• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN HUMANIS DALAM NOVEL TOTTO-CHAN GADIS CILIK DI JENDELA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN HUMANIS DALAM NOVEL TOTTO-CHAN GADIS CILIK DI JENDELA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

77

BAB IV

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN HUMANIS DALAM NOVEL TOTTO-CHAN GADIS CILIK DI JENDELA

Nilai pendidikan humanis dalam penelitian ini adalah pesan-pesan yang ingin disampaikan lewat media tertulis khususnya dalam hal ini novel Totto-chan Gadis Cilik di Jendela Karya Tetsuko Kuroyanagi kepada masyarakat yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai pendidikan tersebut merupakan nilai pendidikan humanis. Nilai itu kemudian terwujud dalam suatu pola tindakan yang diharapkan oleh dunia pendidikan mampu membawa anak kearah perubahan pribadi yang baik. Oleh karena itu, pembahasan mengenai nilai-nilai pendidikan dalam novel Totto-chan Gadis Cilik di Jendela Karya Tetsuko Kurayanagi meliputi hubungan antar sesama manusia, akan tetapi perlu penulis tegaskan kembali bahwa upaya memunculkan pesan pendidikan tersebut melalui pemahaman kata atau kalimat yang terdapat dalam dialog dan karakter para tokoh yang disampaikan melalui tulisan.

Adapun nilai-nilai pendidikan humanis dalam novel Totto-chan Gadis Cilik di Jendela Karya Tetsuko Kurayanagi adalah sebagai berikut.

1. Membebaskan

Menurut teori belajar Rogers mengatakan bahwa keinginan untuk belajar anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa di halangi oleh ruang kelas, pakaian, tempat duduk, peraturan

(2)

sekolah yang mematikan daya kreativitas maupun guru yang mengatur. Belajar atas inisiatif sendiri, anak-anak belajar tidak hanya selama jam

belajar sekolah tetapi juga pada waktu jam bermain mereka.1

a. Jalan-jalan Sambil Belajar

Sekolah Tomoe merupakan sekolah alam. Sekolah alam adalah sekolah yang menyeimbangkan antara pelajaran wajib di ruang kelas dengan jadwal belajar di luar kelas. Pada pelajaran di luar kelas, murid diperkenalkan pada alam, karena menurut Kepala Sekolah Kobayashi alam menyimpan berbagai ilmu pengetahuan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

“Lihat bunga sesawi itu. Kalian tahu mengapa bunga-bunga mekar?” Guru menjelaskan tentang putik dan benang sari, sementara anak-anak berjongkok di pinggir jalan mengamati bunga-bunga itu. Guru menjelaskan bagaimana kupu-kupu

membantu bunga-bunga menyerbukan benang sari ke putik.”2

Pada kutipan di atas, guru menjelaskan tentang faktor penyebab mekarnya sebuah bunga. Guru tersebut menjelaskan tentang putik dan benang sari serta penyerbukan tanaman yang dibantu oleh kupu-kupu. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa jalan-jalan yang dilaksanakan oleh guru dan murid-murid sangat bermanfaat karena dengan jalan-jalan tersebut murid-murid mendapatkan pelajaran yang sangat berharga tentang ilmu pengetahuan alam.

1 Eve Nelindhy, Strategi Pembelajaran Matematika Sekolah Alam, (Surakarta: Skripsi

UMS, 2010), hlm. 16

2

Tetsuko Kuroyanagi. Totto-chan Gadis Cilik di Jendela, Terj. Widya Kirana, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014), hlm. 49.

