• Tidak ada hasil yang ditemukan

fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 3,4 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satusatunya metode non invasif yang dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 3,4 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satusatunya metode non invasif yang dapat"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

The Comparion of Examination Between Saline Inhalation Sputum

and Alcohol Fixation Bronchial Washing with Saccomano Fixation

for Lung Cancer Diagnosis

Eddy Surjanto*, Suradi*, Sugeng Purwoko**, Juli Purnomo*

* Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUNS - RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

** Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FKUNS

ABSTRACT

Background : Histopathological examination is paramount in patients with suspected lung cancer, because

it is a gold standard for lung cancer diagnosis. Sputum cytology examination is the only non-invasive examination that can detect lung cancer, besides it is quite cheap and can be used widely.

Objective : The aim of this study is to compare whether any sensitivity differences among once 3% saline

inhalation with alcohol fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis.

Setting : In the ward unit of Dr. Moewardi general hospital Surakarta.

Methods : A total of 57 consecutive quota samples were examined once saline 3% saline inhalation with alcohol

fixation, continously within 3 days 3% saline inhalation with alcohol fixation and bronchial washing with alcohol fixation for lung cancer diagnosis. The three ways were calculated for sensitivity and compared the value of the agreement and significancy. To compare the sensitivity of the screening method was used agreement test by calculating the kappa (k) and significant test by calculating the value of z.

Result : The continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation was more sensitive than

once 3% saline inhalation with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.472) and significant (z calculated> z1 - .05). The continously within 3 days 3% saline inhalation with Saccomano fixation was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has good agreement (k = 0.668) and significant (z calculated > z1 -.05). Once 3% saline inhalation with alcohol fixation was less sensitive than bronchial washing with alcohol fixation. It has poor agreement (k = 0.202) and significant (z calculated > z1-.05).

Conclusion : Sputum cytologic examination was done by doing continously 3 days 3% saline inhalation with

Saccomano fixation can be recommended to be used for early detection of lung cancer screening.

Keywords : lung cancer, sputum cytology, 3% saline inhalation, bronchial washing PENDAHULUAN

Penemuan dini kanker paru berdasarkan keluhan saja jarang terjadi. Keluhan yang ringan biasanya terjadi pada mereka yang telah memasuki stadium II. Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stadium lanjut.1

Penemuan kanker paru stadium dini akan sangat membantu penderita. Penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya.1,2

Dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan peningkatan pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan sitologi sputum.1

Prinsip pemeriksaan sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel yang terlepas dari suatu lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat diperoleh secara langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi uap dapat menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37oC.3 Sputum bisa diperiksa secara langsung dengan

fiksasi alkohol 95% maupun dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Keuntungan pemeriksaan langsung adalah bahan yang digunakan segar sehingga didapatkan karakteristik morfologi sel yang lebih baik untuk diagnostik. Kerugiannya, apusan dan

(2)

fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis.3,4

Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya metode non invasif yang dapat mendeteksi keganasan paru dini yaitu lesi premaligna atau karsinoma.5 Sampel sputum dapat diperoleh dengan

cara diinduksi maupun dengan cara dikumpulkan. Pengumpulan sputum selama tiga hari (three days pooled sputum) dapat meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru. Fiksasi cara Saccomano (50% alkohol dan 2% polietilen glikol) merupakan cara yang direkomendasikan dalam pengumpulan dan fiksasi sampel. Keuntungan metoda Saccomano, sputum yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan penderita rawat jalan dan prosesnya sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar.4

Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitivitas sekitar 5 - 23%.4 Penelitian oleh Tintin

dkk mendapatkan sensitivitas pemeriksaan sputum dengan inhalasi NaCl 3% sebesar 4,3% dan metoda Saccomano mendapatkan hasil sensitivitas sebesar 18,3%.5

Pemeriksaan sputum dengan cara invasif bisa dikerjakan dengan bilasan bronkus. Mak dkk melaporkan sensitivitas penegakan diagnosis kanker paru letak sentral (terlihat pada pemeriksan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 49-76%. Sedangkan sensitivitas penegakan diagnosis kanker paru letak perifer (tak terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 35-52%.6 Wiwin dkk melaporkan nilai sensitivitas bilasan

bronkus sebesar 21,2% dan spesifisitas 100%.7

Berdasar hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai sensitivitas metoda Saccomano dan bilasan bronkus hanya terdapat sedikit perbedaan (21,2% - 18,3% = 2,9%). Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi hasil sitologi sputum adalah jumlah sputum. Induksi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% akan memperbaiki bersihan mukosilier. Bersihan mukosilier akan mempengaruhi jumlah sputum yang dikeluarkan disamping reflek batuk.3 Sehingga diharapkan dengan

inhalasi NaCl 3% akan menambah jumlah sputum yang akan diperiksa. Peneliti mencoba menguji inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dengan harapan akan mendapatkan jumlah sampel sputum yang banyak sehingga akan menambah nilai sensitivitas. Peneliti berharap peningkatan sensitivitas tersebut akan melebihi sensitivitas pemeriksaan bilasan bronkus. Sehingga cara tersebut bisa direkomendasikan di Rumah Sakit yang tidak memiliki alat bronkoskopi untuk mendiagnosis kanker paru.

