• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KECERDASAN MORAL SISWA PUTRA DAN PUTRI KELAS XI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 20092010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINGKAT KECERDASAN MORAL SISWA PUTRA DAN PUTRI KELAS XI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 20092010"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh: Anting Pramusekar

041114009

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh: Anting Pramusekar

041114009

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

^xut|~tÇ twtÄt{ ut{tát çtÇz wtÑtà w|wxÇztÜ á| àâÄ| wtÇ u|át w|Ä|{tà á|

uâàtA

(Mark Twain)

fxâÇàt| áxÇçâÅ ÅxÜâÑt~tÇ ÄxÇz~âÇztÇ çtÇz ÅxÅuâtà áxztÄtÇçt ÅxÇ}tw|

ÄâÜâáA

(Phyllis Diller)

(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 11 Februari 2010

Penulis

(7)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Anting Pramusekar

NIM : 041114009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

TINGKAT KECERDASAN MORAL SISWA PUTRA DAN PUTRI KELAS XI

SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 11 Februari 2010

Yang menyatakan,

(8)

vii ABSTRAK

TINGKAT KECERDASAN MORAL SISWA PUTRA DAN PUTRI KELAS XI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Anting Pramusekar 041114009

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang tingkat kecerdasan moral siswa putra dan putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010. Masalah yang diteliti adalah: (1) Bagaimanakah tingkat kecerdasan moral siswa putra kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010?, (2) Bagaimanakah tingkat kecerdasan moral siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010?, (3) Apakah ada perbedaan jumlah antara siswa putra dengan siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 dalam tingkat kecerdasan moral? Tingkat kecerdasan moral siswa putra dan putri digolongkan dalam 2 kategori yaitu kategori tinggi (T) dan rendah (R).

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 dengan sampel 74 orang. Alat pengumpul data yang digunakan yaitu kuesioner kecerdasan moral yang terdiri dari 70 item dan dibagi dalam 3 aspek yaitu aspek kebebasan moral (freedom), aspek kekuatan moral (power), dan aspek akuntabilitas moral (accountability).

(9)

viii ABSTRACT

THE MORAL INTELLIGENCE LEVEL IN THE 11th GRADE MALE AND FEMALE STUDENTS OF BOPKRI 2 SENIOR HIGH SCHOOL

YOGYAKARTA AT ACADEMIC YEAR 2009/2010 Anting Pramusekar

041114009

This research is a descriptive research that is done by using survey method. The aim of this research is to gain the information about the moral intelligence level in the 11th grade male and female students of BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta at academic year 2009/2010. The research problem are: (1) What is the moral intelligence level in the 11th grade male students of BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta at academic year 2009/2010? (2) What is the moral intelligence level in the 11th grade female students of BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta at academic year 2009/2010? (3) Is there any difference between the amount of male and female students of the 11th grade in BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta at academic year 2009/2010 in the moral intelligence level? The moral intelligence level of male and female students are classified into two categories (T) for high and (R) for low.

The population of this research is the 11th grade students of BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta at academic year 2009/2010 by using 74 students as the sample. The data is submitted by using the moral intelligence questionnaire that contain of 70 items and classified into 3 aspects such as the morality freedom, the morality power, and the morality accountability.

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai dan membimbing penulis selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih pula tak lupa penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan hingga skripsi ini selesai. Terima kasih yang tulus penulis ucapkan pada:

1. Drs. Y.B. Adimassana, M.A., sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan motivasi dan tidak henti-hentinya memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Wens Tanlain, M.Pd., yang telah berjasa membantu penulis dalam penghitungan uji coba item-item kuesioner.

3. Drs. Gendon Barus, M.Si. dan A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., Psi., M.A. selaku dosen penguji penulis yang telah memberikan banyak masukan yang berguna bagi perbaikan skripsi ini.

4. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan juga ilmu yang berguna bagi penulis selama menjalani proses perkuliahan serta dukungan dalam menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

(11)

x

6. Bu Ning, sebagai koordinator BK di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan uji coba dan penelitian di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

7. Bu Pras, yang telah membantu kelancaran penulis dalam melakukan uji coba dan penelitian di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

8. Para siswa-siswi kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 yang telah mau bekerja sama untuk membantu penulis dalam menyelesaikan uji coba dan penelitian di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

7. Segenap karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dengan sabar pengurusan segala keperluan administrasi penulis (Mas Moko dan Mas Anto).

8. Bapak dan ibuku yang merupakan suporter terbaik, yang telah rela membanting tulang untuk membiayai kuliah penulis, dan membantu penulis dengan memberikan sumbangan-sumbangan pemikirannya.

9. Ardhy, partner, sahabat, dan juga kekasihku yang selalu memberikan semangat dan mengingatkan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, serta rela menjadi tempat keluh-kesah penulis selama pembuatan skripsi ini hingga selesai.

10. Intan yang telah membantu dalam pembuatan abstrak bahasa Inggris. Dita dan teman mudikanya, yang telah sudi membantu peneliti dalam melakukan peneliltian di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

(12)

xi

Lopez, Natal, Tina, Ria, Hanna, Rm.Agus, Br. Yulius, Tyo, Marcel, Sr. Lina, Sr. Yus, Sr. Eva, Sr. Hillaria, dan Komunitas Kolobendono Yogyakarta (Sigit, Pikal, Sepri, Kumis) serta angkatan lain: Mas Willy, Br. Cahyo, Estu, Sr. Mary Christ, genk BeABe (Bayu, Alel, Bismo), Mas Asep yang telah menjadi sahabat terbaik dan selalu mau membantu kesulitan peneliti terutama saat pengerjaan skripsi ini.

12. Semua pihak yang telah banyak membantu peneliti yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga Tuhan membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Penulis

(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..……….i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..……….ii

HALAMAN PENGESAHAN ………iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………..v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ……….vi

ABSTRAK ……….vii

ABSTRACT ………..viii

KATA PENGANTAR ……….ix

DAFTAR ISI ………. xii

DAFTAR TABEL …..………...xv

DAFTAR LAMPIRAN………. xvii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….1

B. Rumusan Masalah ………..6

C. Tujuan Penelitian ……….6

D. Manfaat Penelitian ………..7

E. Batasan Istilah dan variabel ……….8

(14)

xiii B. Aspek-aspek Kecerdasan Moral

1. Kebebasan (Freedom) ………..13

2. Kekuatan (Power) ………17

3. Akuntabilitas (Accountability) ……….22

C. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Tingkat Kecerdasan Moral yang Tinggi ………. 25

D. Perbedaan Kecerdasan Moral antara Siswa Putra dengan Putri ……….. 29

E. Hipotesis Penelitian ……….. 30

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………..31

B. Populasi dan Sampel Penelitian ……… 31

C. Alat Pengumpulan Data ……… 32

D. Uji Coba ……… 37

E. Prosedur Pengumpulan Data ……….39

F. Teknik Analisis Data ……….39

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……….43

B. Pembahasan ………...49

BAB V: PENUTUP A. Ringkasan ………..60

B. Kesimpulan ………61

C. Saran-saran ……….63

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Kisi-kisi Kuesioner Penelitian ………..33 Tabel 2: Klasifikasi Koefisien Korelasi Alat Ukur ... 36 Tabel 3: Pemberian Skor Kuesioner ……….. 37 Tabel 4: Tingkat Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri

Kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

Tahun Pelajaran 2009/2010 Secara Keseluruhan ... 44 Tabel 5: Perbedaan Jumlah Siswa Putra dan Putri dan

Kategori Tinggi Rendah dalam Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri Kelas XI SMA BOPKRI 2

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 ……….. 44 Tabel 6: Perhitungan Nilai Chi-Kuadrat tentang

Perbedaan Frekuensi Tingkat Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri Kelas XI SMA BOPKRI 2

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 ………. 46 Tabel 7: Tingkat Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri

Kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

Tahun Pelajaran 2009/2010 pada Masing-masing Aspek ... 48 Tabel 8: Item-item Kuesioner yang Memperoleh Skor Terendah ………. 56 Tabel 9: Penghitungan Koefisien Reliabilitas dan Validitas

(16)

xv

Tabel 11: Analisis Item Faktorial (Kelompok Aspek) (uji coba)……….. 73 Tabel 12: Koefisien Korelasi dan Kualisfikasi Tiap-tiap Item

dengan Menggunakan Rumus

Product-Moment Pearson (uji coba) ………. 76 Tabel 13: Revisi Item-item Kuesioner ………. 78 Tabel 14: Penghitungan Koefisien Reliabilitas dan Validitas

dengan Teknik Belah Dua Ganjil-Genap ………. 80 Tabel 15: Skor Kecerdasan Moral Siswa

Kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Perhitungan Validitas, Reliabilitas, Mean, dan

Pengkategorian Skor Hasil Uji Coba ……… 69

Lampiran 2 : Tabulasi Skor Hasil Uji Coba ……… 73

Lampiran 3 : Revisi Item-item Kuesioner ……….. 78

Lampiran 4 : Perhitungan Validitas, Reliabilitas, Mean, dan Pengkategorian Skor Hasil Penelitian………. 80

Lampiran 5 : Kuesioner Kecerdasan Moral ……… 87

Lampiran 6 : Lembar Jawaban Kuesioner Kecerdasan Moral ………. 93

Lampiran 7 : Tabulasi Skor Hasil Penelitian ……….. 94

Lampiran 8 : Surat Ijin Melakukan Uji Coba dan Penelitian ……….. 97

(18)

1 A. Latar Belakang

Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang semakin maju. Hal tersebut dapat diamati pada lingkungan sekitar kita, seperti semakin banyaknya produk-produk berteknologi tinggi di pasaran yang membuat pekerjaan manusia semakin efektif dan efisien, teknologi komunikasi yang semakin canggih, akses internet yang semakin mudah untuk diperoleh oleh semua kalangan, serta alat-alat canggih lainnya.

