• Tidak ada hasil yang ditemukan

LESI NERVUS RADIALIS LETAK TINGGI PADA FRAKTUR TERTUTUP HUMERUS SEPERTIGA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LESI NERVUS RADIALIS LETAK TINGGI PADA FRAKTUR TERTUTUP HUMERUS SEPERTIGA TENGAH"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

LESI NERVUS RADIALIS LETAK TINGGI PADA

FRAKTUR TERTUTUP HUMERUS SEPERTIGA

TENGAH

Oleh

dr. I Gusti Ngurah Gde Dwi Aryanata

Pembimbing

Dr. Made Bramantya Karna, Sp.OT(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

PROGRAM STUDI ILMU BEDAH

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang. Sebagian besar fraktur terjadi akibat trauma yang disebabkan oleh kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi, insiden 4% dari semua kejadian fraktur. Fraktur shaft dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan distal.

Salah satu komplikasi cedera fraktur humerus adalah cedera saraf, yaitu nervus radialis yang lebih dikenal dengan Holstein-Lewis fraktur merupakan fraktur simple pada sepertiga distal dengan fragmen distal tulang bergeser dan ujung proksimal menyimpang pada saraf radialis. Pertama kali di jelaskan oleh Arthur Holstein and Gwilym Lewis pada American Journal of Bone and joint Surgery tahun 1963 (Ekholm et al, 2008). Insiden cedera nervus radialis pasca fraktur humerus sebesar 11.8% dari seluruh cedera saraf perifer yang terkait patah tulang panjang (Shao et al, 2005). Hal ini terjadi karena posisi nervus radialis dan kontak langsung pada periosteum humerus pada sulkus spiralis dan melewati septum intermuscular bagian lateral, sehingga mudah terjepit, memar atau cedera. Penanganan yang tepat akan meminimalisir efek samping jangka panjang yang mungkin terjadi.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi

1.1 Anatomi Saraf Radialis

Regio Axila

Setelah mempercabangkan n. thoracodorsal dan cabang-cabang saraf aksila, korda posterior dari pleksus brakialis berlanjut kea rah distal sebagai saraf radial. Saraf radial adalah cabang terminal terbesar dari pleksus brakialis. Saraf ini berasal dari terdiri dari C5 samapi T1. Saraf radial terletak posterior arteri aksilaris di axila. Hal ini berbeda dengan saraf medianus dan ulnaris, keduanya terletak lebih anterior. Di axila distal dan lengan proksimal, saraf radial melayang lebih lanjut posterior arteri brakialis.

Sama seperti cabang-cabang lain dari plexus brachialis, saraf radialis ini terletak dibawah m. pectoralis mayor dan minor, ketika keluar axila, saraf radialis terletak superficial untuk tiga otot berikut (perbatasan posterior axillobrachialis) : (1) subscapularis otot yang masuk ke dalam kaput humerus, (2) tendon latissimus dorsi yang masuk ke kaput dan surgical neck humerus, dan (3) teres mayor yang masuk ke dalam surgical neck humerus (Fig. 3-1). Di lengan atas proksimal, saraf radial terus ke distal berjalan pada permukaan anterior kaput longus m. trisep brachii masuk melalui Triangular Interval yang dibentuk oleh m. teres mayor, Kaput longus dari m. Triseps brachii dan tulang humerus.

Axilla ke Sulkus Spiralis

Trisep memiliki tiga kepala (longus, medial dan lateral) semua berinsersi di atas olecranon, dan bertindak bersama-sama untuk mengekstensikan lengan. Nama tersebut berdasarkan asalnya masing-masing. Kaput longus dinamakan demikian karena itu berjalan sepanjang jalan dari scapula, tinggi di axila, turun ke olecranon. Ini memiliki jalur yang relatif lurus antara dua titik. Kaput medial trisep berasal sepanjang poros humerus medial dan posterior, dan tetap berada di

(4)

Kaput lateral berasal sepanjang lateral shaft humerus, dan tetap berada di lateral kaput longus trisep dan humerus. Kaput lateral dan medial trisep berjalan sejajar sepanjang humerus dalam posisi spiral. (Fig. 3-2). Insersi spiral ini mulai dari posteromedial, dan melingkar ke distal posterior, kemudian lateral, sepanjang humerus. Daerah cekungan tipis pada tulang humerus diantara sepanjang kaput lateral dan medial trisep disebut sulkus spiral.

Setelah memasukkan daerah lengan, superficial dari kaput longus trisep, saraf radial segera masuk menembus ke dalam celah antara kaput longus dan medial trisep (Fig. 3-1). Arteri brakialis profunda berjalan dengan saraf radialis di celah ini. Jalurnya bersama-sama ke posterior dan medial menuju bagian paling proksimal sulkus spiralis. Setelah mencapai sulkus spiral, saraf radial terus ke distal dengan berjalan posterior dan lateral humerus antara kaput lateral dan medial trisep (sepanjang sulkus spiralis). Saraf tetap berhubungan dengan humerus dan ditutupi oleh kaput lateral trisep sampai itu menembus septum intermuscular lateralis, kira-kira dipertengahan lengan, sedikit distal dari insersi deltoid pada humerus.

Dari Sulkus Spiralis ke Muskulus Supinator.

Distal dari ke sulkus spiral, saraf radial memasuki kompartemen fleksor dengan menembus septum intermuscular lateralis. Pada titik ini saraf radial immobile dan dangkal, dan karena itu rentan terhadap cedera. Di kompartemen fleksor, dari pertengahan lengan ke fosa antekubiti, saraf radial berjalan di bawah berikut tiga otot, yaitu: m. brachioradialis (1), (2) m. ekstensor carpi radialis longus dan m. carpi ekstensor radialis brevis (3) (Fig. 3-3). Pengaturan anatomi telah membentuk radial tunnel. Otot terakhir, m. ekstensor carpi radialis brevis, unik karena itu berasal di bawah saraf, tetapi kemudian memutar atasnya; pengaturan anatomi yang dapat menimbulkan iritasi saraf. Di wilayah ini, otot brachialis terletak medial dan posterior saraf radialis dan epikondilus lateral dari humerus berada posterior dari saraf radialis.