METODE

Penelitian ini bersifat uji diagnostik dan dilakukan di Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi dan bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Dr. Moewardi Solo. Penelitian dilakukan pada tanggal 1 November 2009 sampai 30 April 2010. Sampel penelitian adalah semua pasien yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria penerimaan. Sampel diambil dengan cara consecutive quota sampling sampai jumlah sampel terpenuhi.

• Kriteria penerimaan

• Penderita laki-laki dan perempuan terdiagnosis kaker paru melalui permeriksaan sitologi atau histopatologi.

• Penderita kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian.

• Kriteria penolakan a. Penderita asma

b. Terdapat kontraindikasi untuk dilakukan bronkoskopi.

c. Penderita HIV AIDS • Besar sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 57. Penderita yang bersedia ikut dalam penelitian diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Setelah menandatangani lembar persetujuan, penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan pangumpulan sputum dengan cara pemeriksaan : • Inhalasi NaCl 3% 1 kali.

• Inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut. • Bilasan bronkus

Setelah dilakukan manuver tersebut, sputum yang dihasilkan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi sputum.

ANALISIS DATA a. Uji sensitivitas

Data selanjutnya diolah untuk mendapatkan nilai sensitivitas pemeriksaan. Sensitivitas adalah ukuran kepekaan pemeriksaan.

b. Uji kesepakatan

Data yang dikumpulkan berupa data nominal dan berkorelasi. Salah satu cara untuk menilai keandalan pengukuran berskala nominal yang banyak digunakan adalah penentuan nilai kappa (k). Koefisien kappa dikembangkan oleh Cohen (Cohen, 1960) untuk menilai sebuah ukuran asosiasi dengan data kategorikal. Koefisien k itu tidak saja digunakan untuk mengukur kesepakatan (concordance, agreement), tapi juga reliabilitas.

(3)

Pengukuran kesepakatan terjadi pada dua macam situasi : 9

1. Kesepakatan antara dua orang pengamat dalam mendiagnosis.

2. Kesepakatan diagnosis seorang pengamat terhadap objek yang sama pada dua macam pengamatan.

Nilai kappa ideal adalah 1, namun hal ini tidak pernah diperoleh sehingga kesepakatan kappa digunakan petunjuk Landis dan Koch :dikutip dari 9

a. nilai kappa diatas 0,75 menunjukkan kesepakatan sangat baik

b. nilai kappa 0,4 sampai 0,75 menunjukkan kesepakatan baik.

c. nilai kappa kurang dari 0,4 menunjukkan kesepakatan lemah

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RS Dr. Moewardi Surakarta. Jumlah penderita yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini sebanyak 69 orang. Sebanyak 12 orang dikeluarkan dari penelitian, karena tidak didapatkan baku emas dan bukan kanker paru. Sebanyak 3 orang terdiagnosis timoma, 1 orang didapatkan kanker paru yang berasal dari bilasan saja dan 1 orang berasal dari inhalasi NaCl 3% tetapi baku emas tak didapatkan, 7 orang tak terdiagnosis karena meninggal atau pulang paksa.

Sebanyak 57 orang yang termasuk kriteria inklusi, terdiri atas 40 laki-laki (70%) dan 17 orang perempuan (30%). Jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita kanker paru daripada perempuan. Berdasarkan kelompok umur, maka paling banyak didapatkan pada penderita berusia di atas 40 tahun yaitu sebesar 54 orang (94,8%). Sedangkan kelompok umur di bawah 40 tahun terdapat 3 orang (5,2%). Usia paling muda adalah 29 tahun sedangkan paling tua berusia 76 tahun. Usia rata-rata adalah 58,2 tahun. Berdasar kebiasaan merokok, didapatkan 40 orang (70%) dengan riwayat merokok dan 17 orang (30%) tidak pernah merokok. Penderita kanker paru lebih banyak didapatkan pada perokok daripada bukan perokok.

Letak tumor berdasar foto torak dan pemeriksaan bronkoskopi. Berdasar letak tumor didapatkan sebanyak 33 kasus (57,8%) terletak di perifer, 21 kasus (37%) terletak di sentral dan 3 kasus (5,2%) tak dapat ditentukan letaknya. Kanker paru paling banyak ditemukan pada letak perifer.

PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI

Pemeriksaan patologi anatomi pada penelitian ini dibagi dua. Pertama pemeriksaan patologi anatomi untuk baku emas, kedua pemeriksaan sitologi sputum untuk penelitian yaitu setelah dilakukan inhalasi NaCl 3%, gabungan inhalasi NaCl 3% dengan Saccomano dan bilasan bronkus.

