• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kreativitas. Terdapat banyak arti kreativitas yang populer diantaranya menurut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kreativitas. Terdapat banyak arti kreativitas yang populer diantaranya menurut"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Konseptual 1. Kreativitas

Terdapat banyak arti kreativitas yang populer diantaranya menurut Munandar (2012) menyatakan kreativitas sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Menurut Adair (2007) bahwa “Creativity is the faculty of mind and spirit that enables us to bring into existence, ostensibly out of nothing, something of use, order, beauty or significance”. Kreativitas adalah kemampuan pikiran dan usaha (jiwa) yang membawa pada eksistensi, sesuatu yang berguna dan keindahan.

Berdasarkan laporan UK National Advisory Commettees (DfEE,1999), kreativitas didefinisikan sebagai “First, they (the characteristict of creativity) always thingking or behaving imaginatively. Second, overall this imaginative activity is purposeful: that is, it is directed to acchieving anobjective. Third, these processes must generate something original. Fourth, the outcome must be of value in relation to the objective”.

(2)

Kreativitas merupakan suatu tindakan yang melibatkan pemikiran yang imajinatif, penuh arti yang diarahkan satu tujuan dan proses-prosesnya harus menghasilkan sesuatu yang asli serta bernilai dalam hubungannya dengan tujuan. Dari definisi ini dapat diambil empat karakteristik kreativitas yaitu imajinatif, bermakna, asli dan bernilai.

Satiadarma (2003) menyatakan bahwa kreativitas pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun kaya yang nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri berpikir kreatif maupun berpikir afektif, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada. Sudarma (2013) menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk membuat sesuatu, baik dalam bentuk ide, langkah maupun produk.

Istilah kreativitas dapat dijelaskan dan dikembangkan melalui strategi 4P, yaitu sebagai produk, proses, pribadi dan pendorong. Ditinjau dari produknya, kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan produk-produk baru. Dalam hal ini data, informasi, serta bahan-bahan pengalaman yang kaya sangat dibutuhkan dalam menciptakan produk baru. Ditinjau dari prosesnya, kreativitas dapat dilihat sebagai kegiatan bersibuk diri yang berdaya guna. Ditinjau dari segi pribadi, kreativitas dapat diartikan sebagai adanya ciri-ciri kreatif pada pribadi tertentu. Dilihat dari segi pendorong, kreativitas dapat diartikan sebagai pendorong baik berupa internal maupun eksternal. Internal diartikan bahwa tenaga pendorong berasal dari diri sendiri hasrat dan

(3)

motivasi yang kuat pada individu. Sedangkan eksternal berarti pendorong tersebut berasal dari luar individu seperti pengalaman-pengalaman, sikap orang tua yang menghargai kreativitas anak, tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang sikap kreatif, (Munandar, 2012).

Kreativitas terdiri dari tiga dimensi yaitu dimensi kognitif (berpikir kreatif), dimensi afektif (sikap dan kepribadian) dan dimensi psikomotor (keterampilan kreatif), (Munandar, 2012). Peneliti akan meneliti kreativitas siswa dari dimensi kognitif yaitu berpikir kreatif. Berpikir kreatif merupakan bagian dari kreativitas, sehingga untuk mengembangkan kreativitasnya siswa harus mampu berpikir kreatif. Santrock (2014) menyatakan bahwa pemikiran divergen (berpikir kreatif) merupakan salah satu ciri dari kreativitas. Munandar (2012) menyatakan bahwa berpikir divergen juga disebut berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang untuk memberikan macam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian. Menurut Johnson (2002) berpikir kreatif adalah kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman-pemahanan baru.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk berpikir secara baru maupun mengkombinasikan dengan yang sudah ada namun relatif berbeda untuk menemukan solusi yang unik, baik dalam bentuk ide, langkah maupun produk. Sedangkan kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan seseorang dalam memberikan macam-macam kemungkinan jawaban dari

(4)

pertanyaan yang sama berdasarkan ide-ide asli dan pemahaman-pemahaman baru.