Distal sendi siku, saraf radial terletak di bagian paling proksimal otot supinator kaput profunda. Di daerah ini, saraf radial mengalami bifurkasi menjadi

(5)

bifurkasi ini adalah cukup variabel, dan dapat berada diproksimal atau distal dari epikondilus lateral. Memungkinkan lengan kita untuk menggantung di sisi kita dalam posisi anatomi (supinasi). Otot supinator berasal dari bagian anterior, lateral dan posterior dari tulang radius dan menempel lebih proksimal ke bagian anterior dan lateral epikondilus lateral humerus, serta bagian proximal dari permukaan posterior tulang ulna.

Saraf radial mempunyai hubungan khusus dengan otot supinator. Aput superficial otot ini membentuk "pocket", dimana saraf interoseus posterior (PIN) turun. Tepi dari pocket ini dapat mengalami fibrosis dan disebut arcade Frohse. Cabang sensorik superficial saraf radialis tetap berada superficial dari kaput superficial otot supinator.

1.2 Anatomi Otot yang dipersarafi Nervus (N.) Radialis.

Otot yang dipersarafi oleh cabang muscularis dari N. Radialis pada lengan atas. Cabang muscularis dari N. radialis pada lengan atas mempersarafi m. Triseps brachii, m. Anconeus, m. Brachioradialis, dan m. Extensor carpi radialis longus yang dikelompokkan menjadi 3 yaitu bagian medial, bagian posterior dan bagian lateral. Pada bagian medial, cabang muskularis dari n. radialis mempersarafi kaput medial dari m. Triseps Brachii. Cabang ini panjang, filamentnya lebih tipis dan berdekatan dengan n. ulnaris pada sepertiga distal dari lengan atas sehingga sering disebut sebagai Ulnar collateral nerve. Pada bagian posterior, cabang muscularis dari n. radialis keluar dari sulkus spiralis diantara m. Triseps Brachii dan tulang Humerus. Bercabang membentuk filament-filamen yang mempersarafi kaput medial dan lateral dari m. Triseps Brachii dan m. Anconeus. Pada bagian lateral, cabang muscularis n. radialis mempersarafi m. Brachioradialis, m. Extensor carpi radialis longus, dan bagian lateral dari m. Brachialis. Kaput longus dari m. Triseps Brachii dipersarafi oleh n. Axillaris.

Muskulus Triseps brachii adalah otot ekstensor sendi siku dan antagonis otot bisep dan brachialis. Otot ini juga dapat memfiksasi sendi siku ketika lengan bawah dan tangan digunakan untuk gerakan halus, misalnya, ketika menulis.

(6)

diperlukan kekuatan berkelanjutan, atau ketika diperlukan kontrol yang sinergis dari bahu dan siku atau keduanya. Kaput lateral digunakan untuk gerakan-gerakan yang kadang-kadang memerlukan intensitas kekuatan tinggi, sementara kaput medial memungkinkan gerakan lebih tepat, kekuatan rendah. Dengan origo pada scapula, kaput longus juga bertindak pada sendi bahu dan juga terlibat dalam retroversion dan adduksi lengan. Membantu menstabilkan sendi bahu pada bagian atas humerus.

Muskulus anconeus. Perannya pada ekstensi siku pada manusia tidak terlalu besar. Otot ini membantu dalam ekstensi siku, yang terutama dilakukan oleh m. triseps brachii dan mendukung siku pada ekstensi penuh. Hal ini juga mencegah kapsul sendi siku terjepit di fosa olecranon selama ekstensi siku. Anconeus juga mengabduksikan tulang ulna dan menstabilkan sendi siku. Anconeus berfungsi untuk membuat sedikit gerakan radiusterhadap ulna.

Muskulus brachioradialis memfleksikan lengan di siku. Ketika lengan pronasi, m. brachioradialis cenderung supinasi seperti pada saat fleksi. Dalam posisi supinasi, otot ini cenderung untuk pronasi seperti pada saat fleksi. Hal ini juga membantu brachii bisep. Brachioradialis merupakan fleksor siku yang lebih kuat apabila lengan dalam posisi tengah antara supinasi dan pronasi pada sendi radioulnar. Ketika pronasi, m. brachioradialis menjadi lebih aktif selama siku fleksi karena m. bisep brachii dalam kondisi mekanis yang lemah. Dengan insersi otot yang jauh dari titik tumpu siku, brachioradialis tidak perlu mengeluarkan banyak kekuatan sendi (joint torque) dibandingkan dengan m. brachialis atau m. bisep. Hal ini efektif terutama ketika otot-otot telah sudah setengah tertekuk di siku. Brachioradialis memfleksikan lengan pada siku, terutama ketika diperlukan gerakan cepat dan ketika lengan mengangkat beban berat dengan fleksi yang lambat. Otot ini digunakan untuk menstabilkan siku selama fleksi dan ekstensi cepat dengan midposisi, seperti pada saat memalu. Brachioradialis sinergis dengan brachialis dan bisep brachii, sedangkan trisep brachii dan anconeus adalah antagonis.

Muskulus extensor carpi radialis longus. Seperti namanya, otot ini adalah ekstensor pada sendi pergelangan tangan dan berjalan sepanjang sisi radial lengan,

(7)

Otot ini menggerakkan pergelangan tangan ke arah ibu jari dan bergereak menjauhi sisi palmar.

Otot yang dipersarafi oleh cabang profunda dari N. Radialis pada lengan atas. Cabang profunda dari n. radialis mempersarafi 2 otot yaitu m. Extensor Carpi Radialis Brevis dan m. Supinator. Muskulus Extensor Carpi Radialis Brevis

merupakan otor extensor yang menggerakkan tangan kea rah punggung tangan dan sebagai otot abduktor yang menggerakkan tangan kea rah ibu jari. Muskulus Supinator berfungsi untuk memutar tulang radius, untuk menggerakkan tangan ke posisi supinasi. Muskulus supinator selalu bekerja bersama m. Biseps Brachii, kecuali pada saat sendi siku dalam posisi extensi. Muskulus Supinator bekerja lebih aktif untuk supinasi dalam kondisi tanpa tahanan, sedangkan m. Biseps Brachii lebih aktif untuk supinasi dalam kondisi terbeban. Kekuatan supinasi berkurang 64% bila m. Supinator tidak berfungsi.

