• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN GAYA PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA KARYAWAN KANTOR LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN GAYA PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA KARYAWAN KANTOR LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN GAYA PENYELESAIAN KONFLIK

ANTARA KARYAWAN KANTOR

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Felix Felicity Rorong

NIM: 049114083

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

“Knowing your own darkness is the best

method for dealing with the darknesses of

other people.”

Carl Gustav Jung (Swiss psychologist, 1875 - 1961)

"Madness, as you know, is like gravity.

All it takes is a little ... push!"

The Joker (The Dark Knight, 2008)

“Education is an admirable thing.

But it is well to remember, from time to time,

that nothing that is worth knowing can be

taught.”

Oscar Wilde (Irish writer & poet, 1854 – 1900)

“You are not your job. You're not how much

money you have in the bank. You're not the

car you drive. You're not the contents of your

wallet.

Advertising has us chasing cars and clothes,

so we can buy s**t we don't need.

The things you own end up owning you!”

(5)

v

SKRIPSI INI SAYA PERSEMBAHKAN UNTUK:

- Tuhan Alam Semesta Atas Berkat Kasih-NYA

Yang Tidak Berkesudahan

- Mama Saya Yang Luar Biasa Tegar Dan Sabar,

Olivia O.T. Rorong

- Dan Orang-Orang Yang Mengiringi Kehidupan saya,

(6)
(7)

vii

PERBEDAAN GAYA PENYELESAIAN KONFLIK

ANTARA KARYAWAN KANTOR LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Felix Felicity Rorong

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan gaya penyelesaian konflik antara karyawan laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini ada lima gaya penyelesaian konflik yaitu Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Mempersatukan, Kerelaan Untuk Membantu, Mendominasi, Menghindar dan Kompromis. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karyawan laki-laki dan perempuan, sedangkan gaya penyelesaian konflik berfungsi sebagai variabel tergantung. Subjek penelitian ini adalah karyawan laki-laki dan perempuan dari PT Indo Muro Kencana, sebanyak 74 karyawan yang merupakan jumlah keseluruhan karyawan yang bekerja di dalam kantor. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala gaya penyelesaian konflik yang dikembangkan dari Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II). Dari uji statistik item dan reliabilitas pada skala gaya penyelesaian konflik, diperoleh 27 item yang dinyatakan lulus seleksi dengan koefisien reliabilitas masing-masing sebagai berikut: Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Mempersatukan sebesar 0.617, Kerelaan Untuk Membantu sebesar 0.742, Mendominasi sebesar 0.607, Menghindar sebesar 0.687 dan Kompromis sebesar 0.820. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah Uji t (Independent-Samples t-test). Hasil penelitian untuk masing-masing gaya penyelesaian konflik adalah sebagai berikut: Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Mempersatukan, diperoleh hasil t sebesar -0.152 (df: 72) dengan sig. 2-tailed sebesar 0.880 (p > 0.05). Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Kerelaan Untuk Membantu diperoleh hasil t sebesar -2.175 (df: 72) dengan sig. 2 tailed sebesar 0.033 (p < 0.05). Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Mendominasi diperoleh hasil t sebesar 2.187 (df: 72) dengan sig. 2 tailed sebesar 0.032 (p < 0.05). Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Menghindar diperoleh hasil t sebesar -2.550 (df: 72) dengan sig. 2 tailed sebesar 0.013 (p < 0.05). Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Kompromis diperoleh hasil t sebesar -0.617 (df: 72) dengan sig. 2 tailed sebesar 0.539 (p > 0.05). Dengan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan gaya penyelesaian konflik antara karyawan laki-laki dan perempuan dengan mempersatukan dan kompromis, tetapi ada perbedaan gaya penyelesaian konflik antara karyawan laki-laki dan perempuan dengan kerelaan untuk membantu, mendominasi dan menghindar.

(8)

viii

THE DIFFERENCE OF CONFLICT RESOLUTION STYLES BETWEEN MALE AND FEMALE OFFICE EMPLOYEES

Felix Felicity Rorong

ABSTRACT

The goal of this research is to understand the difference of conflict resolution styles between male and female employees. There were five styles of conflict resolution found in this research, namely Integrating, Obliging, Dominating, Avoiding and Compromising. The independent variables of this research were male and female employees, while the conflict resolution styles functioned as the dependent variables. The subject of this research were male and female employees from PT Indo Muro Kencana, as many as 74 employees which was the total number of employees working in the office. The data collection of this research was conducted using the scale of conflict resolution styles that developed from the Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II). Twenty-seven items of the conflict resolution styles scale survived from the item-analysis with reliability coefficients respectively as follow: Integrating at 0.617, Obliging at 0.742, Dominating at 0.607, Avoiding at 0.687 and Compromising at 0.820. Furthermore, the data analysis technique used to test the hypothesis in this research was Independent-Samples t-test. The results for each conflict resolution style were as follow: Integrating, the t result was -0.152 (df: 72) with sig. tailed for 0.880 (p> 0.05). Obliging, the t result was -2.175 (df: 72) with sig. 2-tailed for 0.033 (p <0.05). Dominating, the t result was 2.187 (df: 72) with sig. 2-2-tailed for 0.032 (p <0.05). Avoiding, the t result was -2.550 (df: 72) with sig. 2-tailed for 0.013 (p <0.05). Compromising, the t result was -0.617 (df: 72) with sig. 2-tailed for 0.539 (p> 0.05). With these results, it can be concluded that there were no difference in the conflict resolution styles between male and female employees with Integrating and Compromising, instead there were differences in the conflict resolution styles between male and female employees with Obliging, Dominating and Avoiding.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Alam Semestra yang telah melimpahkan kasih dan berkat-Nya kepada penulis. Atas segala kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Gaya Penyelesaian Konflik Antara Karyawan Kantor Laki-laki Dan Perempuan”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat masukan, bimbingan, saran, serta bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Tuhan Alam Semesta, terima kasih atas keajaiban-keajaiban yang sudah Engkau lakukan di dalam hidup saya, jadikanlah hidup saya sesuai dengan rencana-Mu.

2. Olivia O.T. Rorong, Mama saya yang luar biasa! Terima kasih atas kesabarannya tak pernah padam untuk saya dan atas ketegarannya dalam menjalani hidup yang menjadi inspirasi saya.

3. Bapak Minta Istono S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, saran, serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf jika saya sering menghilang sehingga membuat bapak jengkel. Terima kasih atas kesabarannya, pak.

(11)

xi

5. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas kesabaran dan kesempatan yang ibu berikan.

6. Ibu P. Henrietta Puji Dwi ADS, S.Psi., MA selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen penguji skripsi. Terima kasih telah menjadi dosen pembimbing akademik yang pengertian bagi mahasiswa-mahasiswi bimbingan akademiknya.

7. Ibu Dr. Tjipto Susana M.Si selaku dosen penguji skripsi. Terimakasih telah memberikan masukan, saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

8. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama penulis menjalankan kuliah.

9. Terima kasih kepada segenap Staf Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas segala pelayanan administrasi dan informasi tentang fakultas yang diberikan selama penulis menjalankan kuliah.