Tidak mudah mengidentifikasi secara persis pada tahap manakah suatu proses kreatif itu sedang berlangsung. Apa yang diamati ialah gejalanya berupa perilaku yang ditampilkan oleh individu. Menurut Guilford (Suryosubroto, 2009), tahap perkembangan kreativitas dalam kemampuan berpikir kreatif dicerminkan melalui lima macam perilaku, yaitu; (1)Fluency, kelancaran atau kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan, (2)Fleksibility, kemampuan menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan, (3)Originality, kemampuan memncetuskan gagasan-gagasan asli, (4)Elaboration, kemampuan menyatakan gagasan secara terperinci, (5)Sensitivity, kepekaan menangkap dan menghasilkan gagasan sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.

Menurut Munandar (2012), Ciri kognitif kreativitas (berpikir kreatif) dalam menyelesaikan masalah terdiri dari empat, yaitu:

1. Fluency

a) Mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian masalah.

b) Memberikan banyak cara atau saran menyelesaikan masalah. c) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

(5)

2. Flexibility

a) Mengahasilkan jawaban yang bervaiari, dapat menyelesaikan masalah dari sudut pandang yang berbeda.

b) Mencari banyak altenatif penyelesaian masalah yang berbeda-beda.

3. Originality

a) Mampu melahirkan ungkapan yang baru dalam menyelesaikan masalah.

b) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan masalah.

4. Elaboration

a) Mampu memperkaya dan mengembangkan gagasan b) Memperinci jawaban dengan detail.

Berdasarkan tahapan kreativitas menurut Guilford dan kreativitas berdasarkan ciri kognitif (berpikir kreatif) menurut Munandar. Maka dalam Penelitian ini indikator kreativitas berdasarkan dimensi kognitif (berpikir kreatif) dalam menyelesaikan masalah matematika yaitu kefasihan (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan terperinci (elaboration). Keempat komponen indikator untuk menilai kreativitas siswa berdasarkan dimensi kognitif (berpikir kreatif) dalam menyelesaikan masalah matematika, meninjau hal yang berbeda dan saling berdiri sendiri, sehingga siswa atau individu dengan kemampuan dan latar

(6)

belakang berbeda akan mempunyai kemampuan yang berbeda pula sesuai tingkat kemampuan.

Tabel 2.1. Indikator kreativitas siswa berdasarkan dimensi kognitif (berpikir kreatif) dalam menyelesaikan masalah matematika.

Kemampuan kreativitas Menyelesaikan masalah matematika Kefasihan (fluency) Siswa menyelesaikan masalah

matematika dengan banyak jawaban dan benar.

Keluwesan (Flexibility) Siswa menyelesaikan masalah matematika dengan satu cara lalu dengan cara lain.

Keaslian (Originality) Siswa menyelesaikan masalah matematika dengan idenya sendiri.

Penguraian (Elaboration) Siswa menyelesaikan masalah matematika dengan memberikan jawaban secara detail dan runtut.

2. Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif 1) Pengertian Gaya Kognitif

Gaya kognitif dideskripsikan sebagai garis batas antara kemampuan mental dan sifat personalitas. Berbeda dengan strategi kognitif yang mungkin mengalami perubahan dari waktu ke waktu serta dapat dipelajari dan dikembangkan, gaya kognitif bersifat statis dan secara relatif menjadi gambaran tetap tentang diri individu, Riding & Douglas (Desminta, 2011). Gaya (style) juga berbeda dengan kemampuan (ability), seperti intelegensi. Gaya mengacu pada proses kognisi yang menyatakan bagaimna isi informasi itu di proses. Atau dengan kata lain, gaya adalah cara seseorang menggunakan kemampuannya (Desminta, 2011). Gaya kognitif merupakan salah satu

(7)

variabel kondisi belajar yang perlu dipertimbangkan oleh guru dalam merancang pembelajaran, terutama dalam strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya kognitif peserta didik.

Beberapa definisi gaya kognitif menurut para ahli dalam Desminta (2011). Menurut Brown (2000) bahwa “style is a term that refers to consistent and rather enduring tendencies or preferences within an individual. Style are those general characteristics of intellectual functioning (and personality type, as well) that pertain to you as an individual, and that differentiate you from someone else”. Gaya adalah istilah yang mengacu pada kecenderungan atau preferensi yang konsisten dan agak bertahan dalam individu. Gaya adalah karakteristik umum yang mempunyai fungsi intelektual (dan tipe kepribadian juga) yang berhubungan dengan anda sebagai individu, dan yang membedakan anda dengan orang lain.