Otot-otot yang dipersarafi oleh n. Interosseus Posterior.

Nervus Interosseus Posterior merupakan saraf pada lengan bawah. Merupakan kelanjutan dari cabang profunda n. Radialis setelah melewati m. Supinator. Ukurannya jauh lebih kecil dibandingan cabang profunda n. radialis. Serat persarafannya berasal dari segmen servical C7 dan C8. Saraf ini mempersarafi semua otot pada sisi radial dan permukaan dorsal lengan bawah, kecuali m. Anconæus, m. Brachioradialis, M. Ekstensor Carpi Radialis Longus. Dengan kata lain, ini mempersarafi otot berikut:

 m. Extensor carpi radialis brevis. (sudah dijelaskan sebelumnya).

 m. Extensor digitorum : berfungsi untuk mengekstensikan phalang, pergelangan tangan, dan siku. Cenderung untuk memisahkan jari-rai pada saat terjadi extensi. Di jari, m. ekstensor digitorum bertindak terutama pada falang proksimal, bertindak untuk mengekstensikan sendi metacarpophalangeal.

 m. Extensor digiti minimi. Muskulus ekstensor digiti minimi merupakan 2 otot sendi. Otot ini bertindak sebagai ekstensor di kedua sendi.

(8)

punggung tangan ke arah lengan bawah dan juga mengekstensikan jari kelingking, yang berarti itu meluruskan jari kelingking dari posisi menggenggam.

 m. Ekstensor carpi ulnaris. Muskulus ekstensor carpi ulnaris mengekstensikan pergelangan tangan, tapi ketika bertindak sendiri akan menggerakkan tangan sisi ulnaris dan kemudian membantu mengekstensikan sendi siku.

 m. Supinator (sudah dijelaskan sebelumnya).

 m. Abductor pollicis longus. Aksi utamanya adalah untuk mengabduksikan jempol pada sendi carpometacarpal, dengan demikian jempol bergerak ke anterior. Hal ini juga membantu dalam mengekstensikan dan memutar jempol. Selanjutnya juga membantu untuk mengabduksi pergelangan tangan (radial deviasi) dan flexi tangan.

 m. Extensor pollicis brevis. Berdekatan dengan m. abductor pollicis longus, m. ekstensor pollicis brevis mengekstensikan dan mengabduksikan jempol pada sendi carpometacarpal dan metacarpophalangeal.

 m. Extensor pollicis longus. Berfungsi untuk mengekstensikan phalanx terminal jempol. Sementara m. abductor pollicis brevis dan m. adductor pollicis, keduanya melekat pada tendon ekstensor pollicis longus, sehingga dapat mengekstensikan jempol pada sendi interphalangeal ke posisi netral, hanya m. ekstensor pollicis longus yang bisa mencapai hyperextension penuh pada sendi interphalangeal. Ekstensi penuh pada sendi interphalangeal ini tidak mungkin, atau jauh lebih sulit dilakukan bila sendi karpal, carpometacarpal, dan metacarpophalangeal diekstensikan secara bersamaan. Demikian juga, fleksi pada sendi interphalangeal oleh m. fleksor pollicis longus jauh berkurang di fleksi pergelangan tangan.

 m. Extensor indicis : berfungsi untuk mengekstensikan jari telunjuk, dan juga membantu dalam mengekstensikan (dorsiflexion) pergelangan tangan dan sendi midcarpal. Karena jari kelingking dan jari telunjuk memiliki extensors yang terpisah, jari-jari ini dapat dipindahkan lebih independen dari jari-jari lain.

(9)

2. Etiologi Frakture Humerus

Fraktur Shaft humerus merupakan cedera umum yang dikelola oleh ahli bedah ortopedi. Di Amerika Serikat, lebih dari 237,000 fraktur humerus terjadi setiap tahun, mewakili antara 1% sampai 5% dari semua fraktur. Saraf radial paling sering terluka dalam hubungannya dengan fraktur humerus. Biasanya cedera ini terjadi antara bagian sepertiga tengah dan distal, biasanya fraktur spiral dimana fragmen distal bergeser ke proksimal dan kearah saraf radialis. Ini adalah titik di mana saraf memasuki kompartemen anterior menembus septum intermuscular lateral, dan di mana saraf tidak mobile. Saraf dapat terluka oleh fraktur itu sendiri, selama manipulasi dari fragmen-fragmen selama reduksi/operasi atau melalui jepitan oleh pembentukan kalus. Patah tulang radiaus pada bagian kaput dan colum dan fraktur tulang ulna dapat merusak saraf interoseus posterior (PIN). Penelitian telah menunjukkan kejadian kelumpuhan saraf radialis terkait dengan fraktur shaft humerus terjadi antara 2% dan 17%. Pada sistematis review 1045 kasus fraktur shaft humerus, Shao et al, 2013, mengidentifikasi insiden kelumpuhan saraf radialis sebesar 11,8%, dan pemulihan spontan yang terjadi pada 70.7% kasus tanpa eksplorasi bedah. Tingkat pemulihan meningkat menjadi 88,1% ketika kasus eksplorasi bedah dimasukkan.

Bila tulang humerus dibagi menjadi tiga, prevalensi kelumpuhan saraf radialis adalah 1,8% pada bagian proksimal, 15,2% di bagian tengah, dan 23.6% di bagian distal. Jika menggunakan klasifikasi lima bagian diadopsi maka data prevalensi kelumpuhan saraf radialis masing-masing adalah sebesar 3,4% proksimal, 10.5% mid-proksimal, 21,9% medial, 20,0% mid-distal dan 10.5% distal. Sehingga, patah tulang tengah dan mid-distal adalah paling sering dikaitkan dengan cedera saraf (p < 0.05). Untuk jenis fraktur, fraktur transverse (21.2%) dan fraktur spiral (19,8%) mengalami kelumpuhan saraf radialis (p < 0.001) secara signifikan lebih tinggi daripada fraktur oblik (8.4%) dan fracture kominutif (6,8%).