10. Teman-teman SMP & SMA, tunggu saya di Balikpapan! I miss you, guys!! 11. Teman-teman yang saya kenal selama masa perkuliahan, terima kasih atas

dinamikanya! As long as we shade on the same sky. I will see you again, friends!!

12. Bidadari-bidadari yang pernah hadir menghiasi hidup saya. You know who you are, thank you for the awesome stories!

(12)

xii

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis menantikan saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun. Atas segala perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB I LANDASAN TEORI ... 9

(14)

xiv

1. Definisi Konflik ... 9

2. Pandangan Terhadap Konflik ... 11

3. Proses Terjadinya Konflik ... 14

4. Jenis-Jenis Konflik... 17

5. Faktor-Faktor Penyebab Konflik ... 20

B. Gaya Penyelesaian Konflik Pada Karyawan ... 21

1. Definisi Karyawan ... 21

2. Definisi Penyelesaian Konflik ... 22

3. Gaya Penyelesaian Konflik... 23

C. Gaya Penyelesaian Konflik Laki-Laki Dan Perempuan ... 27

1. Perbedaan Laki-Laki Dan Perempuan ... 27

2. Perbedaan Gaya Penyelesaian Konflik Laki-laki Dan Perempuan ... 32

D. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 40

C. Definisi Operasional... 41

D. Subjek Penelitian ... 43

E. Metode Pengumpulan Data ... 44

F. Validitas Dan Reliabilitas ... 45

1. Validitas ... 45

(15)

xv

3. Reliabilitas ... 48

G. Metode Analisis Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 51

A. Orientasi Kancah Dan Persiapan Penelitian ... 51

1. Orientasi Kancah ... 51

2. Persiapan Penelitian ... 52

3. Perijinan Penelitian ... 52

B. Pelaksanaan Penelitian ... 53

C. Analisis Data Penelitian ... 54

1. Uji Asumsi ... 54

a. Uji Normalitas ... 54

b. Uji Homogenitas ... 56

2. Hasil Uji Hipotesis ... 58

D. Pembahasan ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Keterbatasan Penelitian ... 67

C. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

1. Pandangan Tradisional dan Modern Tentang Konflik ... 13

2. Blue Print Skala Gaya Penyelesaian Konflik ... 45

3. Distribusi Item Skala Gaya Penyelesaian Konflik Setelah Diuji ... 47

4. Reliabilitas Skala Gaya Penyelesaian Konflik ... 49

5. Rangkuman Hasil One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 56

6. Rangkuman Hasil Levene Test ... 58

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Hasil Penelitian ... 73

2. Uji Reliabilitas ... 84

3. Uji Normalitas ... 90

4. Uji t Dan Uji Homogenitas ... 96

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Konflik merupakan salah satu fakta kehidupan yang dapat terjadi di dalam hidup setiap manusia. Setiap individu pasti pernah mengalami konflik di dalam berbagai aspek kehidupannya, termasuk di dalam kehidupan dunia kerja juga tidak lepas dari adanya konflik. Dalam aktivitas kerjasama untuk mencapai tujuan perusahaan, tidak jarang terjadi perbedaan persepsi, karakter, keinginan dan harapan diantara individu maupun diantara kelompok individu dalam berinteraksi yang dapat berpotensi menimbulkan konflik. Hadirnya konflik di dalam aktivitas sebuah perusahaan tentu dapat membawa dampak tertentu bagi kinerja perusahaan dan iklim kerja di dalamnya. Pandangan mengenai akibat yang dihasilkan dan cara menyikapi konflik itu sendiri mengalami perubahan seiring dengan perkembangan jaman.

(20)

dalam organisasi tidak dapat dihindari dan keberadaannya dapat memperjelas masalah, mengetahui kekurangan organisasi, serta solusi terhadap kelemahan yang dapat berdampak positif pada kinerja organisasi (Wahyudi, 2008). Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1996) juga berpendapat bahwa konflik antar individu maupun antar kelompok di dalam organisasi tidak dapat dielakkan, kinerja organisasi yang optimal memerlukan tingkat konflik yang sedang dan bahwa tanpa konflik berarti organisasi tidak ada perubahan.

Dari kedua pandangan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya konflik selalu hadir pada setiap perusahaan, baik yang kecil maupun yang besar, tidak semua konflik berdampak negatif bagi kinerja perusahaan, konflik dapat pula berdampak positif, tergantung pada sifat konflik dan bagaimana cara menyelesaikannya. Tidak ada alasan untuk menghilangkan konflik di dalam perusahaan, kecuali yang menghambat pencapaian tujuan perusahaan.

(21)

umumnya mengikuti pola yang teratur, yang ditandai timbulnya suatu krisis, selanjutnya terjadi kesalahpahaman antar individu maupun kelompok, dan konfrontasi menjadi pusat perhatian, pada tahap berikutnya krisis dialihkan untuk diarahkan dan dikelola.

Berdasarkan penjelasan, telah disebutkan bahwa konflik merupakan kenyataan hidup yang tidak terhindarkan dalam kehidupan manusia. Agar konflik mampu memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, maka perlu upaya penyelesaian konflik secara tepat. Lewicki, et al. (1999), menjelaskan beberapa cara penyelesaian konflik di antaranya adalah; Dominasi, yaitu strategi penyelesaian konflik yang seringkali memaksakan tercapainya sasaran dan kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan sasaran dan kepentingan orang lain. Mengalah atau mengakomodasi kepentingan dan sasaran pihak lain, cara ini membuka kesempatan pihak lain untuk menyelesaikan konflik menurut caranya.

(22)

terjadi secara lunak yang disertai dengan usaha untuk membantu pihak lain agar menerima solusi yang telah diambil.

Cara penyelesaian konflik yang digunakan akan mempengaruhi dampak yang dihasilkan setelahnya. Berdasarkan dampak dan cara penyelesaian konflik, Furman dan McQuaid (dalam Farida, 1996) membedakan konflik dalam dua jenis yang berbeda, yaitu konflik destruktif dan konstruktif. Konflik dipandang destruktif dan disfungsional apabila: konflik terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian besar kesempatan individu untuk berinteraksi; konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan terjadi pembesaran konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik maupun peningkatan jumlah individu yang terlibat; konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat. Sebaliknya, konflik dipandang konstruktif dan fungsional apabila: konflik yang konstruktif terjadi dalam frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya berinteraksi secara harmonis; dalam konflik yang konstruktif, isu akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan masalah yang saling menguntungkan; dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat akan tetap terjaga.

(23)

kesalahpahaman dalam menafsirkan tujuan, persaingan peran, persaingan jabatan, ketidakjelasan dalam menentukan tugas, perubahan organisasi, iklim organisasi yang tidak menyenangkan, godaan seksual bagi karyawan wanita, pelanggaran terhadap wilayah kerja, dan perbedaan pengetahuan. Sedangkan Wexley dan Yukl (1998) memberikan pandangannya tentang sebab konflik dengan mengemukakan enam kategori penting sebagai kondisi yang dapat menimbulkan konflik yaitu: persaingan terhadap sumber-sumber, ketergantungan pekerjaan, kekaburan bidang tugas, problem status, rintangan komunikasi, dan perbedaan karakteristik individu.

