• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TERA DAN TERA ULANG ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TERA DAN TERA ULANG ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008

TENTANG

RETRIBUSI TERA DAN TERA ULANG ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

Menimbang :

a. bahwa untuk menciptakan tertib alat Ukur, Takar, Timbang dan perlengkapannya (UTTP) perlu dilaksanakan Tera atau Tera Ulang guna melindungi kepentingan umum (Konsumen dan Produsen) yang pada gilirannya memberikan kontribusi positif dalam sektor pembangunan industri dan perdagangan dalam rangka memperkuat daya saing produk Indonesia khususnya bagi daerah Propinsi Sumatera Barat di pasar global;

b. bahwa jasa pelayanan umum penggunaan alat UTTP merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Propinsi Sumatera Barat untuk memantapkan Otonomi Daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat tentang Retribusi Tera dan Tera Ulang Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya.

Mengingat :

1. Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1646) jo Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahunh 1979;

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metroogi Legal (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3193);

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

(2)

7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 tentang Tarif Biaya Tera (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 03257); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3329);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan untuk Ditera dan atau Ditera Ulang serta Syarat-Syarat Bagi Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3283);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan, Satuan Tambahan, dan Satuan Lain yang Berlaku (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 7);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3388);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 40201);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

16. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 tentang Badan Standarisasi Nasional;

17. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kep/2/1988 tentang Penyelenggaraan Kemetrologian;

18. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 731/MPP/Kep/10/2002 tentang Pengelolaan Kemetrologian dan Pengelolaan Laboratorium Kemetrologian;

19. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat;

20. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Propinsi Sumatera Barat.

(3)

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI SUMATERA BARAT DAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TENTANG RETRIBUSI TERA DAN TERA ULANG ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Barat;

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat; 3. Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Gubernur adalah

Gubernur Sumatera Barat;

4. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5. Dinas/Badan/Kantor adalah Dinas/Badan/Kantor Provinsi Sumatera Barat;

6. Metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur mengukur secara luas;

7. Metrologi Legal adalah Meteorologi yang mengelola satuan-satuan ukuran, metode-metode pengukuran dan alat-alat ukur yang menyangkut persyaratan teknik dan peraturan berdasarkan undang-undang yang bertujuan melindungi kepentingan umum dalam hal kebenaran pengukuran;

8. Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Metrologi selanjutnya disebut UPTD adalah Unit Pelaksana Teknis Metrologi pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat;

9. Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Metrologi adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Metrologi pada Dinas yang membidangi Perindustrian dan Perdagangan di Provinsi Sumatera Barat;

10. Pegawai yang berhak adalah Pegawai Negeri Sipil yang bertugas pada Unit Metrologi Legal yang telah lulus pendidikan dan pelatihan kemetrologian dan telah diberi hak oleh pejabat6 yang berwenang;

11. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau Organisasi yang sejenis, lembaga dan Dana Pensiun, Bentuk Usaha tetap serta bentuk usaha lainnya;

12. Tera adalah hal menandai dengan tanda Tera sah atau dengan tanda Tera Batal yang berlaku atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda Tera Sah atau tanda Tera

(4)

Batal yang berlaku yang dilakukan pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang belum dipakai;

13. Tera Ulang adalah hal menandai berkala dengan tanda-tanda Tera sah atau dengan tanda Tera batal yang berlaku atau memberikan keteranga-keterangan tertulis yang bertanda Tera sah atau tanda Tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang bgerhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat UTTP yang telah ditera.

14. Alat Ukur adalah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi pengukuran kuantitas dan atau kualitas;

15. Alat Takar adalah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi pengukuran kuantitas atau penakar;

16. Alat Timbang adalah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi pengukuran massa atau penimbangan;

17. Alat Perlengkapan adalah alat yang diperuntukkan atau dipakai sebagai pelengkap atau tambahan pada alat Ukur, Takar, atau Timbang yang menentukan hasil pengukuran, penakaran atau penimbangan;

18. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;

19. Retribusi Tera dan Tera Ulang atau disebut jasa Pelayanan Umum Penggunaan Alat UTTP Metrologi Legal adalah Pembayaran atas fasilitas yang disediakan Pemerintah Daerah kepada Wajib Retribusi guna melindungi kepentingan umum dalam sektor pembangunan industri dan perdagangan;

