• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perjanjian Lama: Narasi Dua Tamar. Yonky Karman, PhD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Isu Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perjanjian Lama: Narasi Dua Tamar. Yonky Karman, PhD"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

1 Isu Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perjanjian Lama:

Narasi Dua Tamar Yonky Karman, PhD

(2) Budaya patriarki membuat perempuan rentan sebagai objek tindak kekerasan. Dalam budaya patriarki, otoritas keluarga terpusat pada bapak/suami sebagai kepala rumah tangga. Perempuan diperlakukan sebagai gender kelas dua; sebelum menikah di bawah kuasa ayah, sesudah menikah di bawah kuasa suami (Bil. 5:19, 20 “di bawah kuasa suamimu”). Relasi kekerabatan yang diperhitungkan adalah garis keturunan bapak/suami (representasi keluarga) dengan anak lelaki sebagai penerus atau penyandang nama (marga) ayah (patrilineal); biasanya hanya nama laki-laki yang tercantum dalam silsilah. Dua perempuan berikut mengalami kekerasan dalam budaya patriarki meski tentu bukan sebagai faktor tunggal. (3) I. Tamar dan Yehuda (Kej. 38)

Yehuda punya tiga anak lelaki dari binti Syua, orang Kanaan: Er, Onan, dan Syela. Er menikah dengan Tamar (ay. 2 mungkin juga orang Kanaan) dan meninggal sebelum punya anak. Yehuda meminta Onan, membangkitkan keturunan bagi sang kakak. Itulah satu-satunya perkawinan ipar dalam PL (Ul. 25:5-10).

Dalam keluarga besar serumah, apabila saudara yang sudah kawin meninggal tanpa anak, saudara almarhum wajib sebagai bagian dari solidaritas keluarga untuk mengawini iparnya untuk “membangun keturunan saudaranya”, untuk meneruskan nama almarhum, juga agar ipar itu tidak “kawin dengan orang di luar lingkungan keluarga” almarhum suami. Anak lelaki pertama yang lahir dari perkawinan itu menjadi anak almarhum, dengan begitu nama almarhum tak terhapus dari antara orang Israel; anak kedua dan selanjutnya menjadi anak saudara yang mengawini iparnya. Kalau saudara almarhum tidak mau menunaikan kawin ipar, sang ipar pergi ke pintu gerbang mengadukan perkaranya kepada tetua kota. Tetua kota akan memanggil pelaksana kawin ipar dan berusaha membujuknya. Apabila tetap tidak mau, janda itu di hadapan tetua kota melepaskan sandal sang ipar, meludahi mukanya sambil berkata: Beginilah harus dilakukan kepada orang yang tidak mau membangun keturunan saudaranya. Selanjutnya, saudara almarhum itu mendapat sanksi sosial dan dikenal sebagai “kaum yang sandalnya ditanggalkan” (bet ḥaluṣ hanna‘ar), mungkin bahasa kasarnya “kaum yang egois”.

Hukum kawin ipar dalam PL merupakan sebuah bentuk endogami (perkawinan

(4) sesama marga/klan, minimal sesama orang Israel). Dua tujuan sosial endogami. Pertama, memperkecil potensi ketidakharmonisan sosial (social and cultural breakdown). Kedua, menjaga tanah (warisan keluarga) tetap di lingkungan orang sendiri, tidak jatuh ke orang luar. Dalam praktiknya, pelaksanaan endogami tak selalu mudah, terlebih kalau tinggal di lingkungan asing, terbukalah ruang pernikahan dengan orang luar (eksogami). Hukum kawin ipar terutama untuk kepentingan almarhum suami, tetapi juga untuk memastikan masa depan kesejahteraan seorang janda agar keluar dari status janda. Selain termasuk kategori orang miskin, perempuan dengan status janda waktu itu juga susah dapat jodoh.1

Kembali kepada Tamar. Ternyata Onan diam-diam tidak mau membuahi Tamar tetapi mau bersetubuh dengannya; hal itu dipandang jahat di mata Tuhan dan ia pun dihukum dengan kematian (ay. 9-10). Sebagai ayah, Yehuda terikat secara moral untuk memberikan Syela kepada Tamr, tetapi si bungsu pada waktu itu masih terlalu kecil. Yehuda menjanjikan bahwa Syela akan diberikan apabila sudah cukup dewasa dan untuk sementara Tamar 1Berbeda dari tradisi dalam PL, beberapa suku dan dalam lingkungan Islam di Indonesia berlaku adat “turun ranjang”, suami yang istrinya meninggal bisa mengawini adik ipar dan keluarga sang istri memiliki kewajiban

(5)

2 dipulangkan kepada ayah kandungnya. Yehuda tidak terus terang kepada menantunya bahwa ia sebenarnya takut si bungsu, anak tersisa, juga “mati seperti kedua kakaknya” (ay. 11).