(3)

Di sekolah lain, murid hanya belajar teori secara formal di ruang kelas tetapi berbeda dengan Sekolah Tomoe yang menyeimbangkan teori dan praktik dalam pengajarannya. Pelajaran secara teori hanya menekankan pada kata-kata tertulis dan lebih cenderung menyempitkan pandangan murid terhadap alam. Menurut Kepala Sekolah Kobayashi, mendekatkan murid pada alam akan membuat mereka lebih merasakan kehadiran Tuhan sebagai pencipta alam dan dapat mengembangkan kepekaan dalam berimajinasi. Metode pendidikan yang menyeimbangkan antara teori dan praktik ini dapat membuat murid mengerti dan menyerap pelajaran dengan cepat karena mereka tidak hanya membayangkan tetapi langsung mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

b. Jadwal Pelajaran Wajib dan Jadwal Bermain

Menurut Jahja bermain sangat penting bagi anak karena mengandung dua fungsi, yaitu (1) fungsi kognitif. Melalui bermain, anak-anak dapat menjelajahi lingkungannya, mempelajari objekobjek di sekitarnya, dan belajar memecahkan masalah yang dihadapinya. Melalui permainan memungkinkan anak untuk mengembangkan kopetensi dan keterampilan yang diperlukannya dengan cara yang menyenangkan, dan (2) fungsi emosi. Permainan memecahkan sebagian emosi anak, belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin. Permainan memungkinkan anak untuk melepaskan energi fisik yang berlebihan dan membebaskan perasaan-perasaan terpendam karena tekanan batin terlepaskan dalam

(4)

permainan, sehingga anak dapat mengatasi masalah-masalah dalam

kehidupannya.3

Sekolah Tomoe tidak hanya memiliki jadwal pelajaran wajib, namun juga memiliki jadwal bermain untuk murid. Jadwal pelajaran wajib dilaksanakan dari pagi menjelang waktu makan siang, sedangkan jadwal bermain dilaksanakan setelah makan siang hingga lonceng pulang berbunyi. Jadwal bermain untuk murid terdapat pada kutipan berikut.

“Lewat tengah hari, setelah pelajaran selesai, murid-murid Tomoe bermain bersama seperti biasa. Mereka boleh melakukan apa saja sampai bel terakhir berbunyi, setelah itu mereka harus

meninggalkan halaman sekolah.”4

Kutipan di atas menjelaskan bahwa murid Sekolah Tomoe sedang bermain dan melakukan hal yang mereka suka. Dalam hal ini, mereka diberi kebebasan untuk bermain dan tidak memaksa mereka untuk belajar di kelas seharian penuh. Melalui bermain, anak-anak dapat menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-objek di sekitarnya, dan belajar

memecahkan masalah yang dihadapinya. Melalui permainan

memungkinkan anak untuk mengembangkan kompetensi dan keterampilan yang diperlukannya dengan cara yang menyenangkan

Jadi dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan waktu penting bagi anak karena mampu memberikan dampak positif pada perkembangan kognitif dan perkembangan emosi anak.

3

Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan ( Jakarta:Kencana, 2011), hlm.192.

4

(5)

c. Bebas Memilih Tempat Duduk

Di sekolah Tomoe, murid boleh memilih posisi duduk sesuka hati tanpa ada peraturan yang mengharuskan mereka untuk duduk di satu tempat duduk dengan posisi yang sama selama satu tahun ajaran penuh. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Di sekolah lain setiap anak diberi satu bangku tetap. Tapi disini

mereka boleh duduk sesuka hati, dimana saja, kapan saja.”5

Pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa murid tidak dipaksa untuk duduk di satu tempat, melainkan mereka dapat duduk di kursi sesuai keinginan mereka, kapan saja, dan di mana saja. Hal ini merupakan alternatif yang bagus dalam menarik minat belajar murid, karena pengaturan tempat duduk yang bebas tersebut dapat menghindari rasa bosan ketika belajar.

d. Bebas Berpakaian

Sekolah Tomoe tidak memiliki aturan berpakaian seragam sekolah. Pada masa itu, sekolah-sekolah di Jepang mewajibkan setiap murid untuk menggunakan pakaian sekolah yang seragam dan rapi, namun beda halnya dengan Sekolah Tomoe yang menganjurkan setiap muridnya untuk menggunakan pakaian usang sebagai pakaian sehari-hari ke sekolah. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

“Kepala Sekolah selalu meminta para orang tua agar menyuruh anak-anak mereka mengenakan pakaian paling usang untuk

bersekolah di Tomoe.”6

5

Tetsuko Kuroyanagi. Op.Cit. hlm. 37.