Konflik itu sendiri seringkali disebabkan oleh adanya perbedaan individu, dan kondisi atau situasional yang berkembang (Tosi, et al., 1990). Konflik yang dikarenakan situasi dan kondisi yang berkembang disebabkan karena adanya keadaan yang serba tergantung, kebutuhan untuk berinteraksi, kebutuhan untuk konsensus, adanya perbedaan status, komunikasi, tanggung jawab, dan adanya peraturan yang ambigu. Sedangkan konflik yang berdasarkan perbedaan individu sering dikaitkan dengan karakter seseorang, ciri kepribadian, nilai-nilai, serta persepsi dan pendapat yang berbeda antar individu.

(24)

menyatakan bahwa pria dan perempuan berbeda dalam cara berpikir, bertindak, menghadapi, dan lain-lain. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat saling melengkapi, tetapi kerap kali menimbulkan konflik. Karakter laki-laki yang cenderung realistis, ambisius, menguasai, pemimpin akan berlawan dengan karakter perempuan yang cenderung halus perasaannya, memelihara suatu hubungan, serta religius. Perbedaan tersebut juga dapat mempengaruhi arah dalam sebuah konflik (Susanti, 2006).

Cancian (dalam Brannon, 1999) menggambarkan bahwa perempuan lebih berhasrat menghindari suatu konflik dan lebih menjaga hubungan, sebaliknya laki-laki akan terpaku pada aturan hingga kesepakatan bersama tercapai (fokus pada tujuan). Namun menurut Blumstein dan Scwartz (dalam Brannon, 1999) perempuan juga mempunyai kecenderungan untuk membahas permasalahan dalam usahanya untuk menyelesaikan konflik yang sedang terjadi. Pickering (2001) menambahkan, bahwa tidak ada satupun gaya manajemen konflik yang efektif untuk semua situasi.

(25)

arah dan dampak konflik bagi kinerja perusahaan dan iklim kerja di dalamnya. Maka muncul ketertarikan dalam diri peneliti untuk meneliti secara empiris benar tidaknya terdapat perbedaan gaya penyelesaian konflik pada karyawan laki-laki dengan karyawan perempuan dalam situasi lingkungan di dalam kantor.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Apakah ada perbedaan gaya penyelesaian konflik antara

karyawan pria dan wanita?”

C. TUJUAN PENELITIAN

(26)

D. MANFAAT PENELITIAN

Ada dua manfaat yang hendak dicapai dari adanya penelitian ini: 1. Manfaat Teoritis

Memberikan wacana tambahan bagi bidang psikologi, khususnya psikologi industri organisasi, sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan literatur untuk penelitian yang lebih relevan di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

(27)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONFLIK

1. Definisi Konflik

Menurut The World Book Dictionary (2002), konflik didefinisikan sebagai perkelahian, perjuangan, peperangan, ketidaksetujuan, perselisihan, atau pertengkaran. Konflik dapat berwujud konflik kecil seperti ketidaksetujuan tetapi juga dapat berupa konflik besar seperti peperangan. Kata konflik sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu Conflictus, yang berarti menyerang bersama-sama dengan kekuatan. Sementara Daniel Webster (dalam Pickering, 2001) mendefinisikan konflik sebagai persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain, pertentangan tersebut meliputi pertentangan pendapat, kepentingan, atau pertentangan antar individu, pertentangan kebutuhan, dorongan, keinginan ataupun tuntutan.

(28)

Johnson (dalam Supratiknya, 1995) menjelaskan konflik sebagai situasi di mana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau menganggu tindakan pihak lain. Hal ini senada dengan pendapat dari Baron dan Byrne (2005) yang menyatakan bahwa konflik sebagai suatu proses dimana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa orang lain telah atau akan segera melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pribadi mereka.

Luthans (dalam Wahyudi, 2008) mengartikan konflik merupakan ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota organisasi, sebagaimana dikemukakan berikut, “Conflict has been defined as the condition of objective incompatibility between values or goal, as the behavior of

deliberately interfering with another’s goal achievement, and emotionally in term of hostility”. Lebih lanjut dikemukakan oleh Luthans, perilaku konflik yang dimaksud adalah perbedaan kepentingan/minat, perilaku kerja, perbedaan sifat individu, dan perbedaan tanggung jawab dalam aktivitas organisasi.

(29)

perilaku yang bertentangan terhadap individu atau kelompok lain, sehingga mempengaruhi kinerja dari salah satu atau semua pihak yang terlibat.

2. Pandangan Terhadap Konflik

Terdapat perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau organisasi. Pandangan lama berpendapat konflik harus dihindari atau dihilangkan, karena jika dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini, pendapat yang ada sekarang menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa maka konflik tersebut akan membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Dalam uraian di bawah ini disajikan beberapa pandangan tentang konflik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins (2005:422-423).

a. Pandangan Tradisional (The Traditional View)

(30)

b. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View)

Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an.

c. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View)

Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.

(31)

konflik terhadap kinerja, fungsi manajemen, dan bagaimana perlakuan terhadap konflik untuk mencapai kinerja optimal.

Tabel 1

Pandangan Tradisional dan Modern tentang Konflik

PANDANGAN TRADISIONAL PANDANGAN MODERN

Konflik dapat dihindari Konflik tidak dapat dihindari Konflik disebabkan oleh kesalahan

manajemen dalam merancang dan memimpin organisasi

Konflik disebabkan oleh banyak faktor, seperti: struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai-nilai, perbedaan individu, dan sebagainya Konflik mengacaukan organisasi dan

mencegah pencapaian tujuan yang optimal

Konflik mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan

Manajemen bertugas mengeliminir konflik

Manajemen bertugas mengelola dan mengatasi konflik, sehingga tercipta kinerja yang optimal

Untuk mencapai kinerja yang optimal maka konflik harus dihilangkan

Untuk mencapai kinerja yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat

(32)

dielakkan apalagi dihapus dan pada kondisi tertentu konflik diperlukan untuk mengembangkan inovasi.

3. Proses Terjadinya Konflik

Konflik tidak terjadi secara mendadak tanpa proses, akan tetapi melalui tahapan-tahapan tertentu. Hendricks (2008) mengidentifikasi proses terjadinya konflik menjadi tiga tahap yaitu:

a. Tahap I: Peristiwa Sehari-hari

Pada tahap pertama, peristiwa sehari-hari ditandai adanya invidu merasa tidak puas dan jengkel terhadap lingkungan kerja. Perasaan tidak puas kadang-kadang berlalu begitu saja dan muncul kembali saat individu merasakan adanya gangguan.

b. Tahap II: Adanya Tantangan

Pada tahap kedua, apabila terjadi masalah, individu saling mempertahankan pendapat dan menyalahkan pihak lain. Masing-masing anggota menganggap perbuatan yang dilakukan sesuai dengan standar dan aturan perusahaan. Kepentingan individu maupun kelompok lebih menonjol daripada kepentingan organisasi.

c. Tahap III: Timbulnya Pertentangan

(33)

Lain halnya dengan Robbins (2005:424-430) menjelaskan konflik terjadi melalui lima tahap, yaitu tahap oposisi atau ketidakcocokan potensial, tahap kognisi dan personalisasi, tahap maksud, tahap perilaku, dan tahap hasil.