Kemajuan teknologi tersebut tidak saja memberi dampak yang positif yakni semakin mempermudah manusia dalam melakukan pekerjaan, tetapi juga memberikan dampak yang negatif bagi kehidupan manusia. Salah satu dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari kemajuan teknologi tersebut adalah kemerosotan moral manusia.

Gejala kemerosotan moral manusia nampak dalam kehidupan di sekitar kita sehari-hari. Korupsi, anarkisme, kriminalitas, penyimpangan seksualitas, serta penyalahgunaan obat-obatan sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari lewat televisi, radio, maupun surat kabar. Semakin hari, semakin bertambah pula jumlah pemberitaan mengenai hal-hal tersebut.

(19)

hal ini terutama para siswa yang masih duduk di bangku SMA. Para siswa SMA masih memiliki sifat umum remaja yakni sifat labil dan sifat mudah terpengaruh. Selain itu, para siswa SMA masih berada pada tahap pencarian identitas diri, sehingga cenderung menyukai tantangan yang dihadapkan padanya.

Tuntutan penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) ternyata juga turut andil dalam memperburuk moral para siswa SMA. Penguasaan IPTEK membuat para siswa SMA semakin mudah untuk mengakses internet yang menyediakan begitu banyak situs yang berbau pornografi, penyiksaan, dan bahkan penghasutan terhadap kelompok tertentu yang tidak mustahil akan banyak mempengaruhi pemikiran para siswa SMA yang mengaksesnya. Selain itu, teman sebaya juga mampu memberikan pengaruh buruk bagi para siswa tersebut sebab teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar terhadap solidaritas siswa SMA.

(20)

Hasil survei yang dilakukan oleh berbagai badan survei tentang perilaku-perilaku buruk remaja menunjukkan fakta tentang gejala kemerosotan moral remaja, khususnya remaja di Indonesia yang membuat banyak pihak tercengang. Mengenai perilaku seksual siswa, hasil survei dari BKKBN tahun 2008 yang menyatakan bahwa sebanyak 63% remaja Indonesia usia SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah (Yahdillah, 2008:1). Synovate Research tahun 2004 melakukan survei di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan) yang menghasilkan 44% responden pernah punya pengalaman berhubungan seks di usia 16-18 tahun, dan 16% responden mengaku pernah punya pengalaman seks di usia 13-15 tahun (Husamah, 2008:1). Pada Seminar Kebijakan Perlindungan Perempuan dan Remaja Putri diungkapkan bahwa kasus aborsi di Indonesia ada 2,6 juta kasus tiap tahunnya dan 700.000 di antaranya dilakukan oleh remaja putri (Andrea, 2009). Tidak kalah mengejutkannya pernyataan dari Dr. Boyke bahwa 50% dari pengunjung klinik aborsi berusia 15-20 tahun (Boyke, 1999).

(21)

handphone, (2) 20% dari situs porno di internet, (3) 12% dari majalah, dan (4) 12% dari film VCD dan DVD (PDPIIP, 2008:1-2).

Mengenai kasus narkoba, dari GRANAT Jatim pada bulan Agustus tahun 2001 mensurvei 41 SLTA di Surabaya dan hasilnya sebanyak 92% siswanya menjadi pengguna dan dicurigai menggunakan narkoba (Astro, 2001:1). Dari Yayasan Prospana pada tahun 2002 menyatakan bahwa 70% pelajar dari 2000 pelajar yang disurvei pernah mengkonsumsi narkoba (Astro, 2001:1). Dari Depdiknas DKI Jakarta tahun 2001 menyatakan bahwa sebanyak 1.015 siswa di 166 SMU se-DKI dipastikan telibat menggunakan dan sebagai bandar narkoba (Astro, 2001:2).

Mengenai Kasus Kenakalan Remaja, dari Bogor tahun 2006 menyatakan bahwa 67% dari 540 siswa putra dan 50% dari 127 siswa putri pernah melakukan bolos, minggat, merokok, dan berpesta sampai malam (Transmorfosis, 2006:2). Dari PBB tahun 2002 mensurvei 125 anak dan hasilnya, 32 anak laki-laki dan

3

1 anak perempuan pernah mengalami kekerasan serta lebih dari 41anak perempuan pernah mengalami pemerkosaan (NN, 2009:3). Dari DEPKES pada tahun 2008 mensurvei 18 profinsi di Indonesia dan hasilnya, 54% siswa senang berkelahi, 87% suka berbohong, 33% tidak peduli peraturan sekolah (NN, 2009).

(22)

melawan perintah atau nasehat mereka. Begitu pula di sekolah, banyak guru tidak mampu mengatasi kenakalan para siswanya yang semakin sering melanggar peraturan sekolah dan semakin tidak menghargai keberadaan guru saat mengajar di dalam kelas.

Banyak usaha telah dilakukan oleh sejumlah kalangan untuk membentengi para siswa SMA dari pengaruh negatif media massa yang dapat merusak moral para siswa tersebut. Usaha tersebut di antaranya adalah pemberian rating usia yaitu suatu metode untuk menetapkan sebuah pilihan dari berbagai alternatif yang ada (JSOP, 2008: 2) pada acara-acara yang disiarkan di televisi, pemblokiran situs-situs porno di internet, serta pemberian pelatihan tentang perkembangan kepribadian pada para siswa SMA seperti retret atau rekoleksi. Namun usaha-usaha tersebut belum cukup untuk membentengi para siswa dari pengaruh-pengaruh negatif tersebut. Benteng yang paling kuat hanya bisa diperoleh dari dalam diri siswa-siswa tersebut, bagaimana ia bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk yaitu lewat kecerdasan moral yang dimiliki oleh para siswa tersebut.

(23)

moral yang ada dalam masyarakat. Selain itu, kecerdasan moral yang ada dalam diri siswa mampu menumbuhkan rasa malu untuk berbuat jahat dan rasa takut akibat perbuatan jahat.

Informasi objektif mengenai kecerdasan moral siswa SMA dapat diperoleh melalui penelitian. Untuk itu, peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang difokuskan pada kecerdasan moral para siswa putra dan putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010.

B. Rumusan Masalah

Masalah pokok di atas dapat dijabarkan menjadi:

1. Bagaimanakah tingkat kecerdasan moral siswa putra kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010?

2. Bagaimanakah tingkat kecerdasan moral siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010?

3. Apakah ada perbedaan jumlah antara siswa putra dengan siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 dalam tingkat kecerdasan moral?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(24)

2. Mengetahui tingkat kecerdasan moral siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 tahun pelajaran 2009/2010.

3. Mengetahui perbedaan jumlah antara siswa putra dengan siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 tahun pelajaran 2009/2010 dalam tingkat kecerdasan moral.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

a. Bagi orang tua siswa, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi yang bisa memberikan manfaat implementatif dalam membantu meningkatkan tingkat kecerdasan moral siswa.

b. Bagi guru pembimbing, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk membantu mengembangkan program bimbingan tentang kecerdasan moral kepada siswa putra dan putri SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dalam rangka meningkatkan kecerdasan moral siswa. 2. Manfaat Teoritis

a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat merangsang penelitian baru yang akan mengkaji topik yang berkaitan dengan kecerdasan moral siswa. b. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling, penelitian ini dapat

(25)

E. Batasan Istilah dan Variabel 1. Batasan Istilah:

a. Moral adalah bidang kehidupan manusia yang berkenaan dengan baik-buruknya manusia sebagai manusia (Magnis Suseno, 1987:19).

b. Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang baik dan yang buruk, yang disertai keyakinan etika yang kuat dalam bertindak, sehingga orang bersikap benar dan terhormat (Borba, 2008: 4).