Baku emas penelitian

Baku emas penelitian ini adalah dari hasil pemeriksaan sitologi yang bukan berasal dari sputum maupun bilasan bronkus. Baku emas penelitian ini didapat dari Trasthoracal needle aspiration (TTNA), sikatan bronkus, aspirasi jarum halus (AJH) kelenjar limfe dan cairan efusi pleura. Hasil patologi anatomi sebagai baku emas terbanyak didapatkan dari pemeriksaan TTNA yaitu sebanyak 29 kasus (51,1%), sikatan bronkus sebanyak 20 kasus (35%), AJH kelenjar limfe sebanyak 5 kasus (8,7%) dan sitologi caran pleura sebanyak 3 kasus (5,2%). Pemeriksaan sitologi paling banyak didapatkan dari TTNA. Dari 57 sampel pemeriksaan sitologi jaringan (sebagai baku emas) tersebut didapatkan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) sebanyak 2 kasus (3,5%), dan 55 kasus (96,5%) adalah kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). Sedangkan dari jenis KPKBSK didapatkan karsinoma sel skuamosa sebanyak 12 kasus (21%), karsinoma sel besar sebanyak 20 kasus (35%) dan adenokarsinoma sebanyak 23 kasus (40,5%).Jenis KPKBSK banyak didapatkan jenis adenokarsinoma.

Cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol

Setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% sebanyak 3 cc, sputum yang dikeluarkan ditampung dalam pot yang sudah diberi larutan fiksasi alkohol 70%. Kemudian pot tersebut dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk diproses dan diwarnai. Dari 57 kasus yang dilakukan pemeriksaan, didapatkan 2 kasus positif ganas. Sel ganas yang didapatkan semuanya jenis karsinoma sel skuamosa. Jadi sensitivitas dengan cara inhalasi NaCl 3% adalah : 3,5%

Cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano

Setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% pada pagi dan sore hari, sputum yang telah dikumpulkan dari 3 pot besar yang berisi larutan fiksasi Saccomano selama 3 hari berturut - turut. Kemudian pot tersebut dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk diproses dan diwarnai. Dari 57 sampel yang diteliti didapatkan 6 kasus positif sel kanker (10,5%). Setelah dilakukan

(4)

Gambar 1. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitivitas cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dibanding cara inhalasi NaCl 3%

3 hari dengan fiksasi Saccomano.

Gambar 2. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitivitas sputum sitologi cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dan cara bilasan bronkus dengan

fiksasi alkohol.

inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut. Dari 6 kasus tersebut didapatkan 3 kasus (50%) jenis karsinoma sel skuamosa, 2 kasus (33,3%) jenis karsinoma sel besar dan 1 kasus (16,7%) jenis adenokarsinoma (gambar 9). Sensitivitas cara gabungan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano adalah 10,5%.

Cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol 50%

Setelah dilakukan tindakan bronkoskopi, bilasan bronkus yang dihasilkan dimasukkan ke dalam pot yang berisi alkohol 50%. Kemudian pot dikirim ke bagian patologi anatomi untuk diproses lebih lanjut. Dari 57 sampel yang diperiksa didapatkan 14 sel ganas. Dari 14 sampel tersebut, sel ganas yang didapatkan terdiri dari 7 kasus (50%) jenis karsinoma sel skuamosa, 3 kasus (21,4%) jenis karsinoma sel besar dan 4 kasus (28,6%) jenis adenokarsinoma. Cara bilasan bronkus paling banyak didapat karsinoma sel skuamosa. Sensitivitas cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol adalah 24,6%

UJI KESEPAKATAN

a. Perbandingan sensitivitas hasil sitologi sputum setelah dilakukan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano

Pada penelitian ini, dari 57 kasus yang diperiksa didapatkan pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas adalah 2/57 (3,5%), sedangkan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano dibandingkan baku emas 6/57 (10,5%).

Untuk menguji tingkat kesepakatan dan kemaknaannya dicari nilai kappa dan z menggunakan program win episcope 2.0.

K = 0,472 seK = 0,04

P0 = 0,930 Pe = 0,867 Z hitung = 11,8 Z1 - .05 = 1,64

Karena k > 0 dan Z hitung > Z1 - .05 maka Ho ditolak. Sehingga disimpulkan terdapat tingkat kesepakatan yang lemah (k = 0,472) dan bermakna (p < 0,05) antara cara inhalasi NaCl 3% dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturur-turut dengan fiksasi Saccomano untuk mendiagnosis kanker paru.

b. Perbandingan sensitivitas cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano dengan bilasan bronkus dan fiksasi alkohol

Pada penelitian ini, dari 57 kasus yang diperiksa didapatkan pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano dibandingkan baku emas adalah 6/57 (10,5%), sedangkan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas 6/57 (10,5%). Sehingga untuk membandingkan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara di bawah.

Untuk menguji menentukan tingkat kesepakatan dan kemaknaan dicari nilai kappa dan z menggunakan software win episcope 2.0.

K = 0,668 seK = 0,13 P0 = 0,895 Pe = 0,683 Z hitung = 5,14 Z1 - .05 = 1,64

Karena k > 0 dan Z hitung > Z1 - .05 maka Ho ditolak. Sehingga disimpulkan terdapat tingkat kesepakatan yang baik (k = 0,668) dan bermakna (p < 0,05) antara cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano untuk mendiagnosis kanker paru.

(5)

c. Perbandingan sensitivitas cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan bilasan bronkus dan fiksasi alkohol.

Pada penelitian ini, dari 57 kasus yang diperiksa didapatkan pemeriksaan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas adalah 2/57 (3,5%), sedangkan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol dibandingkan baku emas 14/57 (24,5%). Sehingga untuk membandingkan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara di bawah.