6

(6)

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Kepala Sekolah Kobayashi meminta murid untuk menggunakan pakaian usang ke sekolah. Dalam hal ini, Kepala Sekolah Kobayashi membiarkan anak-anak bermain sepuasnya tanpa harus memikirkan pakaian mereka akan kotor ataupun robek. Kepala Sekolah Kobayashi sangat mengerti perkembangan anak, bahwa anak-anak masih suka bermain. Jika anak memakai pakaian bagus, maka akan banyak pakaian kotor ataupun robek setiap hari. Hal ini dapat memberatkan orang tua murid. Pada usia anak sekolah dasar, anak selalu ingin mencoba segala sesuatu yang baru. Jika anak dibiarkan menggunakan pakaian bagus, anak tidak akan merasakan dunia kanak-kanak mereka karena tersiksa menjaga kebersihan dan keutuhan pakaian mereka.

2. Memanusiakan

a. Memberikan Sugesti sebagai Bentuk Motivasi

Sugesti merupakan pengaruh dari jiwa atau perbuatan seseorang

sehingga mempengaruhi pikiran, perasaan, dan kemauan.7 Di sekolahpun

sugesti dapat diberikan oleh guru kepada murid sebagai bentuk motivasi dalam meningkatkan semangat belajar, meningkatkan minat dan perhatian, meningkatkan rasa percaya diri, dan menciptakan suasana yang menggairahkan dalam belajar. Kepala Sekolah Kobayashi selalu memberikan sugesti-sugesti tersebut sebagai bentuk motivasi kepada anak didik. Salah satu indikasinya terdapat pada saat acara pertandingan olah

7

(7)

raga. Setelah pertandingan selesai, murid-murid Sekolah Tomoe mendapatkan sayuran-sayuran segar sebagai ucapan selamat dari sekolah. Banyak murid yang malu untuk membawa hadiah tersebut ke rumah mereka karena biasanya pada masa itu, kebanyakan sekolah menghadiahkan buku tulis, pensil ataupun penghapus jika memenangkan perlombaan. Kepala Sekolah Kobayashi yang mengetahui hal tersebut kemudian memberikan sugesti kepada murid agar mereka bangga terhadap diri mereka. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.

“Ada apa? Kalian tidak suka sayuran?” tanyanya. Kemudian dia melanjutkan, “Minta Ibu kalian memasaknya untuk makan nanti malam. Itu sayuran yang kalian peroleh dengan usaha kalian sendiri. Kalian telah memberi makanan untuk keluarga dengan jerih payah kalian sendiri. Hebat, kan? Aku yakin, rasanya pasti sedap!”8

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kepala Sekolah Kobayashi memberikan sugesti kepada murid-murid Sekolah Tomoe. Kepala Sekolah Kobayashi yang melihat murid-murid tidak menyukai hadiah yang mereka peroleh kemudian meyakinkan mereka, bahwa membawa sesuatu dengan jerih payah sendiri ke rumah adalah suatu kebanggaan, apalagi jika dapat memberikan makanan kepada keluarga. Sugesti yang diberikan Kepala Sekolah Kobayashi tersebut menghasilkan motivasi sehingga mereka bangga terhadap diri mereka sendiri.