Dalam ketaatan dan percaya kepada ayah mertuanya, Tamar setia menunggu di kampung halaman dengan tetap mengenakan pakaian kejandaan bertahun-tahun, sementara argo umurnya jalan terus dan status kejandaannya menggantung. Ia hanya mau menjadi istri Er yang baik, meneruskan nama mendiang suami agar tak terhapus dari antara orang Israel. Selama berstatus janda, Tamar secara moral masih istri Er; hubungan seksual dengan lelaki lain berarti zina (bdk. ay. 34). Waktu berlalu cepat, Syela sudah besar tetapi belum juga diberikan kepada Tamar. Ia pun sadar Yehuda mertua PHP. Dulu ia dimanipulasi Onan, adik suami (ingkar kewajiban), sekarang diberi harapan palsu oleh Yehuda, ayah suami (ingkar janji).

Suatu kali, sesudah istri Yehuda meninggal, pergilah Yehuda ke Timna, tempat

(5) pengguntingan bulu domba ternaknya. Mendengar kabar perjalanan Yehuda itu, Tamar melepaskan pakaian kejandaannya dan mengenakan pakaian pelacur, duduk di pintu gerbang kota Enaim, jalan yang akan dilalui Yehuda ke Timna. Perhatikan, narator tak menyebut eksplisit nama Tamar dalam perannya sebagai pelacur, sebab memang bukan itu identitasnya (ay. 14-23). Penampilan Tamar seperti pelacur berkelas sehingga tarifnya seekor anak kambing (Rp 2-3 juta/ekor kambing jantan di Indonesia). Karena tidak membawa kambing, Yehuda menjaminkan barang pribadinya: stempel diri Yehuda (berikut talinya) dan tongkatnya. Setelah menyelesaikan urusannya di Timna, Yehuda menepati janji dengan menyuruh orang membawa seekor anak kambing ke tempat ia bertemu pelacur itu. Namun, tidak seorang pun di situ yang tahu identitas pelacur itu, lagi pula tidak ada yang menjadi pelacur di antara orang-orang di situ. Yehuda menganggap soal itu sudah selesai.

Tiga bulan kemudian, Yehuda mendapat kabar bahwa Tamar hamil karena melacur. (6) Meski Tamar di rumah ayah kandungnya, tetapi ia sudah sepenuhnya menjadi bagian dari keluarga Yehuda sehingga praktis Tamar masih di bawah kuasa mertuanya, “Bawalah perempuan itu supaya dibakar” (ay. 24). Sementara Tamar dibawa kepada Yehuda, perempuan itu mengutus orang lebih dulu untuk menyampaikan pesan kepada mertuanya, “Aku telah dihamili oleh orang yang memiliki benda-benda ini. Periksalah siapa pemilik stempel dengan talinya dan tongkat ini” (*ay. 25). Segera Yehuda sadar Tamar hamil bukan karena zina melainkan karena membela hak almarhum Er, suaminya, untuk mendapat keturunan. Yehuda pun merehabilitasi Tamar, “Bukan aku tetapi perempuan itulah yang benar karena ... aku tidak memberikan dia kepada Syela” (ay. 26).

Sejak itu, Yehuda tidak bersetubuh lagi dengan Tamar, mempertahankan statusnya (7) sebagai mertua Tamar (demikian tradisi Israel), tetapi anak kembar yang dilahirkan Tamar menjadi anak Yehuda, “Tamar, menantu perempuan Yehuda, melahirkan baginya Peres dan Zerah ... anak-anak Yehuda ... lima orang” (1Taw. 2:4; bdk. Kej. 46:12 “Er, Onan, Syela, Peres dan Zerah”). Tradisi Israel tidak memperhitungkan anak Tamar sebagai keturunan Er, melainkan bani Yehuda, dengan tiga kaum, “kaum orang Syela ... kaum orang Peres ... kaum orang Zerah” (Bil. 26:19-20).

