotropis.
5. Sifat dan kualitasnya dapat diatur.
Menurut Japanese Industrial Standard (2003) papan partikel
keteguhan lentur, jenis perekat yang digunakan, jumlah formaldehida yang
dilepaskan dan ketahanan bakar. FAO (1996) mengklasifikasikan papan partikel
berdasarkan kerapatannya menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
2. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu
papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 – 0,8 g/cm3.
3. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Perekat Urea formaldehida (UF)
Perekat (adhesive) menurut ASTM adalah suatu zat atau bahan yang
memiliki kemampuan untuk mengikat dua buah benda berdasarkan ikatan
permukaan. Perekat merupakan salah satu bahan utama yang sangat penting dalam
industri pengolahan kayu, khususnya kayu komposit. Perekat Urea Formaldehida
(UF) mempunyai sifat-sifat yaitu, berwarna putih pada kemasan dan berwarna
transparan jika sudah direkat sehingga tidak mempengaruhi warna papan dengan
kekentalan 30 centipoise. Harga urea formaldehida lebih murah, tidak mudah
terbakar, mempunyai sifat panas yang baik, mudah adaptasi selama conditioning,
tahan terhadap air dingin, termasuk perekat tahan kelembaban dan tahan
biodeteriorasi karena perekat ini tidak disukai organisme perekat (Sellers,
2001).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), UF mempunyai pengerasan yang
ditambahkan 6-10% dari berat kering oven partikel, semakin banyak perekat
ditambahkan semakin baik kualitas papan tetapi untuk efisiensi biaya perekat
harus seminimal mungkin dengan kualitas papan tinggi. Peningkatan kadar resin
dapat meningkatkan keteguhan patah dan keteguhan rekat serta menurunkan
ekspansi linier, daya absorbsi air, dan pengembangan tebal papan partikel
(Maloney 1993).
Perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perekat Urea
Formaldehida (UF). Pembuatan papan partikel dengan perekat UF telah banyak
dilakukan karena perekat UF adalah perekat yang mempunyai kelebihan yaitu
harganya murah, warnanya terang dan kemampuan matangnya sangat cepat pada
suhu di bawah 127 0C. Haygreen dan Bowyer (1996) menerangkan bahwa perekat
UF mempunyai waktu pengerasan yang singkat dengan kempa panas ± 10 menit.
Perekat UF mempunyai viskositas (25oC) sebesar 30 Cps, resin solid conten
40-60 %, pH 7-8 dan berat jenis (25oC) sebesar 1,27-1,29. Secara normal,
kandungan resin papan berperekat urea bervariasi dan biasanya berkisar antara
6-10 % berdasarkan berat kering tanur partikel (Ruhendi dkk, 2007).
Plastik (Styrofoam)
Sumule dan Untung (1994) menjelaskan plastik merupakan suatu produk
kimia yang telah dikenal dan digunakan secara luas oleh seluruh lapisan
masyarakat. Pemakaian styrofoam terjadi baik di pemukiman desa maupun di
kota-kota besar.
Plastik merupakan hasil proses pencampuran bahan kimia organik yang
polimerisasi yaitu menyusun dan membentuk secara sambung menyambung
bahan-bahan dasar plastik yang disebut monomer. Bahan pembuat plastik berasal
dari minyak dan gas sebagai sumber alami. Komponen utama plastik sebelum
membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer
merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang
sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu
pola acak, maka menyerupai tumpukan jerami yang disebut dengan amorp, dan
jika teratur hampir sejajar maka disebut dengan kristalin yang bersifat lebih keras
dan tegar (Nurminah, 2002).
Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan
struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot
ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat
menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang
sangat baik. Selain itu, styrofoam merupakan limbah yang sangat sulit
penanggulangannya dan tidak dapat diuraikan oleh alam sehingga berakibat buruk
bagi kesehatan (BPOM, 2008).
Polystyrene foam atau yang lebih sering dikenal dengan istilah styrofoam
merupakan salah satu polimer yang ditemukan pada sekitar tahun 1930, dibuat
melalui proses polimerisasi adisi dengan cara suspensi. Stirena dapat diperoleh
dari sumber alam yaitu petroleum. Stirena merupakan cairan yang tidak berwarna
menyerupai minyak dengan bau seperti benzena dan memiliki rumus kimia
C6H5CH=CH2 atau ditulis sebagai C8H8.Styrofoam dihasilkan dari campuran
90-95 % gas seperti n-butana atau n-pentana dan 5-10 % polistirena. Polistirena foam
tertentu. Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat korosif lainnya
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai Agustus
2013. Pembuatan partikel BKS dan papan partikel dilakukan di Workshop
Program Studi Kehutanan USU dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di
Laboratorium Biokomposit dan Keteknikan Kayu Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Pengujian sifat fisis di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan
USU dan untuk pengujian sifat ketahanan papan partikel terhadap rayap tanah di
hutan Tridarma USU.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chainsaw, mesin serut,
terpal, saringan partikel (ukuran 20, 35, 50 mesh), oven, cetakan papan ukuran 25
cm x 25 cm x 15 cm, cetakan besi ukuran 25 cm x 25 cm x 1 cm kempa panas,
timbangan, kalifer, alat tulis, penggaris, kalkulator, kamera digital, dan UTM
(Universal Testing Machine). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
partikel batang kelapa sawit berukuran 20 mesh, 35 mesh, dan 40 mesh sebagai
bahan baku papan partikel, styrofoam sebagai bahan tambahan, perekat urea
Prosedur Penelitian
1. Penyiapan bahan baku
Persiapan bahan yang dilakukan adalah dengan memilih batang kelapa sawit
yang tidak produktif dan ditebang dengan chainsaw. Batang kelapa sawit
dipotong menjadi beberapa bagian membentuk log/batang sepanjang 1-2 meter
dan dibersihkan bagian kulitnya serta dibentuk menjadi balok dengan panjang
30-40 cm dengan menggunakan chainsaw. Balok dari kelapa sawit di serut
menjadi bentuk partikel. Partikel kemudian dihaluskan dan disaring dengan
saringan 20 mesh, 35 mesh dan 50 mesh. Partikel yang telah disaring
dikeringkan dalam oven sampai kadar airnya ±5 %.
