10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pustaka yang berkaitan dengan topik yang berhubungan dengan permasalahan
yang akan dikaji. Tinjauan pustaka diharapkan dapat membantu untuk menjawab
rumusan masalah yang ada yaitu bentuk, sistem penguburan, dan makna dari
tinggalan tradisi megalitik berupa reti yang terdapat di Kampung Kawangu,
Pandawai, Sumba Timur. Selain itu tinjauan pustaka diharapkan dapat membantu
untuk mendapatkan teori dan konsep terkait reti dalam menjawab permasalahan
pada penelitian ini. Beberapa pustaka yang digunakan antara lain sebagai berikut. I Dewa Kompiang Gede, (1983) dalam skripsinya yang berjudul “Tradisi Megalitik di Sumba Timur (Studi Pendahuluan)” menjelaskan tentang tradisi
megalitik yang berada di Sumba Timur secara umum seperti jenis penguburan
baik dari segi teknik pengerjaan reti, cara membawa mayat ke tempat penguburan,
serta hiasan dan sebagainya yang berhubungan dengan pemujaan terhadap roh
leluhur. Skripsi ini membahas tentang bentuk-bentuk dari bangunan pada tradisi
megalitik di Sumba Timur secara umum. Penelitian kali ini akan membahas reti
dengan sistem penguburan yang berbeda dari sistem penguburan pada umumnya.
Situs Kawangu dijelaskan tentang bentuk satu reti tanpa menjelaskan reti secara
Ayu Kusumawati, (1993) dalam Forum Arkeologi yang berjudul Konsepsi
dalam Penguburan Penganut Marapu di Sumba membahas tentang masyarakat dengan kepercayaan marapu yaitu kepercayaan yang bertumpu pada pemujaan arwah
nenek moyang. Terdapat pula pembahasan yang terkait dengan cara-cara penguburan
pada mayat yang dilakukan oleh masyarakat penganut kepercayaan marapu ini. Serta
adanya pembahasan tentang pemberian bekal kubur pada mayat. Tulisan ini hanya
membahas penguburan yang dilakukan di dalam tanah tidak di papan batu seperti
yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur. Beberapa bagian
dalam tulisan ini dapat membantu untuk mengetahui tentang sistem kepercayaan
masyarakat yang terdapat di Kampung Kawangu, Kecamatan Pandawai, Sumba
Timur.
Ayu Kusumawati dan Haris Sukendar, (2003) dalam buku yang berjudul
Sumba, Religi dan Tradisinya. Memuat gambaran secara umum tentang Sumba dan adat kebiasaannya yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang sarana-sarana
upacara yang digunakan dalam pembuatan kubur batu, kemudian upacara-upacara
yang dilakukan oleh masyarakat Sumba. Bagian akhir buku menjelaskan tentang
tradisi prasejarah yang masih ada di Sumba yang berkaitan dengan cara pendirian
atau renovasi rumah adat, hubungan pola hias kain adat dengan megalitik, pola hias
kain adat berciri megalitik, dan arsitektur rumah tinggal dan rumah adat. Terdapat
perbedaan pada penelitian kali ini yaitu meneliti reti dengan pahatan penji yang
memiliki bentuk berbeda dengan penji lain di Sumba Timur yang tidak termuat dalam
dalam mencari jawaban terhadap permasalahan yang dikaji yaitu adanya tradisi
megalitik yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur.
Haris Sukendar, (2003) dalam buku yang berjudul Masyarakat Sumba dengan
Budaya Megalitiknya yang membahas Pulau Sumba beserta dengan kebudayaan yang ada di Sumba. Pembahasan lainnya tentang sejarah perkembangan dolmen dan
megalitik Sumba, di dalamnya terdapat faktor-faktor yang menyebabkan tradisi dan
kebudayaan di Sumba masih bertahan dan berkembang sampai saat ini. Tulisan dalam
buku ini dapat membantu menjawab beberapa permasalahan terkait reti di Kampung
Kawangu, Pandawai, Sumba Timur. Penelitian ini akan membahas tentang tradisi
megalitik yaitu reti, sistem penguburan, dan makna reti di Kampung Kawangu,
Pandawai, Sumba Timur.
I Made Suastika, (1988) dalam Laporan Penelitian Arkeologi No. 2 dengan
judul Survei Tradisi Megalitik di Kecamatan Pandawai Sumba Timur. Hasil laporan
ini membahas tradisi megalitik secara keseluruhan yang terdapat di Kecamatan
Pandawai, Sumba Timur. Laporan dari survei ini membahas reti secara umum di
Kecamatan Pandawai terkait jumlah pada reti pada setiap kampung atau desa, selain
itu hasil laporan ini juga membahas terkait tradisi megalitik di Kampung Kawangu
berupa jumlah reti dengan ukuran besar, sedang, dan kecil. Tulisan ini membantu
dalam membahas gambaran umum tadisi megalitik yang terdapat di Kecamatan
Pandawai.