Kecerdasan moral yang akan diteliti terdiri dari 3 aspek yaitu:

1) Aspek kebebasan (freedom) adalah kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri (secara bebas) apa yang mau dilakukannya serta mentaati kewajibannya atas dasar kesadarannya sendiri (Magnis Suseno, 1987:22,45).

2) Aspek kekuatan (power) adalah kekuatan kepribadian seseorang yang mantap dalam kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai hal yang benar (Magnis Suseno, 1987:141).

3) Aspek akuntabilitas (accountability) adalah kesediaan untuk menanggung risiko keputusannya dan bersikap kesatria untuk memikul sendiri akibat perbuatannya (Kieser, 1987:144).

2. Variabel:

a. Kecerdasan Moral adalah kemampuan memahami hal yang baik dan yang buruk serta melaksanakan dalam tindakan apa yang ia pahami sebagai hal yang baik tersebut.

(26)

9 A. Pengertian Kecerdasan Moral

Kecerdasan moral merupakan salah satu kecerdasan terpenting yang keberadaannya sedikit terlupakan, padahal kecerdasan moral ini sangat dibutuhkan keberadaannya dewasa ini. Coles (2003:3) menjelaskan bahwa kecerdasan moral itu dihidupkan oleh imajinasi moral, yaitu kemampuan kita yang tumbuh perlahan-lahan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah – dengan menggunakan sumber emosional maupun intelektual pikiran manusia. Imajinasi moral yang kita miliki dapat menjadi landasan bagi kita untuk membedakan antara perbuatan baik dan perbuatan yang tidak baik yang dapat kita amati melalui perilaku manusia di sekitar kita.

Kecerdasan moral tidak dapat dicapai hanya dengan sekedar membaca dan mengingat segala bentuk peraturan yang ada di lingkungan sekitar kita atau mendiskusikan secara abstrak saat di sekolah atau di masyarakat. Coles (2003:5) berpendapat bahwa:

Kita tumbuh secara moral sebagai hasil mempelajari bagaimana bersikap terhadap orang lain, bagaimana berperilaku di dunia ini, pelajaran yang ditimbulkan oleh tindakan memasukkan ke dalam hati apa yang kita lihat dan kita dengar.

(27)

melakukan tindakan moral terhadap orang lain dan secara tidak langsung, kita telah menjadi model bagi orang lain.

Kecerdasan moral menekankan bagaimana kita berhubungan dengan orang lain atau mengarahkan diri kita pada orang lain. Melalui hal tersebut, seseorang dapat dinilai sebagai orang yang dianggap “baik” apabila ia mampu mengarahkan dirinya pada hal-hal di luar dirinya terutama pada sesama dengan memikirkan kepentingan dan hak-hak orang lain. Namun bila seseorang tidak mampu mengarahkan dirinya pada orang lain atau memiliki kecenderungan egois, ia cenderung mendapat predikat “buruk” atau bahkan predikat “jahat” dari orang-orang di sekitarnya yang menjadi saksi tingkah lakunya.

Siswa dikatakan memiliki kecerdasan moral apabila siswa memahami hal yang benar dan hal yang salah menurut pandangan masyarakat umum, dan mampu bersikap dan bertindak secara benar sesuai dengan keyakinannya terhadap suatu hal yang dipahaminya benar dan salah tersebut. Borba (2008:4) mengungkapkan bahwa:

Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah, artinya memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat.

(28)

tersebut. Sedangkan faktor lahiriah kecerdasan moral adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan keyakinan terhadap hal yang benar tersebut.

Borba (2001:61) juga mengungkapkan bahwa hati nurani (suara hati) merupakan inti bagi kecerdasan moral. Keberadaan suara hati memang sangat erat kaitannya dengan kecerdasan moral seseorang sebab suara hati memainkan peran penting dalam kehidupan seseorang. Pentingnya hati nurani ditegaskan lagi oleh Kieser (1987:95) yaitu jika kesadaran bersama akan patokan menjadi kabur, maka perbuatan sering kali tergantung pada keyakinan pribadi dan pada suara hati.

Suara hati menjadi satu-satunya penentu keputusan yang harus diambil apabila patokan moral dalam masyarakat sudah tidak jelas lagi. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Chang (2001:85) bahwa hati nurani dipandang sebagai norma terakhir dalam pengambilan keputusan dan tindakan manusia.

Suara hati/hati nurani sendiri diartikan oleh Bertens sebagai penghayatan tentang baik atau buruk yang berhubungan dengan tingkah laku konkret kita (Adimassana, 2000:62). Oleh karena itu, hati nurani tidak sama dengan “semau gue” (Go, 2007: 205) sebab keputusan-keputusan yang berasal dari suara hati telah melalui berbagai penghayatan dan perenungan mengenai baik atau buruknya tindakan yang akan kita ambil.

(29)

akuntabilitas moral (accountability) (Adimassana,2000:74). Seseorang dapat dikatakan cerdas secara moral apabila ia telah memiliki kemantapan dalam ketiga aspek tersebut.

B. Aspek-aspek Kecerdasan Moral

Menurut Kieser (1987:142) terdapat 3 aspek suara hati yang menjadi inti kecerdasan moral yaitu kebebasan moral (freedom), kekuatan moral (power), dan akuntabilitas moral (accountability). Seseorang yang memiliki kecerdasan moral tinggi tidak hanya memiliki tiga aspek penting kecerdasan moral saja tetapi ia juga dituntut untuk dapat melaksanakan ketiga aspek tersebut secara konsekuen. Berikut ini dipaparkan secara singkat uraian masing-masing aspek dan ketiga aspek tersebut adalah:

1. Kebebasan moral (freedom)

Magnis Suseno (1987:22,142) mendefinisikan kebebasan moral (freedom) sebagai kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri (secara bebas) apa yang mau dilakukannya serta mentaati kewajibannya atas dasar kesadarannya sendiri. Kebebasan moral juga didefinisikan sebagai suatu keadaan yang bebas, terbuka untuk melihat berbagai alternatif jalan keluar, tidak dikotori oleh berbagai prasangka, dan tidak emosional (reaktif) (Adimassana, 2000:75).

(30)

Seseorang tidak mungkin akan melakukan suatu tindakan moral tertentu apabila dirinya sendiri tidak mengetahui dan memahami sesuatu yang dikatakan baik.

Kebebasan dalam hal moral merupakan kebebasan yang positif (kebebasan “untuk”) (Solomon, 1987:90), sebab seseorang dituntut untuk dapat bebas melakukan sesuatu dan menentukan sikap tanpa disertai dengan prasangka tertentu. Magnis Suseno (1975:44) mengungkapkan bahwa seseorang dapat disebut bebas secara umum bila:

a. Ia dapat menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang dilakukannya,

b. Ia dapat memilih antara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya,

c. ia tidak terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan dipilihnya sendiri ataupun tidak dicegah oleh orang lain.

Inti dari kebebasan sendiri berarti kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri pilihan akan tindakan yang harus dilakukannya tanpa merasa terpaksa. Oleh karena itu, kebebasan menjadi suatu ciri khas dari moralitas (Go, 2007:205).

Menurut Magnis Suseno (1987:22) kebebasan dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a. Kebebasan Eksistensial

(31)

manusialah satu-satunya makhluk hidup yang dapat melakukannya. Kebebasan eksistensial tersebut hanya dapat dimiliki sejauh manusia lain tidak menghalang-halanginya atau dengan kata lain tidak ada pembatasan oleh niat atau kehendak manusia lain. Maka, kebebasan eksistensial memerlukan adanya kebebasan sosial.

b. Kebebasan Sosial

Magnis Suseno (1987:28) mengungkapkan bahwa kebebasan sosial adalah keadaan di mana kemungkinan kita untuk bertindak tidak dibatasi dengan sengaja oleh orang lain. Kebebasan sosial selalu berkaitan erat dengan hubungan kita terhadap orang lain yakni bagaimana perlakuan orang lain terhadap kita. Oleh karena itu, kebebasan sosial merupakan kebebasan yang kita terima dari orang lain (Magnis Suseno, 1987:22). Selain itu, Magnis Suseno (1987:27) juga berpendapat manusia dapat dikatakan bebas secara sosial bila kemungkinan-kemungkinannya untuk bertindak tidak dibatasi secara sengaja oleh orang lain.

Magnis Suseno (1987:28) membedakan kebebasan sosial manusia menjadi 3 macam, yaitu:

1) Kebebasan Jasmani, yaitu kebebasan yang dimiliki seseorang apabila ia tidak berada di bawah paksaan fisik.

(32)

3) Kebebasan Moral, yaitu kebebasan yang dimiliki seseorang apabila ia bebas dari kewajiban dan larangan dari lingkungannya.