2. Pengadonan (blending)
Bahan baku ditimbang sesuai dengan komposisinya. Lalu partikel sawit dan
perekat UF dicampurkan dengan menggunakan sprayer gun dan diaduk agar
pada saat pengadonan partikel sawit dengan perekat dapat bercampur merata.
Setelah merata, ditambahkan butiran styrofoam ke dalam campuran partikel
sawit dan perekat tadi dengan perbandingan perekat UF dan styrofoam adalah
60:40 ; 70:30 ; 80:20 dan 90:10. Kebutuhan berat komposisi dari
masing-masing bahan baku untuk membuat 1 buah papan partukel dapat dilihat pada
Tabel 2. Komposisi kebutuhan untuk membuat suatu papan partikel
Ukuran Partikel Berat Partikel (gram)
3. Pembentukan lembaran (mat forming)
Partikel yang telah dicampur dengan perekat dimasukkan ke dalam pencetakan
lembaran. Pembentukan lembaran dilakukan dengan menggunakan alat
pencetak lembaran ukuran 25 cm x 25 cm x 15 cm. Tujuan dari pembentukan
lembaran untuk memberikan bentuk lembaran yang seragam mungkin sehingga
dapat dihasilkan lembaran yang seragam pada arah melintang luas papan.
4. Pengempaan panas (hot pressing)
Pengempaan dilakukan pada kempa panas dengan suhu 1500 C serta waktu
yang digunakan adalah 10 menit dengan tekanan 25 kg/cm2.
5. Pengkondisian (conditioning)
Papan yang baru dibentuk didinginkan terlebih dahulu sebelum ditumpuk.
Penumpukan papan partikel pada kondisi panas akan menghambat proses
pendinginannya dan memberikan efek negatif terhadap papan itu sendiri,
pengamplasan dan menurunkan kekuatan. Pengkondisian dilakukan untuk
menyeragamkan kadar air dan menghilangkan tegangan sisa yang terbentuk
selama proses pengempaan panas selama 14 hari pada suhu kamar. Selain itu
pengkondisian dimaksudkan agar kadar air mencapai kesetimbangan.
6. Pemotongan contoh uji
Papan partikel yang telah mengalami conditioning kemudian dipotong sesuai
dengan tujuan pengujian yang dilakukan. Ukuran contoh uji disesuaikan
dengan standar pengujian SNI tentang papan partikel. Pola pemotongan untuk
pengujian seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola Pemotongan Horizontal Permukaan Contoh Uji untuk Pengujian Keterangan :
A. Contoh uji MOE dan MOR (20 cm x 5 cm)
B. Contoh uji untuk ketahanan terhadap serangan rayap (20 cm x 5 cm) C. Kerapatan dan kadar air (10 cm x 10 cm)
D. Contoh uji internal bond (5 cm x 5 cm)
E. Contoh uji pengembangan tebal dan daya serap air (5 cm x 5 cm)
A
D
E
C
Proses penelitian secara singkat dapat disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
Pengujian Papan Partikel Pengkondisian selama 14 hari
Pencampuran (blending) partikel sawit dengan perekat UF dan styrofoam dengan perbandingan 60:40 ;70:30 ; 80:20 dan 90:10 Partikel kelapa sawit dikeringkan dengan oven hingga KA ± 5 %
Batang kelapa sawit
Pembentukan lembaran papan kerapatan = 0,7 g/cm3 dimensi = 25 cm x 25 cm x 1 cm
Pengempaan (hot pressing) dengan tekanan 25 kgf/cm2 suhu 1500C dan waktu 10 menit
Pengujian ketahanan terhadap rayap tanah sesuai dengan SNI 01-7207-2006 Pengujian sifat fisis dan mekanis
berdasarkan SNI 03-2105-2006
Disaring menjadi ukuran 20 mesh, 35 mesh dan 50 mesh
Pemotongan contoh uji
Pengujian Sifat Fisis
1. Kerapatan Papan Partikel
Kerapatan dihitung berdasarkan berat dan volume contoh uji. Contoh uji
berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm ditimbang beratnya (m), lalu diukur rata-rata
panjang, lebar, dan tebalnya untuk menentukan volume contoh ujinya (V).
