4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nugget
Menurut BSN (2014) pada SNI 01-6683-2014, nugget adalah produk olahan daging yang dicampur atau tanpa bahan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Kemudian dicetak dengan cara dikukus atau dibekukan, diberi bahan pelapis, dengan atau tanpa digoreng dan dibekukan. Nugget dibuat dari daging restrukturisasi yaitu menggunakan daging berkualitas rendah atau potongan daging yang relatif kecil dan tidak beraturan yang diolah menjadi produk dengan ukuran yang lebih besar (Syarifah dkk., 2013). Hampir semua kalangan masyarakat menyukai nugget karena memiliki rasa yang enak, khas, serta kaya akan kandungan protein (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
Nugget dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan bahan dasar yang digunakan yaitu berupa bahan hewani dan bahan nabati. Nugget berbahan hewani yang berasal dari daging hewan seperti nugget daging ayam, nugget daging sapi, nugget daging ikan, dan nugget udang. Nugget daging ayam merupakan salah satu nugget hewani yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat. Nugget berbahan nabati atau nugget analog berbahan dasar tumbuhan seperti nugget tahu, nugget tempe, dan nugget sayuran (Inarest dkk., 2014).
Nugget analog atau nugget tiruan adalah nugget yang memiliki ketidaksesuaian komposisi produk dengan definisi nugget (Elita, 2017). Bahan dalam pembuatan nugget analog adalah bahan yang tinggi protein dan serat. Penelitian nugget analog yang telah dilakukan diantaranya berbahan dasar tempe dan wortel (Wibowo dkk., 2014), tempe dan jamur tiram (Sumantri dkk., 2015), tempe dan bayam (Elita, 2017), serta tempe dan nangka (Sadewa dan Erni, 2020).
Nugget analog memiliki keunggulan yaitu kandungan serat yang tinggi dan rendah lemak. Nugget analog bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan dapat membantu memenuhi asupan serat pada masyarakat. Nugget analog merupakan makanan alternatif sumber protein dan serat yang cocok untuk diet. Selain bergizi, nugget analog juga dapat dikonsumsi oleh vegetarian yang tidak mengonsumsi produk hewani seperti daging, unggas, ikan dan produk turunannya (Haddad dan Tanzman, 2003). Pembuatan nugget harus memperhatikan beberapa faktor agar dihasilkan nugget bermutu baik. Syarat mutu nugget ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat Mutu Nugget
No. Kriteria Uji Satuan
Persyaratan Nugget Daging Ayam Nugget Daging Ayam Kombinasi 1 Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Tekstur - Normal Normal
2 Benda Asing - Tidak boleh ada Tidak boleh ada
3 Kadar Air % (b/b) Maks. 50 Maks. 60
4 Protein (N x 6,25) % (b/b) Min. 12 Min. 9
5 Lemak % (b/b) Maks. 20 Maks. 20
6 Karbohidrat % (b/b) Maks. 20 Maks. 25
7 Kalsium (Ca) mg/100 g Maks. 30/50* Maks. 50 8 Cemaran Logam
8.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1
8.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
8.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40 Maks. 40
8.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03 9 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,5 10 Cemaran Mikroba
10.1 Angka Lempeng Total
Koloni/g Maks. 1 x 105 Maks. 1 x 105
10.2 Koliform APM/g Maks. 10 Maks. 10
10.3 Escherichia coli APM/g < 3 < 3
10.4 Salmonella sp. - Negatif/25 g Negatif/25 10.5 Staphylococcus
aureus
Koloni/g Maks. 1 x 102 Maks. 1 x 102 10.6 Clostridium
perfringens
Koloni/g Maks. 1 x 102 Maks. 1 x 102 Catatan * Berlaku untuk nugget ayam dengan penambahan keju atau susu Sumber : BSN (2014)
2.2 Tempe
Menurut BSN (2015) pada SNI 01-3144-2015 tempe kedelai merupakan produk yang diolah dari kedelai kupas yang telah direbus dan kemudian dilakukan proses fermentasi dengan kapang Rhizopus spp dan menghasilkan produk dengan bentuk padatan kompak berwarna putih. Tempe difermentasi dengan jenis kapang
Rhizopus Sp, terutama dari spesies oligosporus. Selama proses fermentasi, kedelai
berubah menjadi tempe dan terjadi perubahan lainnya baik fisik, biokimia, maupun mikrobiologi yang sangat menguntungkan dari segi gizi dan kesehatan (Astawan, 2013). Adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe menyebabkan kandungan protein, lemak, dan karbohidrat tempe lebih mudah dicerna di dalam tubuh manusia. Sehingga tempe baik dikonsumsi oleh semua kalangan dari bayi hingga lansia (Aryanta, 2020). Tempe memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan tubuh manusia diantaranya dapat mengatasi diare, menurunkan penyakit jantung, mengatasi anemia, menurunkan kadar kolesterol, serta mencegah penyakit gizi ganda (Sugihartono, 2010).