Untuk menentukan tingkat kesepakatan dan kemaknaan dicari nilai kappa dan z menggunakan program win episcope 2.0.

K = 0,201 P0 = 0,895 Pe = 0,683 Z hitung = 1,675 Z1 - .05 = 1,64 seK = 0,12

Karena k > 0 dan Z hitung > Z1 - .05 maka Ho ditolak. Sehingga disimpulkan terdapat tingkat kesepakatan yang lemah (k = 0,201) yang bermakna (p < 0,05) antara cara inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol dan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol 50% untuk mendiagnosis kanker paru.

Dari data tersebut di atas dapat disimpulkan hasil penelitian adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitivitas sputum sitologi cara gabungan dengan cara bilasan bronkus

Gambar 4. Rangkuman hasil penelitian

PEMBAHASAN

Pemeriksaan patologi anatomi merupakan hal terpenting pada pasien yang dicurigai kanker paru, karena hasil pemeriksaan tersebut merupakan diagnosis kanker paru. Berbagai cara dilakukan untuk memperoleh bahan pemeriksaan dan tidak jarang bahan tersebut diperoleh dengan cara pemeriksaan invasif. Hal tersebut membuat pasien tidak nyaman. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya pemeriksaan non invasif yang dapat mendeteksi kanker paru, disamping itu cukup murah dan dapat digunakan secara luas.5 Penelitian ini membandingkan

pemeriksaan sputum dengan cara noninvasif yaitu inhalasi NaCl 3% 3 hari bertutut-turut dan fiksasi Saccomano dengan cara non invasif lain yaitu inhalasi NaCl 3% 1 kali saja. Penelitian ini juga membandingkan pemeriksaan sputum noninvasif yaitu cara gabungan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano dengan pemeriksaan invasif yaitu bilasan bronkus dan fiksasi alkohol 50%.

Pemeriksaan patologi anatomi

Pengambilan bahan penelitian berupa sputum dilakukan sebelum upaya diagnostik lainnya seperti bronkoskopi. Tindakan bronkoskopi memungkinkan mukosa bronkus mengalami kerusakan sehingga setelah tindakan bronkoskopi sputum lebih banyak mengandung sel yang terlepas.5

Jenis kelamin

Perbedaan sifat biologis seseorang akan mempengaruhi perkembangan kanker paru. Sifat biologis tersebut adalah 1) perbedaan metabolisme nikotin, 2) perbedaan sistim enzim sitokrom P-450 yang mengaktifasi dan mendetoksikasi asap rokok, 3) perbedaan jumlah DNA adduct dan kemampuan seseorang untuk memperbaiki kerusakan deoksiribonukleat (DNA) adduct, 4) efek hormonal. Hidrokarbon aromatik polisiklik dan nitrosamin yang terdapat dalam asap rokok menyebabkan mutasi gen dan formasi DNA. Perempuan yang menderita kanker paru mempunyai polimorfi gen pada enzim sitokrom P-450 (CYP1A1, CYP1A2 DANCYP3A4) yang akan mengakibatkan penurunan kemampuan detoksikasi karsinogen rokok. Hal tersebut memainkan peranan dalam inisiasi karsinogenesis. Perempuan dengan mutasi CYP1A1 dan GSTM1 memiliki risiko lebih tinggi dibanding yang tak mengalami mutasi CYP1A1 dan GSTM1.10

Penelitian Tintin dkk yang mendapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak didapatkan dibanding perempuan.5 Penelitian di Amerika juga mendapatkan

(6)

jenis kelamin laki-laki angka kejadiannya lebih tinggi walaupun insidens pada perempuan mulai meningkat.11

Robert JC dkk melaporkan sebanyak 61% penderita kanker paru berjenis kelamin laki-laki dan 39% adalah perempuan. Sebanyak 92% laki-laki penderita kanker paru tersebut adalah perokok, sedangkan 88% perempuan tersebut adalah perokok.2 Sebanyak 10%

pasien kanker paru pada laki-laki adalah bukan perokok, sedangkan 20% pasien kanker perempuan adalah bukan perokok.50 Baik penelitian di Indonesia

maupun di Amerika mendapatkan laki-laki lebih banyak prevalensinya dibanding perempuan dan kebanyakan penderita tersebut adalah perokok. Berdasar jenis kelamin, penelitian ini mendapatkan kasus lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut seperti penelitian Tintin dkk, Robert JC dkk dan di Amerika mendapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak didapatkan daripada perempuan.5 Jadi

perbedaan prevalens kanker paru dihubungkan jenis kelamin lebih banyak disebabkan faktor kebiasaan merokok baik di negara maju maupun negara berkembang meskipun faktor lain perlu dipertimbangkan. Karena berdasar keterangan di atas, perempuan lebih rentan menderita kanker paru daripada laki-laki.