Pengukuran dilakukan pada dimensi panjang dan lebar sebanyak 2 titik
pengukuran serta dimensi tebal sebanyak 4 titik pengukuran. Nilai Kerapatan
dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan :
Ρ = kerapatan (g/cm3
)
m = berat contoh uji kering udara (g) V = volume contoh uji kering udara (cm3)
2. Kadar Air
Penetapan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal
contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan
pada suhu (103 ± 2)℃. Contoh uji berukuran 10 cm x10 cm x 1 cm. Kadar air
papan dihitung dengan rumus:
Keterangan:
KA = kadar air (%)
B0 = berat awal contoh uji (g)
B1 = berat kering oven contoh uji (g)
3. Pengembangan Tebal
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Contoh uji dalam kondisi kering
udara diukur rata-rata dimensi tebal pada 4 titik pengukuran (T1). Selanjutnya
contoh uji direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam, lalu diukur
kembali rata-rata dimensi tebal pada 4 titik pengukuran (T2). Nilai pengembangan
tebal dihitung dengan rumus:
Keterangan:
PT = pengembangan tebal (%)
T1 = tebal contoh uji sebelum perendaman (g)
T2 = tebal contoh uji setelah perendaman (g)
4. Daya Serap Air
Daya serap air papan dilakukan dengan perendaman dalam air dingin selama 2
jam dan 24 jam. Contoh uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm. Daya serap air tersebut
dihitung dengan rumus:
Keterangan :
DSA = daya serap air (%)
B1 = berat contoh uji sebelum perendaman (g)
B2 = berat contoh uji setelah perendaman (g)
Pengujian Sifat Mekanis
1. Keteguhan Rekat Internal
Contoh uji ukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm terlebih dahulu diukur dimensi
panjang dan lebar untuk mendapatkan luas permukaannya, kemudian contoh uji
direkatkan pada dua buah blok besi dengan perekat epoksi dan dibiarkan
uji sampai beban maksimum menggunakan UTM merk Instron. Cara pengujian
dapat dilihat pada Gambar 3.
Arah beban
Balok besi
Perekat epoksi Contoh Uji
Gambar 3. Pengujian keteguhan rekat internal
Nilai keteguhan rekat internal atau Internal Bond (IB) dihitung dengan
rumus berikut:
Keterangan :
IB = Internal Bond atau keteguhan rekat internal (kg/cm2), P max = beban maksimum (kg)
A = luas permukaan contoh uji (cm2) P = panjang papan
L = lebar papan
2. Modulus Lentur atau Modulus of Elasticity (MOE)
Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian modulus
patah (MOR), sehingga contoh ujinya adalah sama yaitu berukuran 20 cm x 5 cm
x 1 cm. Pengujian dilakukan pada kondisi kering udara dibentangkan dengan
pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga. Kecepatan pembebanan
sebesar 10 mm/menit yang selanjutnya diukur besarnya beban yang dapat ditahan
oleh contoh uji tersebut sampai batas proporsi.
P max IB =
A
Pola pembebanan dalam pengujian disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengujian MOE dan MOR
Keterangan :
P = posisi dan arah pembebanan L = jarak sangga (cm)
Nilai MOE dihitung dengan rumus berikut:
MOE =
3 3
4 ybh PL ∆ ∆
Keterangan :
MOE = Modulus of Elasticity atau modulus lentur (kg/cm2)
ΔP = perubahan beban yang digunakan (kg) L = jarak sangga (cm)
Δy = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
3. Modulus patah atau Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian modulus patah menggunakan contoh uji yang sama dengan
contoh uji pengujian modulus elastisitas. Contoh pengujian MOR dapat dilihat
pada Gambar 4. Nilai MOR dihitung dengan rumus berikut:
½ L ½ L
MOR = 2 2
3 bh
PL
Keterangan :
MOR = Modulus of Rupture atau modulus patah (kg/cm2), P = berat beban maksimum (kg)
L = jarak sangga (cm) b = lebar contoh uji (cm) h = tebal contoh uji (cm).
Pengujian Ketahanan Papan Partikel Terhadap saerangan Rayap Tanah
Contoh uji ketahanan papan partikel terhadap serangan rayap tanah adalah
20 cm x 5 cm x 1 cm. Pengujian dilakukan dengan cara grave yard test (uji kubur)
di Hutan Tridarma USU. Sebelum diuji kubur, contoh uji dikeringkan dahulu
dalam oven selama 24 jam pada suhu 103 ± 2 oC. Setelah dioven contoh uji
ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur awalnya (BKT1), kemudian
contoh uji dikubur selama 100 hari.
Penguburan dilakukan secara acak dengan ketentuan harus terdapat sarang
rayap di tempat yang akan dipilih, jarak antar sampel tidak kurang dari 30 cm,
kemudian dilakukan penggalian untuk penguburan. Sampel dibiarkan 5 cm dari
bagian ujung papan partikel terlihat di atas permukaan tanah dan diberi tanda
menggunakan seng. Setelah 100 hari, contoh uji diambil dan dibersihkan dari
tanah. Kemudian dioven kembali dengan suhu 103 ± 2 oC selama 24 jam dan
ditimbang beratnya (BKT2). Persentase penurunan berat contoh uji dihitung
P = 100% 1
2 1
x BKT
BKT
BKT −
Keterangan:
P = penurunan berat (%)
BKT1 = berat kayu kering tanur sebelum diumpankan (g)
BKT2 = berat kayu kering tanur setelah diumpankan (g).