Gambar 1. Tempe (Dokumentasi Pribadi)
Tempe merupakan salah satu bahan makanan yang memiliki daya simpan yang relatif singkat. Tempe hanya dapat bertahan berkisar antara 1–2 hari jika disimpan di suhu ruang dan tidak dikemas dengan baik. Hal ini dikarenakan tempe memiliki
kandungan gizi yang baik. Seringkali masyarakat menganggap bahwa tempe merupakan sumber protein nabati (Oktavia, 2012). Meningkatnya kadar protein di tempe dipengaruhi oleh hilangnya beberapa mineral dan gula dari biji kedelai yang merupakan komponen terlarut (Bavia dkk., 2012). Karakteristik yang menyebabkan tempe sebagai bahan makanan yang menguntungkan antara lain kandungan protein yang sangat lengkap yaitu 8 macam asam amino esensial, tingginya kandungan vitamin B12, rendahnya kandungan lemak jenuh dan kolesterol, memiliki tekstur yang mudah dicerna dan diserap, serta berkhasiat sebagai antibiotik dan stimulasi pertumbuhan (Lastriyanto dkk., 2016). Komposisi zat gizi tempe per 100 gram ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Zat Gizi Tempe
Zat Gizi Nilai
Abu (g) 3,60 Protein (g) 46,50 Lemak (g) 19,70 Karbohidrat (g) 30,20 Serat (g) 7,20 Kalsium (mg) 347,00 Fosfor (mg) 724,00 Besi (mg) 9,00 Vitamin B1 (mg) 0,28 Riboflavin (mg) 0,65 Niasin (mg) 2,52 Asam pantotenat (mcg) 520,00 Piridoksin (mcg) 100,00 Vitamin B12 (mcg) 3,90 Biotin (µg) 53,00
Asam amino esensial (g) 18,90 Sumber : Astawan (2013)
Menurut Astawan (2013), ada beberapa jenis tempe yang beredar di Indonesia. Jenis tempe yang berbeda dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Beberapa diantaranya yaitu tempe gembus (dari ampas tahu), tempe bongkrek (dari ampas kelapa), tempe bungkil (dari ampas pembuatan minyak kacang), tempe lamtoro (dari biji lamtoro), tempe koro (dari biji koro), tempe bengkuk (dari biji koro
bengkuk), tempe gude (dari kacang gude), tempe kedelai (dari biji kedelai). Tempe kedelai paling banyak dikonsumsi dan digemari oleh masyarakat. Penyebutan tempe pada umumnya berlaku untuk tempe kedelai, sedangkan jenis tempe lainnya disebutkan secara lengkap dengan bahan bakunya. Tempe kedelai dapat dikatakan bermutu baik jika memenuhi beberapa syarat. Syarat umum tempe kedelai ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat Mutu Tempe Kedelai
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Tekstur - Kompak, jika diiris tetap utuh
(tidak mudah rontok)
1.2 Warna - Putih merata pada seluruh
permukaan
1.3 Bau - Bau khas tempe tanpa adanya
bau amoniak
2 Kadar Air fraksi massa, % Maks. 65
3 Kadar Lemak fraksi massa, % Min. 7
4 Kadar Protein (N x 5,71)
fraksi massa, % Min. 15
5 Kadar Serat Kasar fraksi massa, % Maks. 2,5 6 Cemaran Logam
6.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
6.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,25
6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40
6.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,03
7 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,25
8 Cemaran Mikroba
8.1 Coliform APM/g Maks. 10
8.2 Salmonella sp. - Negatif/25 g
Sumber : BSN (2015) 2.3 Brokoli
Menurut Medanense (2012), tanaman brokoli dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Capparales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleracea L. var. Italica
Gambar 2. Brokoli (Dokumentasi Pribadi)
Brokoli merupakan salah satu sayuran yang mudah mengalami kerusakan. Terjadinya kerusakan pada brokoli jika disimpan tanpa penanganan pasca panen yang tepat (Widyasanti, 2018). Hal ini dikarenakan brokoli memiliki komposisi zat gizi yang tinggi. Brokoli termasuk dalam salah satu bahan makanan nabati yang merupakan sumber serat (Estiari dkk., 2016). Brokoli memiliki banyak manfaat bagi kesehatan bagi tubuh manusia, karena di dalam brokoli terkandung senyawa fitokimia seperti glukosinolat, vitamin C, dan fenol (Yuan dkk., 2009). Menurut Wasnowati (2009), brokoli merupakan salah satu tanaman hortikultura yang berperan sebagai tanaman sumber kalsium, besi, dan mineral esensial yang dapat memenuhi gizi manusia serta memiliki kandungan zat yang dapat mencegah penyakit seperti kanker. Brokoli juga kaya akan zat gizi seperti vitamin yaitu vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin C, serta rendah lemak jenuh dan kolesterol. (Dalmadi, 2010). Komposisi zat gizi brokoli ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Zat Gizi Brokoli Zat Gizi (Satuan) Nilai