Bebeda dengan kecerdasan jasmani dan rohani, di mana paksaan dan tekanan dapat mengurangi kemampuan kita untuk menentukan sikap dan membuat kita tidak berdaya, pada kebebasan moral, kemampuan kita untuk menentukan sikap tertentu masih tetap ada dan utuh, dan kita hanya kehilangan hak kita untuk melakukan sesuatu. Jadi, adanya suatu pewajiban (perintah dan larangan) tidak akan pernah menghapus kebebasan eksistensial manusia tetapi justru menantang manusia yang bersangkutan untuk menentukan sikap yang akan direalisasikan melalui tindakannya.

2. Kekuatan moral (power)

Magnis Suseno (1987:141) mendefinisikan kekuatan moral (power) sebagai kekuatan kepribadian seseorang yang mantap dalam kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai hal yang benar. Suara hati yang menjadi inti kecerdasan moral, membutuhkan aspek “power” agar seseorang mampu mengambil keputusan dan kuat untuk melaksanakannya (Kieser, 1987: 143).

Menurut Magnis Suseno (1987:141-149) ada 5 sikap yang menunjukkan/mencerminkan kekuatan moral seseorang, yaitu:

a. Kejujuran

(33)

1) Bersikap terbuka berarti kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita (Magnis Suseno, 1987: 142). Dengan terbuka, kita mempersilahkan orang lain untuk mengenal siapa diri kita yang sesungguhnya dan kita menampilkan diri kita sebagaimana adanya terhadap orang lain. Sikap terbuka juga berarti kita tidak hanya sanggup untuk memberikan pertolongan kepada orang lain sesuai dengan kemampuan kita tetapi kita juga sanggup menolak permintaan orang lain apabila kita benar-benar tidak mampu menolongnya karena tidak sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.

(34)

orang lain terhadap diri kita. Dengan demikian, kita akan dapat bersikap jujur terhadap orang lain karena kita sudah mampu bersikap jujur terhadap diri kita sendiri.

b. Nilai-nilai Otentik

Manusia yang otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan dirinya sesuai dengan keasliannya dan kepribadiannya yang sebenarnya (Magnis Suseno, 1987:143). Pada umumnya, manusia lebih senang hidup dalam dunia yang layaknya seperti panggung sandiwara, di mana ia tidak menjadi dirinya dan cenderung memainkan karakter-karakter orang lain. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan takut akan ditinggalkan orang-orang di sekitarnya apabila ia menunjukkan keaslian dirinya. Seseorang cenderung ingin menutupi kekurangan dan keburukan dirinya agar tidak diketahui oleh orang lain, sehingga ia menampilkan dirinya tidak apa adanya. Ia cenderung meniru tingkah laku dan sikap dari orang lain yang dipandang baik oleh orang-orang di sekitarnya agar disenangi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

(35)

Ia juga mampu memilah antara hal yang merupakan harapan orang banyak dan hal yang merupakan harapannya sendiri sebab harapan orang banyak belum tentu sama dengan harapannya yang akan membuatnya tidak bahagia.

c. Kemandirian Moral

Kemandirian moral adalah suatu kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan bertindak sesuai dengan keyakinannya (Magnis Suseno, 1987:147). Seseorang yang memiliki kemandirian moral memiliki pendirian yang kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh berbagai godaan dan ancaman yang dating dari lingkungan sekitar seperti: rasa malu, rasa ingin mencari keuntungan dan kenyamanan, rasa pamrih, malas, dan emosi. Magnis Suseno (1987:147) juga menegaskan bahwa mandiri secara moral berarti bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas. Seseorang yang mandiri secara moral selalu dapat membentuk penilaian dan pendiriannya sendiri tanpa dipengaruhi oleh pendapat/penilaian mayoritas serta bertindak sesuai dengan penilaian dan pendiriannya tersebut terhadap suatu masalah moral yang dihadapinya.

d. Keberanian Moral

(36)

dengan keyakinannya serta beani menerima resiko atas tindakan yang dilakukannya tersebut. Keberanian untuk menerima resiko atas perbuatannya merupakan bentuk tanggung jawabnya atas tindakan yang telah dilakukannya sekaligus merupakan bentuk sikap untuk mempertahankan keyakinannya terhadap suara hatinya. Magnis Suseno (1987:147) berpendapat bahwa:

Keberanian moral dapat ditunjukkan dalam bentuk tekad untuk mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai sikap yang benar, sekalipun tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan.

Seseorang yang memiliki keberanian moral memiliki sikap yang teguh dalam berpendapat apabila pendapatnya tersebut ia yakini sebagai pendapat yang benar. Ia memiliki pendirian yang kuat walaupun orang-orang di sekitarnya memperlakukannya secara buruk karena pendapatnya yang tidak sama dengan pendapat mereka.

e. Kerendahan Hati

(37)

kelemahan dan kekurangannya. Orang yang rendah hati sadar bahwa segala kemampuannya, terutama dalam hal moral, memiliki keterbatasan dan ia mampu untuk mengakuinya. Ia juga melihat kekuatan/kelebihan yang dimilikinya bukan sebagai sesuatu yang harus dibanggakan dan disombongkan. Magnis Suseno juga mengungkapkan bahwa:

Kerendahan hati merupakan prasyarat bagi kemurnian keberanian moral, sebab tanpa kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi sombong atau menjadi kedok untuk menyembunyikan pamrih seseorang.

Dengan kerendahan hati, keberanian moral dapat ditekan sebab kita dapat mengintrospeksi kembali tindakan yang kita yakini sebagai tindakan yang benar, yang telah mati-matian kita pertahankan. Contohnya, apabila tindakan yang akan kita lakukan itu beresiko merugikan orang lain dan banyak pihak menentangnya. Maka dengan kerendahan hati, kita bersedia untuk memikirkannya kembali dan mencari alternatif tindakan lain yang tidak merugikan orang lain dan juga tidak bertentangan dengan tanggung jawab kita.

3. Akuntabilitas moral (accountability)

(38)

ia tidak akan pernah melarikan diri dari tanggung jawabnya. Akuntabilitas merupakan suatu tanda kecerdasan moral yang sudah mantap (Magnis Suseno, 1987:146).

Häring (Sujoko, 2008:114) berpendapat bahwa syarat dari akuntabilitas adalah “kemurnian hati” yang berarti terdapat adanya keikhlasan maksud dan kejujuran kehendak. Seseorang bertanggung jawab karena melakukan atau karena tidak melakukan apa yang semestinya dikerjakan (Solomon, 1987:89). Hal ini berarti tanggung jawab berkaitan sangat erat dengan kebebasan sebab seseorang memiliki pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dan ia bersedia bertanggung jawab terhadap tindakannya ataupun saat ia tidak melakukan apa yan seharusnya dikerjakannya. Contohnya, saat seorang siswa seharusnya belajar saat jam belajarnya, ia tidak belajar sebab ia harus mengikuti pertemuan muda-mudi di lingkungannya. Apabila siswa tersebut memiliki akuntabilitas, siswa tersebut mampu bertanggung jawab atas tindakannya yang memilih untuk tidak belajar dan lebih memilih mengikuti pertemuan muda-mudi di lingkungannya tersebut.

(39)

Akuntabilitas menyangkut kualitas suara hati seseorang, yaitu mengenai seberapa jauh ia secara jujur memahami nilai-nilainya dan lalu secara bebas dan konsekuen merealisasikannya. Keputusan suara hati yang akuntabel adalah rasional dan dapat dipahami oleh siapa saja yang berada dalam situasi yang sama (Adimassana, 2000:77).

Bentuk konkrit dari akuntabilitas sendiri adalah usaha-usaha kita untuk mengembalikan motivasi-motivasi dan keinginan-keinginan kita untuk bertanggungjawab terhadap seluruh perbuatan dan tindakan yang telah kita lakukan, sehingga kita dapat sungguh-sungguh menjadi orang yang bertanggungjawab.

Suara hati yang akuntabel ditandai dengan keluasan dan kedalaman wawasan, kejelasan dan ketajaman visi pandangan terhadap realita yang dihadapi, sehingga dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang tepat, bijaksana, dan baik (Adimassana, 2000:78).

Akuntabilitas banyak dipengaruhi oleh pemahaman dan kesadaran seseorang terhadap konsekuensi-konsekuensi yang akan timbul akibat dari tindakan-tindakan yang telah diputuskan untuk dilakukannya. Dengan sadar dan ikhlas, ia bersedia bertanggung jawab atas semua keputusan yang telah diambilnya.