Umur

Penelitian Robert JC dkk mendapatkan usia pasien perempuan lebih muda dibanding laki-laki.2

Tintin dkk yang mendapatkan kasus terbanyak didapat pada usia 60 - 69 tahun yaitu sebesar 33% dan penelitian Astowo dkk sebesar 36%.5 Penelitian ini

menemukan kasus terbanyak pada usia 60 - 69 tahun yaitu sebanyak 21 kasus (36,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian Robert JC dkk dan Tintin dkk yang mendapatkan kasus terbanyak didapat pada usia 60 - 69 tahun yaitu sebesar 33% dan penelitian Astowo dkk sebesar 36%.5

Kebiasaan merokok

Inflamasi kronik diketahui bisa memacu kanker. Mediator inflamasi yang dihasilkan dapat meningkatkan rekruitmen makrofag, menghambat bersihan neutrofil, dan meningkatkan reactive oxygen species (ROS). Hal tersebut dapat memediasi karsinogenesis pada paru.13 Hidrokarbon aromatik polisiklik dan nitrosamin

yang terdapat dalam asap rokok menyebabkan mutasi gen dan formasi DNA. Mutasi DNA tersebut bisa memacu kanker paru.14

Beberapa penelitian mendapatkan lamanya merokok berhubungan dengan jenis sel kanker. Baik laki-laki maupun perempuan merokok dalam jangka waktu yang lama akan banyak didapatkan karsinoma

sel skuamosa.11

Penelitian di Amerika mendapatkan dari 100 pasien kanker paru, 11 pasien (11%) diantaranya bukan perokok.14 Sedangkan penelitian Robert JC

dkk mendapatkan 92% pasien laki-laki adalah perokok dan 88% pasien perempuan.2 Inflamasi kronik, yang

diketahui bisa memacu kanker dapat berasal dari rokok.13 Penelitian ini mendapatkan 100% pasien

laki-laki adalah perokok, sedangkan perempuan bukan perokok baik aktif maupun pasif. Jadi kebiasaan merokok merupakan faktor risiko kanker paru. Perempuan bukan perokok lebih banyak ditemukan adenokarsinoma. Laki-laki dan perempuan perokok lebih banyak ditemukan karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel kecil dibanding adenokarsinoma.13

Penelitian ini mendapatkan pasien bukan perokok banyak didapatkan adenokarsinoma.

Pasien perokok banyak ditemukan karsinoma sel kecil dan adenokarsinoma. Perubahan distribusi jenis sel kanker berkaitan dengan perubahan komposisi rokok dengan rendah tar dan nikotin. Perokok yang mengkonsumsi rokok jenis ini membutuhkan lebih banyak setiap harinya dan menghisap lebih dalam untuk mendapatkan kadar nikotin dalam darah yang ideal. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa saat ini didapatkan kadar nicotine-derived nitrosamine ketone (NNK) lebih tinggi dan kadar bezo(a)pyrene (BaP) yang lebih rendah daripada sebelumnya. Hoffman dkk melaporkan bahwa NNK menginduksi adenokarsinoma sedangkan BaP menginduksi karsinoma sel skuamosa.pada percobaan hewan. Sehingga rokok yang dibuat saat ini lebih banyak menyebabkan adenokarsinoma dibanding karsinoma sel skuamosa. Ukuran partikel yang dihisap pada rokok dengan filter lebih kecil dibanding rokok tanpa filter. Ukuran partikel yang lebih kecil dan hisapan yang lebih dalam menyebabkan asap rokok terdisposisi sampai alveoli. Hal tersebut akan menyebabkan kejadian adenokarsinoma.14

Robert JC dkk mendapatkan 41% jenis adenokarsinoma sedangkan 39,2% adalah karsinoma sel skuamosa.2 Tintin dkk mendapatkan jenis sel

kanker adenokarsinoma sebanyak 64,5%, karsinoma sel skuamosa 30,1%, karsinoma sel besar 4,3% dan karsinoma sel kecil tidak didapatkan. Data dari RS Persahabatan pada tahun 1999 mendapatkan jenis sel Adenokarsinoma sebanyak 114 kasus, karsinoma sel skuamosa 92 kasus, karsinoma sel besar 7 kasus dan karsinoma sel kecil 3 kasus.13 Hasil pemeriksaan

patologi anatomi terhadap 57 pasien kanker paru yang dilakukan di SMF Paru RS Dr. Moewardi Surakarta didapatkan adenokarsinoma sebanyak 23 kasus (40,5%), karsinoma sel besar 20 kasus (35%),

(7)

karsinoma sel skuamosa 12 kasus (21%) dan karsinoma sel kecil 2 kasus (3,5%). Berdasar penemuan patologi anatomi, hasil yang didapat dari penelitian Robert JC dkk, Tintin dkk, data dari RS Persahabatan dan penelitian ini mendapatkan hasil yang sama yaitu terbanyak didapatkan Adenokarsinoma, sedangkan paling sedikit jenis karsinoma sel kecil.

Penelitian ini mendapatkan bahwa insidens kanker paru terbanyak didapatkan pada laki-laki usia di atas 40 tahun dan perokok. Hal ini sesuai dengan PDPI yang menyatakan bahwa faktor risiko kanker paru yaitu laki-laki usia di atas 40 tahun dan perokok.1

Pasien dengan kondisi tersebut perlu dilakukan skrining untuk deteksi dini kanker paru.