(8) Tamar diperhitungkan sebagai ibu bangsa Israel dan doa berkat penduduk Betlehem untuk Boas yang menikahi Rut adalah keturunannya diharapkan akan “seperti keturunan Peres [bet pereṣ] yang dilahirkan Tamar bagi Yehuda” (Rut 4:12). Ternyata, yang diperhitungkan bukan Zerah si sulung, melainkan silsilah Peres (toldot pareṣ) sebagai leluhur Daud, “Peres ... Hezron ... Ram ... Aminadab ... Nahason ... Salmon ... Boas ... Obed ... Isai ... Daud” (Rut 4:18-22).

(9) Dalam silsilah Yesus Kristus (versi Matius), Tamar, bersama Rut (orang Moab) dan istri Uria (Batsyeba, orang Het), tercatat sebagai ibu leluhur Yesus.

Yehuda ... Tamar, Peres ... Hezron ... Ram ... Aminadab ... Nahason ... Salmon ... Boas ... Rut, Obed ... Isai ... Daud ... istri Uria, Salomo ... Rehabeam ... Abia ... Asa ... Yosafat ...

(6)

3

Yoram ... Uzia ... Yotam ... Ahas ... Hizkia ... Manasye ... Amon ... Yosia ... Yekhonya ... Sealtiel ... Zerubabel ... Abihud ... Elyakim ... Azor ... Zadok ... Akhim ... Eliud ... Eleazar ... Matan ... Yakub ... Yusuf ... Maria ... Yesus. (Mat 1:3-16)

Tamar nyaris menjadi korban kekerasan karena sesat peradilan keluarga gara-gara ayah mertua ingkar janji. Namun, tradisi Israel tak mau terbelenggu kerumitan relasi rumit anak yang lahir dari Tamar-Yehuda. Tamar yang bukan siapa-siapa dikenang dalam sejarah Israel, tidak demikian dengan Tamar berikut.

(10-11) II. Tamar dan Amnon (2Sam. 13)

Amnon dan Tamar, keduanya anak Daud, dari lain ibu. Tamar lahir dari Maakha, putri raja Gesur (2Sam. 3:3); ia bukan cuma putri raja tetapi juga cucu raja, kental benar darah birunya. Amnon “anak sulung” Daud, putra mahkota, lahir dari Ahinoam (1Taw. 3:1). Narator memulai narasinya demikian, “Absalom ... mempunyai seorang adik perempuan yang (12) cantik, namanya Tamar” (ay. 1). Kecantikan Tamar membuat cerita mengalir. Apabila bagi Absalom, Tamar adalah objek yang harus dilindungi, bagi Amnon adalah objek cinta (ay. 4). Cinta Amnon itu membuat dirinya “terus-menerus memikirkan hal itu” (BIMK; ay. 2 “sangat tergoda”; NIV, NASB “frutrated”; bdk. 2Sam. 1:26 ṣarar “susah”), membuatnya frustrasi, “sebab anak perempuan itu masih perawan dan menurut anggapan Amnon mustahil untuk melakukan sesuatu terhadap dia.” Kehidupan sehari-hari Tamar seperti dipingit sampai nanti bertemu calon suami.

Mengetahui frustrasi Amnon, Yonadab, kakak sepupu yang dikenal sangat cerdik (banyak akal) menyarankan Amnon berpura-pura sakit dan tidak nafsu makan, supaya dijenguk sang ayah, “Berbaringlah di tempat tidurmu ... pura-pura sakit. Apabila ayahmu datang menengok ... engkau berkata kepadanya: Izinkanlah adikku Tamar datang ... sehingga aku dapat melihatnya ... memakannya dari tangannya” (ay. 5). Saat dijenguk, Amnon minta (13) ayahnya mengizinkan adiknya datang ke kediamannya. Ia ingin melihat Tamar membuat kue hati (ay. 6 lebiba) di hadapannya dan makan kue itu langsung dari tangan

adiknya. Sederhana sekali sakit sang kakak, tentu saja permintaan itu dikabulkan sang ayah. Datanglah Tamar ke tempat kediaman Amnon, berbusana “baju kurung yang mahaindah” (ay. 18 ketonet passim), tanda kegadisan. Setelah kue itu jadi, Amnon tidak langsung makan;

ia menyuruh dulu semua orang lain keluar, lalu meminta Tamar untuk membawa sendiri kue itu ke dalam kamar tidurnya.

(14) Tiba- tiba, ia memegang tangan Tamar dan mengajaknya tidur, yang tentu saja ditolak.