20. Biaya Tambahan adalah biaya yang harus dibayar oleh pemilik/pemakai/pemegang kuasa alat UTTP yang dilakukan Petugas Tera dan Penguji pada suatu lokasi yang ditentukan sendiri oleh karena sudah dilaksanakan Tera atau Tera Ulang atas alat UTTP pemilik/pemakai/pemegang kuasa alat UTTP;

21. Wajib Rebibusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan Retribusi, diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi;

22. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dari pemerintah;

23. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPORD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk penghitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah;

24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang disingkat dengan SKRD adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi dan sekaligus berfungsi sebagai alat pembayaran atau tanda syah pembayaran setelah divalidasi/cap pembayaran;

25. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang disingkat STRD adalah Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;

(5)

27. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan Perundang-undangan Retribusi;

28. Penyidikan Tindak Pidana Dibidang Retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP)

Pasal 2

Alat UTTP yang digunakan dalam bidang Metrologi Legal wajib untuk ditera dan atau ditera ulang agar dalam pemakaian tidak merugikan pemakai atau pihak yang dilayani oleh alat-alat tersebut.

Pasal 3

(1) Alat UTTP yang secara langsung atau tidak langsung digunakan atau disimpan dalam keadaan siap pakai wajib ditera dan atau ditera ulang guna menentukan hasil pengukuran, penakaran atau penimbangan untuk :

a. Kepentingan umum; b. Usaha;

c. Menyerahkan atau menerima barang; d. Menentukan pungutan atau upah; e. Menentukan produk akhir perusahaan;

f. Melaksanakan Peraturan Perundang-undangan;

(2) Alat UTTP yang khusus diperuntukkan atau dipakai untuk keperluan rumah tangga dibebaskan dari Tera dan Tera Ulang; (3) Semua alat UTTP yang dipakai atau diperuntukkan dalam

penelitian pengamatan atau kontrol di dalam proses kegiatan merupakan alat ukur yang wajib ditera dan dapat dibebaskan dari Tera Ulang;

(4) Tata cara pembebasan Tera dan atau Tera Ulang seperti yang dimaksud Pasal 3 ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 4

(1) Semua alat UTTP yang pada waktu ditera dan atau ditera ulang ternyata tidak memenuhi syarat dan tidak mungkin dapat diperbaiki lagi harus dirusak sampai tidak berfungsi lagi oleh Pegawai yang diberi hak oleh pejabat yang berwenang.

(2) Tata cara pengrusakan alat UTTP yang menyangkut Pelaksanaan Teknis dan Khusus, maka pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

(6)

Pasal 5

(1) Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau menyuruh memakai alat UTTP yaitu :

a. yang bertanda Tera Batal;

b. yang tidak bertanda Tera sah yang berlaku atau tidak disertai keterangan pengesahan yang berlaku, kecuali dibebaskan dari Tera dan atau Tera Ulang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

c. tanda Teranya rusak;

d. apabila setelah dilakukan perbaikan atau perubahan yang dapat mempengaruhi panjang, isi, berat atau penunjukannya menyimpang dari nilai yang seharusnya diizinkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

e. alat UTTP yang panjang, isi, berat atau penunjukannya menyimpang dari nilai yang seharusnya dari pada yang diizinkan;

f. mempunyai tanda khusus yang memungkinkan orang menentukan ukuran, takaran, atau timbangan menurut dasar dan sebutan lain dari pada yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

g. untuk keperluan lain yang dimaksud dalam Pasal 5 huruf a sampai dengan f, atau berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

di tempat usaha, ditempat untuk menentukan ukuran atau timbangan untuk kepentingan umum, di tempat melakukan penyerahan-penyerahan , di tempat menentukan pungutan atau upah yang didasarkan pada ukuran atau timbangan.

Pasal 6

Dilarang menawarkan untuk dibeli, menjual, menawarkan untuk disewa, menyewakan, mengadakan persediaan untuk dijual, diserahkan atau a. bertanda Tera Batal;

b. tidak bertanda Tera sah yang berlaku, atau tidak disertai keterangan pengesahan yang berlaku, kecuali dibebaskan dari Tera dan atau Tera Ulang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

c. tanda jaminannya rusak.

Pasal 7

(1) Dilarang memasang alat ukur, alat penunjuk atau alat lainnya sebagai tambahan pada alat UTTP yang sudah ditera atau yang sudah ditera ulang;

(2) Alat UTTP yang diubah atau ditambah dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) diperlakukan sebagai tidak ditera atau ditera ulang.