Tennant (Desminta, 1988), secara sederhana mendefinisikan gaya kognitif sebagai “an individual’s characteristic and consistenf approach to organising and processing information”. Karakteristik dan konsisten untuk mengatur dan mengolah informasi. Witkin (Nasution, 2010) mengatakan “cognitive characteristic modes of functioning that we reveal throughout our perceptual and intellectual activities in highly consisten and pervasive way”. Karakteristik kognitif fungsi yang kita ungkapkan melalui kegiatan persepsi dan intelektual kita dengan cara yang sangat konsisten dan dapat meresap.

(8)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam penggunaan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi dan memproses infoemasi, dan seterusnya.) yang bersifat konsisten dan berlangsung lama. Setiap individu memiliki gaya kognitif yang berbeda dalam memproses informasi atau menghadapi suatu tugas dan masalah.

Desminta (2011) mengatakan bahwa di dalam gaya kognitif terdapat suatu cara yang berbeda untuk melihat, mengenal, dan mengorganisir informasi. Setiap individu akan memilih cara yang disukai dalam memproses dan mengorganisas informasi sebagi respons terhdap stimuli lingkungannya. Kemungkinan, ada individu yang memberikan respon lebih cepat, tetapi ada pula yang lebih lambat. Gaya kognitif merupakan pola yang terbentuk dari cara individu memproses informasi, yang cenderung stabil dan dicapai dalam jangka waktu yang cukup lama, meskipun ada kemungkinan untuk berubah.

Sebagai karakteristik individu dalam memproses infromasi, gaya kognitif berada pada lintas kemampuan dan kepribadian, serta dimanifestasikan pada beberapa aktivitas. Ketika gaya kognitif secara khusus dimanifestasikan dalam pendidikan, maka ia lebih umum dikenal dengan gaya belajar (learning styles). Desminta (2011) mengatakan bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar, yakni sifat-sifat fisiologis, kognitif dan afektif yang relatif tetap, yang

(9)

menggambarkan bagaimana peserta didik menerima, berinteraksi, dan merespon lingkungan belajar, atau semacam kecenderungan umum, sengaaja atau tidak, dalam merespon informasi dengan menggunakan cara-cara tertentu.

Masing-masing peneliti menciptakan penggolongan gaya belajar ini menurut pokok-pokok pengertian yang mendasarinya. Setiap kategorisasi itu terdapat perbedaan akan tetapi juga persamaan-persamaan, walaupun menggunakan istilah-istilah yang berbeda-beda. Berbagai penggolongan itu dapat kita ambil tiga gaya belajar yang ada kaitannya dengan proses belajar-mengajar, yakni gaya belajar menurut tipe : (1) gaya field dependence dan independence, (2) gaya impulsif dan reflektif, (3) gaya preseptif/reseptif dan sistematis/intuitif, (Nasution, 2010).

2) Pengertian Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif

Gaya impulsif dan reflektif menunjukkan tempo kognitif atau kecepatan berpikir. Kagan (Warli, 2012) menjelaskan bahwa dimensi reflektif-impulsif menggambarkan kecenderungan anak yang tetap untuk menunjukkan cepat atau lambat waktu menjawab terhadap situasi masalah dengan ketidakpastian jawaban yang tinggi. Anak yang memiliki karakteristik cepat dalam menjawab masalah, tetapi tidak/kurang cermat, sehingga jawaban cenderung salah, disebut anak yang bergaya kognitif impulsif. Anak yang memiliki karakteristik

(10)

lambat menjawab masalah, tetapi cermat/teliti, sehingga jawaban cenderung betul, disebut anak yang bergaya kognitif reflektif.

