i
PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR
DENGAN TRANSFORMASI LAPLACE
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Disusun Oleh:
Hilaria Heparantiza
NIM: 083114002
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
THE SOLUTION OF LINEAR DIFFERENTIAL EQUATION SYSTEM
USING LAPLACE TRANSFORMATION
THESIS
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
To Obtain the SARJANA SAINS Degree
In Mathematics
By:
Hilaria Heparantiza
Student Number: 083114002
MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
vi
Tuhan Yesus Kristus
Bapak dan Mama Tercinta atas Cinta, Kasih Sayang, Doa Serta
Dukungan secara Moril dan Materiil
Kakakku Angela Hadryana
Adikku Yeserika Lindani
Serta Segenap Keluarga
………....
Satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan besar adalah dengan mencintai apa yang Anda lakukan, walaupun sebenarnya anda membencinya.
Hidup ini seperti piano. Berwarna putih dan hitam. Namun, ketika Tuhan yang memainkannya, semuanya menjadi indah.
Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gemetar, Sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku,
Ia telah menjadi keselamatanku Yes (12:2)
viii ABSTRAK
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat derivatif atau dife-rensial dari satu atau lebih fungsi. Dalam menyelesaikan persamaan difedife-rensial biasanya terdapat syarat bantu yang disebut syarat awal. Persamaan diferensial dengan syarat awalnya disebut masalah nilai awal. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai awal adalah metode transformasi Laplace. Transformasi Laplace juga dapat digunakan digunakan untuk mencari penyelesaian dari suatu sistem persamaan diferensial dengan koefisien konstan. Metode penyelesaian dengan menggunakan transformasi Laplace adalah dengan mengubah persamaan diferensial dengan parameter t ke dalam persamaan aljabar dengan parameter s. Kemudian sistem tersebut diselesaikan dengan menggunakan eliminasi gauss dan menggunakan invers transformasi Laplace untuk menda-patkan penyelesaian khusus dari sistem persamaan diferensial tersebut.
ix ABSTRACT
The differential equation is an equation that contains the derivative or differential of one or more functions. In solving differential equation, usually there is an aux-iliary condition, called initial conditions. Differential equations with initial conditions are called initial value problem. One of the method that can be used to solve initial value problem in differential equation is Laplace transform method. Laplace transformation also can be used for solving systems of differential equations with constant coefficients. Using this method, the differential equations of the parameter t is change into algebraic equation of the parameter s. Then, the system is solved using Gauss elimination and inverse Laplace transform to obtain a special solution of the system of differential equations.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang
Pe-nerang dan Juru Selamat, yang senantiasa mencurahkan kasih dan karunia-Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Selama penulisan skripsi ini penulis membutuhkan pertolongan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
menyampai-kan ucapan terima kasih kepada:
1. Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing dan selaku
Kaprodi Matematika FST-USD yang dengan rendah hati dan dengan penuh
kesabaran membimbing penulis selama penyusunan skripsi.
2. P. H. Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
3. M.V. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji dan dosen
pembimbing akademik.
4. Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., M.Si., selaku dosen penguji.
5. C.H. Eny Murwaningtyas, S.Si., M.Si., yang pernah menjadi dosen
pembimbing akademik bagi penulis.
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Matematika FST-USD yang telah
memberikan bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis.
7. Karyawan sekretariat FST-USD khususnya kepada Bapak Tukija dan Ibu
Linda, serta karyawan perpustakaan USD dan Mas Susilo selaku laboran atas
xi
8. Kedua orang tuaku, Bapak Herman dan Mama Yulianti serta kakakku Angela
Hadryana dan adikku Yeserika Lindani yang senantiasa memberikan
dukungan, kasih sayang, dan doa bagi penulis.
9. Dennis Tri Hassapta atas kasih sayang, perhatian dan dukungan yang selalu
diberikan kepada penulis.
10. Teman-teman Matematika angkatan 2008: Yudit, Nopi, Amel, Marcel, Feny,
Etus, Moyo, Widi, serta kakak dan adik angkatan.
11. Teman-teman kos Aulia: Yudit, Nopi, Ao, Sende, Elvira, Wiwik, dan Tesa.
12. Sahabat seperjuangan: Yudit, Nopi, Amel, Pipot dan Marcel.
13. Teman-teman kos Nuvi: Kak Thea, Pipot dan Lita.
14. Teman-teman KKN XLII kelompok 35 Banaran atas semua pengalaman yang
sudah dilalui bersama.
15. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu saran
serta kritik yang membangun sangat diharapkan dalam peningkatan kualitas
skripsi ini, dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Yogyakarta, 31 Januari 2012
Penulis,
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Pembatasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penulisan ... 3
E. Manfaat Penulisan ... 3
F. Metode Penulisan ... 4
xiii
BAB II MASALAH NILAI AWAL DAN SISTEM PERSAMAAN
DIFERENSIAL ... 6
A. Sistem Persamaan Linear ... 6
B. Limit, Fungsi Kontinu dan Fungsi Transenden ... 12
C. Deret Geometrik ... 21
D. Persamaan Diferensial dan Penyelesaiannya ... 25
E. Sistem Persamaan Diferensial ... 30
F. Integral Tentu, Integral Tak Wajar dan Integral Parsial ... 33
BAB III TRANSFORMASI LAPLACE ... 44
A. Transformasi Laplace ... 44
B. Sifat-sifat Transformasi Laplace ... 54
C. Fungsi Khusus Transformasi Laplace ... 63
D. Invers Transformasi Laplace dan Konvolusinya ... 70
BAB IV PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR DENGAN TRANSFORMASI LAPLACE ... 80
A. Penyelesaian Persamaan Diferensial Linear dengan Transformasi Laplace ... 81
B. Penyelesaian Sistem Persamaan Diferensial Linear Orde Pertama dengan Transformasi Laplace ... 97
xiv
D. Penyelesaian Sistem Persamaan Diferensial Linear Orde ke-n
dengan Transformasi Laplace ... 118
BAB V PENUTUP ... 124
A. Kesimpulan ... 124
B. Saran ... 125
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem merupakan sekumpulan elemen yang saling berkaitan dan saling
mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu
tujuan. Sebuah sistem dikatakan linear jika hubungan antara suatu variabel
terhadap variabel lainnya dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan linear.
Persamaan dalam sebuah sistem dapat berupa persamaan diferensial.
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat derivatif
atau diferensial dari satu atau lebih fungsi. Persamaan ini digunakan dalam
berbagai macam bidang. Tidak hanya dalam bidang matematika tetapi juga
dalam bidang ekonomi, fisika, biologi, astronomi, dan yang lainnya.
Persamaan diferensial diklasifikasikan dalam berbagai jenis. Sebuah
persamaan dikatakan persamaan diferensial biasa jika fungsi yang belum
di-ketahui dalam persamaan diferensial bergantung hanya pada satu variabel
be-bas. Sebuah persamaan dikatakan persamaan diferensial parsial jika fungsi
yang belum diketahui bergantung pada dua atau lebih variabel bebas.
Persamaan diferensial juga dapat dibedakan menurut orde atau tingkat. Orde
persamaan diferensial adalah tingkat derivatif tertinggi yang muncul dalam
Sebuah persamaan diferensial dikatakan linear jika dalam persamaaan
diferensial tersebut fungsi yang belum diketahui derivatif-derivatifnya secara
aljabar berderajat satu dan tidak ada hasil kali yang berkaitan dengan fungsi
yang belum diketahui dengan derivatif-derivatifnya. Selain itu, tidak ada
fungsi transendental dari fungsi yang belum diketahui beserta
derivatif-derivatifnya dan yang lainnya. Jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka
persamaan tersebut dikatakan tidak linear.
Apabila koefisien-koefisien pada persamaan diferensial linear adalah
konstanta real maka persamaan disebut persamaan diferensial linear dengan
koefisien konstan. Dalam menyelesaikan persamaan diferensial terkadang
terdapat syarat bantu yang mengikutinya. Jika syarat bantu pada persamaan
diferensial yang diketahui berhubungan dengan sebuah nilai tertentu, syarat
itu disebut syarat awal. Persamaan diferensial dengan syarat awalnya disebut
masalah nilai awal.
Salah satu cara penyelesaian masalah nilai awal pada sistem persamaan
diferensial adalah dengan menggunakan metode transformasi Laplace. Metode
ini mentransformasikan masalah nilai awal pada sistem persamaan diferensial
ke dalam masalah aljabar dengan melibatkan suatu variabel. Setelah
ditransformasikan, dari persamaan tersebut ditentukan invers transformasi
Laplacenya untuk mencari penyelesaian dari masalah nilai awal tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan transformasi Laplace dan bagaimana
sifatnya?
2. Bagaimana cara menyelesaikan masalah nilai awal pada persamaan
diferensial dengan menggunakan transformasi Laplace?
3. Bagaimana cara menyelesaikan masalah nilai awal pada sistem
persamaan diferensial dengan menggunakan transformasi Laplace?
C. PEMBATASAN MASALAH
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis hanya akan membatasi pada
sistem persamaan diferensial hanya sistem persamaan diferensial dengan dua
variabel.
D. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami sifat-sifat dari
transformasi Laplace dan mencari penyelesaian masalah nilai awal pada
sistem persamaan diferensial dengan menggunakan transformasi Laplace.
E. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan ini adalah memberikan pemahaman dalam
menyelesaikan masalah nilai awal pada persamaan diferensial dengan
F. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah metode studi pustaka, yaitu
dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan topik tansformasi
Laplace dan persamaan diferensial.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab I akan dibahas tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II: MASALAH NILAI AWAL DAN SISTEM PERSAMAAN
DIFERENSIAL
Dalam bab II akan dibahas tentang sistem persamaan linear, limit,
fungsi kontinu dan fungsi transenden, deret geometrik, persamaan
diferensial dan penyelesaiannya, sistem persamaan diferensial serta
integral tak wajar dan integral parsial.
BAB III: TRANSFORMASI LAPLACE
Dalam bab ini akan dibahas tentang transformasi Laplace,
sifat-sifat transformasi Laplace, fungsi khusus transformasi Laplace
BAB IV: PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL
LINEAR DENGAN TRANSFORMASI LAPLACE
Dalam bab ini akan dibahas tentang penyelesaian persamaan
diferensial linear dengan transformasi Laplace, penyelesaian sistem
persamaan diferensial linear orde pertama dengan transformasi
Laplace, penyelesaian sistem persamaan diferensial linear orde
kedua dengan transformasi Laplace dan penyelesaian sistem
persamaan diferensial linear orde ke-n dengan transformasi
Laplace.
BAB V: PENUTUP
BAB II
MASALAH NILAI AWAL DAN SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL
Dalam bab ini akan dibahas mengenai materi-materi yang akan digunakan
dalam pembahasan bab-bab selanjutnya. Materi-materi tersebut antara lain adalah
sistem persamaan linear, limit, fungsi kontinu dan fungsi transenden, deret geometrik,
persamaan diferensial dan penyelesaiannya, sistem persamaan diferensial serta
integral tentu, integral tak wajar dan integral parsial.
A. Sistem Persamaan Linear
Persamaan linear dengan n variabel y1,y2,...,yn dapat dinyatakan dalam
bentuk
b y a y
a y
a1 1 2 2 ... n n
di mana a1,a2,...,an dan b merupakan konstanta real. Suatu sistem dengan m
persamaan linear dan n variabel yang tidak diketahui dapat ditulis sebagai
m n mn m
m
n n
n n
b y a y
a y a
b y a y
a y a
b y a y
a y a
...
... ...
2 2 1 1
2 2
2 22 1 21
1 1
2 12 1 11
di mana y1,y2,...,yn adalah variabel yang tidak diketahui. Bilangan aij
merupakan koefisien persamaan ke-i dari variabel ke-j dan bi menyatakan
konstanta di ruas kanan untuk persamaan ke-i. Koefisien tersebut dapat dituliskan
dalam bentuk matriks, yaitu
mn m
m
n n
a a
a
a a
a a
2 1
2 22
21
1 12
11
a a
yang disebut matriks koefisien. Jika suatu koefisien variabel tidak muncul,
maka pada matriks koefisien akan dituliskan sebagai bilangan nol.
Konstanta di ruas kanan dapat dituliskan dalam bentuk, yaitu
m
b b b
2 1
yang disebut matriks konstanta. Matriks yang terdiri dari matriks koefisien
dengan menambahkan matriks konstanta pada kolom terakhir disebut dengan
matriks lengkap. Dengan demikian matriks lengkap untuk sistem persamaan
m mn m
m
n n
b b b
a a
a
a a
a a
2 1
2 1
2 22
21
1 12
11
a
a
Definisi 2.1.1
Urutan sejumlah bilangan s1,s2,,sn merupakan penyelesaian dari sistem
persamaan (2.1.1) jika y1s1,y2 s2,,yn sn merupakan penyelesaian dari setiap persamaan di dalam sistem tersebut.
Contoh 2.1.1
Sistem persamaan
4 9
3
1 3
4
3 2 1
3 2 1
y y y
y y y
(2.1.2)
memiliki penyelesaian y1 1,y2 2 dan y3 1 karena nilai-nilai tersebut memenuhi kedua persamaan (2.1.2).
Definisi 2.1.2
Sebuah matriks disebut matriks eselon baris jika memenuhi syarat-syarat
1. Jika sebuah baris tidak seluruhnya terdiri dari nol, maka bilangan taknol
pertama pada baris tersebut adalah 1. Bilangan ini disebut 1 utama.
2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari angka nol, maka baris
tersebut dikelompokkan di baris paling bawah matriks.
3. Jika terdapat dua baris berurutan yang tidak seluruhnya terdiri dari nol, maka
1 utama pada baris yang lebih rendah terdapat pada kolom yang lebih kanan
dari 1 utama pada baris yang lebih tinggi.