(7)

BAB III TANDA TERA

Pasal 8 (1) Jenis-jenis tanda tera adalah:

1. Tanda Sah; 2. Tanda Batal; 3. Tanda Jaminan; 4. Tanda Daerah;

5. Tanda Pegawai yang Berhak.

(2) Pengaturan mengenai ukuran, bentuk, jangka waktu berlakunya , tempat pembubuhan dan cara membubuhkan tanda-tanda Tera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Gubernur sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9

Tanda-tanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dibubuhkan atau dipasang pada:

1. Tanda sah dibubuhkan dan atau dipasang pada alat UTTP yang disahkan pada waktu ditera atau ditera ulang;

2. Tanda Batal dibubuhkan pada alat UTTP yang dibatalkan pada waktu ditera atau ditera ulang;

3. Tanda jaminan dibubuhkan dan atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari alat UTTP yang sudah disahkan untuk mencegah penukaran dan atau perubahan;

4. Tanda Daerah dan Tanda Pegawai yang Berhak dibubuhkan pada alat UTTP agar dapat diketahui di mana dan oleh siapa penerapan dilakukan;

5. Tanda Sah dan Tanda Batal yang tidak mungkin dibubuhkan pada alat UTTP diberikan surat keterangan tertulis sebagai penggantinya.

BAB IV

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 10

Dengan nama Retribusi Tera, Tera Ulang Alat UTTP, dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan Tera dan atau Tera Ulang Alat UTTP.

Pasal 11

Objek Retribusi adalah Pelayanan Tera, Tera Ulang Alat UTTP yaitu antara lain sebagai berikut:

1. Ukuran Panjang;

2. Ukuran Panjang dengan Alat hitung (Counter Meter); 3. Alat ukur Permukaan Cairan (Level Gauge):

a. Mekanik; b. Elektronik;

(8)

5. Tangki Ukur:

a. Bentuk Silinder Tegak; b. Bentuk Silinder Datar; c. Bentuk Bola dan Speroidal. 6. Tangki Ukur Gerak:

a. Tangki Ukur Mobil dan Tangki Ukur Wagon;

b. Tangki Ukur Tongkang, Tangki Ukur Pindah, Tangki Ukur Apung dan Kapal.

7. Alat Ukur dari Gelas:

a. Labu Ukur, BUret dan Pipet; b. Gelas Ukur.

8. Bejana Ukur (takaran);

9. Meter Taksi (alat ukur meter taksi); 10. Speedometer (alat ukur kecepatan); 11. Meter Rem (alat ukur uji rem); 12. Tachometer (alat ukur kelembaban); 13. Thermometer (alat ukur suhu);

14. Densimeter (alat ukur massa jenis zat cair); 15. Viskometer (alat ukur kekentalan zat cair); 16. Alat Ukur Luas;

17. Alat ukur Sudut;

18. Alat Ukur Cairan Minyak:

a. Meter Bahan Bakar Minyak;

b. Meter Induk (Standar Meter BBM);

c. Meter Kerja (meter untuk transaksi BBM); d. Pompa Ukur (pompa di SPBU).

19. Alat Ukur Gas:

a. Meter Induk (meter untuk standar penguji); b. Meter Kerja (meter untuk transaksi);

c. Meter Gas Orifice dan sejenisnya (suatu sistem untuk alat ukur gas);

d. Perlengkapan Meter Gas Orifice (alat perlengkapan meter gas);

e. Pompa Ukur Bahan Bakar Gas (BBG), LPG (Pompa BBG di SPBBG);

f. Tabung Gas LPG atau Gas lainnya. 20. Meter Air:

a. Meter Induk (standar meter);

b. Meter Kerja (meter untuk transaksi). 21. Meter Cairan Minuman selain Air:

a. Meter Induk (meter untuk standar); b. Meter Kerja (meter untuk transaksi).

22. Pembatas Arus Air (Pembatas otomatis kapasitas air); 23. Alat Kompensasi Suhu (ATC)/Tekanan/Kompensasi lainnya; 24. Meter Prover (meter standar BBM kapasitas besar);

25. Meter Arus Massa (alat penghitung massa zat);

26. Alat Ukur Pengisi (Filling Machine) (alat ukur pengisi otomatis);

27. Meter Listrik (Meter kWh):

a. Meter Induk (standar meter);

b. Meter Kerja Kelas 2 (meter dengan kesalahan kurang lebih 2%);

c. Meter Kerja Kelas 1 dan Kelas 0,5 (meter dengan kesalahan kurang lebih 1% dan kurang lebih 2%).