Gambar 1. Proses Konflik dari Robbins (2005)

a. Tahap I: Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan

Langkah pertama dalam proses komunikasi adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Demi sederhananya, kondisi ini (yang juga dapat dipandang sebagai kasus atau sumber konflik) telah dimampatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

b. Tahap II: Kognisi dan Personalisasi

Jika kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I mempengaruhi secara negatif sesuatu yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensi untuk

(34)

oposisi atau ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi anteseden hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh, dan sadar akan adanya, konflik itu. Tahap II penting karena di situlah persoalan konflik cenderung didefinisikan. c. Tahap III: Maksud

Maksud berada di antara persepsi serta emosi orang dan perilaku terang-terangan mereka. Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Dapat diidentifikasikan lima maksud penanganan-konflik: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif), menghindari (tidak tegas dan tidak kooperatif), mengakomodasi (kooperatif dan tidak tegas), dan berkompromi (tengah-tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan) d. Tahap IV: Perilaku

Perilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan maksud-maksud setiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini mempunyai suatu kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud. Sebagai hasil perhitungan atau tindakan yang tidak terampil, kadangkala perilaku terang-terangan menyimpang dari maksud-maksud yang orsinil.

e. Tahap V: Hasil

(35)

menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.

4. Jenis-Jenis Konflik

Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.

a. Konflik Dilihat dari Fungsi

Berdasarkan fungsinya, Robbins (2005:424) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.

(36)

tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya

Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1994) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:

1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.

2) Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.

3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.

4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.

(37)

menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumber daya yang sama.

6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer PR yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

c. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi

Winardi (1992) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:

1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.

2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.

(38)

4) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.

5. Faktor-Faktor Penyebab Konflik

Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi bukan tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada cara individu-individu menafsirkan, mempersepsi, dan memberikan tanggapan terhadap lingkungan kerjanya. Feldman dan Arnold (dalam Wahyudi, 2008) menyatakan bahwa, konflik pada umumnya disebabkan kurangnya koordinasi kerja antar kelompok atau departemen, dan lemahnya sistem kontrol organisasi. Permasalahan koordinasi kerja antar kelompok berkenaan dengan saling ketergantungan pekerjaan, keraguan dalam menjalankan tugas karena tidak terstruktur dalam rincian tugas, perbedaan orientasi tugas. Sedangkan kelemahan sistem kontrol organisasi yaitu, kelemahan manajemen dalam merealisasikan sistem penilaian kinerja, kurang koordinasi antar unit atau bagian, aturan main tidak dapat berjalan secara baik, terjadi persaingan yang tidak sehat dalam memperoleh penghargaan.

(39)

tingkat interaksi, kebutuhan untuk menjalin kerjasama, perbedaan status, kegagalan komunikasi, kekaburan bidang tugas dan tanggung jawab. Penyebab konflik yang ketiga adalah struktur organisasi yaitu, spesialisasi dan diferensiasi pekerjaan, saling ketergantungan dalam tugas, perbedaan penentuan tujuan, kelangkaan sumber daya, adanya pengaruh dan kekuasaan ganda, perbedaan kriteria dalam sistem penggajian.

B. GAYA PENYELESAIAN KONFLIK PADA KARYAWAN

1. Definisi Karyawan

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

(40)

untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dan dikerjakan sesuai dengan perintah.

2. Definisi Penyelesaian Konflik

Penyelesaian konflik merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena jika konflik dikelola dengan baik maka dapat berdampak positif yaitu, memperkuat hubungan kerjasama, meningkatkan kepercayaan dan harga diri, mempertinggi kreativitas dan produktivitas, serta meningkatkan kepuasan kerja (Edelman dalam Wahyudi, 2008). Sebaliknya, kegagalan dalam mengelola konflik dapat mengakibatkan terhambatnya pencapaian tujuan organisasi (Wahyudi, 2008).

Penyelesaian konflik sendiri dapat diartikan sebagai tugas mengelola suatu permasalahan yang timbul akibat salah paham atau perselisihan yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Apabila dapat diatasi dengan baik maka hubungan akan meningkat dan mencapai persetujuan. Sedangkan manajemen konflik yang buruk dapat membuat semakin salah paham dan membuat buruknya hubungan interpersonal (Johnson & Johnson, 1994).

(41)

yang dialami individu atau kelompok yang terlibat konflik untuk mendapatkan kesesuaian.

3. Gaya Penyelesaian Konflik

Setiap orang dapat menggunakan gaya penyelesaian konfik yang bervariasi tergantung pada situasinya. Suatu gaya penyelesaian konflik mungkin cocok untuk satu situasi, tetapi belum tentu cocok untuk situasi yang lain. Meskipun begitu, biasanya seseorang akan memiliki kecenderungan untuk menggunakan satu gaya penyelesaian konflik tertentu (Decenzo, 1997).

Hendricks (2008) beserta Kreitner dan Kinicki (1995) sama-sama menjelaskan tentang gaya penyelesaian konflik dengan mengklasifikasikannya ke dalam lima jenis gaya penyelesaian konflik yang identik dengan penjelasannya masing-masing, yaitu:

(42)

dikalahkan oleh komitmen emosional untuk suatu posisi (Hendricks, 2008).

Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah (Kreitner & Kinicki, 1995).

b. Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Kerelaan Untuk Membantu (Obliging)

Strategi ini berperan untuk mengurangi perbedaan antar kelompok dan mendorong pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencari persamaan. Perhatian pada orang atau kelompok lain, akan menyebabkan seseorang merasa puas karena keinginannya dipenuhi oleh pihak lain, walaupun salah satu pihak harus mengorbankan sesuatu yang penting baginya. Gaya semacam ini dapat digunakan sebagai strategi yang sengaja untuk mengangkat atau membuat pihak lain merasa lebih baik dan senang terhadap suatu isu (Hendricks, 2008).

(43)

sering pula disebut smoothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan (Kreitner & Kinicki, 1995). c. Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Mendominasi (Dominating)

Teknik ini merupakan kebalikan dari gaya obliging, menekankan pada kepentingan diri sendiri. Kewajiban sering diabaikan demi kepentingan pribadi atau kelompok dan cenderung meremehkan kepentingan orang lain. Teknik dominasi sangat efektif apabila suatu keputusan harus diambil secara tepat (Hendricks, 2008).

Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk

menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering

(44)

atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat (Kreitner & Kinicki, 1995).

d. Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Menghindar (Avoiding)

Salah satu strategi dalam pengendalian konflik dengan cara menghindari suatu permasalahan. Pihak yang menghindar dari konflik tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain. Gaya menghindar berarti menghindar dari tanggung jawab atau mengelak dari suatu isu konflik, menghindar dengan lawan konfliknya, menekan konflik yang terjadi. Aspek negatif dari gaya ini adalah melemparkan masalah pada orang lain atau mengesampingkan masalah (Hendricks, 2008).

Teknik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah (Kreitner & Kinicki, 1995).