Santrock (2014) mengatakan bahwa “impulsivity is a cognitive style in which individuals act before they think. Which reflection is an cognitive style in which individuals think before they act, usually scanning information carefully and slowly”. Siswa yang memiliki gaya impulsif cenderung memberikan repson secara cepat. Individu impulsif sejati adalah individu yang memberikan respon sangat cepat, tetapi juga melakukan sedikit kesalahan dalam proses tersebut. Sebaliknya, individu dengan gaya reflektif cenderung menggunakan lebih banyak waktu untuk merepons dan merenungkan akurasi jawaban. Individu reflektif sangat lamban dan berhati-hati dalam memberikan respons, tetapi cenderung memberikan jawaban secara benar.

Nasution (2010) menunjukkan bahwa “the tendency to reflect over alternative solution possibilities, in contrast with the tendency to make an impulsive selection of a solution in problems with high response uncertainty”. Jadi seorang reflektif atau impulsif bergantung pada kecenderungan untuk merefleksi atau memikirkan alternatif-alternatif kemungkinan-kemungkinan pemecahan suatu masalah yang bertentangan dengan kecenderungan untuk mengambil keputusan yang impulsif dalam menghadapi masalah-masalah yang sangat tidak pasti jawabannya.

(11)

Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa gaya kognitif reflektif dan impulsif menggambarkan kecenderungan anak yang tetap untuk menunjukkan cepat atau lambat waktu menjawab terhadap situasi masalah dengan ketidakpastian jawaban yang tinggi. Siswa yang bergaya kognitif impulsif cenderung cepat dalam menyelesaikan masalah tetapi tingkat kesalahan jawaban sangat tinggi. Sedangkan siswa yang bergaya kognitif reflektif lambat dalam menyelesaikan masalah, cermat, teliti dan hati-hati sehingga tingkat kesalahan jawaban sangat rendah.

Tabel 2.2. Perbedaan Sifat Siswa Reflektif dan Impulsif.

Siswa Reflektif Siswa Impulsif

Untuk menjawab digunakan waktu lama.

Jawaban lebih tepat (akurat). Reflektif terhadap kesustraan IQ Tinggi

Menyukai masalah analaog Berpikir sejenak sebelum mejawab

Kelainan dari segi kognitif Menggunakan paksaan dalam mengeluarkan berbagai kemungkinan

Beragumen lebih matang

Strategis dalam menyelesaiakan masalah

Cepat memberikan jawaban tanpa mencermati terlebih dahulu. Tidak menyukai jawaban masalah yang analog

Menggunakan hypothesis-scaning; yaitu merujuk pada satu kemungkinan saja.

Pendapat kurang akurat

Kurang strategis dalam menyelesaikan masalah

Sumber : Kagan (Warli, 2012) Mencermati perbedaan siswa reflektif dan siswa impulsif pada tabel di atas, siswa reflektif memiliki banyak aspek positif yang bisa menunjang kesuksesan belajar. Siswa impulsif banyak aspek negatif

(12)

dalam menunjang kesuksesan belajar. Perbedaan ini akan berakibat pada cara belajar dari masing-masing individu.

3) Pengukuran Gaya Kognitif Impulsif dan Relfektif

Untuk mengukur gaya kognitif reflektif dan impulsif digunakan instrumen yang dikembangkan oleh Kagan yang disebut Matching Familiar Figures Test (MFFT) yang terdiri dari 1 gambar standar dan 6 variasi gambar yang serupa, tetapi hanya satu gambar yang sama dengan gambar standar. Variabel yang diamati adalah waktu yang digunakan untuk menjawab dan keakuratan menjawab. Jumlah seluruh item ada 12.

Instrumen Matching Familiar Figures Test (MFFT) juga dikembangkan oleh Warli (2010) yang terdiri dari 2 item soal percobaan dan 13 item soal. Pada tiap-tiap item terdiri dari 1 gambar standar dan 8 variasi gambar dengan hanya satu gambar yang tepat/sesuai dengan gambar standar. Tugas pokok siswa yaitu mencari satu gambar yang sesuai dengan gambar standar. Peneliti menggunakan instrumen Matching Familiar Figures Test (MFFT) yang dikembangkan Warli (2010) yaitu 2 item soal percobaan dan 13 item soal dengan alasan karena sudah teruji validasi dan realibilitasnya oleh ahli.