(9)

28. Meter Energi Listrik lainnya (kWh meter);

29. Pembatas Arus Listrik (MCB = pembatas arus listrik); 30. Stop Watch (alat ukur waktu);

31. Alat Ukur Kesehatan dan Lingkungan Hidup; 32. Anak Timbangan:

a. Ketelitian Sedang dan Biasa (Kelas M2 dan M3); b. Ketelitian Halus (Kelas F2 dan MI);

c. Ketelitian Khusus (Kelas E2 dan F1). 33. Timbangan:

a. Sampai dengan 3.000 kg:

- Ketelitian sedang dan biasa (Kelas III dan IV); - Ketelitian Halus (Kelas II)

- Ketelitian Khusus (Kelas I). b. Lebih dari dengan 3.000 kg:

- Ketelitian sedang dan biasa - Ketelitian Halus dan Khusus. c. Timbangan Ban Berjalan;

d. Timbangan dengan dua skala (Multi Range) atau lebih; 34. Dead Weight Tester Machine (alat ukur gaya tekan mesin); 35. Alat Ukur Tekanan Darah (Tensi meter);

36. Manometer Minyak (alat ukur tekanan minyak); 37. Pressure Calibrator (alat ukur tekanan);

38. Pressure Recorder (alat ukur perekam tekanan); 39. Pencap Kartu (Printer/Recorder) Otomatis; 40. Meter Kadar Air;

a. Untuk biji-bijian tidak mengandung minyak; b. Untuk biji-bijian mengandung minyak;

c. Untuk kayu dan komoditi lain. 41. UTTP yang memiliki konstruksi tertentu;

a. Timbangan milisimal, sentisimal, desimal, bobot ingsut dan timbangan pegas;

b. Timbangan cepat, pengisi (curah), dan timbangan pencampuran untuk semua kapasitas.

c. Timbangan Elektronik untuk semua kapasitas. 42. UTTP yang memerlukan Pengujian tertentu;

43. UTTP yang ditanam;

44. UTTP yang mempunyai sifat dan atau konstruksi khusus; 45. UTTP, termasuk anak timbangan yang ditanam;

46. UTTP, termasuk anak timbangan yang tidak ditanam. Pasal 12

Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh jasa Pelayanan Tera dan atau Tera Ulang Alet UTTP wajib membayar Retribusi.

BAB V

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 13

Retribusi biaya Tera dan atau Tera Ulang Alay UTTP digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.

(10)

BAB VI

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 14

Tingkat penggunaan Jasa Tera dan atau Tera Ulang Alat UTTP dihitung berdasarkan tingkat kesulitan, karakteristik, jenis, kapasitas dan peralatan pengujian yang digunakan;

BAB VII

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 15

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi pada dasarnya untuk menutupi sebagian atau seluruh dari biaya penyelenggaraan kegiatan Tera dan atau Tera Ulang alat UTTP;

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : biaya operasional, biaya perawatan dan pemeliharaan.

BAB VIII

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 16

(1) Struktur dan besarnya tarif digolongkan berdasarkan pada standar satuan ukuran yang dipergunakan dan tingkat kesulitan alat UTTP;

(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini;

(3) Tarif dan jenis Retribusi yang belum tercantum dalam Pasal 16 ayat (2) dan atau tidak sesuai lagi perkembangan harga pasar sewaktu-waktu dapat ditinjau kembali oleh gubernur sambil menunggu adanya perubahan Peraturan Daerah tentang Retribusi Tera dan Tera Ulang.

BAB IX

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 17

Masa Retribusi Tera dan Tera Ulang Alat UTTP diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 18

Saat Retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(11)

BAB X

SURAT PENDAFTARAN Pasal 19

(1) Orang Pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 wajib mendaftar dengan mengisi SPORD;

(2) SPORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda-tangani oleh orang pribadi atau pimpinan badan/kuasa;

(3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian serta penyampaian SPORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.

BAB XI

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 20

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pemberian pelayanan dan tempat pelaksanaan atas pekerjaan Tera dan atau Tera Ulang Alat UTTP.

BAB XII

PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 21

(1) Retribusi terutang ditetapkan dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(2) Bentuk Isi dan format blanko SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dan ditetapkan dalam suatu Peraturan Gubernur.