8

(8)

b. Menanamkan Rasa Percaya Diri

Untuk menghilangkan rasa minder pada anak juga dapat dilakukan

dengan menanamkan rasa percaya diri yang mantap.9 Kepercayaan diri

adalah sesuatu tingkatan rasa sugesti tertentu yang berkembang dalam diri seseorang sehingga merasa yakin dalam berbuat sesuatu. Di sekolahpun sugesti dapat diberikan oleh guru kepada murid sebagai bentuk dorongan dalam meningkatkan kepercayaan diri dan keyakinan “anak yang baik”. Salah satu indikasinya terdapat pada saat Totto-chan melakukann hal-hal aneh, misalnya mengepit kepangnya di ketiak sambil berbaris di pagi hari. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

“Kau benar-benar anak yang baik, kau tahu itu kan?”. Itu yang selalu dikatakan kepala sekolah setiap kali ia berpapasan dengan

dengan Totto-chan. Dan setiap kali Kepala Sekolah

mengatakannya, Totto-chan tersenyum, melompat rendah, lalu berkata, “Ya, aku memang anak baik”. Dan ia mempercayai kata-kata itu. ”10

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kepala Sekolah Kobayashi memberikan penanaman kepercayaan diri kepada murid-murid Sekolah Tomoe. Kepala Sekolah Kobayashi tidak pernah memanggil orang tua murid ke sekolah. Semua keluhan yang disampaikan oleh orang tua anak-anak lain dan guru-guru lain pastilah sampai ke telinga Kepala Sekolah. Setiap persoalan di selesaikan antara Kepala Sekolah dan si anak.

9

Mohammad. Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta:Bumi Aksara,2006), hlm. 20.

10

(9)

3. Demokratis

a. Sistem Pendidikan yang Inklusif

Sistem merupakan seperangkat peraturan, prinsip, fakta, dan sebagainya yang digolongkan atau disusun dalam bentuk yang teratur untuk menunjukkan rencana logis yang berhubungan dengan berbagai

bagian.11 Dalam hal ini, sistem pendidikan di Sekolah Tomoe

menggunakan sistem pendidikan inklusif. Sistem pendidikan inklusif adalah pelayanan pendidikan kelompok anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama anak lain yang normal untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Salah satu kelompok yang dimaksud adalah anak

penyandang cacat.12 Sistem pendidikan inklusif berbeda dengan sistem

pendidikan reguler dan abnormal. Sistem pendidikan reguler merupakan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang normal, sedangkan sistem pendidikan abnormal merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran

karena adanya kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial.13

Dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang menggabungkan antara anak-anak normal dengan anak-anak yang menderita kelainan dalam satu sistem pendidikan. Tujuan dari sistem pendidikan ini adalah menghapuskan perbedaan antara anak normal dengan anak yang memiliki kelainan sehingga

11

Peter Salim, dkk. Kamus Bahasa Indonesia Kontenporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991), hlm. 325.

12

Mohammad. Efendi, Op.Cit, hlm. 23

13

(10)

anak yang memiliki kelainan dapat merasakan pendidikan yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Dalam hal ini, sistem pendidikan di Sekolah Tomoe menggunakan sistem pendidikan inklusif. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

”Diantara murid-murid Tomoe, ada anak yang menderita polio., seperti Yasuaki-chan, yang badannya sangat kecil, atau yang cacat.”14

Kutipan di atas menjelaskan bahwa di antara murid-murid di Sekolah Tomoe terdapat beberapa orang anak cacat, salah satunya adalah Yasuaki-chan yang memiliki badan kecil karena penyakit polio. Dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan di Sekolah Tomoe menggabungkan antara anak-anak normal dengan anak-anak yang tidak normal di dalam satu pelayanan pendidikan untuk mencapai satu tujuan dari pendidikan. 4. Dialogis

a. Pembelajaran Mandiri

Pembelajaran mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut anak didik yang menjadi subjek yang harus merancang, mengatur dan

mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab.15

Pembelajaran mandiri diawali dengan konsep yang sanget sederhana, yakni bagaimana seorang guru bisa membangkitkan selera belajar peserta didik. Cara belajar yang akan membawa siswa ke dunianya sendiri, yaitu dunia belajar yang menyenangkan, bebas, dan tanpa tekanan dari siapapun. Peserta didik benar-benar dituntut untuk berusaha secara mandiri dalam

14

Tetsuko Kuroyanagi. Op.Cit. hlm. 72.