Dari beberapa pengertian mengenai akuntabilitas di atas, kita dapat melihat beberapa unsur dalam akuntabilitas yaitu:

a. Kesediaan untuk bertanggung jawab

(40)

keputusannya tersebut terdapat berbagai resiko dan konsekuensi atas tindakan yang dilakukannya. Karena telah memikirkan resiko dan konsekuensi yang akan diterimanya nanti, ia pun dengan mantap bertindak.

b. Kemurnian hati

Seseorang yang memiliki akuntabilitas memiliki kemurnian hati, yaitu keikhlasan untuk bertindak tanpa memikirkan keuntungan dan kerugian yang akan didapatkannya. Ia tidak berharap agar orang lain menghargainya ataupun membalas perbuatan baiknya tersebut sebab ia bertindak atas dasar kerelaan hati.

c. Rasionalitas

Seseorang yang memiliki akuntabilitas merupakan orang yang mampu melihat kenyataan dengan benar. Sejauh tindakan yang dilakukannya masih masuk akal, ia akan selalu bertanggung jawab atas seluruh tindakannya tersebut. Namun apabila ia diberi tugas untuk bertindak di luar akal manusia, ia mampu untuk menolaknya dan memilih untuk tidak melakukan tindakan tersebut dan ia mampu bertanggung jawab terhadap pilihannya tersebut.

(41)

menjamin seseorang bisa memiliki moral yang baik. Namun, ketika seseorang memiliki moral yang baik, otomatis mereka bisa menilai mana pendidikan yang baik dan buruk. Seseorang yang tingkat kecerdasan intelektualnya tinggi belum tentu memiliki tingkat kecerdasan moral yang tinggi pula. Contohnya, seorang siswa yang selalu menjadi juara umum di sekolahnya dan selalu ditekankan untuk menjadi juara I kemungkinan kecerdasan moralnya tidak akan berkembang menjadi semakin baik karena setiap hari kegiatan yang dilakukan hanya belajar, mengikuti berbagai les atau kursus dan hampir tidak mempunyai waktu untuk bersosialisasi dengan teman-temannya serta lingkungan sekitarnya.

Orang yang kepekaan moralnya tinggi akan mempunyai potensi lebih besar untuk bertindak dengan prinsip etis yang lebih jelas, konsisten, dan bermutu (Elia, 2008). Orang yang memiliki tingkat kecerdasan moral yang tinggi memiliki ciri-ciri yang mencakup:

1. Faktor Batiniah

Faktor batiniah ini muncul/terjadi sebelum adanya tindakan yang mencakup pemahaman terhadap hal yang benar/baik dan salah/buruk serta keyakinan yang kuat terhadap hal yang kita anggap benar/baik di mata masyarakat pada umumnya. Faktor batiniah meliputi beberapa hal, yaitu: a. Kesadaran dalam bertindak

(42)

b. Kebebasan dalam bertindak

Kebebasan dalam bertindak berarti seseorang mampu menentukan tindakan yang akan dilakukannya tanpa dipengaruhi oleh pendapat dari orang lain. Seseorang yang bebas bertindak dalam hal moral memiliki kemandirian moral. Magnis Suseno (1987:147) berpendapat bahwa:

Kemandirian moral berarti kita tidak pernah ikut-ikutan saja dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri serta bertindak sesuai dengannya.

Dengan demikian, adanya kebebasan dalam bertindak membuat kita bebas menentukan tindakan yang akan kita ambil selanjutnya dalam menghadapi suatu permasalahan.

c. Kejelasan pemahaman

Kejelasan pemahaman berarti seseorang telah memahami dengan yakin bahwa tindakan yang akan diambil adalah tindakan yang sudah baik/benar.

d. Proses pertimbangan sebelum mengambil keputusan

Proses pertimbangan sebelum mengambil keputusan berarti seseorang mampu memikirkan terlebih dahulu keuntungan dan kerugian yang akan terjadi apabila tindakan yang telah diputuskannya akan dilakukannya serta memikirkan baik-baik apakah tindakannya tersebut masuk akal dan merupakan tindakan yang terbaik menurut dirinya. 2. Faktor Lahiriah

(43)

hal yang kita anggap benar/baik di mata masyarakat pada umumnya. Faktor lahiriah meliputi beberapa hal, yaitu:

a. Pelaksanaan tindakan yang diyakininya benar/baik

Pelaksanaan tindakan yang diyakininya benar/baik berarti seseorang benar-benar mampu melaksanakan tindakan yang telah diyakininya benar/baik. Ia tidak akan goyah dan merubah tindakannya hanya karena tindakannya dinilai buruk oleh orang-orang di sekitarnya.

b. Keberanian dalam bertindak

Keberanian dalam bertindak berarti seseorang tidak akan mundur dari tanggung jawabnya atas tindakan yang dilakukannya. Ia akan tetap bertindak berdasarkan keyakinannya terhadap suatu hal yang benar/baik, sekalipun beresiko konflik dengan orang lain. Berani dalam bertindak berarti berpihak pada yang lemah melawan yang kuat, yang berlaku tidak adil (Magnis Suseno, 1987:148). Seseorang yang memiliki kecerdasan moral yang tinggi mampu bersikap empati pada orang lain yang sedang tertimpa musibah dan berani mengambil tindakan nyata untuk membantu orang tersebut keluar dari permasalahannya.

c. Kebertanggungjawaban (akuntabilitas) terhadap tindakannya

(44)

Magnis Suseno (1987:145) Kebertanggungjawaban adalah tanda kekuatan batin yang sudah mantap. Seorang karyawan rela menghentikan motornya untuk menolong seseorang yang mengalami kecelakaan di jalan raya, padahal si karyawan ini tahu bahwa ia sudah terlambat masuk kerja dan akan kena marah dari atasannya. Dalam hal ini, si karyawan telah sadar tentang resiko yang akan diterimanya saat ia menghentikan motor untuk menolong orang yang mengalami kecelakaan, padahal ia bisa saja tidak berhenti untuk menolong, sehingga tidak akan terlambat masuk kerja.

d. Kemantapan dalam bertindak

Kemantapan dalam bertindak berarti seseorang telah memiliki kesadaran sepenuhnya, keyakinan yang sangat kuat serta memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan tindakannya tersebut. Ia telah memperhitungkan konsekuensi yang akan ia terima dari tindakannya tersebut.

(45)

Kohlberg (Levy, 2009:2) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan dalam hal moralitas antara laki-laki dan perempuan. Penelitiannya menunjukkan bahwa perempuan cenderung mencari solusi dalam menjaga hubungan dengan orang lain dan cenderung mencari orientasi menjadi seorang perempuan yang baik (lebih mengikuti aturan dalam masyarakat) daripada laki-laki. Oleh karena itu, perempuan lebih jarang terlibat dengan masalah kejahatan dan kriminalitas dibandingkan dengan laki-laki.

Bennet, dkk (2004:1) menyatakan bahwa salah satu alasan mengapa laki-laki memiliki kecenderungan untuk melakukan tindak kriminalitas sebab laki-laki tidak memperoleh ketrampilan kognitif sosial pada tahap kanak-kanak sebaik yang diperoleh perempuan. Selain itu, perempuan memiliki tingkat yang lebih rendah dalam hal menyakiti hati/melukai perasaan orang lain. Ketrampilan kognitif sosial yang dimiliki oleh perempuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat komunikasi yang lebih baik, kemampuan verbal yang lebih besar daripada laki-laki, serta pengenalan perbedaan dalam bersosialisasi oleh orang tua dan teman-temannya sejak dini.

(46)

E. Hipotesis Penelitian

(47)

30 A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan metode survei. Mengenai penelitian deskriptif, Furchan (1982:415) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan. Dalam penelitian deskriptif, tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan oleh peneliti terhadap subyek penelitian seperti pada penelitian eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang variabel dan mendeskripsikan tingkat kecerdasan moral siswa putra dan putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

(48)

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi (Furchan. 2004:193). Sampel penelitian ini adalah sebagian dari populasi tersebut, yaitu siswa putra dan siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 4 kelas.

C. Alat Pengumpul Data 1. Kuesioner

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tingkat kecerdasan moral. Kuesioner ini disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan masalah penelitian, variabel penelitian, dan isi kajian teoritis. Kuesioner yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian yang pertama berisi identitas siswa, bagian yang kedua berisi petunjuk pengisian kuesioner, dan bagian ketiga berisi 70 pernyataan tentang tingkat kecerdasan moral siswa putra dan putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

2. Validitas dan Reliabilitas

(49)

a. Validitas

Validitas suatu alat ukur menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi, 1996:158). Furchan (2005:293) mengungkapkan bahwa validitas menunjuk pada sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas kuesioner kecerdasan moral ini termasuk validitas konstruk yaitu validitas yang menunjuk kepada sejauh mana hasil tes itu dapat ditafsirkan menurut bangun pengertian tersebut. Validitas konstuk menunjuk kepada seberapa jauh suatu tes mengukur sifat/bangun pengertian (construct) tertentu (Furchan, 2005: 301).