BAB XIII

TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 22

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(2) Pungutan Retribusi tidak dapat diborongkan;

(3) Tata cara pemungutan Retribusi ditetapkan oleh gubernur. BAB XIV

TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN

Pasal 23

(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus; (2) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran Retribusi

(12)

BAB XV

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 24

(1) Dalam hal orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak membayar kewajibannya berupa Retribusi yang tidak tepat pada waktunya atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD;

(2) Tata cara penetapan sanksi administrasi diatur dan ditetapkan dengan suatu Peraturan Gubernur.

BAB XVI

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 25

(1) Gubernur dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi terhutang dengan mempertimbangkan kemampuan Wajib Retribusi;

(2) Tata cara prosedur pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi terhutang diatur dan ditetapkan dengan suatu Peraturan Gubernur.

BAB XVII KEBERATAN

Pasal 26

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan SKRDKBT dan SKRDLB;

(2) Keberatan yang diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas;

(3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan Retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan Retribusi tersebut;

(4) Keberatan yang harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan kecuali apabila Wajib Retribusi tersebut dapat menunjukkan bukti bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya;

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.

Pasal 27

(13)

sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan;

(2) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian menolak atau menambah besarnya Retribusi yang terhutangi;

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

BAB XVIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 28

(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah;

(2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan; (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, (4) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB;

(5) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah jangka waktu 2 (dua) bulan Kepala Daerah memberikan imbalan bunga 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

Pasal 29

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjukkan dengan sekurang-kurangnya menyebutkan:

a.Nama dan alamat Wajib Retribusi; b. Masa Retribusi;

c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yng singkat dan jelas.

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos terdekat;

(3) Bukti penerimaan kelebihan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah.

Pasal 30

(1) Pengembalian kelebihan Retribusi dilakukan dengan menerbitkan surat perintah Membayar Kelebihan Retribusi;

(2) Apabila kelebihan pembayaran Retribusi lainnya sebagaimana dimaksud dengan Hutang Retribusi lainnya sebagaimana dengan Pasal 18, pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

(14)

BAB XIX PENYIDIKAN

Pasal 31

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana; (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan menelitiketerangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan lebih jelas;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi;

c. Memnta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen

lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti

pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukaan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan

tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi;

g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. Memotert seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi;

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan;

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi menurut hukum yang berlaku.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XX KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

(1) Setiap orang yang melanggar Pasal 5, dan Pasal 6 diancam dengan Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda

(15)

paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dengan tidak merampas barang tertentu untuk Daerah, kecuali jika ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan;

(2) Orang Pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, sehingga merugikan keuangan Daerah diancam Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Retribusi terutang;

(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah merupakan tindak Pidana Pelanggaran.

Pasal 33

Petugas yang dengan sengaja melakukan tindakan yang nyata-nyata merugikan Pemerintah Daerah dikenakan tindakan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

BAB XXI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 34

Pembinaan dan Pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh gubernur atau pejabat yang ditunjuk.

BAB XXII

INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI Pasal 35

(1) Instansi terkait dan Instansi Pemungut Retribusi wajib melakukan Intensifikasi dan ekstensifikasi Pendapatan Daerah di bidang Retribusi;

(2) Intensifikasi dan ekstensifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaplikasikan dalam bentuk program kerja masing-masing Dinas/Badan/Kantor/Instansi Pemungut dan pelaksanaannya diatur oleh Gubernur.

BAB XXIII KETENTUAN PERAUHAN

Pasal 36

Alat UTTP yang telah ditera dan atau ditera ulang sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dinyatakan masih berlaku sampai masa Tera dan atau Tera Ulangnya berakhir.

BAB XXIV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan

(16)

Peraturan Gubernur.

Pasal 38

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Sumatera Barat.

Ditetapkan di Padang

Pada tanggal 10 September 2008 GUBERNUR SUMATERA BARAT

dto GAMAWAN FAUZI Diundangkan di Padang

Pada tanggal 10 September 2008 PLT. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI

SUMATERA BARAT dto

DRS. ASRUL SYUKUR

Pembina Utama Muda, Nip. 010072648

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 NOMOR: 9 PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH SUMATERA BARAT TENTANG

RETRIBUSI TERA DAN TERA ULANG ALAT UKUR, TIKAR, TIMBANGAN DAN PERLENGKAPANNYA PENJELASAN UMUM

Bahwa dalam rangka menunjang penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah sehubungan dengan Pelaksanaan Otonomi Daerah, perlu dilakukan usaha-usaha untuk perlindungan hukum bagi masyarakatdan untuk meningkatkan Penerimaan Daerah melalui penggalian sumber-sumber dan pendapatan baru dengan cara mendayagunakan fasilitas-fasilitas yang ada pada Pemerintah Daerah untuk dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.