Energi (kkal) 35,0
Karbohidrat (g) 2,0
Lemak (g) 0,3
Protein (g) 4,6
Asam Organik (g) 0,3
Asam Lemak Total (g) 0,3
Serat (g) 2,5
Total Gula (g) 2,0
Mineral (mg) 589,1
Vitamin C (mg) 120,0
Sumber : Oktaviani (2011)
Brokoli memiliki banyak manfaat sehingga sangat digemari oleh masyarakat (Binti, 2016). Terdapat senyawa isotiosianat di dalam brokoli yang memiliki aktivitas antikanker seperti sulforafana (Dalmadi, 2010). Brokoli dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan gizi tubuh. Manfaat brokoli bagi tubuh antara lain dapat mencegah anemia, menurunkan resiko penyakit jantung dan stroke, mencegah kanker kerongkongan, kanker paru-paru, kanker payudara, kanker perut, kanker usus besar, mengurangi resiko spina bifida (gangguan kelainan tulang belakang), dan mengurangi resiko katarak (Hubarat, 2012).
2.4 Tepung Tapioka
Tepung tapioka memiliki sebutan lain yaitu tepung singkong, tepung kanji, dan aci merupakan tepung yang diolah dari umbi akar ketela pohon atau singkong (Luthana, 2004). Tepung tapioka merupakan hasil dari penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya. Tepung tapioka sering digunakan sebagai bahan pengisi, bahan pengikat, dan bahan pengental. Tepung tapioka sangat mempengaruhi tekstur dari olahan pangan. Pemanfaatan tepung tapioka dalam olahan pangan seperti es krim, puding, makanan bayi, sosis daging, mie, roti, cilok, siomay, kue, dan lain-lain.
Tepung tapioka dapat digunakan sebagai bahan pengisi pada olahan pangan. Bahan pengisi merupakan fraksi bukan daging yang berfungsi untuk membentuk gel yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi namun rendah protein. Bahan pengisi berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air, menstabilkan emulsi, memperkecil terjadinya penyusutan saat pemasakan, membentuk tekstur kenyal, dan meningkatkan bobot produk (Usmiati, 2009). Tepung tapioka telah digunakan sebagai bahan pengisi pada produk olahan pangan seperti bakso jantung pisang dan ikan patin (Ariani dkk., 2014) dan nugget analog berbasis tempe dan nangka (Sadewa dan Erni, 2020). Tepung tapioka memiliki banyak kelebihan yaitu harga yang relatif murah, memiliki kelarutan yang baik, memberikan citarasa netral dan warna cerah pada produk (Ariani dkk., 2014).
Tepung tapioka memiliki kandungan karbohidrat (pati) dan tingkat elastisitas yang tinggi (Melia dkk., 2010). Tingginya kandungan pati pada tepung tapioka dikarenakan bahan baku berupa ubi kayu yang termasuk dalam golongan polisakarida yang mengandung pati. Terdapat dua fraksi pada pati yaitu fraksi terlarut (amilosa) dengan sifat mudah menyerap air (higroskopis) yang memudahkan dalam pembentukan gel dan fraksi tidak terlarut (amilopektin) (Usmiati, 2009). Ubi kayu memiliki kandungan amilopektin sebesar 83% dan amilosa sebesar 17% (Winarno, 2004). Jumlah amilosa dan amilopektin yang terkandung pada ubi kayu, dapat mempengaruhi karakteristik dari produk akhiri yang dihasilkan. Semakin tinggi kandungan amilopektin yang diterkandung di dalam produk, menyebabkan produk olahan yang dihasilkan semakin lekat (Herawati, 2010). Komposisi zat gizi tepung tapioka per 100 gram ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Zat Gizi Tepung Tapioka Zat Gizi Nilai
Energi (kkal) 362,0 Protein (g) 0,5 Lemak (g) 0,3 Karbohidrat (g) 86,9 Kalsium (Ca) (mg) 0 Besi (Fe) (mg) 0 Fosfor (P) (mg) 0 Vitamin A (mg) 0 Vitamin B1 (mg) 0 Vitamin C (mg) 0 Air (g) 12,0 Sumber: Sihombing (2014)
Secara umum proses pembuatan tepung tapioka terdiri dari beberapa tahap yaitu pengupasan kulit, pencucian, pemarutan, ekstraksi atau pemerasan, pengendapan, penepungan atau penggilingan (Mustafa, 2015). Pembuatan tepung tapioka dilakukan dengan mengekstrak pati dengan air ubi kayu dan disaring. Kemudian mengendapkan hasil saringan. Setelah membentuk endapan akan dikeringkan dan digiling menjadi butiran pati halus berwarna putih (Luthana, 2004).