Tidak kakakku, jangan perkosa aku, sebab orang tidak berlaku seperti itu di Israel. Janganlah berbuat noda seperti itu ... ke manakah kubawa kecemaranku? ... engkau akan dianggap sebagai orang yang bebal [nabal] di Israel ... berbicaralah dengan raja ... ia tidak akan menolak memberikan aku kepadamu. (ay. 12-13)

Apakah proposal ini hanya taktik mengulur-ulur waktu? Ataukah praktik kawin sesama saudara tak bertentangan dengan hukum? P. Kyle McCarter menggolongkan tindakan (15) Amnon sebagai inses (nabal “sacrilege”).2 Pada umumnya proposal Tamar dibandingkan dengan relasi Abram-Sarai. Abram bersama keluarganya dalam pengembaraan dan tinggal di Gerar sebagai orang asing (posisi hukumnya lemah). Sarai, istrinya, “cantik parasnya”, potensial diambil pria Gerar; untuk tidak kena hukum zina, suami perempuan itu harus mati dulu (diam-diam dibunuh). Abram pun memperkenalkan Sarai kepada orang-orang sebagai adiknya (Kej. 20:2 “dia saudaraku”; bdk. 12:13). Benar saja, Abimelekh, raja Gerar, terpesona dengan kecantikan Sarai dan menyuruh orang untuk mengambilnya dari Abram. Namun, dalam mimpi Abimelekh malamnya, raja itu diperingatkan akan mati karena sudah ambil istri orang. Paginya, ia langsung mengembalikan perempuan itu kepada

(7)

4 suaminya, sambil menyesalkan Abram yang nyaris membuat dirinya celaka. Abram membela diri, “Ia benar-benar saudaraku, anak ayahku, hanya bukan anak ibuku” (Kej. 20:12).

(16) Itulah contoh lain praktik endogami sebelum hukum inses Musa berlaku pascapembuangan.

a practice from the early period which was not forbidden3

the patriarchs are not painted as conforming entirely to the models prescribed in the Mosaic law4

a tradition of great antiquity ... Where descent is traced solely through one parent, mating between half-siblings is often acceptable and is not considered consanguineous5

(17) Menurut dua dokumen hukum terpisah terkait adat perkawinan terutama di lapisan atas masyarakat Hurri (mungkin pengaruh fratriarki, demi menjamin kemurnian keturunan dari garis ayah (“the purity of the content protected by the quality of the container”), istri adalah (18) adik sendiri.6 Sanksi lebih berat berlaku untuk tindakan merusak hubungan kakak-adik daripada perceraian. Ikatan perkawinan paling kuat adalah istri sekaligus adik, dalam ikatan itu suami memiliki otoritas lebih besar daripada kalau hanya sebagai suami dan istri menerima perlindungan lebih besar (berstatus lebih tinggi) daripada kalau hanya sebagai istri. (19) Bisa juga sesudah kawin, istri diangkat menjadi adik (angkat) suami. Sarai mungkin istri yang kemudian diangkat adik atau benar ia adik Abraham lain ibu (bdk. Kej. 11:27-29 Nahor menikah dengan keponakan sendiri).

(20) Kembali kepada Tamar, proposalnya kepada Amnon mungkin praktik kuno yang tak lazim, tetapi masih berlaku di lingkungan keluarga kerajaan.

we do not know for certain what marriage prohibitions were in existence in David’s time

and to what extent they were recognized in Jerusalem and in the royal family7

Tampaknya larangan inses baru di atur hukum Taurat belakangan. Pelakunya terkutuk (Ul. 27:22) dan “harus dilenyapkan” (Im. 20:17; 18:9, 11 “janganlah kausingkapkan auratnya” yang seayah atau seibu). Meski kemungkinan menikahi Tamar terbuka, Amnon sudah di bawah kuasa nafsu berahi, “Amnon tidak mau mendengarkan perkataannya ... sebab ia lebih kuat daripadanya, diperkosanyalah dia” (ay. 14). Seorang gadis menjadi korban kekerasan (21) seksual kakak sendiri. Tindakan Amnon termasuk “perbuatan sumbang”, melanggar adat (Im. 20:17 ḥesed); kata Ibrani ḥesed untuk sesuatu yang “hina” itu sangat jarang dipakai (*Ams. 14:34). Amnon tergolong nabal, tuna rasa bersaudara (lack of fraternal feelings).8 Pelaku nebala dalam kasus Sikhem memerkosa Dina putri Yakub (*Kej. 34:7 “menghina”)

atau dalam kasus kekerasan seksual orang Benyamin (Hak. 19:23; 20:6; 10 “kejahatan”).9 Narator Alkitab menghendaki narasi Tamar-Amnon dibaca dalam konteks relasi adik-kakak. Dalam relasi dengan Tamar, Amnon adalah ’aḥ (ay. 7, 8, 10, 12, 16, 20 kakak). Dalam relasi dengan Amnon, Tamar adalah ’aḥot (ay. 5, 6, 22 adik; 2, 4, 6, 11 saudara).