Upaya Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud di atas dengan cara menyediakan fasilitas yang ada untuk melaksanakan Pengujian dan Pemeriksaan Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) yang mana tujuannya untuk melindungi kepentingan umum, sehingga perlu adanya jaminan kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam metode pengukuran alat-alat tersebut.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana dimaksud di atas, maka dalam rangka tertib pelaksanaan pengelolaan dan pemungutan Retribusi Tera dan atau Tera Ulang bagi Alat UTTP MeMetrologi Legal, perlu dibentuk dengan Peraturan Daerah.

(17)

PASAL DEMI PASAL:

Pasal 1 : cukup jelas

Pasal 2 : Yang dimaksud wajib ditera adalah suatu keharusan bagi Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) untuk ditera.

Yang dimaksud wajib ditera ulang adalah suatu keharusan bagi Alat UTTP untuk ditera ulang.

Pasal 3 : - Secara langsung adalah alat UTTP yang sudah beredar digunakan secara langsung untuk kepentingan Konsumen atau Pelaku Usaha.

- Secara tak langsung adalah alat UTTP yang sudah berada pada pengusaha / pemakai, tetapi belum dimanfaatkan untuk kepentingan Konsumen. Pasal 4 :

Ayat (1) : Alat UTTP yang tidak memenuhi syarat sehingga tidak dapat diperbaiki lagi, perlu dirusak untuk menghindari kemungkinan alat UTTP tersebut dipakai atau dijual sehingga akan merugikan orang lain.

Ayat (2) : Cukup jelas

Pasal 5 : Maksud adanya larangan ini ialah untuk melindungi agar tidak ada pihak yang dirugikan akibat dari pemakaian alat UTTP yang tidak memenuhi kebenaran, kepekaan dan ketepatan penunjukannya.

Pasal 6 : Tujuan adalah untuk melindungi pembeli, penyewa atau pemakai agar tidak mendapatkan atau memperoleh alat UTTP yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7 :

Ayat (1) : Cukup Jelas

Ayat (2) : Pemasangan alat-alat baru atau tambahan pada alat UTTP yang sudah ditera ulang akan mempengaruhi keasliannya dan juga memungkinkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari syarat teknis. Berhubung dengan adanya penambahan ini, maka alat tersebut diperlukan sebagai ditera atau tidak ditera ulang.

Pasal 8 : Cukup jelas Pasal 9 :

Ayat (1) : Maksud pemberian tanda sah itu ialah untuk menunjukkan bahwa alat UTTP telah memenuhi persyaratan yang diatur berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2) : Maksud pemberian tanda batal itu ialah untuk menunjukkan bahwa alat UTTP tidak memenuhi persyaratan yang diatur berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (3) : Cukup jelas Ayat (4) : Cukup jelas Ayat (5) : Cukup jelas Pasal 10 s/d 38: Cukup jelas LAMPIRAN LIHAT FISIK

Referensi

Dokumen terkait

Komputer merupakan alat bantu pengolah data yang dapat diandalkan untuk melakukan pemprosesan data dalam jumlah besar, selain komputer sebagai media alat bantu

Semua Pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, baik langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penulisan Laporan Proyek Tugas Akhir ini. Dalam

Setelah peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran untuk menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan kepada masing-masing kelompok melalui metode TGT,kemudian

Sikap seperti ini akan membuat kita tetap setia kepada cinta kita, yang tentu berbuah positif dalam hubungan dengan pasangan.. Terlalu banyak menuntut hanya akan berujung pada

Berdasarkan hasil penelitian ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dengan status imunisasi bayi dalam program imunisasi

Dan cara yang dilakukan oleh peneliti guna mendapatkan aksses terhadap informan adalah peneliti mencari langsung pengguna Tinder di kalangan Mahasiswa

Kolom Total Dana diisi jumlah dana seluruhnya yang dibelanjakan untuk Komponen Pembiayaan

Berikut beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi investor saham syariah, Investor sebelum memutuskan untuk berinvestasi di saham syariah perlu