Pembuatan tepung tapioka harus memperhatikan berbagai faktor. Kriteria singkong yang baik digunakan yaitu tidak memiliki rasa pahit serta berasal dari jenis yang baik. Singkong yang diolah menjadi tepung lebih baik jika masih dalam keadaan segar yang dicabut pada hari yang sama dengan pengolahan tepung tapioka. Singkong yang masih segar menghasilkan tepung tapioka yang berwarna putih. Singkong yang disimpan selama 2 hari dapat mengurangi kandungan sarinya dan terjadi perubahan warna menjadi hitam karena aktivitas enzim polifenolase yang ada di dalam lendir daging ketela yang mengakibatkan terjadi perubahan warna akibat enzim polifenolase yang ada di dalam lendir daging ketela. Mutu tapioka dapat ditentukan oleh beberapa parameter seperti kadar air, serat dan
kotoran, derajat putih, dan kekentalan. Syarat mutu tepung tapioka ditampilkan di Tabel 6.
Tabel 6. Syarat Mutu Tepung Tapioka
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bentuk - Serbuk halus
1.2 Bau - Normal
1.3 Warna - Putih, khas tapioka
2 Kadar air (b/b) % Maks. 14
3 Abu (b/b) % Maks. 0,5
4 Serat kasar (b/b) % Maks. 0,4
5 Kadar pati (b/b) % Min. 75
6 Derajat putih (MgO = 100)
Min. 91
7 Derajat asam mL NaOH 1 N/100 g Maks. 4
8 Cemaran logam 8.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2 8.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,25 8.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40 8.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05 9 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5 10 Cemaran mikroba 10.1 Angka lempeng total (35°C, 48 jam) Koloni/g Maks. 1x106
10.2 Escherichia coli APM/g Maks. 1x106
10.3 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 10
10.4 Kapang Koloni/g < 1x104
Sumber: BSN (2011)
2.5 Proses Pembuatan Nugget
Proses pembuatan nugget tempe dan wortel oleh Wibowo dkk. (2014) diawali dengan mengukus tempe pada suhu 65°C-68°C selama 30 menit, kemudian didinginkan dan digiling. Kemudian wortel dicuci dan diblanching pada suhu 92°C selama 5 detik. Selanjutnya wortel didinginkan, diparut, dan diperas agar volume airnya berkurang. Kemudian dicampurkan tempe giling dan parutan wortel dan ditambakan susu bubuk skim, bawang putih bubuk, bawang merah, merica bubuk, gula pasir, tepung tapioka, dan garam hingga rata. Adonan dituang ke dalam loyang
yang telah diolesi mentega. Selanjutnya, dikukus pada suhu 65°C–67°C selama 45 menit. Kemudian didinginkan di dalam refrigerator pada suhu 10°C selama 15 menit. Setelah didinginkan, nugget dikeluarkan dari loyang dan dipotong dengan ukuran 3x1x1 cm. Kemudian dilumuri dengan air, telur, dan tepung tapioka. Selanjutnya digulingkan pada tepung roti hingga permukaan nugget tertutup sempurna dan disimpan di dalam freezer dengan suhu 3°C selama 30 menit. Selanjutnya nugget digoreng dengan metode deep frying selama 2–3 menit hingga berwarna kuning kecoklatan.
Proses pembuatan nugget tahu dan tempe oleh Rohaya dkk. (2013) diawali dengan mencuci tahu dan tempe kemudian dipotong dengan ukuran 2x2 cm dan ditimbang seberat 200 gram. Selanjutnya dikukus selama 10 menit dengan tujuan menghilangkan bau tengik tempe dengan menginaktifkan enzim. Kemudian tempe dan tahu dihaluskan menggunakan meat chopper selama 10–15 detik dan dicampurkan dengan bumbu halus (bawang merah, bawang putih, merica bubuk, gula, garam) dan sayuran (wortel, buncis, jagung). Selanjutnya ditambahkan bahan pengisi (terigu, pati sagu, tepung ubi jalar, dan tepung pisang owak) sebanyak 20% dari berat tempe/tahu yang digunakan. Adonan dituang ke dalam loyang dan dipadatkan kemudian dikukus selama 20 menit agar tekstur nugget lebih padat. Kemudian adonan dipotong dengan ukuran 2x3 cm dan dilapisi putih telur dan tepung panir. Selanjutnya nugget dibekukan pada suhu -5°C dan digoreng.