Kuesioner tingkat kecerdasan moral dalam penelitian ini disusun berdasarkan masalah penelitian, variabel penelitian, dan kajian teoritis dengan maksud item-item kuesioner tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (valid). Kisi-kisi kuesioner tertuang dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1: Kisi-kisi Kuesioner Penelitian

No. Aspek Indikator Nomor Item 1. Kebebasan

(freedom)

a. Kebebasan eksistensial

b. Kebebasan sosial

18, 36, 38, 40, 42, 45, 67. 7, 22, 26, 30, 47, 57, 61. 2. Kekuatan

(power)

a. Kejujuran

b. Nilai-nilai otentik

6, 8, 9, 28, 39, 48, 53.

(50)

c. Kemandirian moral

d. Keberanian moral

e. Kerendahan hati

13, 14, 20, 33, 34, 43, 68. 4, 11, 16, 27, 31, 41, 59. 3, 17, 37, 44, 51, 62, 65. 3. Akuntabilitas

(accountability)

a. Kesediaan untuk bertanggungjawab b. Kemurnian hati

c. Rasionalitas

5, 29, 35, 49, 52, 55, 56. 10, 15, 23, 32, 60, 63, 64. 2, 12, 21, 54, 58, 66, 70.

Validitas kuesioner ditunjukkan oleh koefisien validitas ( oo

t

r ). Koefisien validitas dihitung dengan rumus sebagai berikut (Guilford, 1965:443):

oo

t

r = rtt

Keterangan Rumus : oo

t

r : Koefisien validitas

tt

r : Koefisien reliabilitas Koefisien validitas (

oo

t

r ) hasil uji coba kuesioner dalam penelitian ini adalah 0,94. Sedangkan koefisien validitas (

oo

t

(51)

b. Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur menunjuk pada derajat keajegan (tingkat stabilitas hasil pengukuran) alat tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya (Furchan, 2005 : 310). Reliabilitas alat ukur mengacu pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu (Nurgiyantoro dkk, 2002:318). Reliabilitas ditentukan oleh keadaan sampel dan jumlah item. Semakin banyak item, semakin luas wilayah pengukuran dan diharapkan memberikan hasil yang lebih dapat dipercaya (reliabel). Reliabilitas kuesioner ditunjukkan oleh koefisien reliabilitas (rtt). Koefisien reliabilitas dihitung dengan rumus (Guilford, 1965:457):

tt

r =

xy xy

r r + 1

2

Keterangan :

tt

r : Koefisien reliabilitas

xy

r : Koefisien korelasi skor ganjil-genap

Koefisien reliabilitas (rtt) hasil uji coba kuesioner dalam penelitian ini adalah 0,88. Sedangkan koefisien reliabilitas (rtt) hasil penelitian adalah 0,94.

c. Interpretasi Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

(52)

Tabel 2: Klasifikasi Koefisien Korelasi Alat Ukur Koefisien Korelasi Klasifikasi

0,70 - ±1,00 Tinggi – sangat tinggi

0,40 - ±0,70 Cukup

0,20 - ±0,40 Rendah

0,00 - ±0,20 Tidak ada – sangat rendah

Jadi, validitas dan reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini termasuk kategori Tinggi – Sangat Tinggi.

3. Skoring

Item-item dalam kuesioner berupa kalimat pernyataan yang berisi tentang kecerdasan moral siswa putra dan putri kelas XI SMA dengan empat pilihan jawaban yaitu; selalu, banyak kali, kadang-kadang dan tidak pernah. Skor tiap pilihan jawaban tertuang dalam tabel berikut.

Tabel 3. Tabel Pemberian Skor Kuesioner

Selalu Banyak kali

Kadang-kadang Tidak Pernah

4 3 2 1

D. Uji Coba

(53)

reliabilitas) alat ukur, sehingga diperoleh kelayakan penggunaannya sebagai alat yang handal untuk mengungkapkan hal-hal yang mau diungkap.

Peneliti mengadakan uji coba pada hari Rabu, 26 Agustus 2009. Subjek uji coba kuesioner adalah siswa-siswi kelas XI IPS 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 20 siswa. Langkah-langkah dalam melaksanakan uji coba adalah sebagai berikut:

a. Peneliti menyusun kuesioner berdasarkan kisi-kisi dengan bantuan dari dosen pembimbing.

b. Peneliti mengurus ijin uji coba penelitian sekaligus ijin penelitian ke SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

c. Peneliti melaksanakan uji coba penelitian pada tanggal 26 Agustus 2009 di kelas XI IPS 1.

d. Para siswa mengisi kuesioner kecerdasan moral yang telah dibagikan. e. Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh para

siswa.

Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner kurang lebih 30 menit. Jumlah item kuesioner kecerdasan moral yang diujicobakan pada siswa sebanyak 70 butir.

a. Analisis Item Kuesioner Uji Coba

(54)

xy

r =

(

)( )

(

)

{

}

{

( )

}

2 2

2 2

Y Y

N X X

N

Y X XY

N

Keterangan:

xy

r : Koefisien validitas item N : Jumlah siswa

X : Skor setiap item Y : Skor total item

Dalam uji coba kuesioner kecerdasan moral ini, item yang koefisien korelasinya < 0,30 akan direvisi. Dari 70 item kuesioner yang diujicobakan, diperoleh 19 item yang direvisi. Item-item yang akan direvisi adalah item nomor: 1, 2, 3, 9, 12, 14, 17, 30, 31, 34, 38, 39, 43, 50, 56, 57, 60, 62, dan 68.

E. Prosedur Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan

a. Penyusunan kuesioner tingkat kecerdasan moral dengan bimbingan dari dosen pembimbing.

(55)

2. Tahap Pelaksanaan

Tanggal 12 dan 13 Oktober 2009 melaksanakan penelitian. Kelas yang diuji coba adalah kelas XI BAHASA dan kelas XI IPA 2. Lalu tanggal 14 dan15 Oktober 2009 melaksanakan penelitian di kelas XI IPS 2 dan XI IPS 3.

F. Teknik Analisis Data

1. Perhitungan koefisien reliabilitas kuesioner dilakukan dengan teknik belah dua:

a. Menghitung koefisien korelasi skor-skor ganjil dan genap dengan teknik korelasi product-moment dari Pearson (Azwar, 2007:100), dengan rumus:

xy

r =

(

)( )

(

)

{

}

{

( )

}

2 2

2 2

Y Y

N X X

N

Y X XY

N

Keterangan :

xy

r : Koefisien korelasi ganjil genap N : Jumlah subyek

X : Skor-skor item belahan ganjil Y : Skor-skor item belahan genap

b. Menghitung koefisien reliabilitas (rtt) dengan rumus Spearman and Brown (Guilford, 1965:457):

tt

r =

xy xy

r r + 1

(56)

Keterangan :

tt

r : Koefisien reliabilitas

xy

r

:

Koefisien korelasi skor ganjil-genap

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh hasil koefisien reliabilitas penelitian ini adalah 0,94.

2. Perhitungan koefisien validitas kuesioner (Guilford, 1965:443) dengan rumus:

oo

t

r = rtt

Keterangan Rumus : oo

t

r : Koefisien validitas

tt

r : Koefisien reliabilitas

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh hasil koefisien validitas penelitian ini adalah 0,97.

3. Mean

Mean merupakan nilai kelompok (skor rata-rata) yang dipandang konstan dan karena itu digunakan untuk menetapkan batas tinggi atau rendah suatu skor. Skor yang < mean dikategorikan rendah. Skor yang ≥ mean dikategorikan tinggi. Perhitungan mean skor total (Furchan, 2005:158) menggunakan rumus:

N X M =

(57)

X : Jumlah skor N : Jumlah siswa

Mean dalam penelitian ini setelah dihitung dengan rumus tersebut adalah 216. Skor yang < 216 dikategorikan rendah dan skor yang ≥ 216 dikategorikan tinggi.

4. Chi-Kuadrat

Chi-Kuadrat digunakan untuk menghitung perbedaan tingkat kecerdasan moral siswa putra dengan siswa putri. Penghitungan perbedaan tingkat kecerdasan moral siswa putra dengan siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 menggunakan derajat kebebasan (db) = 1 dengan taraf signifikansi 5%. Rumus yang digunakan dalam menghitung Chi-Kuadrat (Hadi, 2004:266) adalah sebagai berikut:

χ

2

=

(

)(

(

)(

)

)(

)

d b c a d c b a

bc ad N

+ + + +

− 2

Keterangan :

χ

2 : Chi-Kuadrat N : Jumlah subjek

a : Jumlah pada kolom 1 baris 1 b : Jumlah pada kolom 2 baris 1 c : Jumlah pada kolom 1 baris 2 d : Jumlah pada kolom 2 baris 2

(58)

χ

2

=

(

)(

(

)(

)

)(

)

d b c a d c b a bc ad N + + + + − 2

χ

2

=

(

)(

(

)(

)(

)

)

18 13 21 22 18 21 13 22 21 13 18 22 74 2 + + + + × − ×

χ

2

=

(

)

31 43 39 35 273 396 74 2 × × × −

χ

2

=

181954 15129 74×

χ

2

=

1819545 1119546

(59)

42 A. Hasil Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengukur tingkat kecerdasan moral siswa dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner kecerdasan moral. Tingkat kecerdasan moral siswa dapat diketahui dengan

menggunakan perhitungan Mean (

N X

M =

) atau angka rata-rata. Mean

dihitung dengan cara membagi jumlah semua skor (

X) kuesioner kecerdasan moral siswa dengan jumlah siswa (N). Hasil perhitungan dapat dikategorikan dalam dua kategori tingkat kecerdasan moral yaitu kategori tinggi (T) dan kategori rendah (R).