Insidens terjadinya kelumpuhan saraf radialis pada fraktur tertutup (14,8%) dan fraktur terbuka (18,2%) tidak signifikan secara statistik (p > 0.05). Dari total 1045 pasien dengan kelumpuhan saraf radialis, memberikan keseluruhan tingkat

(10)

pemulihan 88,1%. Perbedaan tingkat pemulihan antara primer (88.6%) dan sekunder pada kelumpuhan saraf radialis (93.1%) tidak signifikan.

Holstein-Lewis humeral shaft fracture.

Merupakan fraktur spiral sederhana pada sepertiga distal tulang humerus dimana fragmen tulang distal mengalami displaced dan ujung proksimal bergeser kea rah saraf radialis, digambarkan pertama kali oleh Arthur Holstein dan Gwilym Lewis dalam American Journal of Bone and Joint Surgery in 1963. Ekhlom et al, 2018 dalam penelitian mendapatkan bahwa Fraktur Holstein-Lewis secara signifikan lebih sering dikaitkan dengan kelumpuhan saraf radialis (22%), dibandingkan dengan jenis fraktur lain (8%).

Luka tembak

Luka tembak baik velositas rendah atau tinggi dapat menyebabkan kerusakan signifikan saraf radialis. Jenis cedera ini tidak biasa dan hasilnya sangat

(11)

tergantung pada apakah saraf mengalami transeksi langsung atau rusak oleh gelombang kejut atau ledakan efek projektil.

Cedera dengan benda tajam

Pisau dan kaca, misalnya, dapat langsung mencederai (transeksi) saraf dan menyebabkan disabilitas. Namun, cabang-cabang dangkal saraf radial yang paling rentan terhadap jenis cedera ini, dan sering tidak ada kerusakan permanen yang signifikan.

Cidera Iatrogenic

Cedera saraf perifer yang tidak disengaja tetapi sering merupakan komplikasi bedah ekstremitas atas. Setiap bagian dari saraf radial dan cabangnya dapat dipengaruhi. Saraf sangat rentan di pertengahan tulang humerus karena tempat ini berkontak langsung dengan periosteum dan pada bagian mana saraf radialis menembus septum intermuscular. Gejala hanya dapat dilihat setelah operasi, biasanya berupa kehilangan sensori, wrist drop atau defisit dalam extensi jari pada sendi metacarpophalangeal (MCP). Saraf dapat rusak oleh pisau bedah, Kirschner wire (K-wire), selama traksi ekstremitas atau manipulasi fraktur, oleh perangkat fiksasi seperti misalnya plate, screw dan intramedullary nails, dan dari kesalahan pengaturan posisi di meja operasi.

Thermal and crush injuries

Cedera ini dapat terjadi sebagai kasus intraoperatif tidak biasa akibat perubahan vaskular dari manset tekanan darah yang menyebabkan kelumpuhan saraf radialis. Penelitian terbaru yang dilakukan pada mayat telah menunjukkan bahwa distal locking screws dapat merusak saraf radialis ketika dimasukkan dari arah lateral ke medial. Saraf interoseus posterior sering terluka selama operasi siku seperti artroplasti siku, perbaikan fraktur kaput radius dan synovectomy. Saraf ini juga terletak di dekat portal anterolateral, dan dapat rusak selama arthroscopy siku. saraf radialis superficialis juga tidak jarang terluka setelah fiksasi K-kawat distal radius (sampai 20%). Cabang superficial dari saraf radial juga akan terluka selama arthroscopy bahu.

(12)

Penyuntikan Intramuscular

Suntikan dapat menyebabkan kerusakan saraf langsung dari jarum atau agen disuntikkan. Cedera ini kebanyakan terjadi di wilayah proksimal dari sulkus spiralis humerus dan bahkan dapat mencakup trisep muscle. Gejala biasanya segera setelah injeksi.

Compression neuropathies

Neuropati kompresi ditandai dengan lokasi di mana saraf mengalami tekanan. Salah satu istilah yang terkenal adalah 'Hanoymoon Palsy’, ketika terjadi kompresi saraf radialis di sulkus spiralis humerus setelah berkepanjangan tekanan terjadi. Saturday night palsy juga dapat terjadi dimana seseorang (biasanya dalam kondisi mabuk), tertidur dikursi dengan posisi axila bertumpuan pada sandaran kursi sehingga menimbulkan penekanan pada region axila. Kompresi juga dapat disebabkan oleh lengkungan fibrosis pada kaput lateral otot trisep, di dalam arcade Frohse, di bagian awal dari m. ekstensor carpi radialis brevis, dengan patologi pada kaput radius seperti tumor, oleh arteri radial rekuren dan oleh proses patologis sepanjang cabang sensorik (Wartenberg syndrome). Penyebab yang sangat jarang, kelainan saraf radialis oleh tumor, neuritis, repetitive overuse, sistemik dan penyakit neurologis.