(45)

lain gagal dan kedua pihak mencari jalan tengah. Pada kompromi masing-masing pihak rela memberikan sebagian kepentingannya (win-win solution). Kompromi dapat berarti membagi perbedaan atau bertukar sesuatu, masing-masing bersedia mengorbankan sesuatu agar tercapai penyelesaian. Dalam gaya ini dibutuhkan keahlian untuk bernegosiasi dan tawar menawar (Hendricks, 2008).

Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give-and-take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah (Kreitner & Kinicki, 1995).

C. GAYA PENYELESAIAN KONFLIK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

1. Perbedaan Laki-Laki Dan Perempuan

(46)

a. Perbedaan Kebutuhan Primer

1) Perempuan membutuhkan perhatian, laki-laki membutuhkan kepercayaan.

2) Perempuan membutuhkan pengertian, laki-laki membutuhkan penerimaan.

3) Perempuan membutuhkan rasa hormat, laki-laki membutuhkan penghargaan.

4) Perempuan membutuhkan kesetiaan, laki-laki membutuhkan kekaguman.

5) Perempuan membutuhkan penegasan, laki-laki membutuhkan persetujuan.

6) Perempuan perlu jaminan, laki-laki perlu dorongan. b. Perbedaan Spasial

(47)

c. Perbedaan Verbal

Laki-laki mengalokasikan banyak daerah korteks untuk fungsi-fungsi spasial, otak mereka cenderung cenderung mengalokasikan sedikit daerah korteks untuk produksi dan penggunaan kata-kata dibandingkan otak perempuan. Belahan otak kanan dan kiri dihubungkan oleh sekumpulan kecil saraf yang disebut corpus callosum sehingga memungkinkan kedua belahan otak berhubungan. Corpus callosum laki-laki umumnya 25% lebih kecil dibanding milik perempuan. Ketika perasaan atau pikiran akan berpindah dari belahan otak kanan ke kiri, peluang perpindahan tersebut pada seorang laki-laki lebih kecil 25%. Ini perlu diperhatikan mengingat laki-laki mengolah bahasa hanya di belahan kiri, sedangkan perempuan menggunakan enam atau tujuh daerah korteks di kedua belahan untuk mengolah bahasa. Bagi laki-laki, mereka menggunakan sedikit mungkin kata-kata yang diperlukan untuk menyampaikan pendapat. Sementara bagi perempuan, kata-kata digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan juga isi.

d. Perbedaan Dalam Proses Tugas

(48)

rute jalan, lebih banyak menggunakan memori verbal, mengapresiasikan kedalaman dan kecepatan persepsi.

Sedangkan keunggulan laki-laki dalam proses tugas adalah memiliki kemampuan dalam membuat target-target, lebih banyak bekerja, memiliki kemampuan fokus dan konsentrasi tinggi, mathematic reasoning dan pemecahan masalah, navigasi dengan kemampuan spasial geometrik, kemampuan verbal (direct speech), formasi habit dan pemeliharaannya, memiliki ketrampilan spasial yang kompleks. e. Perbedaan Fungsional

1) Pendengaran (Hearing)

Perempuan lebih baik dalam mendengar pembicaraan, musik, atau suara-suara yang lainnya. Sebagai tambahan, ingatan perempuan lebih bisa bertahan lama. Mereka belajar berbicara dan mempelajari bahasa lebih dulu. Kemampuannya dalam memori verbal dan proses bahasa berlangsung cepat dan lebih akurat.

2) Penglihatan (Vision)

(49)

3) Peraba (Touch)

Perempuan memiliki indera peraba yang sangat sensitif. Mereka merespon dengan cepat dan tajam pada luka. Sementara laki-laki lebih banyak bereaksi pada temperatur yang ekstrem.

4) Penciuman dan Perasa (Smell and Taste)

Perempuan memiliki indera penciuman dan perasa yang lebih tinggi daripada laki-laki. Mereka lebih banyak merespon aroma, parfum, dan beberapa perubahan dalam rasa.

5) Aktivitas (Activity)

Laki-laki lebih sering bermain dengan berbagai benda daripada para perempuan. Sementara perempuan lebih banyak merespon pada teman bermainnya.

6) Penyelesaian Masalah (Problem-Solving)

(50)

2. Perbedaan Gaya Penyelesaian Konflik Laki-Laki Dan Perempuan

Putri (2008) berpendapat perbedaan gaya komunikasi antara laki-laki dan perempuan dapat mengakibatkan kesalahpahaman, misinterpretasi dan konflik antar laki-laki dan perempuan, tidak terkecuali di lingkungan kerja. Perbedaan karakteristik laki-laki dan perempuan yang dapat menyebabkan konflik antara lain adalah:

a. Perbedaan Tujuan: Proses vs Hasil

Perempuan berpikir mengenai proses seperti layaknya sarang laba-laba, dimana segalanya berkaitan. Sehingga ketika dalam proyek, mereka berpikir bahwa orang-orang dan proses sama pentingnya dengan hasil akhir. Sedangkan laki-laki lebih bersikap task-oriented dan berfokus pada hasil akhir. Bagi mereka proses tidak menjadi masalah, yang penting adalah hasil akhirnya. Konflik yang dapat terjadi karenanya adalah laki-laki seringkali merasa jengkel dengan maksud perempuan yang ingin mendiskusikan segala hal berkaitan dengan proyek. Sementara itu, perempuan khawatir jika ada rekan kerjanya yg berkonflik.

b. Perbedaan Fokus: Perasaan vs Fakta

(51)

c. Perbedaan Pencarian Solusi: Bertanya vs Berpikir Sendiri

Perempuan mengajukan pertanyaan untuk mengumpulkan informasi. Dengan jawaban dari pertanyaan tersebut, mereka bisa mencari solusi. Sementara itu, laki-laki bicara untuk memberikan informasi. Mereka lebih suka untuk berpikir sendiri baru kemudian mengembangkan solusi. Potensi konflik terjadi karena laki-laki memandang jika orang bertanya, maka orang tersebut lemah dan tidak kompeten. Sementara itu, di sisi lain, perempuan berasumsi bahwa laki-laki mengerti apa yang mereka lakukan karena mereka tidak mengajukan pertanyaan. d. Perbedaan Gaya Bicara: Bahasa Tidak Langsung vs Bahasa Langsung

Perempuan cenderung berbicara dengan bahasa tidak langsung. Sedangkan laki-laki lebih cenderung straight to the point. Mereka cenderung berbicara dengan lebih jelas dan penuh percaya diri. Konflik yang dapat terjadi karenanya adalah ketika perempuan menggunakan bahasa yang tidak langsung, hal ini menyebabkan laki-laki cenderung menganggap mereka kurang tegas dan kurang percaya diri dalam menghadapi tugas pekerjaannya.

(52)

manajemen konflik (Decenzo, 1997). Cancian (dalam Brannon, 1999) menyatakan bahwa perempuan lebih berhasrat untuk menghindari konflik dan memelihara hubungan baik mereka daripada laki-laki. Selain itu perempuan merasa bertanggung jawab untuk memelihara hubungan tersebut. Kelembutan perasaan dan ketenangan juga membuat perempuan memiliki kekuatan untuk rela berkorban, sebaliknya laki-laki mempunyai kecenderungan sifat yang agresif dan aktif (Gunarsa, 2001). Sedangkan Bloomstein dan Schwartz (dalam Brannon, 1999), berpendapat bahwa pada saat memberikan penjelasan, perempuan memiliki kecenderungan menggunakan perbandingan untuk memenangkan pendapat mereka. Namun meski demikian, perempuan lebih memilih untuk menghindari konflik bila hal tersebut mungkin dilakukan untuk menjaga hubungan mereka.