Selain menghitung persentase penurunan berat, penilaian juga dilakukan
secara visual dengan mementukan derajat proteksi berdasarkan scoring
(pemberian nilai), seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Penilaian terhadap kerusakan contoh uji pada grave yard test
Tingkat Kondisi Contoh Uji Skor
A Utuh (tidak ada serangan gigitan) 0
B Serangan ringan (ada bekas gigitan rayap) 1-20 C Serangan sedang berupa saluran-saluran yang tidak dalam dan
melebar 21-40
D Serangan berat berupa saluran-saluran yang dalam dan lebar 41-60 E Serangan hancur (lebih dari 50 % penampang melintang habis
dimakan rayap) 61-80
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian sifat fisis
dan mekanis papan partikel terhadap kstandar SNI 03-2105-2006 dengan
persyaratan yang ditetapkan. Adapun persyaratan yang ditetapkan oleh SNI
03-2105-2006 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Sifat fisis dan mekanis papan partikel berdasarkan SNI 03-2105-2006
No. Sifat fisis dan mekanis SNI 03-2105-2006
1 Kerapatan (g/cm3) 0,4-0,9
2 Kadar air (%) maks 14
3 Daya serap air (%) -
4 Pengembangan tebal (%) maks 12
5 MOR (kg/cm2) ≥82
6 MOE (kg/cm2) ≥20.400
7 Internal bond (kg/cm2) min 1,5
Pengujian ketahanan papan partikel terhadap rayap tanah dilakukan
dengan metode uji kubur. Data hasil penelitian dibandingkan dengan SNI
01-7270-2006. Adapun klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan
penurunan berat yang ditetapkan SNI disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat sesuai SNI 01-7207-2006
Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)
I Sangat tahan < 3,52
II Tahan 3,52 – 7,50
III Sedang 7,30 – 10,96
IV Buruk 10,96 – 18,94
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis Papan Partikel
Sifat fisis papan komposit adalah sifat yang tidak berhubungan dengan
pengaruh gaya dari luar. Sifat fisis pada dasarnya sangat penting untuk diketahui
karena memiliki pengaruh besar terhadap kekuatan dan tampilan papan yang
digunakan. Ada 4 sifat yang termasuk sifat fisis, yaitu kerapatan, kadar air, daya
serap air dan pengembangan tebal.
Kerapatan
Kerapatan papan didefenisikan sebagai massa atau berat persatuan volume
(Haygreen dan Bowyer, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
kerapatan papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 0,52-0,60 g/cm3. Hasil
rata-rata kerapatan papan partikel disajikan pada Gambar 5 dan data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 5. Nilai rata-rata kerapatan papan partikel
Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan papan partikel
cenderung semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah perekat Urea
Formaldehida. Selain itu terdapat kecenderungan penurunan nilai kerapatan
seiring dengan ukuran partikel yang semakin kecil dan halus. Adanya perbedaan
nilai kerapatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi
perekat Urea Formaldehida dan styrofoam, ukuran partikel, dan kerapatan bahan
baku yang digunakan dalam pembuatan papan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan papan partikel paling
tinggi adalah 0,60 g/cm3 dengan perlakuan perbandingan perekat UF : SF adalah
90:10 dan ukuran partikel yang digunakan adalah 20 mesh. Semakin banyak
perekat yang digunakan semakin tinggi nilai kerapatan yang dihasilkan. Hal ini
terjadi karena dengan bertambahnya jumlah perekat, semakin luas bagian
permukaan yang saling mengikat, sehingga mencegah terjadinya rongga-rongga
kecil yang dapat menurunkan nilai kerapatan papan. Nilai kerapatan terendah
adalah 0,52 g/cm3 yang didapat dari perlakuan perbandingan perekat UF : SF
adalah 60:40 dan ukuran partikel yang digunakan adalah 50 mesh. Pada perlakuan
ini jumlah perekat paling sedikit digunakan yaitu 60% dari total keseluruhan
kebutuhan perekat. Hal ini sejalan dengan penelitian Sulastiningsih dkk (2008)
yang menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah perekat, maka semakin tinggi
kerapatan papan partikel. Lebih lanjut, hal ini sesuai dengan penelitian Sudarsono
dkk (2010) tentang pembuatan papan partikel berbahan baku sabut kelapa dengan
bahan pengikat alami (lem kopal). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
komposisi perekat sangat mempengaruhi kerapatan (density). Semakin tinggi
Faktor lain yang mempengaruhi nilai kerapatan papan yang dihasilkan
adalah ukuran partikel yang digunakan dalam pembuatan papan. Dapat dilihat
pada Gambar 5 bahwa dari ketiga ukuran partikel yang digunakan (20 mesh, 35
mesh, dan 50 mesh) rata-rata nilai kerapatan terendah terdapat pada papan yang
menggunakan ukuran partikel terkecil (50 mesh). Semakin kecil ukuran partikel,
nilai kerapatan yang dihasilkan cenderung semakin menurun. Hal ini terjadi
karena untuk menyatukan partikel yang lebih kecil dibutuhkan lebih banyak
jumlah perekat, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan penambahan jumlah
perekat untuk partikel yang berukuran lebih kecil. Hal ini sesuai dengan Maloney
(1993) yang menyatakan bahwa pengunaan partikel yang terlalu halus akan
mengurangi kekuatan dan kekompakan papan partikel itu sendiri karena
konsentrasi perekat pada permukaan partikel akan menjadi rendah sekali. Hal ini
menyebabkan tidak satupun papan yang dihasilkan mencapai kerapatan target
yaitu 0,7 gr/cm3.