Letak tumor

Jenis sel kanker akan mempengaruhi hasil pemeriksaan sitologi sputum. Adenokarsinoma lebih sedikit ditemukan daripada karsinoma sel skuamosa. Hal ini karena adenokarsinoma lebih banyak terletak di perifer daripada karsinoma sel skuamosa.3 Ukuran

partikel yang dihisap pada rokok dengan filter lebih kecil dibanding rokok tanpa filter. Ukuran partikel yang lebih kecil dan hisapan yang lebih dalam menyebabkan asap rokok terdisposisi sampai alveoli, sehingga letak tumor banyak di perifer. Hal tersebut akan menyebabkan kejadian adenokarsinoma.14 Tintin dkk

dan penelitian ini mendapatkan adenokarsinoma paling banyak karena letak tumor lebih banyak didapatkan di perifer.

Sensitivitas pemeriksaan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol

Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitivitas sekitar 5 - 23%.4 Karsinoma sel

skuamosa lebih banyak didapatkan pada pemeriksaan sputum karena letaknya di sentral.3 Tintin dkk

mendapatkan sensitivitas penemuan sel kanker 4 dari 93 kasus (4,3%). Jenis sel kanker yang didapatkan 2 kasus (50%) karsinoma sel skuamosa dan 2 kasus (50%) adalah adenokarsinoma.5 Penelitian ini

mendapatkan sensitivitas sebesar 3,5% dengan cara inhalasi NaCl 3% dan fiksasi alkohol. Sel kanker tersebut keduanya adalah karsinoma sel skuamosa dan terletak di sentral. Hal ini sesuai dengan teori bahwa karsinoma sel skuamosa lebih banyak didapatkan pada pemeriksaan sputum karena letaknya di sentral.

Sensitivitas pemeriksaan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomano

Pemeriksan sitologi sputum dapat memberikan nilai sensitivitas sekitar 5 - 23%.4 Karsinoma sel

skuamosa lebih banyak didapatkan pada pemeriksaan sputum karena letaknya di sentral. Penemuan sel kanker dengan pemeriksaan sputum akan lebih banyak didapatkan apabila tumor terletak di sentral.3 Tintin

dkk mendapatkan sensitivitas penemuan sel kanker dengan cara Saccomano sebesar 17 dari 93 kasus (18,3%). Jenis sel kanker yang didapatkan 10 kasus (58,8%) adenokarsinoma, 6 kasus (35,2%) jenis karsinoma sel skuamosa dan 1 kasus (6%) adalah adenokarsinoma.5

Penelitian ini mendapatkan sensitivitas sebesar 10,5% dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano. Sel kanker tersebut adalah karsinoma sel skuamosa sebanyak 3 kasus (50%), 2 kasus (33.3%) jenis karsinoma sel besar dan 1 kasus (16,7%) jenis adenokarsinoma. Semua kasus tersebut terletak di sentral. Hal ini sesuai dengan teori bahwa karsinoma sel skuamosa lebih banyak didapatkan pada pemeriksaan sputum karena letaknya di sentral.3 Hasil pemeriksaan sputum baik dengan cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut dengan fiksasi Saccomano mendapatkan hasil sensitivitas yang lebih rendah bila dibanding dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Tintin dkk. Hal ini dimungkinkan karena pada penelitian ini lokasi tumor lebih banyak terdapat di perifer, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tintin dkk lebih banyak di sentral.

Sensitivitas pemeriksaan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol

Mak dkk melaporkan persentase penegakan diagnosis kanker paru letak sentral (terlihat pada pemeriksan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 49-76%. Sedangkan persentase penegakan diagnosis kanker paru letak perifer (tak terlihat pada pemeriksaan bronkoskopi) dengan cara dibilas berkisar antara 35-52%.6 Wiwin dkk melaporkan nilai sensitivitas

bilasan bronkus sebesar 21,2% dan spesifisitas 100%.7

Penelitian ini mendapatkan bahwa sensitivitas tertinggi didapatkan dengan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alokohol 50% (24,6%). Sel ganas yang didapatkan dengan cara bilasan bronkus yaitu 7 kasus (50%) jenis karsinoma sel skuamosa, 3 kasus (21,4%) jenis karsinoma sel besar dan 4 kasus (28,6%) jenis adenokarsinoma. Penemuan ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Wiwin dkk melaporkan nilai sensitivitas bilasan bronkus sebesar 21,2%.7

(8)

Sensitivitas penemuan sel kanker dengan cara bilasan pada tumor letak sentral/terlihat dengan bronkoskopi adalah 49 - 76%.15 Penelitian ini

mendapatkan sensitivitas penemuan sel kanker letak sentral dengan bilasan bronkus adalah sebesar 66,7%.

Cara pengambilan sputum

Cara pengambilan sputum akan mempengaruhi hasil sensitivitas sitologi sputum. Cara pengambilan sputum bisa menggunakan cara invasif maupun non invasif.6 Cara invasif dengan menggunakan bronkoskop

sedangkan cara non invasif dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan bahan fiksasi yang sama. Penelitian ini mencoba membandingkan sensitivitas penemuan sel kanker dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dan bilasan bronkus. Penelitian ini mendapatkan sensitivitas yang lebih tinggi dengan cara bilasan bronkus (24,5%) dengan fiksasi alkohol 50% dibanding dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol 70% (3,4%). Hasil ini setelah diuji secara statistik terdapat kesepakatan yang lemah dan bermakna.