(53)

perasaan, sehingga menyelesaikan konflik dengan sebaik mungkin melalui kolaborasi menjadi harapan yang ingin dicapai oleh perempuan (Brannon, 1999).

(54)

objektif dalam konflik yang dihadapi. Salah satu caranya adalah dengan mengambil jalan tengah dari setiap permasalahan yang terjadi.

Individu yang menggunakan gaya penyelesaian konflik dengan mempersatukan melakukan indentifikasi masalah yang dihadapi dan perbedaan kepentingan yang ada, untuk kemudian secara kreatif mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang sedang berkonflik. Laki-laki yang memiliki kemampuan fokus pada fakta dan konsentrasi tinggi dalam pemecahan masalah membuat laki-laki dapat menyelesaikan konflik dengan gaya ini, namun dapat juga sebaliknya karena dalam penyelesaian masalah laki-laki juga memiliki karakteristik untuk menarik diri dan memecahkan masalah itu seorang diri. Dalam menghadapi konflik, perempuan cenderung untuk membuka diri dan melibatkan orang lain dengan membicarakannya, hal tersebut membuat perempuan juga memiliki kecenderungan untuk menggunakan gaya ini.

(55)

ini, namun kebutuhan rasa hormat yang dimiliki perempuan dapat menghambatnya untuk menggunakan gaya ini.

Individu yang menggunakan gaya penyelesaian konflik dengan mendominasi lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan diri sendiri daripada pihak lain untuk menyelesaikan konflik yang ada, dengan memaksakan kepentingan sendiri dan mengabaikan kepentingan pihak lain. Laki-laki yang memiliki kecenderungan untuk fokus pada hasil akhir dan mementingkan kepentingan sendiri membuat laki-laki memiliki kecenderungan untuk menggunakan gaya ini, namun dapat juga sebaliknya karena laki-laki juga mempunyai karakteristik untuk menggunakan logikanya untuk berpikir bahwa konflik memang harus didiskusikan. Sedangkan kecenderungan perempuan yang berfokus pada proses membuat perempuan memilih untuk mendiskusikannya ketimbang mendominasi.

(56)

perempuan yang memiliki kecenderungan untuk menjaga perasaan dan hubungan yang baik membuat perempuan memiliki kecenderungan untuk menggunakan gaya ini.

(57)

D. HIPOTESIS

Hipotesa dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ada perbedaan gaya penyelesaian konflik dengan mempersatukan antara karyawan laki-laki dan perempuan.

2. Ada perbedaan gaya penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu antara karyawan laki-laki dan perempuan.

3. Ada perbedaan gaya penyelesaian konflik dengan mendominasi antara karyawan laki-laki dan perempuan.

4. Ada perbedaan gaya penyelesaian konflik dengan menghindar antara karyawan laki-laki dan perempuan.

(58)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian komparatif yang bertujuan untuk melihat perbedaan antara dua subjek penelitian yang dihubungkan dengan variabel tertentu. Dalam penelitian ini ingin melihat adanya perbedaan gaya penyelesaian konflik antara karyawan laki-laki dan perempuan.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel. Variabel-variabel tersebut adalah:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab kemunculan dari variabel terikat (Kerlinger, 1998). Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karyawan laki-laki dan perempuan.

2. Variabel Tergantung

(59)

sebagai konsekuensi variabel bebas (Kerlinger, 1998). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gaya penyelesaian konflik.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional melekatkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur variabel itu. Definisi semacam itu memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut.

Definisi operasional dari variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1. Karyawan Laki-Laki dan Perempuan

Definisi dari karyawan adalah penjual jasa (pikiran dan tenaganya) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam hal ini, karyawan wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan perjanjian. Subjek dalam penelitian ini sendiri akan difokuskan pada karyawan yang bekerja di dalam kantor. Subjek pada penelitian ini juga akan dibedakan menurut jenis kelamin, yaitu klasifikasi individu berdasarkan pada laki-laki dan perempuan sebagaimana diperoleh dari pengisian identitas subjek penelitian pada alat ukur penelitian.

2. Gaya Penyelesaian Konflik

(60)

Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II) (Copley, 2008) yang dikembangkan dengan menggunakan dua dimensi, yaitu dimensi pertama dimana seseorang cenderung memuaskan keinginannya sendiri dan dimensi yang lain dimana seseorang cenderung memuaskan keinginan orang lain.

(61)

(Compromising), dimana gaya ini mempunyai konsep sikap yang berimbang dalam hal kepedulian untuk diri sendiri dan orang lain, dalam situasi ini kedua belah pihak kehilangan sesuatu, namun juga menerima sesuatu sehingga dapat dicapai resolusi yang diterima bersama. Skala tersebut dikembangkan ke dalam ruang lingkup konflik interpersonal dalam organisasi.

Kecenderungan seseorang untuk menggunakan gaya penyelesaian konflik tertentu diukur dengan skala Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II) tersebut. Semakin tinggi skor skala pada salah satu gaya penyelesaian konflik maka semakin tinggi pula kecenderungan subjek untuk menggunakan gaya penyelesaian konflik tersebut. Sebaliknya, semakin rendah skor skala pada salah satu gaya penyelesaian konflik maka semakin rendah pula kecenderungan subjek untuk menggunakan gaya penyelesaian konflik tersebut.

D. Subjek Penelitian

(62)

dirasakan oleh karyawan. Tekanan pekerjaan yang dirasakan tersebut dapat mempengaruh iklim interaksi antar karyawan, yang dapat saja memicu konflik antar karyawan dalam rutinitas pekerjaannya.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Menurut Azwar (2002), metode skala menggunakan daftar pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung mengukur atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku atribut yang bersangkutan. Sedangkan respon subjek untuk suatu skala tidak diklasifikasikan sebagai jawaban salah atau benar. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara sungguh-sungguh, hanya saja jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

(63)

tanpa mengadakan pilihan netral atau ragu-ragu. Menurut Hadi (2004), modifikasi skala Likert yang terdiri dari 4 kategori jawaban, dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh 5 kategori jawaban, karena kategori netral mempunyai arti ganda atau dapat diartikan belum dapat memutuskan. Tersedianya jawaban di tengah atau netral juga menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya. Pemberian skor yang digunakan adalah penilaian yang bergerak dari angka empat sampai dengan angka satu. Jawaban SS= 4, S= 3, TS= 2, STS=1. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2

Blue Print Skala Gaya Penyelesaian Konflik

No. Gaya Penyelesaian Konflik Nomor Item Jumlah Item %

1. Mempersatukan 1, 6, 11, 16, 21, 26 6 20

2. Membantu 2, 7, 12, 17, 22, 27 6 20

3. Mendominasi 3, 8, 13, 18, 23, 28 6 20

4. Menghindar 4, 9, 14, 19, 24, 29 6 20

5. Kompromi 5, 10, 15, 20, 25, 30 6 20

Total 30 100

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

(64)

menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2002).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yang menunjuk sejauh mana item-item dalam alat ukur mencakup keseluruhan kawasan uji objek yang hendak diukur, yang akan diperoleh melalui analisis rasional dan professional judgement. Suatu tes dikatakan memiliki validitas isi yang tinggi apabila isi dari tes atau alat ukur tersebut komprehensif serta memuat isi yang relevan dan tidak keluar dari tujuan ukur (Azwar, 2002). Pengukuran validitas tergantung pada penilaian subjektif karena pengukuran validitas ini tidak melibatkan perhitungan statistik apapun sehingga ada kemungkinan setiap orang memiliki pendapat yang berbeda mengenai suatu tes atau alat ukur tersebut. Item-item yang disusun dikonsultasikan dan dinilai oleh seseorang yang ahli, dalam hal ini yaitu dosen pembimbing.