Menurut klasifikasi Seddon, tahun 1943, cidera saraf perifer dibedakan menjadi 3 yaitu neuropraksia (kelas 1), axonotmesis (kelas 2) dan neurotmesis (kelas 3). a. Neuropraksia adalah adanya gangguan konduksi tanpa adanya kehilangan

(13)

konduksi saraf pada daerah akson yang terganggu. Karakteristik lain pada neuropraksia adalah merupakan jenis cedera saraf perifer yang paling ringan. terdapat masalah sensorik-motorik distal dari daerah cedera. Endoneurium, perineurium, dan epineurium intak. Tidak terdapat degenerasi wallerian. Konduksi normal pada segmen distal dan segmen proksimal, tetapi konduksi tidak terjadi diantara kedua segemen tersebut. Pemulihan konduksi defisit neurologis baik dan memerlukan waktu beberapa hari sampai minggu. EMG menunjukkan kurangnya Potensial Fibrilasi (FP) dan adanya gelombang tajam positif.

b. Axonotmesis (kelas 2), adalah cedera pada akson saraf dan selubung myelin tetapi endoneurium, perineurium dan epineurium intak. Karakteristik lain pada axonotmesis adalah adanya degenerasi Wallerian terjadi pada distal daerah cedera. Ada defisit sensorik dan motorik distal dari lesi. Tidak adanya konduksi saraf distal dari cedera (3-4 hari setelah cedera). EMG menunjukkan Potensial Fibrilasi (FP) dan gelombang tajam positif (2 sampai 3 minggu setelah cidera). Axonal terjadi regenerasi dan pemulihan masih memungkinkan tanpa pembedahan. Kadang-kadang intervensi pembedahan diperlukan akibat adanya pembentukan jaringan parut.

c. Neurotmesis adalah total disrupsi pada seluruh serabut saraf.

Karakteristik lain pada Neurotmesis adalah adanya degenerasi Wallerian distal dari lesi. Ada cidera pada jaringan ikat yang mungkin parsial atau total. Masalah sensorik-motor dan fungsi otonom yang berat. Tidak ada konduksi saraf distal dari lesi (3-4 hari setelah cidera). Temuan EMG dan NCV sesuai dengan axonotmesis. Diperlukan intervensi bedah untuk memperbaiki saraf.

(14)

Sunderland membagi derajat kerusakan serabut saraf menjadi 5 derajat. Dikutip dari Wackym dll, menurut Sunderland dan Seddon, kerusakan saraf dibagi 5 derajat atau tingkatan yaitu :

 Derajat 1: Neuropraksia. Kompresi tanpa adanya kehilangan struktur, penyembuhan sempurna.

 Derajat 2: Aksonotmesis. Transeksi akson dengan endoneurium yang intak. Degenerasi Akson: regenerasi berlangsung cepat dan penyembuhan baik,

 Derajat 3: Neurotmesis. Kehilangan lapisan serat saraf (Akson dan Endoneurium) dengan perineurium yang intak, dan penyembuhan inkomplit dengan sinkinesis.

 Derajat 4: Neurotmesis dengan kerusakan lapisan perineurium, dan penyembuhan sangat sulit.

 Derajat 5: Neurotmesis dengan kerusakan total. Tidak ada penyembuhan spontan.

3. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik (motorik, sensorik dan pemeriksaan khusus). Nervus radialis adalah cabang terminal terbesar dari plexus

(15)

arteri axilaris pada axila, yang kontras dengan nervus ulnaris dan medianus yang terletak lebih anterior. Pada lengan atas proksimal, nervus radialis berlanjut dengan berjalan di permukaan anterior kepala triseps, otot yang berasal dari aksila dari skapula lateral.

Nervus radialis terletak superficial ke tiga otot pada axila (dari proksimal ke distal); otot subskapularis yang berinsersio pada kepala humerus; dan teres mayor berinsersio pada leher humerus. Dari pertengahan lengan ke fossa antecubital, nervus radialis berjalan di bawah tiga otot yang berurutan: (1). Brachioradialis, (2). Ekstensor carpi radialis longus, dan (3). Ekstensor carpi radialis brevis.

Cabang nervus radialis pada distal forearm yaitu nervus posterior interosseus, tidak membawa sensibilitas dan hanya motorik murni. Setelah muncul dari antara dua otot supinator di kompartemen ekstensor lengan bawah, saraf interoseus posterior terletak ke ekstensor digitorum communis, dan superfisial untuk abductor pollicis longus kemudian cabang-cabang yang tidak bernama sering disebut cauda equina lengan.

Innervasi sensoris pada nervus radialis berlokasi pada distal lengan, cabang terminal melewati brachioradialis dan otot extersor carpi radialis.

(16)

Inervasi motorik sebagai “great extensor” pada ekstremitas atas, nervus radialis menginervasi empat kelompok otot: tricep, lateral epicondilus, posterior interosseus superfisialis dan posterior interosseus profunda.

1. Otot Tricep

Tricep merupakan otot pertama yang di inervasi oleh nervus radialis, serabut saraf darinproksimal menuju axilobrachial junction. Pemeriksaan otot tricep (C6-8) dengan ekstensi lengan.

2. Otot lateral epicondylus

Seluruh cabang brachioradialis (C5, C6) berasal dari nervus radialis priksimal ke epicondilus lateral. Pemeriksaan dengan fleksi lengan antara pronasi dan supinasi melawah tahanan. Untuk ekstensor carpi radialis longus (C6, C7) dan brevis (C7, C8) dengan ekstensi dan abduksi pergelangan tangan.

3. Posterior interosseus superfisialis

Kelompok ini terdiri dari ekstensor karpi ulnaris, ekstensor digitorum komunis, dan ekstensor digiti minimi, yang sering dipersarafi oleh cabang umum. Uji ekstensor carpi ulnaris (C7, C8) dengan menstabilkan lengan bawah bagian distal dan membuat ekstensi dan adduksi (menekuk ke arah ulnar) tangan.

4. Posterior interosseus profunda

Merupakan innervasi paling distal meliputi muskulus abduktor policis longus (C7, C8) dengan ekstensi ibu jari tangan menjauhi jari telunjuk sejajar telapak tangan. Ekstensor policis longus (C7, C8) dan ekstensor policis brevis (C7, C8).

Innervasi sensoris dapat membantu melokalisir tingkat cedera, terbagi atas empat kelompok sensoris diantaranya: (1) lower lateral cutaneus nerve to the arm, (2) posterior cutaneus nerve to the arm, (3) posterior cutaneus nerve to the forearm, dan (4) superficial sensory radial nerve.