(22) Belum cukup sebagai korban kekerasan seksual kakak, Tamar masih menjadi objek benci.

timbullah kebencian yang sangat besar pada Amnon terhadap gadis itu, bahkan lebih besar benci yang dirasanya ... daripada cinta yang dirasanya sebelumnya ... Amnon berkata kepadanya, “Bangunlah, enyahlah!” (ay. 15)

3Claus Westermann, Genesis 12-36 (tr. John J. Scullion; Minneapolis: Augsburg, 1985) 326. 4Gordon J. Wenham, Genesis 16-50 (WBC 2; Waco: Word, 1994) 73.

5Nahum M. Sarna, Genesis (the JPS Torah Commentary; Philadelphia: The Jewish Publication Society, 1989)

143

6E. A. Speiser, Genesis (AB 1; New York: Doubleday, 1962) 91-94. 7A. A. Anderson, 2 Samuel (WBC 11, Waco: Word, 1989) 175. 8Anderson, 2 Samuel, 175.

9Mungkin tindakan Amnon itu termasuk ḥesed (TB “perbuatan sumbang” melanggar adat), kata Ibrani yang sangat jarang dipakai untuk sesuatu yang “hina” (*Ams. 14:34).

(8)

5 Rupanya Amnon sejak awal tidak bisa membedakan perasaan di dalam dirinya apakah ia sungguh mencintai Tamar atau hanya menginginkannya sebagai objek hasrat seksual. Kalau sungguh cinta, tentu tak akan berakhir dengan benci.

(23) Dalam keadaan terhina, Tamar masih sempat menasihati lagi kakaknya, “Tidak kakakku, sebab menyuruh aku pergi adalah lebih jahat daripada apa yang telah kaulakukan kepadaku tadi” (ay. 16). Kembali, Amnon tidak menghiraukan, malah memanggil pelayan (24) agar membawa adiknya keluar dan mengunci pintu di belakangnya. Tamar pun menaruh abu di kepalanya, mengoyak baju kurung tanda kegadisannya, dengan satu tangan di kepala, pergi sambil meratap. Ia menjadi korban kekerasan seksual dari orang yang seharusnya melindungi.

(25) Bagaimana reaksi sang ayah? “Ketika segala perkara itu didengar Raja Daud sangat marahlah ia” (ay. 21). Teks Ibrani berhenti di situ, tetapi teks Yunani Septuaginta (juga teks Qumran) menambah suatu penjelasan menarik.

kai ouk elupesen to pneuma Amnon tou huiou autou hoti egapa auton hoti prototokos auton en

but he had no wish to harm his son Amnon, whom he loved because he was his first-born (NJB; juga NRSV, NAB)

Narasi ini mendemonstrasikan bentuk mencintai (LXX agapao) di dunia yang retak. Pertama, Amnon mencintai Tamar yang ternyata hanya objek pemuas hasrat seksualnya saja (ay. 1). Kedua, Daud mencintai Amnon dengan cinta yang membuat dia tak berdaya untuk bertindak yang seharusnya dalam kapasitas sebagai raja maupun ayah. Ia hanya bisa marah. Ketika (26) berbicara dengan Amnon, Tamar menyebut ayah mereka sebagai raja, bukan ayah mereka, “Berbicaralah dengan raja, sebab ia tidak akan menolak memberikan aku kepadamu” (ay. 13). Narator juga dua kali menyebut Daud sebagai raja (ay. 6, 21), tak pernah sebagai ayah mereka. Apa yang diharapkan dari seorang raja PL? Adil dalam keputusan salah benar suatu perkara, menghukum yang salah dan merehabilitasi yang benar, membela korban. Persis itu tak terjadi.