2. Uji Kesahihan Item

(65)

mendekati angka 1,00 yang bertanda positif maka daya beda atau daya diskriminasi itemnya semakin baik. Sebagai kriteria seleksi item yang memiliki korelasi item total minimal 0,30 dianggap layak menjadi sebuah item dan jika dengan batasan ini jumlah item yang terseleksi tidak mencukupi jumlah yang diinginkan maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit kriteria 0,30 menjadi 0,25 sehingga jumlah item yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 2002).

Dalam penelitian ini kesahihan item diuji dengan mengkorelasikan skor setiap item dengan skor total jumlah subjek sebanyak (N=74). Dari 30 item yang diuji terdapat korelasi antara item dengan total yang menunjukkan 27 item lolos dan 3 item dinyatakan gugur. Korelasi item total bergerak antara 0.238 sampai dengan 0.678. Tiga item yang mempunyai korelasi item total di bawah 0,3 adalah item 6 (0,244), item 13 (0,238) dan item 24 (0,294). Berikut ini disertakan tabel distribusi item yang dapat dinyatakan lolos:

Tabel 3

Distribusi Item Skala Gaya Penyelesaian Konflik Setelah Diuji

No. Gaya Penyelesaian Konflik Nomor Item Total Gugur Lolos

1. Mempersatukan 1, 6*, 11, 16, 21, 26 6 1 5

(66)

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi antara individu lebih ditentukan oleh faktor error (kesalahan) daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Pengukuran yang tidak reliabel tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu (Azwar, 2002).

(67)

Tabel 4

Reliabilitas Skala Gaya Penyelesaian Konflik

No. Gaya Penyelesaian

Metode analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah data dan menganalisis hasil penelitian untuk menguji kebenarannya. Karena data yang diperoleh dari skala gaya penyelesaian konflik berupa angka, maka metode yang digunakan untuk analisis data menggunakan statistik.

1. Uji Normalitas

(68)

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari sampel yang akan diuji tersebut sama atau tidak. Caranya adalah dengan melihat nilai probabilitasnya pada Levene Test, dengan menggunakan SPSS 17 for Windows. jika nilai probabilitas yang didapat lebih besar dari 0,05 (p> 0,05) maka kedua kelompok sample memiliki varian yang sama, sebaliknya jika probabilitasnya kurang dari 0,05 (p< 0,05) maka kedua kelompok memiliki varian yang tidak sama.

3. Uji t (Independent-Samples t-test)

(69)

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. ORIENTASI KANCAH DAN PERSIAPAN PENELITIAN

1. Orientasi Kancah

Penelitian ini dilakukan di PT Indo Muro Kencana adalah anak perusahaan dari Straits Resource Company yang berpusat di Australia. Tahun 2002, PT Indo Muro Kencana mengambil alih Kuasa Pertambangan (KP) emas di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah dari Archipelago Company. Selama kurun waktu dari tahun 2002 sampai dengan saat ini September 2010, PT Indo Muro Kencana masih melakukan penambangan emas dengan proses akhir berupa batangan emas (Bullion). Dalam melakukan kegiatan penambangannya, PT Indo Muro Kencana tetap berpegang pada keamanan lingkungan (environmental) dengan memperhatikan amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sekitar pertambangan.

(70)

sekitar pertambangan. Secara keseluruhan total tenaga kerja yang dimiliki PT Indo Muro Kencana yaitu sekitar 755 orang, dengan karyawan yang bekerja di dalam kantor sebanyak 74 orang.

Pada penelitian ini, subjek penelitian yang diambil hanya dibatasi pada karyawan yang bekerja di dalam kantor yang telah memiliki masa kerja minimal 3 bulan, dan berasal dari level staf hingga level ER&D Superintendent. Pengambilan batas 3 bulan dipilih karena masa kerja 3 bulan merupakan batas masa percobaan sebelum akhirnya karyawan diangkat sebagai karyawan tetap.

2. Persiapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan studi pustaka mengenai teori dan literatur variabel penelitian. Kemudian, hasil studi pustaka tersebut menjadi bahan acuan untuk pembuatan Blue Print skala untuk mengukur variabel penelitian. Setelah itu item-item skala penelitian disusun dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, baru kemudian siap disebar sebagai skala penelitian. Dalam penelitian ini, skala gaya penyelesaian konflik yang akan disebar adalah adaptasi dari Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II) (dalam Copley, 2008). Skala awal terdiri dari 28 item dan telah dikembangkan menjadi 30 item.

3. Perijinan Penelitian

(71)

Sanata Dharma Yogyakarta untuk melakukan penelitian di PT Indo Muro Kencana.

Setelah surat ijin penelitian bernomor 28.b/D/KP/Psi/USD/III/2010 keluar, kemudian peneliti mengirimkan surat ijin penelitian tersebut kepada Resident Manager PT Indo Muro Kencana yang kemudian menyatakan bahwa surat permohonan dan proposal penelitian tersebut diterima. Setelah itu, lalu proses pengambilan data dimulai.

B. PELAKSANAAN PENELITIAN

(72)

jumlah keseluruhan dari karyawan PT Indo Muro Kencana yang bekerja di dalam kantor, yang terdiri dari 48 orang karyawan laki-laki dan 26 orang karyawan perempuan, sehingga peneliti memperoleh 74 subjek untuk dianalisis.

C. ANALISIS DATA PENELITIAN

1. Uji Asumsi

Uji asumsi perlu dilakukan agar kesimpulan yang diperoleh tidak menyimpang dari penelitian. Terdapat dua asumsi yang harus dipenuhi dalam suatu penelitian mengenai perbedaan yaitu, uji normalitas sebaran dan uji homogenitas varian.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pada kedua kelompok sampel mengikuti distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 17. Metode yang digunakan disini adalah One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Cara untuk mengetahui apakah sebaran skornya berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat nilai probabilitasnya. Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05 (p > 0.05) maka sebaran skor dinyatakan normal. Sebaliknya jika nilai probalititas kurang dari 0.05 (p < 0.05) maka sebaran skor dinyatakan tidak normal.