Identifikasi jenis tumor.

Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara invasif yaitu dengan bilasan bronkus mempunyai kelebihan karena memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibanding inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol dan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut untuk mengidentifikasi jenis tumor. Kelemahan cara bilasan bronkus adalah pemeriksaan bersifat invasif sehingga tidak nyaman bagi pasien dan memerlukan keterampilan khusus. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano mempunyai keunggulan daripada inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol 70%.

Kualitas sampel

Kualitas sampel akan mempengaruhi hasil penemuan sel kanker. Sampel yang diambil dan diperiksa langsung dari lesi akan mendapatkan kemungkinan mendapatkan hasil sel tumor yang lebih baik.3 Cara bilasan bronkus mendapatkan sampel

langsung dari terlepasnya sel epitel saluran napas sehingga akan mendapatkan kemungkinan sel tumor yang lebih besar.6 Penelitian ini mendapatkan

sensitivitas yang lebih besar pada bilasan bronkus daripada cara yang lain. Kelemahannya cara ini bersifat invasif sehingga sulit dilakukan pada institusi yang tak memiliki alat bronkoskopi. Sebagai alternatif bisa dilakukan dengan inhalasi. Inhalasi NaCl 3% 3 berturut-turut dengan fiksasi Saccomano mempunyai nilai

sensitivitas yang lebih tinggi daripada dengan inhalasi NaCl 3% 1 kali dengan fiksasi alkohol. Hal ini dikarenakan pada fiksasi Saccomano, polietilen glikol merembes dan menempati ruang submikroskopik sehingga mencegah sel kolaps dan melindungi sel dari kekeringan. Hal ini akan mengakibatkan kualitas sampel terjaga.

Uji skrining kanker paru

Beberapa uji skrining dipakai karena sangat membantu dalam menemukan kanker stadium dini dan memperpanjang usia hidup seseorang. Terdapat dua macam uji skrining yaitu foto toraks dan sitologi sputum dan satu uji yang masih dalam penelitian yaitu spiral CT scan. American cancer society (ACS) maupun organisasi kedokteran lain tidak merekomendasikan uji deteksi kanker paru dini terhadap individu asimtomatis. Akan tetapi ACS merekomendasikan uji skrining terhadap pasien dengan risiko tinggi menderita kanker paru setelah berkonsultasi dulu dengan dokter ahli yaitu terpajan asap perokok maupun asap pabrik.17

Perhimpnan dokter paru Indonesia (PDPI) merekomendasikan pasien yang perlu melakukan uji skrining deteksi dini kanker paru, yaitu laki-laki usia di atas 40 tahun dan peokok atau terpajan industri tertentu.1

Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan penyakit, uji diagnostik harus sensitif (kemungkinan negatif semu kecil), sehingga apabila didapatkan hasil yang normal dapat dipergunakan untuk menyingkirkan adanya penyakit. Hasil tersebut harus spesifik (kemungkinan hasil positif semu kecil), sehingga apabila hasilnya abnormal dapat digunakan untuk menentukan adanya penyakit.9 Penelitian ini

mendapatkan baik dengan inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol 70%, cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fikasasi Saccomano dan cara bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol 50% mempunyai sensitivitas yang kecil sehingga secara teori tidak bisa dipakai untuk penegakan diagnostik. Alur diagnostik yang dikeluarkan oleh PDPI menegaskan perlunya pemeriksaan sitologi sputum untuk skreening deteksi kanker paru.1 Jadi untuk

pemeriksaan sitologi sputum bisa dilakukan dengan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomano.

Untuk dipakai sebagai uji skrining harus memiliki sensitivitas tinggi tanpa melihat spesifisitas dan memenuhi kriteria uji skrining dari WHO. Sitologi sputum memiliki sensitivitas yang rendah tapi memenuhi kriteria WHO. Foto toraks memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari sitologi sputum tapi tidak nyaman buat pasien. Pemeriksaan CT scan

(9)

memiliki sensitivitas paling tinggi tapi mempunyai nilai positif palsu besar, pajanan radiasi yang tinggi, dan biaya yang tinggi.

Berdasar dari keterangan tersebut di atas maka disimpulkan sitologi sputum memiliki beberapa keunggulan karena memenuhi syarat yang direkomendasikan WHO meskipun nilai sensitivitasnya kecil. Pemeriksaan sputum cara inhalasi NaCl 3% berturut-turut dengan fiksasi Saccomano memiliki sensitivitas lebih tinggi dibanding inhalasi NaCl 3% dengan fiksasi alkohol. Jadi kami merekomendasikan uji skrining deteksi dini kanker paru dengan cara inhalasi NaCl 3% berturut-turut dengan fiksasi saccomano.