Selain faktor komposisi perekat dan ukuran partikel, nilai kerapatan
papan juga dipengaruhi oleh kerapatan bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan papan. Semakin tinggi kerapatan bahan baku yang digunakan, maka
semakin tinggi pula nilai akhir kerapatan papan partikel yang dihasilkan. Bahan
baku papan partikel berasal dari batang kelapa sawit bagian dalam. Bakar (2003)
mengemukakan bahwa kerapatan batang kelapa sawit bagian dalam berkisar
antara 0,28-0,35 g/cm3. Sifat batang kelapa sawit bagian dalam ini mempengaruhi
kerapatan partikel yang digunakan sebagai bahan baku. Hal ini menyebabkan
Secara keseluruhan tidak satupun kerapatan papan yang dihasilkan
mencapai kerapatan target, namun semua papan memiliki nilai kerapatan yang
sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Berdasarkan SNI 03-2015
2006 nilai kerapatan yang disyaratkan adalah 0,4-0,9 gr/cm3, sedangkan nilai
kerapatan papan yang dihasilkan berkisar antara 0,52-0,6 gr/cm3 . Hal ini berarti
seluruh papan yang dihasilkan sudah memenuhi standar SNI. FAO (1996)
mengklasifikasikan papan partikel berdasarkan kerapatannya menjadi tiga
golongan, yaitu :
5. Papan partikel berkerapatan rendah (low density particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
6. Papan partikel berkerapatan sedang (medium density particleboard), yaitu
papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 – 0,8 g/cm3.
7. Papan partikel berkerapatan tinggi (high density particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Berdasarkan data ini maka secara keseluruhan papan partikel yang dihasilkan
merupakan papan partikel berkerapatan sedang yaitu 0,52-0,6 gr/cm3.
Kadar Air
Hasil rata-rata kadar air papan partikel batang kelapa sawit (BKS) berkisar
antara 10,04 - 11,19%. Nilai rata-rata kadar air disajikan pada Gambar 6 dan data
Gambar 6. Nilai rata-rata kadar air papan partikel
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai kadar air papan partikel
cenderung semakin menurun seiring dengan bertambahnya komposisi perekat UF.
Ukuran partikel tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kadar
air papan yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air tertinggi adalah 11,19
% yang terdapat pada perbandingan 60:40 dengan ukuran partikel 50 mesh.
Semakin kecil ukuran partikel, semakin tinggi nilai kadar air yang dihasilkan. Hal
ini terjadi karena semakin kecil ukuran partikelnya, semakin banyak
rongga-rongga yang terdapat pada papan. Munculnya rongga-rongga-rongga-rongga ini disebabkan
karena kurangnya perekat yang dibutuhkan untuk menyatukan partikel-partikel
yang lebih kecil dan halus. Pada Gambar 6 terlihat bahwa nilai kadar air tertinggi
rata-rata terdapat pada ukuran partikel yang paling kecil yaitu 50 mesh. Hal ini
didukung oleh Maloney (1993) yang menyebutkan bahwa selain absorbsi bahan
baku dan ketahanan perekat terhadap air, yang mempengaruhi papan partikel
terhadap penyerapan air adalah (1) volume ruang kosong yang dapat menampung
10.6210.79 10.61 10.54 10.52
air diantara partikel, (2) saluran kapiler yang menghubungkan ruang satu dengan
ruang kosong yang lain.
Selain ukuran partikel nilai kadar air papan juga dipengaruhi oleh
komposisi perekat UF dan styrofoam. Gambar 6 memperlihatkan bahwa nilai
kadar air dari setiap perbandingan semakin menurun seiring dengan bertambahnya
jumlah perekat. Nilai kadar air pada perbandingan 60:40 > 70:30 > 80:20 > 90:10.
Dengan kata lain semakin banyak perekat yang digunakan, semakin rendah nilai
KA papan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Mawardi (2009)
tentang mutu papan partikel dari batang kelapa sawit dengan perekat polystyrene.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah perekat berpengaruh positif
pada nilai kadar air. Semakin tinggi komposisi perekat, semakin rendah nilai KA
papan. Hal ini dikarenakan perekat yang lebih banyak akan menutupi rongga sel
partikel kelapa sawit dengan sempurna sehingga tidak mudah terhidrolisis. Lebih
lanjut, hal ini semakin dipertegas dengan penelitian Sulastiningsih dkk (1988)
mengenai papan partikel dengan bahan baku kayu. Jumlah perekat yang banyak
akan meningkatkan ikatan antar partikel sehingga papan partikel yang dibuat lebih
tahan terhadap air dan lebih stabil.
Berdasarkan SNI 03-2015-2006 nilai kadar air papan partikel yang
ditetapkan adalah ≤ 14%. Hasil rata -rata nilai kadar air papan yang dihasilkan
berkisar antara 10,04-11,19%. Dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan nilai
Daya serap air
Pengujian daya serap air (DSA) dilakukan secara bertahap pada tingkatan
waktu tertentu. Contoh uji papan komposit direndam selama 2, 6, 12 dan 24 jam.