15

(11)

memahami isi pelajaran yang dibaca atau dilihatnya. Jika mendapat kesulitan, barulah dapat bertanya atau mendiskusikannya dengan teman,

guru atau orang lain.16 Di Sekolah Tomoe, setiap hari murid bebas

menentukan pelajaran yang akan mereka pelajari. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

“Di awal jam pelajaran pertama, guru membuat daftar semua soal dan pertanyaan mengenai hal-hal yang akan diajarkan hari itu. Kemudian Guru berkata,“Sekarang, mulailah dengan salah satu

dari ini. Pilih yang kalian suka.”17

Kutipan di atas merupakan kutipan dari perkataan seorang guru ketika akan memulai pelajaran. Dapat dilihat bahwa guru memberi murid kebebasan untuk memilih dan memulai pelajaran dari yang mereka suka. Metode pendidikan tersebut membuat guru mengamati bidang yang diminati murid, termasuk cara berfikir dan karakter mereka. Selain itu, murid murid bebas berkonsultasi dengan guru kapan saja ia mau. Guru akan mendatangi murid jika diminta dan menjelaskan setiap hal sampai anak-anak itu benar-benar mengerti. Dengan begitu tak ada satupun anak yang menganggur dengan sikap tak peduli sementara guru sedang menjelaskan sesuatu.

b. Mendampingi Belajar Peserta Didik

Guru di Sekolah Tomoe mendampingi belajar peserta didik. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

“Jika murid tidak mengerti dengan pelajaran itu, guru akan datang bertanya ke tempat (masing-masing murid duduk) atau meminta

16

Ibid, hlm. 253.

17

(12)

gurunya datang menjelaskan sampai mereka benar-benar

mengerti.”18

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa guru mendampingi belajar murid. Jika ada murid yang tidak mengerti dan mengalami kesulitan dalam belajar, guru akan bertanya ke tempat duduk murid ataupun murid akan meminta guru untuk datang ke tempat duduk dan menjelaskan hingga murid tersebut benar-benar mengerti. Cara belajar seperti ini dapat membuat murid memperoleh pendidikan secara optimal karena tidak akan ada murid yang duduk diam tanpa mengerjakan sesuatu dan tidak akan ada satupun murid yang terlepas dari pengawasan serta bimbingan guru.

18

Referensi

Dokumen terkait

KAJIAN BANDINGAN STRUKTUR DAN NILAI-NILAI BUDAYA NOVEL TOTTO-CHAN GADIS CILIK DI JENDELA KARYA TETSUKO KUROYANAGI DAN GURU FAVORIT XENIA KARYA ARINI HIDAJATI SERTA

Saat menunjuk benda, tempat, arah, dan juga saat menunjuk persona, menggunakan satu sistem, saat menunjuk sesuatu yang dekat dihubungkan dengan (ko) pada bagian

Pendidikan dan layanan dukungan disediakan bagi anak NCS yang baru datang untuk membantu mereka menyesuaikan dengan sistem pendidikan lokal serta anak NCS yang belajar di

Berdasarkan analisis terhadap kajian mengenai novel Totto Chan: The Litle Girl At The Window karya Tetsuko Kuroyanagi, maka dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan

Untuk keperluan pendidikan inklusi (sistem pendidika untuk anak luat biasa yang diselenggrakan di sekolah biasa bersama dengan anak normal yang diajar oleh guru

Akan tetapi sistem pendidikan yang dirancang oleh Mori mengenai sekolah keterampilan dan penyeleksian siswa yang kompeten oleh sekolah tingkat tinggi, dapat

Pendidikan karakter menjadi semakin mendesak untuk diterapkan dalam lembaga pendidikan kita mengingat berbagai macam perilaku yang non-edukatif kini telah merambah dalam

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SERDADU PANTAI KARYA LAODE INSAN DAN RELEVANSINYA TERHADAP PERILAKU SOSIAL ANAK USIA SEKOLAH DASAR Ana Wardani, Imam Mawardi, Nasitotul