1. Tingkat kecerdasan moral para siswa secara keseluruhan

(60)

Tabel 4: Tingkat Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri Kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Secara Keseluruhan Tahun Pelajaran 2009/2010

Kategori Mean Jumlah Siswa Persentase

Tinggi ≥216 43 58%

Rendah <216 31 42%

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang berada pada tingkat kecerdasan moral dalam kategori tinggi ada 43 orang (58%) dan jumlah siswa yang berada pada kategori rendah ada 31 orang (42%). Jadi, jumlah siswa yang berada dalam kategori tingkat kecerdasan moral tinggi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah siswa yang berada dalam kategori rendah.

2. Tingkat kecerdasan moral para siswa menurut jenis kelamin

Tingkat kecerdasan moral siswa menurut jenis kelamin disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 5: Perbedaan Jumlah Siswa Putra dan Putri dan Kategori Tinggi Rendah dalam Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri Kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010

Kategori Jenis

Kelamin

Tinggi Rendah 3

Putri 22

(63%)

13

(37%) 35

Putra 21

(54%)

18

(46%) 39

3 43 31 74

(61)

1) Jumlah siswa putri yang termasuk kategori tinggi dalam kecerdasan moral 22 orang (63%) lebih banyak daripada jumlah siswa putri yang termasuk kategori rendah 13 orang (37%).

2) Jumlah siswa putra yang termasuk kategori tinggi dalam kecedasan moral 21 orang (54%) lebih banyak daripada jumlah siswa putra yang termasuk kategori rendah 18 orang (46%).

3. Uji Hipotesis

a. Hipotesis Penelitian:

Ada perbedaan jumlah antara siswa putra dan siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 dalam tingkat kecerdasan moral.

c. Hipotesis Nol:

Tidak ada perbedaan jumlah antara siswa putra dan siswa putri dalam tingkat kecerdasan moral.

Perhitungan nilai Chi-Kuadrat untuk pengujian hipotesis disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 6: Perhitungan Nilai Chi-Kuadrat tentang Perbedaan Frekuensi Tingkat Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri Kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010

Kategori Jenis

Kelamin

Tinggi Rendah 3 Putri 22 (a) 13 (b) 35 Putra 21 (c) 18 (d) 39

3 43 31 74

(62)

χ

2

=

(

)(

(

)(

)

)(

)

d b c a d c b a bc ad N + + + + − 2

χ

2

=

(

)(

(

)(

)(

)

)

18 13 21 22 18 21 13 22 21 13 18 22 74 2 + + + + × − ×

χ

2

=

(

)

31 43 39 35 273 396 74 2 × × × −

χ

2

=

181954 15129 74×

χ

2

=

1819545 1119546

χ

2

=

0,62

Derajat kebebasan: d.b = (C – 1) (R – 1)

= (2 – 1) (2 – 1) = 1 x 1

= 1

Taraf signifikansi 5% dengan d.b = 1, nilai χtab2 = 3,841. Nilai χemp2 = 0,62 lebih kecil daripada 2

tab

χ . Jadi, hipotesis penelitian ditolak dan

(63)

3. Tingkat Kecerdasan Moral dalam Masing-masing Aspek

Kecerdasan moral yang diteliti dalam penelitian ini mencakup 3 aspek yaitu: aspek kebebasan moral, aspek kekuatan moral, dan aspek akuntabilitas moral. Tingkat kecerdasan moral digolongkan dalam 2 kategori yaitu kategori tinggi dan kategori rendah.

Siswa yang termasuk dalam kategori tinggi kecerdasan moralnya pada suatu aspek adalah siswa yang memperoleh skor kuesioner ≥ mean pada aspek tersebut, sedangkan siswa yang termasuk dalam kategori rendah kecerdasan moralnya pada suatu aspek adalah siswa yang memperoleh skor kuesioner < mean pada aspek tersebut. Tingkat kecerdasan moral siswa dalam masing-masing aspek disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 7: Tingkat Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri Kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 pada Masing-masing Aspek

Tingkat Kecerdasan Moral No Aspek Mean

Tinggi Rendah 1. Kebebasan Moral 40 46 (62%) 28 (38%)

2. Kekuatan Moral 111 41 (55%) 33 (45%) 3. Akuntabilitas Moral 65 41 (55%) 33 (45%)

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa:

(64)

kebebasan moral jumlah siswa yang berada pada kategori tinggi lebih banyak daripada jumlah siswa yang berada pada kategori rendah. b. Untuk aspek kekuatan moral, jumlah siswa yang berada dalam kategori

memiliki tingkat kecerdasan moral yang tinggi ada 41 orang (55%) dan jumlah siswa yang berada pada kategori memiliki tingkat kecerdasan moral yang rendah ada 33 orang (45%). Jadi, dalam aspek kekuatan moral jumlah siswa yang berada pada kategori tinggi lebih banyak daripada jumlah siswa yang berada pada kategori rendah.

c. Untuk aspek akuntabilitas moral, jumlah siswa yang berada dalam kategori memiliki tingkat kecerdasan moral yang tinggi ada 41 orang (55%) dan jumlah siswa yang berada pada kategori memiliki tingkat kecerdasan moral yang rendah ada 33 orang (45%). Jadi, dalam aspek akuntabilitas moral jumlah siswa yang berada pada kategori tinggi lebih banyak daripada jumlah siswa yang berada pada kategori rendah.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil penelitian tingkat kecerdasan moral siswa putra dan putri kelas XI SMA BOPKRI 2 tahun pelajaran 2009/2010 menunjukkan:

(65)

2. Jumlah siswa putra yang termasuk kategori tinggi 21 orang (54%) dalam kecerdasan moral lebih banyak daripada jumlah siswa putra yang termasuk kategori rendah 18 orang (46%).

3. Jumlah siswa putri yang termasuk kategori tinggi 22 orang (63%) dalam kecerdasan moral lebih banyak daripada jumlah siswa putri yang termasuk kategori rendah 13 orang (37%).

4. Tidak ada perbedaan jumlah antara siswa putra dengan siswa putri kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2009/2010 dalam tingkat kecerdasan moral.

(66)

keluarga atau di lingkungan masyarakat sekitarnya, sehingga mereka kurang memiliki kepekaan dalam merespon suatu situasi/peristiwa/kejadian yang sedang terjadi di sekitarnya. Siswa yang demikian cenderung kurang memiliki kebebasan moral, kekuatan moral serta kurang akuntabel dalam menanggapi suatu kejadian yang melibatkan dirinya.

Siswa yang masih termasuk dalam kategori memiliki tingkat kecerdasan moral yang rendah perlu mendapatkan bimbingan dan pendampingan khusus. Bimbingan dan pendampingan khusus tersebut dapat berupa retret atau rekoleksi bagi para siswa yang bertema seputar peningkatan moral remaja. Di samping itu, guru bimbingan dan konseling pada khususnya dapat membuat program-program Bimbingan dan Konseling dengan topik-topik seputar pengembangan tahap-tahap kesadaran moral Kohlberg, karena para siswa SMA kelas XI yang masih dalam usia remaja, pada umumnya dalam tahap-tahap perkembangan kesadaran moral menurut Kohlberg berada pada tingkat konvensional. Hal ini dapat dilihat pada tulisan berikut ini:

Tingkat konvensional digambarkan sebagai tingkat konformitas di mana upaya mempertahankan harapan-harapan dan peraturan dari keluarga, kelompok, atau bangsanya, dipandang sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri. Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan tatanan sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung, dan membenarkan tatanan sosial itu (Kohlberg, 1995:81).

(67)

(kegiatan yang bersifat negatif) karena merugikan diri sendiri maupun orang lain. Siswa rela melakukan apa saja (seperti: merokok, membolos, tawuran, bahkan mencuri) agar dapat diterima oleh teman-teman sebayanya. Oleh karena itu, melalui media program-program bimbingan, guru pembimbing sebaiknya membantu siswa menemukan bentuk konformitas yang positif. Sjarkawi (2006:23) berpendapat bahwa:

Masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang sebagian besar diarahkan pada persoalan hubungan dengan teman sebayanya. Pada masa ini mereka mengembangkan penghargaannya terhadap harapan orang lain serta menaruh perhatian terhadap perilaku jujur, adil, dan sikap bersedia membalas jasa orang lain.