KESIMPULAN

1. Penderita kanker paru terbanyak didapatkan pada laki-laki, usia di atas 40 tahun dan perokok. 2. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara gabungan inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano mempunyai nilai sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan cara inhalasi NaCl 3% dan fiksasi alkohol 70% untuk mendiagnosis kanker paru. Hasil ini secara statistik mempunyai tingkat kesepakatan yang lemah dan bermakna. 3. Pemeriksaan sitologi sputum dengan cara inhalasi NaCl 3% 3 hari berturut-turut dan fiksasi Saccomano mempunyai nilai sensitivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bilasan bronkus untuk mendiagnosis kanker paru. Hasil ini secara statistik mempunyai tingkat kesepakatan yang baik dan bermakna.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai penerbit UI; 2003. 2. Robert JC, Ayesha S, Bryant, Ethan S, Manisha S. Women With Pathologic Stage I, II, and III Non-small Cell Lung Cancer Have Better Survival Than Men Chest 2006;130;1796-802.

3. F B J M Thunnissen. Sputum examination for early detection of lung cancer. J. Clin. Pathol. 2003;56;805-10.

4. Sacconano G. Procedures in sputum cytology. In : Diagnostic pulmonary cytology. 2nd ed. Chicago: JB Lippincot Company; 1986.p.3-9.

5. Tintin M, Achmad H, Nirwan A, Anwar J, Sutjahjo E, Hudoyo H. Perbandingan kepositivan pemeriksaan sitologi sputum setelah inhalasi NaCl 3% cara langsung dengan cara modifikasi Saccomano untuk diagnosis kanker paru. J. Respir Indo 2002; 22: 152-62

6. V H Mak, I D Johnston, M R Hetzel and C Grubb. Value of washings and brushings at fibreopticbronchoscopy in the diagnosis of lung cancer. Thorax 1990; 45: 373-6.

7. Wiwien HW, Anwar J, Muhammad YHP. Akurasi pemeriksaan sitologi dan histopatologi pada pasien kanker paru di beberapa rumah sakit Jakarta tahun 2000 - 2005. J. Respir Indo 2007; 27: 219-25. 8. Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta : Sagung seto; 2002. 9. Bisma M. Penerapan metode statisitik non-parametrik dalam ilmu-ilmu kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 1996.

10. Jemi O,Yolanda C. Gender differences in lung cancer: Have we really come along way, baby? J Thorac Cardiovasc Surg 2004: 128; 346-51. 11. Ayesha B, Robert JC. Differences in epidemiology, histology,and survival between cigarette smokers and never-smokers whodevelop non-small cell lung cancer. Chest 2007;132;185-92. 12. Rdziwoska E, Glas P, Roszkwoski K. Lung cancer in woman : age, smoking, histology, performance status, stage, initial treatment and survival. Annals of oncology 2002: 13; 1087-93.

13. Tonya W, Xiaoyan C, Jane Y, Jay M. L, Eileen H, Gina L. Smoking and lung cancer : The role of inflammation. Am Thorac Soc 2008: 5; 811-5. 14. Javier D, Luis MM, Therasa TS, Alejandra C. Lung cancer patogénesis associated with wood smoke exposure. Chest 2005: 128; 124-31.

15. Miep A, Van de Drift, Frederik BJM, Thunissen, Julius PJ. A prospective study of the timing and cost-effectiveness of bronchial washing during bronchoscopy for pulmonary malignant tumors. Chest 2005; 128: 394-400.

16. World health organization. Principles and practice of screening for disease. Geneva : World health organization; 1968.

17. Robert AS, Vilma C, Harmon J. Cancer Screening in the United States, 2007: A Review of Current Guidelines, Practices, and Prospects. CA Cancer J Clin 2007: 57; 90-104.

18. Takeshi N, Tohru N, Suzushi K, Yoshimichi K, Youichi S, Hajime N. Lung cancer screening using low-dose spiral CT. Chest 2002: 122; 15-20.

Gambar

Gambar 1. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitivitas cara inhalasi NaCl 3% 1 kali dibanding cara inhalasi NaCl 3%
Gambar 3. Tingkat kesepakatan dan kemaknaan sensitivitas sputum sitologi cara gabungan dengan cara bilasan bronkus

Referensi

Dokumen terkait

larutan baku 1000 µg/ml Pb; Larutkan 1,000 g Pb dengan 7 ml HNO3 pekat dalam gelas piala 250 ml dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 ml kemudian encerkan dengan air suling sampai

Sangat penting adanya ekonomi dalam kehidupan manusia tersebut menuntut negara untuk membuat aturan kebi- jakan tentang perekonomian dan menjamin ekonomi yang ada

Atas berkat, kasih, dan anugerah-Nya yang begitu besar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Preparasi dan Karakterisasi Hybrid Film dan Gel Powder SiO 2 -TiO 2

Hal tersebut dapat dilihat pada nilai signifikan uji Levene’s Test pada setiap perubahan nilai YTM nilai signifikansinya lebih besar dari α (5%), berarti

Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ting- kat pendidikan dengan resiliensi penyintas bencana banjir Indramayu di Desa

Tujuan dari teknologi pengolahan adalah untuk memisahkan campuran logam tembaga dan emas dari besi dan sulfur (pyrite) yang terdapat pada mineral chalcopyrite, hasil