Hal ini dilakukan untuk melihat daya serap papan dengan lebih teliti. Namun pada
Gambar 7 nilai DSA yang ditampilkan hanya 2 jam dan 24 jam untuk melihat
perbedaan nilai DSA yang lebih signifikan. Hasil rata-rata nilia DSA papan
partikel perendaman 2 dan 24 jam disajikan pada Gambar 7 dan data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 7. Nilai DSA papan partikel 2 jam dan 24 jam
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan nilai daya serap air papan
partikel berkisar antara 51,0-175,1%. Nilai daya serap air tertinggi adalah 175,1%
yang diperoleh pada perbandingan 60:40, lama perendaman 24 jam dan ukuran
partikel 50 mesh. Nilai daya serap air terendah yaitu 51% diperoleh dari
perbandingan 90:10, lama perendaman 2 jam dan ukuran partikel 20 mesh.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai DSA papan partikel,
diantaranya adalah waktu perendaman, ukuran partikel, komposisi perekat UF dan
kerapatan papan itu sendiri. Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat nilai DSA
cenderung semakin bertambah dengan meningkatnya waktu perendaman. Selain
faktor waktu perendaman, ukuran partikel juga cenderung mempengaruhi nilai
DSA. Nilai DSA semakin meningkat seiring dengan ukuran partikel yang semakin
kecil dan halus. Rata-rata nilai daya serap air papan berukuran partikel 50 mesh >
35 mesh > 20 mesh. Nilai daya serap air terendah (terbaik) diperoleh dari papan
yang dibuat dengan partikel berukuran 20 mesh. Hal ini terjadi karena semakin
kecil ukuran partikelnya, semakin banyak pula rongga-rongga yang terdapat pada
papan. Rongga-rongga halus pada papan ini akan mudah terisi oleh air yang
menyebabkan daya serap air semakin meningkat pula. Kahfi (2007) menyatakan
bahwa penyerapan air oleh papan komposit dipengaruhi oleh faktor-faktor antara
lain ruang kosong yang dapat menampung air diantara partikel, adanya saluran
kapiler yang menghubungkan ruang kosong satu sama lainnya, luas permukaan
partikel yang tidak dapat ditutupi perekat, dan dalamnya penetrasi perekat dalam
partikel. Lebih lanjut Febrianto dkk (2008) menyatakan bahwa tingkat penyerapan
bahan baku dan polimer serta keberadaan senyawa lainnya yang dapat menolak
air.
Faktor lain yang mempengaruhi nilai daya serap air papan partikel adalah
jumlah perekat yang digunakan. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai DSA
semakin menurun seiring dengan bertambahnya jumlah perekat yang digunakan.
Nilai DSA pada perlakuan perbandingan 60:40 > 70:30 > 80:20 > 90:10. Semakin
banyak jumlah perekat yang digunakan semakin kecil nilai DSA yang dihasilkan,
yang berarti semakin tinggi kualitas papan. Semakin banyak jumlah perekat,
semakin besar pula potensi luas permukaan ditutupi perekat dan semakin kecil
potensi terjadinya ruang kosong pada papan yang dapat meyebabkan terjadinya
penyerapan air. Hal ini sesuai dengan perrnyataan Ruhendi (2008) bahwa dengan
semakin bertambahnya jumlah perekat maka daya serap air semakin menurun. Hal
tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan semakin bertambahnya perekat maka
partikel akan semakin terlapisi dengan baik oleh perekat, sehingga kontak antara
partikel dan air menjadi lebih kecil.
Faktor lain yang juga mempengaruhi nilai DSA papan adalah kerapatan
papan itu sendiri. Papan yang memiliki nilai kerapatan yang tinggi akan
berbanding terbalik dengan nilai DSA yang semakin rendah. Dapat dibuktikan
dari Gambar 5 dan Gambar 7 bahwa nilai DSA semakin meningkat seiring dengan
menurunnya nilai kerapatan. Hal ini terjadi karena papan yang berkerapatan tinggi
akan saling berikatan kuat dan semakin kompak sehingga memperkecil
munculnya celah maupun rongga yang dapat diisi oleh air saat perendaman. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Ruhendi dkk (2007) yang menyatakan bahwa
berkerapatan tinggi memiliki ikatan antara molekul partikel dengan molekul
perekat terbentuk sangat kuat sehingga molekul air sulit untuk mengisi rongga
yang terdapat di dalam papan partikel karena sudah terisi oleh molekul perekat.
Tidak ada standar yang ditentukan SNI untuk nilai daya serap air papan
partikel. Namun perlu dilakukan pengukurannya untuk menentukan penggunaan
papan yang dihasilkan. Papan yang memiliki nilai daya serap air tinggi hanya
layak untuk penggunaan interior saja. Papan yang memiliki nilai daya serap air
yang rendah cocok digunakan untuk penggunaan eksterior. Karena pada
umumnya kelemahan papan partikel hingga saat ini adalah ketahanannya terhadap
faktor cuaca sangat minim.
Pengembangan Tebal
Pengukuran pengembangan tebal ini dilakukan bersamaan dengan
pengukuran nilai DSA. Perendaman dilakukan secara bertahap yaitu dengan
waktu perendaman 2 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam dengan tujuan untuk
mendapatkan nilai fluktuasi pengembangan tebal. Hasil pengukuran
pengembangan tebal perendaman 2 jam dan 24 jam disajikan pada Gambar 8 dan
data nilai pengukuran pengembangan tebal pada perendaman 6 jam dan 12 jam
19.2
Gambar 8. Nilai PT papan partikel (a) perendaman 2 jam (b) perendaman 24 jam
Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai PT cenderung semakin bertambah
dengan meningkatnya waktu perendaman. Selain faktor waktu perendaman,
ukuran partikel juga cenderung mempengaruhi nilai PT. Nilai PT cenderung
semakin menurun seiring dengan ukuran partikel yang semakin kecil dan halus.
Selain itu kecenderungan penurunan nilai PT yang disebabkan oleh jumlah
perekat yang digunakan. Semakin tinggi komposisi perekat yang digunakan, nilai
Nilai pengembangan tebal papan partikel berkisar antara 8,6-24,3%.
Lamanya perendaman berbanding lurus dengan naiknya nilai pengembangan
tebal. Pengembangan tebal papan partikel terendah diperoleh pada perlakuan
perbandingan 90:10 dengan ukuran partikel 50 mesh, sedangkan pengembangan
tertinggi diperoleh pada perlakuan perbandingan 60:40 dengan ukuran partikel 20
mesh.
Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa pada masing-masing ukuran partikel
(20 mesh, 35 mesh, dan 50 mesh) nilai pengembangan tebal terbaik dihasilkan
dari perbandingan 90:10 yang berarti semakin banyak jumlah perekat UF maka
nilai pengembangan tebal semakin rendah. Menurunnya nilai pengembangan tebal
ini disebabkan karena semakin banyaknya jumlah perekat UF semakin luas
permukaan yang tertutupi perekat. Hal ini menyebabkan semakin banyak bagian
papan yang akan mengalami pengerasan ketika terjadi proses pemanasan
(pengempaan) yang menyebabkan papan lebih stabil dan sulit ditembus oleh air.
Haygreen dan Bowyer (1996) menerangkan bahwa perekat UF mempunyai waktu
pengerasan yang singkat dengan kempa panas ± 10 menit. Hal ini semakin
diperkuat Ruhendi (2008) bahwa dengan semakin bertambahnya jumlah perekat
maka pengembangan tebal papan partikel semakin menurun. Hal tersebut dapat
dijelaskan bahwa dengan semakin bertambahnya perekat maka partikel akan
semakin terlapisi dengan baik oleh perekat, sehingga kontak antara partikel dan
air menjadi lebih kecil. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), semakin banyak
perekat yang digunakan dalam suatu papan maka semakin stabil dimensi
Berdasarkan SNI 03-2105-2006 nilai pengembangan tebal yang
disyaratkan maksimal 12 %, maka tidak semua papan partikel yang dihasilkan
memenuhi standar. Hanya 2 papan yang memenuhi standar yaitu perlakuan
perbandingan 90:10 (50 mesh) dan perbandingan 90:10 (35 mesh). Walaupun sifat
styrofoam hidrofobik, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin
banyak styrofoam yang digunakan, semakin buruk nilai pengembangan tebal
papan. Styrofoam yang tidak dapat menyatu dengan bahan lainnya menyebabkan
rusaknya ikatan bahan baku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamani dkk
(2008) yang menyatakan bahwa terjadinya pengembangan tebal panel merupakan
kombinasi dari potensi thickness recovery, dan kerusakan dari jaringan ikatan
perekat (kekuatan ikatan antara partikel atau tekanan pada ikatan perekat). Hal ini
menyebabkan nilai pengembangan tebal sulit mencapai target yaitu < 12%.
Tujuan dari pengukuran pengembangan tebal ini adalah untuk
menyimpulkan penggunaan papan yang dihasilkan. Faktor cuaca dan lingkungan
yang ektrim akan sangat mempengaruhi papan selama penggunaan. Penggunaan
produk tanpa memperhatikan ketahanan papan terhadap air akan sangat
merugikan. Iswanto (2002) juga menjelaskan sifat pengembangan tebal papan
partikel merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan
partikel dapat digunakan untuk keperluan interior atau eksterior. Penggunaan
eksterior membutuhkan stabilitas dimensi yang tinggi yaitu nilai pengembangan
tebal yang rendah, sedangkan penggunaan interior tidak mutlak membutuhkan
stabilitas dimensi yang tinggi dengan kata lain nilai pengembangan tebal tidak
2457 Sifat Mekanis Papan Partikel
Modulus of Elasticity (MOE)
Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa Modulus of elasticity
(MOE) merupakan ukuran ketahanan kayu dalam mempertahankan perubahan
bentuk akibat adanya beban dan berhubungan langsung dengan kayu. Semakin
tinggi nilai keteguhan lentur, maka benda semakin elastis. Hasil rata-rata MOE
papan partikel dari limbah BKS disajikan pada Gambar 9 dan data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 9. Grafik rata-rata nilai MOE papan partikel
Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai MOE cenderung semakin meningkat
dengan semakin besarnya ukuran partikel yang digunakan dalam pembuatan
papan. Selain ukuran partikel, kadar perekat juga mempengaruhi nilai MOE.
Semakin tinggi kadar perekat yang digunakan, nilai MOE cenderung semakin
meningkat.
Rata-rata nilai MOE papan partikel BKS berkisar antara 2005 kg/cm2 –
4235 kg/cm2. Nilai MOE terendah diperoleh dari perlakuan perbandingan 90:10
perbandingan 90:10 dengan ukuran partikel 20 mesh. Rata-rata nilai MOE papan
partikel 20 mesh adalah 3378 kg/cm2, rata-rata nilai MOE papan partikel 35 mesh
adalah 3216 kg/cm2, dan rata-rata nilai MOE papan partikel 50 mesh adalah 2113
kg/cm2.
Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran
partikel semakin rendah nilai MOE yang dihasilkan, sebaliknya semakin besar
ukuran partikel yang dipakai semakin tinggi pula nilai MOE yang dihasilkan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1996) bahwa bahan-bahan
papan partikel yang halus cenderung menyerap banyak resin dan akan
menurunkan elastisitas papan partikel tersebut. Ukuran partikel yang terlalu kecil
atau halus membutuhkan perekat dalam jumlah yang cukup banyak karena luas
bidang permukaan partikel yang membutuhkan perkat semakin tinggi.
Selain ukuran partikel, faktor lain yang mempengaruhi nilai MOE adalah
jumlah perekat yang digunakan. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa nilai MOE
papan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah perekat. Nilai
MOE perlakuan perbandingan 60:40 < 70:30 < 80:20 < 90:10. Namun nilai ini
hanya berlaku untuk ukuran partikel 20 mesh dan 35 mesh. Nilai ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi jumlah perekat yang digunakan, semakin tinggi pula nilai
MOE papan yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya perekat,
semakin luas permukaan yang mampu saling menopang antar partikel. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1989), kandungan resin yang
semakin banyak dan penyebaran yang semakin merata akan semakin
20
Sulastiningsih (2006) bahwa nilai MOE papan partikel bambu semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah perekat.