2.2 Konsep
Konsep dasar yang akan digunakan yaitu dapat memberikan batasan atas
peristilahan dalam sebuah penelitian. Konsep dapat menjelaskan terkait objek yang
akan diteliti sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Konsep juga dapat menjadi
gagasan awal dalam penelitian agar lebih mengarah kepada permasalahan. Terdapat
beberapa kata atau frase yang perlu dibatasi dalam tatanan konsep agar diperoleh
kesepakatan yaitu tradisi megalitik, kubur batu (reti), sistem penguburan, dan makna.
2.2.1 Tradisi Megalitik
Tradisi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yaitu segala sesuatu yang
terkait dengan adat, kepercayaan, kebiasaan, dan ajaran yang diwariskan secara
turun-temurun dari nenek moyang dan masih dijalankan sampai saat ini (Suharso dan
Retnoningsih, 2005: 309). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar, dan
lithos yang berarti batu. Megalitik berarti batu yang berukuran besar yang dibuat dan digunakan oleh manusia untuk pemujaan terhadap roh leluhur. Batu yang digunakan
sengaja dipotong atau dibentuk sesuai dengan keperluan dan dapat disebut dengan
bangunan tradisi megalitik (Suharso dan Retnoningsih, 2005: 155). Bangunan adalah
struktur buatan manusia yang didirikan dan terdiri atas dinding dan atap yang
didirikan secara permanen di suatu tempat (Suharso dan Retnoningsih, 2005: 48).
Tradisi megalitik yang akan diteliti yaitu berupa reti yang terdapat di Kampung
2.2.2 Kubur batu (reti)
Reti merupakan budaya masa prasejarah yang termasuk dalam megalitik muda yang berkembang di Indonesia sejak awal masehi. Kubur ini berupa sebuah peti yang
dibentuk dari empat sampai enam buah papan batu yang terdiri atas dua sisi panjang,
dua sisi lebar, sebuah lantai, dan sebuah penutup peti. Sebagian besar kubur batu
membujur dengan arah timur barat. Seluruh papan batu tersebut disusun dalam
sebuah lubang yang sudah disiapkan sebelumnya sebagai tempat untuk orang yang
meninggal dengan posisi duduk (Boro, 1995: 18-31). Reti yang terdapat di Kampung
Kawangu, Pandawai, Sumba Timur berjumlah 39 buah yaitu 2 buah reti berukuran
besar, 18 berukuran sedang, dan 19 berukuran kecil. Pada dua reti berukuran besar
terdapat penji berjumlah 6 buah dan 2 buah dengan wujud manusia.
2.2.3 Sistem Penguburan
Sistem adalah susunan yang berfungsi dan bergerak dengan
komponen-komponen yang saling berkaitan, berhubungan, berketergantungan, dan saling
mendukung, yang secara keseluruhan bersatu dalam satu kesatuan (unity) untuk
mencapai tujuan tertentu secara efisien dan efektif (Koentjaraningrat, 1980: 390).
Sedangkan penguburan merupakan proses atau cara yang dilakukan untuk
menempatkan jenazah pada suatu tempat yang sudah disediakan. Terdapat 2 jenis
penguburan, yaitu (1) penguburan primer dan (2) penguburan sekunder (Suharso dan
Sistem penguburan merupakan suatu cara yang dilakukan untuk menempatkan
mayat pada tempat yang sudah disediakan sesuai dengan kepercayaan masyarakat.
Penelitian ini akan membahas sistem penguburan yang dilakukan oleh masyarakat
marapu pada reti yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur.
2.2.4 Makna
Makna merupakan suatu arti atau maksud yang mempunyai dua pengertian
yaitu makna yang terkandung pada suatu kata (perkataan, peribahasa, lambang, dan
sebagainya) dan makna sebagai khiasan, guna, dan kepentingan. Makna dapat terjadi
karena adanya hubungan dan interaksi sosial dari masyarakat (Poerwadarmita, 1984:
58). Makna dapat dibagi menjadi 2 yaitu makna denotatif dan konotatif. Makna
denotatif merupakan makna sesungguhnya dari suatu kata, sedangkan makna
konotatif merupakan makna khiasan. Makna yang dibahas dalam penelitian yaitu
makna denotatif yang memiliki arti sesungguhnya dari suatu kata untuk menjelaskan
arti penting yang terdapat pada reti di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur.
2.3 Landasan Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel dan definisi yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena
alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran
mengapa variabel-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan
(Creswell, 1993: 120).
Penelitian ini membutuhkan teori guna membantu menjawab permasalahan
sesuai dengan ruang lingkup yang akan diteliti, sehingga tujuan dalam penelitian
dapai tercapai. Pemilihan teori yang akan digunakan harus berhubungan dengan
tujuan yang telah ditentukan. Penelitian ini menggunakan beberapa teori dalam
mengungkapkan hasil kebudayaan bangunan tradisi megalitik berupa reti yang
terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Teori yang akan digunakan yaitu sebagai berikut.