Berdasarkan definisi gaya kognitif reflektif dan impulsif, terdapat dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengukuran gaya kognitif reflektif dan impulsif yaitu waktu yang dipergunakan

(13)

untuk menyelesaikan soal (t) dan banyaknya jawaban salah siswa (f). Waktu ideal untuk pengukuran gaya kognitif siswa reflektif dan impulsif pada penelitian ini dengan 13 soal ditetapkan t = 15 menit dengan alasan: 1) Arikunto mengatakan terkadang untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 soal tes obyektif. Jika diperhatikan, maka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu soal bentuk tes obyektif adalah 3/2-2 menit. 2) Penelitian Warli untuk pengukuran gaya kognitif reflektif dan impulsif siswa SMP dengan 8 gambar variasi, rata-rata waktu maksimum untuk satu soal 1.12 menit. Maka jika dengan 13 soal waktu yang digunakan sekitar 14.56 menit.

Dalam penelitian ini waktu maksimal yang disediakan menjawab MFFT ditetapkan 15 menit. Selanjutnya untuk menentukan kelompok siswa gaya kognitif reflektif dan impulsif, peneliti menggunakan rata-rata waktu dan rata-rata frekuensi jawaban siswa dengan kriteria sebagai berikut :

1. Siswa gaya kognitif reflektif yaitu yang memiliki rata-rata waktu lebih dari median rata-rata waktu dan rata-rata frekuensi kurang dari atau sama dengan median rata-rata frekuensi.

2. Siswa gaya kognitif impulsif yaitu yang memiliki rata-rata waktu kurang dari atau sama dengan median rata waktu dan rata-rata frekuensi lebih dari median rata-rata-rata-rata frekuensi.

(14)

3. Materi

Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Aritmatika Sosial. Standar kompetensi dan kompetensi dasar disesusaikan dengan silabus KTSP yaitu sebagai berikut:

a. Materi Pokok Aritmatika Sosial b. Standar Kompetensi

3. Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah.

c. Kompetensi Dasar

3.3. Mengunakan konsep aljabar dalam pemecahan masalah aritmatika sosial yang sederhana.

d. Indikator

3.3.1. Menentukan besar dan persentase laba, rugi, harga jual, harga beli.

3.3.2. Menentukan rabat, bruto, tara dan netto.

3.3.3. Menentukan pajak dan bunga tunggal dalam kegiatan ekonomi. B. Penelitian Relevan

Rahmatina, dkk (2014) menunjukkan bahwa siswa yang bergaya kognitif reflektif memenuhi ketiga indikator berpikir kreatif yang ditetapkan, yaitu kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Sedangkan siswa yang bergaya kognitif impulsif tidak memenuhi ketiga indikator berpikir kreatif yang telah ditetapkan yaitu, kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan.

(15)

Subur (2013) menunjukkan bahwa kreativitas siswa pada tingkat kemampuan matematika rendah hanya memenuhi dua indikator kreativitas yaitu kefasihan dan keterincian dari empat indikator kreativitas. Pada siswa yang berkemampuan matematika sedang hanya memenuhi tiga indikator kreativitas yaitu kefasihan, kebaruan dan keterincian dari empat indikator kreativitas. Sedangkan siswa tingkat kemampuan matematika tinggi cenderung memenuhi keempat indikator kreativitas yaitu kefasihan, fleksibilitas, kebaruan dan keterincian.

C. Kerangka Pikir

Kreativitas adalah kemampuan untuk melihat atau memikirkan hal-hal yang luar biasa, tidak lazim, memadukan informasi yang tampaknya tidak berhubungan dan mencetuskan solusi-solusi baru atau gagasan-gagasan baru yang menunjukkan kefasihan, keluwesan dan orisinalitas dalam berfikir, (Munandar, 2012). Santrock (2014) menyatakan bahwa pemikiran divergen (berpikir kreatif) merupakan salah satu ciri dari kreativitas. Munandar (2012) menyatakan bahwa berpikir divergen juga disebut berpikir kreatif dalah kemampuan seseorang untuk memberikan macam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan macam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian.