Pemeriksaan penunjang dengan EMG-NCV digunakan untuk menentukan lokasi dan tingkat cedera saraf. Selain itu, EMG sangat membantu pada pasien

(17)

pemulihan. Evaluasi elektrodiagnostik tidak dapat dilakukan untuk membedakan antara saraf yang terputus dan saraf yang intak selama hari pertama setelah cedera (Robinson, 2000). Diperlukan 3-5 minggu diperlukan untuk potensi patologis denervasi otot untuk berkembang (Thomsen, 2007).

Pemeriksaan fisik nervus radialis

Pemeriksaan kekuatan otot (motorik) dan sensibilitas (nyeri, tekan, suhu, raba). (Russell, 2006). Evaluasi motorik dimulai dari tingkat paling atas, berupa:

1. Evaluasi motorik dimulai dengan kelompok otot. triceps (C6-8)

Gambar 2.5 Evaluasi otot tricep dengan ekstensi, serta kemampuan melawan tahanan.

2. Evaluasi otot lateral epicondylus, dengan cabang Brachioradialis (C5, C6), Extensor Carpi Radialis Longus (ECRL) (C6, C7), dan Brevis (C7, C8).

(18)

Gambar 2.6. Evaluasi otot brachioradialis fleksi siku dengan lengan bawah antara pronasi-supinasi.

Gambar 2.7 Otot ECRL dan ECRB diperiksa bersamaan, extensi dan abduksi tangan melawan tahanan.

Gambar 2.8 Otot supinator (C6, C7) pasien mempertahankan supinasi lengan bawah saat pemeriksa mencoba pronasi.

3. Evaluasi Posterior interosseus

1. Kelompok superfisial diantaranya Extensor Carpi Ulnaris (C7, C8) dan Extensor digitorum communis (C7, C8)

(19)

Gambar 2.9. Extensor Carpi Ulnaris, dengan bending ulnar (ekstensi dan adduksi) lengan bawah

Gambar 2.10. Extensor digitorum communis, dengan extensi kelima jari tangan melawan tahanan pada Proximal interphalangeal (PIP) joint

2. Kelompok profunda diantaranya Extensor digiti minimi (C7, C8), Abductor policis longus (C7, C8), Extensor policis longus (C7, C8), dan Extensor policis brevis (C7, C8)

Gambar 2.11. Extensor digiti minimi, ekxtensi jari ke lima pada MCP joint

(20)

Gambar 2.12. Abductor policis longus, kemampuan abduksi ibu jari

Gambar 2.13. Ekstensor policis longus dan brevis, dengan ekstensi ibu jari tangan.

Lesi pada Saraf Radialis berdasarkan lokasi.

Semua cabang-cabang di bawah wilayah lesi akan terganggu. 1. Axilla (Very high):

Biasanya disebabkan oleh dislokasi Glenohumeral, Fraktur Humerus proksimal,

Crutch palsy atau Saturday Night Palsy. Akan terjadi Total Palsy, dimana :

 Kelemahan Trisep : diperiksa dengan cara menahan ekstensi aktif dari siku

kemudian rasakan adanya kontraksi otot.

 Kelemahan Brachioradialis: diperiksa dengan menahan fleksi aktif dari

siku dengan lengan dalam posisi midprone kemudian rasakan adanya kontraksi otot.

 Wrist drop : disebabkan oleh adanya kelumpuhan extensor pergelangan

tangan.

 Finger drop: karena kelumpuhan m. extensor digitorum longus yang

menyebabkan ketidakmampuan untuk ekstensi jari pada

Metacarpo-phalangeal Joint (MCPJ).

 Thumb drop: karena kelumpuhan m. ekstensor pollicis longus dan

abduktor pollicis longus. Ekstensor pollicis longus diperiksa dengan menggerakkan MCPJ dari ibu jari dan menahan ekstensi aktif Interphalangeal Joint dari ibu jari.

(21)

Disebab oleh adanya fraktur pada shaft humerus, Hanoymoon palsy, penyuntikan, kalus, tourniquet. Gannguan yang terjadi berupa kelemahan pada Brachioradialis, Wrist drop, Finger drop, Thumb drop, Sensory loss.

3. Below Elbow (Low):

Disebabkan oleh adanya fraktur pada caput radius, dislokasi posterior dari radius pada sendi siku. Gangguan yang terjadi dapat berupa Posterior Interosseous Nerve (PIN) palsy dimana tidak didapatkan wrist drop, terdapat Finger drop, Thumb drop. Tidak didapatkan penurunan sensoris pada autonomous zone.

5. Penatalaksanaan

5.1 Penatalaksanaan Fraktur Humerus 5.1.1 Konservatif

Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif (Harorld E, 2006).

1. Hanging cast

Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.

2. Coaptation splint

Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca

(22)

3. Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)

Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang tidak bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma.

4. Shoulder spica cast

Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ektremitas atas.

5. Functional bracing

Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast atau coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah midline).

5.1.2 Pembedahan

Beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan, diantaranya:  Cedera multiple berat

 Fraktur terbuka  Fraktur segmental

 Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser  Fraktur patologis

 Siku melayang (floating elbow) pada fraktur lengan bawah (antebrachii) dan humerus tidak stabil bersamaan

(23)

Fiksasi dapat berhasil dengan; 1. Kompresi plate and screws

2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel 3. External Fixation

Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki keuntungan tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku. Biar bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada saraf radialis. Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan kanal medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus, fraktur humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan dengan lesi neurovaskuler, serta humerus non-union.

Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental dimana penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur humerus pada tulang osteopenic, serta pada fraktur humrus patologis. Antegrade nailing terbentuk dari paku pengunci yang kaku (rigid interlocking nail) yang dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah kontrol (petunjuk) fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun memiliki kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus yang berarti. Jika hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan fraktur belum mengalami union, penggantian nailing dan bone grafting mungkin diperlukan; atau dapat diganti dengan external fixator.

Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari masalah tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan kurang aman dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur. External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan fraktur segmental energy tinggi. External fixation ini juga prosedur penyelamatan yang paling berguna setelah intermedullary nailing gagal. Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi, defek

(24)

atau kehilangan tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak yang luas.