Berdasarkan SNI 03-2105-2006 nilai MOE seluruh papan partikel BKS
yang dibuat tidak memenuhi standar yang mensyaratkan nilai MOE sebesar ≥
20.400 kg/cm2. Nilai MOE papan yang dihasilkan masih sangat jauh dari standar.
Modulus of Rupture (MOR)
Keteguhan patah papan komposit merupakan sifat mekanis yang
menunjukkan kekuatan dalam menahan beban yang bekerja terhadapnya.
Tegangan patah terjadi saat serat papan menerima beban maksimum dan pada saat
itu papan mengalami kerusakan dan sifat seperti ini biasa disebut dengan Modulus
of Rupture (MOR). Nilai rata-rata keteguhan patah papan partikel dapat dilihat
pada Gambar 10 dan data hasil pengujian keteguhan patah disajikan pada
Lampiran 3.
Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai MOR cenderung semakin meningkat
dengan semakin besarnya ukuran partikel yang digunakan dalam pembuatan
papan. Faktor komposisi perekat tidak memberikan kecenderungan yang
signifikan terhadap nilai MOR papan secara keseluruhan.
Nilai rata-rata MOR papan partikel berkisar antara 13 - 41 kg/cm2. Nilai
MOR terendah diperoleh pada perlakuan perbandingan 70:30 dan 80:20 dengan
ukuran partikel yaitu 50 mesh, sedangkan nilai MOR yang tertinggi diperoleh
pada perlakuan perbandingan 90:10 dengan ukuran partikel yaitu 20 mesh.
Berdasarkan nilai MOR ini, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan papan
partikel yang dihasilkan tidak memenuhi standar SNI 03-2105-2006 yang
mensyaratkan nilai MOR papan partikel yaitu ≥ 82 kg/cm². Rendahnya nilai MOR
papan yang dihasilkan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utama yang
menyebabkan rendahnya nilai MOR papan yang dihasilkan adalah ukuran partikel
yang digunakan.
Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin besar ukuran partikel maka nilai
MOR semakin tinggi pula, sebaliknya semakin kecil ukuran partikel maka
semakin rendah pula nilai MOR yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan Maloney (1993) yang menjelaskan bahwa nilai MOR dipengaruhi oleh
daya ikat perekat dan panjang serat. Partikel dengan ukuran yang memanjang
memungkinkan banyaknya bagian yang saling menopang dalam papan partikel
sehingga lebih kuat. Hal ini semakin diperkuat dengan hasil penelitian yang
dilakukan Setyawati dkk (2006) bahwa modulus patah papan komposit cenderung
makin tinggi dengan makin panjangnya ukuran sabut kelapa yang digunakan
Selain ukuran partikel, faktor lain yang mempengaruhi nilai MOR adalah
komposisi perekat yang digunakan dalam pembuatan papan. Semakin tinggi
jumlah perekat yang dipakai mengakibatkan nilai MOR semakin tinggi pula. Hal
ini terjadi karena semakin banyak perekat, semakin tinggi distribusi perekatnya.
Semakin rata pendistribusian perekat, semakin luas bidang yang mengeras
sehingga akan semakin meningkatkan kekuatan papan (Ruhendi, 2008). Hasil
penelitian menunjukkan pada ukuran partikel 20 mesh dan 35 mesh nilai MOR
semakin meningkat dengan bertambahnya komposisi perekat UF. Nilai MOR
perlakuan perbandingan 60:40 < 70:30 < 80:20 < 90:10. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sulastiningsih dkk (2006) bahwa nilai MOR semakin meningkat
dengan bertambahnya komposisi perekat UF.
Internal Bond (IB)
Keteguhan rekat internal adalah suatu kekuatan ikatan antar partikel dalam
lembaran papan. Keteguhan rekat internal merupakan suatu petunjuk daya tahan
papan terhadap kemungkinan pecah atau belah. Nilai rata-rata hasil pengujian IB
papan partikel dari limbah BKS disajikan pada Gambar 11 dan data selengkapnya
1.1 1.3
Gambar 11. Grafik rata-rata IB papan partikel
Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai IB cenderung semakin meningkat
dengan semakin besarnya ukuran partikel yang digunakan dalam pembuatan
papan. Selain ukuran partikel, kadar perekat juga mempengaruhi kenaikan nilai
IB. Semakin tinggi kadar perekat yang digunakan, nilai IB cenderung semakin
meningkat.
Hasil rata-rata nilai IB papan partikel berkisar antara 0,6 - 2,1 kg/cm2.
Nilai IB terendah diperoleh pada perlakuan perbandingan 60:40 dengan ukuran
partikel 50 mesh dan tertinggi diperoleh pada perlakuan perbandingan 90:10
dengan ukuran partikel 20 mesh. Secara keseluruhan hanya 2 papan saja yang
berhasil memenuhi standar SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai IB papan
partikel yaitu ≥ 1,5 kg/cm². Banyaknya papan yang tidak memenuhi standar ini
disebabkan oleh beberapa faktor.
Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai IB adalah ukuran partikel yang
digunakan. Rata-rata nilai IB papan dengan menggunakan partikel 20 mesh adalah
1,47 kg/cm². Rata-rata nilai IB papan dengan menggunakan partikel berukuran 35