Gaya kognitif mengacu pada karakteristik konsistensi individu dalam menerima, memahami, mengingat, memproses informasi serta mengorganisasikan cara berpikir dan menyelesaikan masalah. Hal ini berarti

(16)

antara gaya kognitif dan keativitas memiliki keterkaitan, karena kreativitas seseorang dalam menyelesaikan masalah akan sangat ditentukan bagaimana cara seseorang itu berpikir, mengingat konsep-konsep sebelumnya yang terkait dengan masalah yang diberikan dan bagaimana seorang memproses informasi untuk mendapatkan solusi yang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa gaya kognitif mempunyai kontribusi yang penting terhadap kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah.

Kreativitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kreativitas berdasarkan ciri kognitifnya yaitu berpikir kreatif. Setiap manusia akan mengalami masalah dalam kehidupannya dan kreativitas dalam menyelesaikan masalah merupakan hal yang penting bagi seseorang. Masalah dalam penelitin ini adalah masalah matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP) materi aritmatika sosial. Indikator kreativitas berdasarkan ciri kognitif (berpikir kreatif) dalam menyelesaikan masalah matematika yang digunakan peneliti adalah Kefasihan, Keluwesan, Keaslian dan Terperinci.

Gaya kognitif yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah gaya kognitif impulsif dan gaya kognitif reflektif. Kagan (1965) menyebutkan bahwa karakteristik siswa impulsif adalah cepat dalam menjawab masalah, tetapi tidak cermat sehingga jawaban masalah cenderung salah, dan karakteristik siswa reflektif adalah lambat dalam menjawab masalah tetapi cermat, sehingga jawaban masalah cenderung benar.

Untuk mengetahui siswa bergaya kognitif reflektif dan impulsif dalam penelitian ini akan diberikan tes gaya kognitif yaitu menggunakan instrumen

(17)

MFFT. Kemudian untuk mengetahui kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dari siswa yang bergaya kognitif impulsif dan siswa yang bergaya kognitif reflektif, dalam penelitian ini akan diberikan tes kreativitas matematika sesuai dengan indikator kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang diikuti wawancara dan kemudian data ditranskrip, dipaparkan dan seterusnya dilakukan analisis data.

Berdasarkan kedua hal di atas diharapkan bahwa siswa yang bergaya kognitif reflektif akan memiliki kreativitas dalam menyelesaikan masalah matematika lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang bergaya kognitif impulsif. Hal ini disebabkan proses berpikir siswa reflektif akan lebih cermat atau teliti jika dibandingkan dengan siswa impulsif.

Gambar

Tabel  2.1.  Indikator  kreativitas  siswa  berdasarkan  dimensi  kognitif    (berpikir kreatif) dalam menyelesaikan masalah matematika
Tabel 2.2. Perbedaan Sifat  Siswa Reflektif dan Impulsif.

Referensi

Dokumen terkait

membuat aplikasi web dengan beberapa form yang kemudian dimanipulasi dengan javascript Mahasiswa dapat: • Memahami peran javascript library framework • Membuat program

Disamping itu dengan menerapkan pasal ini maka seseorang dapat mengajukan penghapusan data dan informasi yang terkait dengan kasus korupsi yang terjadi pada masa lalu yang sudah

Untuk semua ukuran butir lapisan paling atas limbah uranium yang terserap lebih besar dibanding lapisan di bawahnya, semakin tinggi limbah uranium yang terserap semakin tinggi

Pada karbon aktif tidak dapat dilakukan proses pilarisasi karena jika dipanaskan pada suhu di atas 150 °C, struktur molekul karbon aktif akan rusak sebelum proses pilarisasi

Berkaitan dengan pemrograman mikrokontroler ATmega32 untuk pengoperasian sistem, dilakukan penanaman program berbasis bahasa BasCom melalui delapan tahapan, yaitu: (i)

Respon fisik terhadap sembilan formulasi yang menggunakan perbandingan bubur ubi ungu dengan jagung dan konsentrasi susu skim menunjukan bahwa nilai overrun dan

kompetensi akademik dan kompetensi.. professional mereka sehingga proses kegiatan belajar mengajar dalam kelas menjadi lebih baik, berdaya guna dan berhasil

Variabel Kepuasan kerja memiliki nilai t hitung lebih besar dari t tabel (7,154 >.. Dengan tafsiran, jika kepuasan kerja meningkat sebesar 1 satuan maka kinerja