Bagaimana dengan Daud sebagai ayah Tamar dan Amnon? Hanya sekali Daud disebut sebagai ayah, itu pun keluar dari mulut Yonadab (ay. 5). Narator tidak menggambarkan Daud sebagai sebagai ayah, sebab Daud tampak tak berdaya untuk menegur anaknya yang berbuat salah, tak berdaya untuk menghibur Tamar. Daud memang sangat marah. Cukupkah marah saja? Tampak Daud menjadi tidak adil sebagai raja dan tanpa empati sebagai ayah. Mungkin karena Amnon putra mahkota, pewaris takhta, kebanggaan raja, atau juga pengaruh istri tua. Penafsir PL sekaligus feminis, Phylis Trible menyimpulkan, “The father identifies with the son ... male has joined male to deny justice for the female.”10

(27) Sikap yang seharusnya justru tampak dari Absalom, kakak kandung Tamar, yang menghibur dan menampung adiknya, “Janganlah begitu memikirkan perkara itu” (ay. 20). Tamar tinggal di rumah Absalom, “seorang diri” (ay. 20 šomema), “seorang diri menderita” (*Rat. 1:13), karena “telah kehilangan segala-galanya” (*Rat. 1:16), gambaran untuk

(28) istri “yang ditinggalkan suaminya” (Yes. 54:1). Emosi Absalom tak terlihat, ia “tidak berkata-kata dengan Amnon ... tentang yang jahat maupun ... baik, tetapi ... membenci Amnon, sebab ia telah memerkosa Tamar, adiknya” (ay. 22). Kebencian itu (kemarahan diam-diam) akhirnya berujung main hakim sendiri; Amnon dijebak dan mati di tangannya. (29) Untuk kematian Amnon, perhatikan reaksi Daud, “dikoyakkannya pakaiannya dan berbaring di lantai ... menangis dengan amat keras ... berdukacita berhari-hari” (ay. 31, 36, 37). Begitu lama kesedihan hati Daud karena kematian Amnon. Setelah tiga tahun matinya Amnon, “raja tidak lagi marah terhadap Absalom, sebab kesedihan hatinya karena kematian Amnon telah surut” (ay. 39). Lalu, di mana dan berapa lama dukacita Daud karena kekerasan 10Phyllis Trible, Texts of Terror: Literary-Feminist Readings of Biblical Narratives (OBT; Philadelphia:

(9)

6 yang dialami Tamar? Kita tidak tahu apakah Absalom akan membalas dendam seandainya Daud juga berdukacita untuk Tamar dan menghukum Amnon dengan adil. Yang jelas,

(30) Tamar, putri raja sekaligus cucu raja, sangat terhormat, kehilangan kehormatannya, tak dikenang dalam sejarah Israel, seolah-olah merepresentasikan banyak perempuan korban KDRT yang tak bersuara, tanpa perlindungan hukum dari undang-undang penghapusan kekerasan seksual yang bertahun-tahun mengendap di DPR sebagai RUU PKS, perempuan-perempuan yang menyimpan derita dalam diamnya.

Referensi

Dokumen terkait

Formulasi pengelepasan terkendali I didapatkan dengan mencampurkan larutan shellak 2,5% dengan 10 mL karbofuran 5% (dari bahan aktif karbofuran dengan kemurnian 95%) lalu

Untuk menjaga kelancaran kegiatan akademik di ketiga jenjang pendidikan tersebut, pimpinan PMA memberikan motivasi kepada staf akademik dengan cara memberikan

Rancangan Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah Dokumen Perencanaan Tahunan pada level Satuan Kerja Perangkat Daerah dan disusun sebagai penjabaran Rencana

Penilaian terhadap materi ini dapat dilakukan sesuai kebutuhan guru yaitu dari pengamatan sikap, tes pengetahuan dan praktek/unjuk kerja sesuai dengan rubrik

Hipotesis penelitian ini adalah: (1) terdapat perkembangan inti mikrospora yang berbeda pada berbagai ukuran bunga tanaman jeruk, (2) terdapat lama praperlakuan dingin

Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen.3 Paparan berulang oleh alergen

Jika Tuan Puan memilih untuk fokus pada satu produk seperti ahli team saya, saya sarankan fokus pada post testimoni dan gambar promosi dan gambar yang boleh orang repost... HAK

KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP KEMAMPUAN PASSING BAWAH DALAM PERMAINAN BOLA VOLI PADA SISWA EKSTRAKURIKULER SMP NEGERI 2 JATEN KARANGANYAR. Skripsi, Fakultas