5.2 Penatalaksanaan Cedera Saraf Radialis

Saat ini konsensus untuk eksplorasi pembedahan pada cedera nervus radialis yang terkait dengan fraktur terbuka dari shaft humerus dan pengobatan yang tepat dari fraktur tertutup dengan komplikasi oleh cedera saraf radialis masih diperdebatkan. Memang, pemulihan spontan fungsi saraf radialis setelah cedera terjadi pada 73-92% pasien (Bumbasirevic, 2010). Berbagai penelitian menyatakan bahwa regenerasi saraf dapat terjadi dengan cara yang lebih memadai jika penyembuhan fraktur selesai dan selanjutnya penebalan selubung neurilemmal memungkinkan penentuan lesi saraf dan memfasilitasi perbaikan saraf (Lowe, 2002).

Berikut indikasi untuk eksplorasi segera saraf radial:

1. Fraktur terbuka yang membutuhkan debridemen dan stabilisasi

2. Fraktur yang tidak dapat diperkecil atau reduksi yang tidak dapat diterima 3. Cedera vaskular yang terkait

4. Palsi saraf radial setelah manipulas

5. Nyeri neurogenik yang sulit dipikirkan yang menunjukkan jeratan atau kompresi saraf (Korompilias et al, 2013).

Waktu optimal untuk pembedahan repair saraf masih diperdebatkan. Degenerasi motor endplate dan atrofi otot ireversibel terjadi jika reinnervasi yang cukup tidak terjadi dalam 12-18 bulan setelah cedera (Lowe, 2002). Studi eksperimental menunjukkan pemulihan fungsional yang buruk ketika perbaikan saraf tertunda selama 3 bulan karena penurunan kapasitas regenerasi neuron motoric (Fu et all, 1995).

Jika ditemukan transeksi pada nervus radialis pada saat explorasi pembedahan, primary repair di perlukan. Outcome perbaikan dipengaruhi oleh berat ringannya cedera. Graft saraf dapat dilakukan pada kasus tension neurrorrhapy atau bila terdapat gap/jeda, keberhasilannya dipengaruhi oleh jarak defek yang harus dijembatani dan waktu denervasi (Lowe, 2002). Pada pasien

(25)

tanpa fungsional reinervasi setelah perbaikan primer, dapat dilakukan tendon transfer (Kruft et al, 1997).

Tendon transfer merupakan prosedur relokasi insersi fungsional tendon otot unit untuk menggantikan hilangnya kemampuan motorik dan fungsional sisi lainnya. Indikasi yang tersering adalah pada cedera saraf perifer yang tidak mengalami perbaikan, diantaranya avulsi saraf, gagal repair dan kegagalan transfer saraf (Sammer, et all, 2009).

6. Komplikasi 6.1 Komplikasi Awal

Komplikasi awal merupakan komplikasi yang terjadi setelah cedera, diantaranya (Kenneth. et al, 2002)

1. Cedera vaskuler

Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.

2. Cedera saraf

Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi segera.

Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.

Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa

(26)

3. Infeksi

Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.

Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.

External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak perlu dilepas.

6.2 Komplikasi Lanjut (Kenneth. et al, 2002) 1. Delayed Union dan Non-Union

Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan (penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan non-union.

Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah 10%.

2. Joint stiffness

Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa minggu.

(27)

Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana pada lengan hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua memerlukan plaster splint pendek.

(28)

BAB III LAPORAN KASUS

Laki-laki 25 tahun mengeluh nyeri pada lengan kanan sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit (14 Agustu 2018). Pasien mengendarai sepeda motor, ditabrak mobil dari arah kanan sehingga lengan kanan berbenturan dengan mobil. Pasien juga mengeluhkan tidak dapat menggerakan punggung tangan keatas dan tidak dapat mengerakan ibu jari tangan kanan. Rasa kebas pada tangan didaerah sekitar ibu jari. Keluhan cidera lain disangkal.

Gambaran umum pasien dalam batas normal, evaluasi ekstremitas atas kanan di dapatkan, klinis seperti di tampilkan jelas di pada Gambar.

 Inspeksi : bengkak (+) pada sepetiga tengah lengan atas, deformitas (+) berupa angulasi, memar (+).

Palpasi : nyeri pada sepertiga tengah lengan atas, krepitasi dan false movement (+) dievaluasi pada saat pemasangan splint. Hipoestesia dirasakan pada daerah sekitar ibujari sampai jari tengah.

 Pergerakan : Pergerakan aktif sendi siku terbatas karena nyeri. Tidak mampu extensi dan abduksi ibu jari tangan, ekstensi pada pergelangan tangan kanan (wrsit drop), flexi aktif pergelangan tangan kanan intak dan tidak dapat melakukan abduksi kelima jari pada tangan kanan.

(29)

Gambar 3.1 Foto klinis pasien

Gambar 3.2. Foto x-ray humerus kanan dengan posisi anteroposterior (AP) dan lateral.

Dilakukan foto x-ray humerus kanan dengan posisi anteroposterior (AP) dan lateral (Gambar 3.2). Didapatkan gambaran fraktur humerus dextra sepertiga tengah dengan angulasi pada posisi AP sebesar 200 dan posisi Lateral sebesar 250.

Pasien di diagnosa dengan Fraktur Tertutup Humerus Dextra Sepertiga Tengah dengan lesi Nervus Radialis letak tinggi. Tatalaksana dengan Reduksi Terbuka Fiksasi Interna dengan menggunakan Plate dan Screw dan dilakukan explorasi saraf segera, dalam kasus ini tindakan operasi dikerjakan 3 hari setelah cidera. Selama proses persiapan operasi, pada pasien dikerjakan Reduksi tertutup dan pemasangan U-slab immobilization. Dilakukan foto x-ray control posisi AP dan Lateral setelah pemasangan U-slab. (Gambar 4)

(30)

Gambar 4. Dilakukan foto x-ray control posisi AP dan Lateral setelah pemasangan U-slab. Didapatkan angulasi pada posisi AP 100 dan pada posisis lateral 50.

(31)

Gambar 5. Foto klinis pasien setelah dilakukan pemasangan U-slab.