(68)

modeling (contoh teladan) penghayatan moral yang cerdas secara langsung kepada para siswa di sekolah.

Bagi para siswa yang tingkat kecerdasan moralnya sudah termasuk dalam kategori tinggi tetap perlu mendapatkan bimbingan dan pendampingan dari para guru dan orangtua agar kepekaan moral siswa semakin berkembang, sehingga ia semakin memiliki kebebasan moral, kekuatan moral, dan akuntabilitas moral dalam merespon peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Apabila diperlukan, guru atau orang tua dapat memberikan reward (hadiah) pada siswa saat siswa mampu menunjukkan sikap-sikap yang mencerminkan kecerdasan moral seperti pujian atau bombongan.

(69)

diyakininya sebagai hal yang benar; kurang berani terbuka dan fair; masih sering terbawa arus trend; dalam bertindak masih sering dipengaruhi emosi, rasa malas, dan pamrih; kurang bisa melihat kenyataan yang sesungguhnya tentang kekuatan dan kelemahannya serta kurang berani mengambil resiko atas tindakannya. Sedangkan 46 siswa (62%) pada aspek kebebasan moral (freedom) sudah mampu untuk menentukan keputusan atau mengambil pilihan sendiri sesuai dengan suara hatinya tanpa campur tangan orang lain.

(70)

semakin mampu bermeditasi serta semakin mampu mengelola emosi, sehingga siswa semakin mampu untuk membuat keputusan yang obyektif.

Pada aspek kekuatan moral, item kuesioner yang paling rendah skornya adalah item nomer 6. Item nomer 6 adalah item tentang bagaimana siswa dapat menerima keadaan dirinya apa adanya. Skor terendah untuk item nomer 6 menunjukkan bahwa siswa kurang bisa menerima keadaan diri mereka apa adanya. Untuk membantu siswa agar semakin dapat menerima keadaan diri apa adanya, sekolah dapat mengadakan outbond atau pendampingan yang mengajak siswa untuk semakin mengenal diri mereka dan mengembangkan pemikiran mereka bahwa setiap individu itu unik, tidak ada duanya, sehingga mereka semakin mampu untuk menerima keadaan diri mereka baik kekurangan mereka dan kelebihan mereka.

(71)

Guru pembimbing terutama dapat memberi bantuan bagi para siswa agar semakin mampu mengembangkan kekuatan moral dan akuntabilitas moralnya melalui program-program bimbingan klasikal dengan materi-materi yang berkaitan dengan pengembangan dan pembinaan moral siswa. Materi-materi tersebut diberikan pada para siswa tidak hanya secara teoritis, melainkan sampai pada terbentuknya sikap dan perilaku moral yang cerdas, sehingga lebih banyak siswa yang mampu memiliki tekad yang kuat untuk mempertahankan dan melaksanakan apa yang telah diputuskannya/dipilihnya sebagai sesuatu yang benar tanpa dipengaruhi oleh emosi, rasa malas, dan rasa pamrih dengan melihat keadaan yang sesungguhnya serta sanggup menerima resiko akibat perbuatannya tersebut.

Berikut ini disajikan item-item yang mendapat skor terendah dalam masing-masing aspek kecerdasan moral.

Tabel 8: Item-item kuesioner yang memperoleh skor terendah

No. Aspek Rangking Sub-aspek No. Item 1. Kebebasan Moral

(freedom) I II Kebebasan sosial Kebebasan eksis-tensial

30, 7, 22, 47. 40, 42, 36. 2. Kekuatan Moral

(power) I II III IV V Kemandirian moral Kejujuran Keberanian moral Kerendahan hati Nilai-nilai otentik

14, 43, 68, 17, 13, 34.

8, 48, 39, 53. 41, 59, 27. 17, 3, 51. 50, 1. 3. Akuntabilitas Moral (accountability) I II III Rasional Kemurnian hati Kesediaan untuk bertanggung jawab

(72)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada aspek kebebasan moral (freedom) kebebasan sosial menduduki peringkat I yang paling rendah. Siswa masih belum bisa menentukan keputusan sendiri atau bergantung pada orang lain. Siswa masih terpaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya yang sebenarnya. Lalu kebebasan eksistensial menduduki peringkat II terendah yang berarti siswa sudah ada kesadaran untuk menentukan keputusannya sendiri hanya kurang memiliki niat dan kehendak yang kuat untuk menentukan keputusan tersebut. Pemahaman tentang kebebasan sosial dan kebebasan eksistensial dapat diberikan pada para siswa melalui program BK bimbingan klasikal di kelas oleh guru BK yang bertema Kebebasan Sosial dan Kebebasan Eksistensial, di mana para siswa dibimbing untuk semakin menyadari bahwa mereka memiliki 2 kebebasan moral yaitu (1) kebebasan sosial yang diberikan oleh orang lain, walaupun kebebasannya diberikan oleh orang lain, tetapi kemampuan untuk menentukan sikap tertentu masih tetap utuh, dan (2) kebebasan eksistensial yang datang dari diri sendiri dalam hal menentukan keputusan atau membuat pilihan berdasarkan suara hati

(73)

keberanian moral yang berarti siswa belum memiliki keberanian untuk melaksanakan tindakan berdasarkan keputusan yang sudah diambilnya. Peringkat IV terendah adalah kerendahan hati yang berarti masih banyak siswa yang kurang mampu melihat kelemahan orang lain dan berempati pada mereka serta siswa masih senang menunjukkan kelebihan mereka sebab belum bisa menyadari bahwa dirinya sendiri juga memiliki kelemahan dan kekurangan yang mungkin malah disadari oleh orang lain. Peringkat V terendah adalah nilai-nilai otentik yang berarti siswa masih belum bisa memahami dirinya sendiri baik kekurangan maupun kekuatan yang ia miliki serta masih senang mengikuti arus trend yang terjadi disekitarnya dibandingkan menjadi diri sendiri. Pemahaman tentang kemandirian moral, kejujuran, keberanian moral, kerendahan hati, dan nilai-nilai otentik dapat diberikan kepada para siswa di sekolah melalui program BK bimbingan klasikal. Guru BK dapat menyusun program bimbingan yang bertema tentang kemandirian moral, kejujuran, keberanian moral, kerendahan hati, dan nilai-nilai otentik, di mana siswa dibimbing agar semakin mampu mengambil keputusan sendiri tanpa disertai emosi, rasa malas, pamrih, atau mencari keuntungan sendiri. Siswa juga dibimbing agar semakin jujur terhadap diri sendiri, mampu mengakui dan menerima kekurangan dan kelebihannya, berani mempertahankan prinsipnya namun bersedia untuk mengubahnya apabila memang keliru.

(74)
(75)

58 A. Ringkasan

Keprihatinan peneliti terhadap kemerosotan moral yang terjadi dewasa ini terutama di kalangan para pelajar, melatarbelakangi pembuatan penelitian ini. Banyaknya tawuran antar pelajar, pengaksesan situs-situs yang berbau porno dan keke

Gambar

Tabel 1: Kisi-kisi Kuesioner Penelitian
Tabel 3. Tabel Pemberian Skor Kuesioner
Tabel 4: Tingkat Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri Kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Secara Keseluruhan Tahun Pelajaran 2009/2010
Tabel 6: Perhitungan Nilai Chi-Kuadrat tentang Perbedaan Frekuensi Tingkat Kecerdasan Moral Siswa Putra dan Putri Kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2009/2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

apabila kelengkapan persyaratan berkas permohonan telah memenuhi ketentuan yang berlaku, petugas front office memberikan tanda bukti penerimaan berkas sebagai alat

unit
 20
 1.100.000.000
 APBD
Kabupaten
 Dinas
PU
 Kabupaten
 Gorontalo
.

Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil gugatannya dan memenuhi maksud Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor : 9 tahun 1975 dan Pasal 76

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ani Yuliyanti (2011) yang menyatakan bahwa Ukuran Perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap lamanya

Dilihat dari segi pelaksanaan kegiatan diseminasi, Prima Tani merupakan wahana untuk menghubungkan secara langsung Badan Litbang sebagai penyedia teknologi

Sebelum melaksanakan praktek mengajar, praktikan membuat RPP sesuai dengan kompetensi yang akan diajarkan. Praktikan mendapat kesempatan untuk mengajar menggunakan

Dalam pembingkaian berita demonstrasi mahasiswa Semarang terkait rencana kenaikan harga BBM di TV Borobudur, dalam siaran berita “Jendela Jateng Sore”, pembingkaian

Penanganannya No Sasaran Jangka Menengah Renstra K/L Permasalahan Pelayanan SKPD Sebagai Faktor Penghambat Pendorong (1) (2) (3) (4) (5) 1 Meningkatnya