2.3.1 Teori Fungsionalisme Struktural
Teori Fungsionalisme Struktural mengutarakan bahwa masyarakat adalah
suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian dan struktur-struktur yang saling berkaitan
dan saling membutuhkan keseimbangan, fungsionalisme struktural lebih mengacu
pada keseimbangan (Johnson, 1986: 149). Tokoh teori fungsionalisme struktural
adalah Talcot Parsons yang merupakan seorang sosiolog. Fungsionalisme
menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari norma, adat,
tradisi, dan lainnya.
Teori Fungsionalisme Struktural dapat digunakan untuk mengkaji tentang reti
yang berkaitan dengan struktur fungsional oleh masyarakat pendukungnya. Teori ini
akan diterapkan pada penelitian untuk mengetahui fungsi struktural yang terdapat
Tenggara Timur, untuk mengetahui arti bagi masyarakat pendukungnya pada reti dan
keterlibatan dari masyarakat sekitar untuk memanfaatkan tinggalan arkeologi sebagai
sarana dalam melakukan kegiatan tertentu dalam kehidupannya. Teori ini digunakan
dalam membantu menjawab permasalahan yang terdapat pada penelitian ini yaitu
makna reti bagi masyarakat pendukungnya atau masyarakat marapu di Kampung
Kawangu, Pandawai, Sumba Timur.
2.3.2 Teori Semiotika
Terdapat dua tokoh yang mengembangkan Teori Semiotika, yakni Ferdinand
de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Semiotika menurut
Saussure didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku
manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di
belakangnya sistem perbedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu
(Kriyanto, 2007:228).
Semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Kriyantono, 2007: 261).
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan tanda dan terdiri atas teori terkait tentang tanda yang dapat
mempresentasikan suatu objek (Littlejohn, 2009: 53). Suatu tanda dibuat oleh
masyarakat yang didukung oleh persatuan antarmasyarakat dan antarkelompok yang
memiliki suatu struktur sosial (Hodge dan Kress, 1991: 79). Terdapat segitiga makna
1. Tanda ikonis merupakan tanda yang ada sebagai kemungkinan yang dapat
dikaitkan atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya dan
mirip dengan objeknya (Sobur, 2003: 41). Tanda ikonis yang dimaksudkan
terkait antara tanda yang memiliki kemiripan dengan objek. Sesuai dengan
penamaan kubur batu yaitu kubur yang dibuat menggunakan batu sebagai
tempat pemakaman bagi kaum bangsawan yang meninggal salah satunya yang
terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur.
2. Indeks adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dengan
adanya sebuah hubungan dalam tanda. Indeks menunjuk pada makna
langsung yang jelas dan bersifat universal. Misalnya saja corak tanda yaitu
masyarakat dan hubungan dengan tradisi megalitik berupa reti yang terdapat
di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur. Jadi karena ada masyarakat
maka terbentuk pula bangunan megalitik di tempat tersebut.
3. Lambang/simbol, adalah tanda yang hubungannya antara tanda dan hubungan
dalam tanda yang dapat ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum.
Misalnya batu yang terdiri dari 4 batu berdiri dan sebuah tutup pada bagian
atas yang berukuran besar, itu menyatakan simbol berupa bangunan yang
terbuat dari batu besar yang hanya dapat dipahami dengan mengetahui tentang
latar budayanya.
Teori ini digunakan untuk membantu menjawab permasalahan bentuk dan
makna pada tinggalan tradisi megalitik reti di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba
MODEL PENELITIAN
Gambar 2.1 Bagan Model penelitian Keterangan :
: Kaitan satu arah
: Kaitan dua arah atau timbal balik
Tradisi Megalitik
Bentuk reti Sistem penguburan Teori Fungsionalisme Struktural Teori Semiotika Analisis Tipologi Analisis Etnografi Reti di Kampung Kawangu, Pandawai,
Sumba Timur
Temuan Penelitian
Makna reti
Penjelasan Bagan
Model penelitian ini menjelaskan tradisi megalitik yang difokuskan pada reti
yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur. Permasalahan yang
akan dikaji dari reti, yaitu bentuk reti, sistem penguburan, dan makna reti.
Permasalahan tersebut akan dikaji dengan menggunakan 2 teori, yaitu Teori
Fungsionalisme Struktural dan Teori Semiotika yang kemudian akan digunakan
untuk membantu dalam menganalisis data berupa reti. Terdapat 2 analisis data yang
akan digunakan dalam menjawab permasalahan pada reti, yaitu (1) analisis tipologi
yang akan membantu menjawab permasalahan terkait bentuk dan tipe pada reti
berdasarkan ukuran serta bahan yang digunakan dalam pembuatan reti, (2) analisis
etnografi digunakan untuk mengetahui sistem penguburan dan makna tradisi
megalitik reti bagi masyarakat pendukungnya. Berdasarkan teori dan analisis tersebut
akan diperoleh temuan penelitian berupa tipe reti, sistem penguburan pada reti, dan
makna reti bagi masyarakat Kampung Kawangu. Berdasarkan temuan penelitian
diharapkan dapat membantu memberikan rekomendasi berupa saran terkait reti yang