Dalam proses pembedahan tidak ditemukan cidera pada Nervus radialis dan dilakukan ORIF PS pada tulang humerus. Pasca pembedahan dilakukan foto x-ray kontrol posisi AP dan Lateral. (Gambar 6 dan 7)

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Gambar 7. Foto x-ray control pasca operasi.

Pasca operasi pasien dalam kondisi hemodinamik stabil, dengan keluhan nyeri yang dapat ditoleransi dengan penggunaan obat oral. Keluhan kelemahan pada pergelangan tangan pasca operasi masih belum dirasakan perubahan. Pasien kemudian dipulangkan dari rumah sakit setelah 4 hari perawatan.

Selama kontrol dipoliklinik pada hari ke-8 paska operasi, pasien dalam kondisi hemodinamik stabil, keluhan nyeri ringan, pasien masih mengeluhkan rasa kebas pada daerah ibu jari sampai jati tengah namun mulai dapat mengerakkan/elevasi ibu jari kurang lebih 1 cm. Tidak didapatkan tanda infeksi pada luka operasi.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika: Jakarta.

Bloch, B. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica :Yogyakarta p. 1028-1030

Bumbasirevic, M. 2010. The management of humeral shaft fractures with associated radial nerve palsy: a review of 117 cases. Arch Orthop Trauma Surg vol 130:519–22.

Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs; In: Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell Publishing; Oxford University; p 169-170

Ekholm R., et al. 2008. The Holstein-Lewis Humeral Shaft Fracture: Aspects of Radial Nerve Injury, Primary Treatment, and Outcome. J Orthop Trauma vol 22:693-697.

Epomedicine. (2014, 12 Mei). Examination of Radial Nerve Palsy or Injury. http://epomedicine.com/clinical-medicine/autonomous-sensory-zones-of-peripheral-nerves/(diakses 25 agustus 2018).

Fu SY, Gordon T. 1995. Contributing factors to poor functional recovery after delayed nerve repair: prolonged denervation. J Neurosci vol 15:3886–95.

Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p.110-111.

Holstein A, Lewis G.M,. 1963. Fractures of the humerus with radial nerve paralysis. J Bone Joint Surg vol 45:1382–8

Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43: Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company : New York

Korompilias, A.V. et all. 2013. Approach to radial nerve palsy caused by humerus shaft fracture: Is primary exploration necessary?. Injury, Int. J. Care Injured vol 44:323-326

Kruft S, et al. 1997. Treatment of irreversible lesion of the radial nerve by tendon transfer: indication and long-term results of the Merle d’Aubigne procedure. Plastic Reconstr Surg vol 100:610–8.

(34)

Lowe J, et al. 2002. Current approach to radial nerve paralysis. Plastic Reconstr Surg vol 110:1099–112.

Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI : Jakarta

Maurice, K. 1997. Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235

Paulsen, Friedrich; Waschke, Jens. 2013. Sobotta: Atlas of Human Anatomy, General Anatomy and Musculoskeletal System. In Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol.1, 15th ed., English/Latin, 4 –5. London: Urban & Fischer.

Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal 380-395.

Robinson, L.R,. 2000. Traumatic injury to peripheral nerves. MuscleNerve vol 23:863–73.

Russell, S.M. 2006. The diagnostic anatomy of the radial nerve; in Examination of Peripheral Nerve Injuries an anatomical approach. Thieme. New York

Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I, Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Surabaya

Sammer, D.M. et al. 2009. Tendon Transfers part 1; principles of Transfer and Transfers for Radial Nerve Palsy. Plast Reconstr Surg. 125(5):169c-177c

Shao Y.C, et all. 2005. Radial nerve palsy associated with fractures of the shaft of the humerus. A systematic review. J Bone Joint Surg Brit Vol 87:1647–52.

Thomsen, N.O., Dahlin, L.B,. 2007. Injury to the radial nerve caused by fracture of the humeral shaft: timing and neurobiological aspects related to treatment and diagnosis. Scand J Plast Surg Hand Surg vol41:153–7.

Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC : Jakarta.

YuLin, et all. 2013. Review of Literature of Radial Nerve Injuries Associated with Humeral Fractures- An Integrated Management Strategy. PLoS ONE 8(11); e78576.

Gambar

Gambar 2.5 Evaluasi otot tricep dengan ekstensi, serta  kemampuan melawan tahanan.
Gambar 2.6. Evaluasi otot brachioradialis fleksi siku  dengan lengan bawah antara pronasi-supinasi
Gambar  2.11.  Extensor  digiti  minimi,  ekxtensi  jari  ke  lima  pada  MCP joint
Gambar  2.12.  Abductor  policis  longus,  kemampuan  abduksi  ibu  jari
+5

Referensi

Dokumen terkait

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun diantar orang tuanya ke puskesmas dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu.. Pada pemeriksaan ditemukan gametosit berbentuk

Tatalaksana pada intoksikasi ben#odia#epin adalah air$ay support &amp;bila ter!adi depresi napas', supporti%e care dan monitoring !ika obat diminum kurang dari + !am dapat

Mara Advertising, terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat melaksanakan Kuliah Kerja Media (KKM) dan

Demikian dengan MVA merupakan nilai yang diterima oleh investor dari investasi yang dilakukan yang tercermin dari harga saham perusahaan, semakin besar MVA maka semakin positif

Catatan: Anda tidak direkomendasikan untuk mencoba melakukan dengan titik-titik sampel sejumlah 10.000 jika Anda tidak bekerja dengan komputer yang mampu bekerja cepat, karena

Petempatan konsesi merupakan petempatan yang dipajak kepada sesebuah kuasa asing, manakala petempatan antarabangsa merupakan petempatan-petempatan konsesi yang

PETA INDIKATIF ARAHAN PEMANFAATAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG TIDAK DIBEBANI IZIN. UNTUK USAHA PEMANFAATAN HASIL

Sistem informasi adalah suatu sistem dalam sistem dalam suatu organi suatu organisasi sasi yang mempertem yang mempertemukan ukan kebutuhan pengolahan transaksi harian