Hasil uji normalitas pada lima gaya penyelesaian konflik adalah sebagai berikut:

(73)

Pada gaya ini diperoleh probabilitas (Asymp. Sig. 2-tailed) sebesar 0.119 dengan p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05). Maka dapat dinyatakan bahwa sebaran skor untuk skala gaya penyelesaian konflik dengan mempersatukan dinyatakan normal.

2) Gaya manajemen Konflik Dengan Kerelaan Untuk Membantu Pada gaya ini diperoleh probabilitas (Asymp. Sig. 2-tailed) sebesar 0.090 dengan p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05). Maka dapat dinyatakan bahwa sebaran skor untuk skala gaya penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu dinyatakan normal. 3) Gaya manajemen Konflik Dengan Mendominasi

Pada gaya ini diperoleh probabilitas (Asymp.Sig. 2-tailed) sebesar 0.162 dengan p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05). Maka dapat dinyatakan bahwa sebaran skor untuk skala gaya penyelesaian konflik dengan mendominasi dinyatakan normal.

4) Gaya manajemen Konflik Dengan Menghindar

Pada gaya ini diperoleh probabilitas (Asymp.Sig. 2-tailed) sebesar 0.110 dengan p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05). Maka dapat dinyatakan bahwa sebaran skor untuk skala gaya penyelesaian konflik dengan menghindar dinyatakan normal.

5) Gaya manajemen Konflik Dengan Kompromis

(74)

dinyatakan bahwa sebaran skor untuk skala gaya penyelesaian konflik dengan kompromis dinyatakan normal.

Di bawah ini disertakan tabel rangkuman hasil One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test:

Tabel 5

Rangkuman Hasil One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

No. Gaya Penyelesaian Konflik N Mean SD Asymp.Sig. (2-tailed)

1. Mempersatukan 74 17.84 1.938 0.119

2. Membantu 74 15.15 2.541 0.090

3. Mendominasi 74 11.47 2.504 0.162

4. Menghindar 74 14.58 2.564 0.110

5. Kompromis 74 20.66 2.665 0.232

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari sampel yang akan diuji tersebut sama atau tidak. Caranya adalah dengan melihat nilai probabilitasnya pada Levene Test, dengan menggunakan SPSS 17. Jika nilai probabilitas yang didapat lebih besar dari 0.05 (p > 0.05), maka Ho diterima atau kedua kelompok sampel memiliki varian yang sama. Sebaliknya jika probabilitasnya kurang dari 0.05 (p < 0.05), kedua kelompok tersebut memiliki varian yang berbeda.

(75)

1) Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Mempersatukan

Diperoleh probabilitas sebesar 0.05227 dengan demikian p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05). Maka dapat dinyatakan bahwa skor skala gaya penyelesaian konflik dengan mempersatukan berasal dari subjek yang mempunyai varian yang sama.

2) Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Kerelaan Untuk Membantu Diperoleh probabilitas sebesar 0.907 dengan demikian p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05). Maka dapat dinyatakan bahwa skor skala gaya penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu berasal dari subjek yang mempunyai varian yang sama.

3) Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Mendominasi

Diperoleh probabilitas sebesar 0.933 dengan demikian p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05). Maka dapat dinyatakan bahwa skor skala gaya penyelesaian konflik dengan mendominasi berasal dari subjek yang mempunyai varian yang sama.

4) Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Menghindar

Diperoleh probabilitas sebesar 0.540 dengan demikian p lebih besar dari 0.05 (p > 0.05). Maka dapat dinyatakan bahwa skor skala gaya penyelesaian konflik dengan menghindar berasal dari subjek yang mempunyai varian yang sama.

5) Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Kompromis

(76)

skala gaya penyelesaian konflik dengan kompromis berasal dari subjek yang mempunyai varian yang sama.

Di bawah ini disertakan tabel rangkuman hasil Levene Test:

Tabel 6

Rangkuman Hasil Levene Test

No. Gaya Penyelesaian Konflik Equal Variances Assumed

F Sig.

1. Mempersatukan 3.347 0.05227

2. Membantu 1.489 0.907

3. Mendominasi 0.486 0.933

4. Menghindar 0.202 0.540

5. Kompromis 4.519 0.108

2. Hasil Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Independent-Samples T Test dengan program SPSS 17. Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: "Ada perbedaan gaya penyelesaian konflik antara karyawan laki-laki dan perempuan".

Hasil Independent-Samples T Test untuk masing-masing gaya penyelesaian konflik adalah sebagai berikut:

a. Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Mempersatukan

(77)

Dengan taraf signifikansi 0.05, diperoleh hasil t (df: 72) dengan Equal Variances Assumed sebesar -0.152 dan Sig. (2-tailed) sebesar 0.880 (p > 0.05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada gaya penyelesaian konflik dengan mempersatukan antara karyawan laki-laki dan perempuan.

b. Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Kerelaan Untuk Membantu

Mean skor gaya penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu pada subjek karyawan laki-laki adalah 14.69 (SD = 2.442), sedangkan mean skor pada subjek karyawan perempuan adalah 16.00 (SD = 2.546). Dengan taraf signifikansi 0.05, diperoleh hasil t (df: 72) dengan Equal Variances Assumed sebesar -2.175 dan Sig. (2-tailed) sebesar 0.033 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada gaya penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu antara karyawan laki-laki dan perempuan. Subjek karyawan perempuan mempunyai rata-rata skor gaya penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu yang lebih tinggi daripada subjek karyawan laki-laki.

c. Gaya Penyelesaian Konflik Dengan Mendominasi

Gambar

Tabel 1
Gambar 1.  Proses Konflik dari Robbins (2005)
Tabel 2 Blue Print Skala Gaya Penyelesaian Konflik
Tabel 3 Distribusi Item Skala Gaya Penyelesaian Konflik Setelah Diuji
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa penelitian diatas di perguruan tinggi Agama Hindu belum ada pembahasan mengenai Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) Dalam Meningkatan Mutu

Tahapan ini merupakan langkah awal penulis dalam melakukan penelitian terhadap hal yang dikaji. Heuristik merupakan kegiatan dalam pengumpulan sumber-sumber relevan dengan

Gambar V.86 Sequence Diagram Iterasi 3 Lihat Nilai Kinerja Koordinator Guru Bimbingan Konseling

Untuk menyuguhkan tontonan yang mampu mengulas lebih dalam suatu kebudayaan dan memberikan pengetahuan yang lebih luas, Penulis memilih program dokumenter dalam

Salah satu perusahaan dari Indonesia yang mengekspor produk gurita beku adalah PT Kelola Mina Laut, Gresik, Jawa Timur, sehingga perlu dilakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) untuk

gondii yang tinggi pada menunjukkan 357 ekor kucing usia 3 bulan hingga kucing liar membawa dampak terhadap kesehatan 16 tahun negatif feline immunodeficiency virus (FIV)

STArus PEMBIAKAN BUAYA AIR MASIN Crocodylus porosus YANG HIDUP DI KAWASAN EKOSISTEM TINGGALAN PAYA BAKAU DI SUNGAI KINARUT DAN SUNGAI BERINGIS.. MOHO IZWAN

Kecamatan Bandungan dapat melakukan 2 kali periode tanam dalam 1 tahun, maka dengan asumsi biaya produksi, nilai produksi dan keuntungan yang diperoleh pada pertanaman