Contoh 2.1.2
Berikut adalah contoh matriks yang sudah dalam bentuk eselon baris
5 2 4 1 0 0
6 1 0
3 4 1
,
0 0 0
0 1 0
0 1 1
,
1 0 0 0
1 6 0 0 0
1 0 0
2 1 0
Definisi 2.1.3
Operasi Baris Elementer pada suatu matriks adalah salah satu operasi:
1. Menukar letak dari dua baris matriks tersebut.
2. Mengalikan suatu baris dengan konstanta tak nol.
3. Mengganti suatu baris dengan hasil penjumlahan baris tersebut dan kelipatan
Salah satu metode yang digunakan untuk meyelesaikan sistem persamaan
linear adalah metode eliminasi Gauss. Metode ini menghasilkan matriks sampai
pada bentuk eselon baris. Prosedur umum untuk metode eliminasi Gauss ini
adalah:
1. Menentukan matriks lengkap dari suatu sistem persamaan linear.
2. Mencari kolom paling kiri yang memuat unsur tak nol.
3. Jika elemen pertama kolom yang diperoleh pada langkah pertama sama
dengan nol maka baris pertama dari matriks ditukar dengan unsur pada kolom
tersebut yang taknol.
4. Setelah elemen pertama dari kolom diperoleh pada langkah pertama tak sama
dengan nol, maka elemen di bawahnya diubah menjadi nol dengan operasi
baris elementer.
Contoh 2.1.3
Selesaikan sistem persamaan linear berikut dengan menggunakan eleminasi
Gauss
. 0 5 6 3
1 3 4 2
9 2
3 2 1
3 2 1
3 2 1
y y y
y y y
Penyelesaian:
Matriks lengkap dari sistem persamaan linear di atas adalah
0 1 9 5 -6 3
3 -4 2
2 1 1
Kemudian matriks tersebut di ubah kedalam bentuk eselon baris menjadi
3 2 17
-9
1 0 0
2 7 1 0
2 1 1
Sistem yang bersesuaian dengan matriks adalah
3 2 17 2
7 9 2
3 3 2
3 2 1
y y y
y y y
atau
3 2
1 9 y 2y
y (2.1.3)
3 2
2 7 2 17
y
y (2.1.4)
. 3
3
y (2.1.5)
Dengan mensubstitusikan nilai y3 ke persamaan (2.1.4) diperoleh y2 2 dan
dengan mensubstitusikan y2 ke persamaan (2.1.3) diperoleh y1 1. Jadi
B. Limit, Fungsi Kontinu dan Fungsi Transenden
1. Limit
Definisi 2.2.1
Pengertian yang tepat tentang limit mengatakan bahwa f
t Lc
t
lim
berarti bahwa untuk tiap 0 yang diberikan, terdapat 0 yang
berpadanan sedemikian sehingga f
x L asalkan bahwa
x c
0 yakni
x c f x L
0
Contoh 2.2.1
Buktikan bahwa lim
3 7
5.4
t
t
Penyelesaian:
Andaikan bilangan positif sebarang sedemikian sehingga
4 3 7 5
0 t t
3 4
4 3
4 3
12 3 5
7 3
t t t t t
Andaikan diberikan 0. Jika dipilih , 3
maka 0 t4
mengimplikasikan
3t7
5 3t12 3
t4
3t4 3 Jadi, terbukti bahwa lim
3 7
5.4
t
t
Definisi 2.2.2
Misalkan f didefinisikan pada
c,
untuk suatu bilangan c, dikatakanbahwa
t L ft
lim
jika untuk setiap 0, terdapat bilangan M sedemikian sehingga
M f t L
t
Contoh 2.2.2
Hitunglah nilai limit dari
4 3 5
2 3 2 lim
3 2 3
t t
t t
Penyelesaian:
Untuk menghitung nilai limit, pembilang dan penyebut dibagi dengan
pangkat tertinggi yang muncul yaitu t3, sehingga diperoleh
5 2
1 lim 4 1 lim 3 5 lim
1 lim 2 1 lim 3 2 lim
4 3 5
2 3 2 lim 4 3 5
2 3 2 lim
3 2
3 3
2 3
3 3 3 3
3 3 2
3 3
t t
t t
t t
t t
t t
t t t
t t t t t
t t
t
t t
t t t
2. Fungsi Kontinu
Definisi 2.2.3
Andaikan f terdefinisi pada suatu selang terbuka yang mengandung c, f
kontinu di c jika
t f
c fc
x
lim
Definisi di atas menyatakan bahwa f kontinu jika syarat-syarat berikut
dipenuhi:
i). f
tc t
lim ada,
iii). f
t f
cc
t
lim .
Jika salah satu dari ketiga syarat tidak dipenuhi, maka f tak kontinu di c.
Contoh 2.2.3
Fungsi f yang didefinisikan
1 1
2
t t t f
tidak kontinu untuk t 1, karena lim
1 2
1 11 lim
1 2
1 t t f
t
t
t
maka f
tidak kontinu di t1.
Definisi 2.2.4
Fungsi f kontinu kanan di a jika f
t f
aa
tlim dan kontinu kiri b jika
t f
b fb
t
lim .
Definisi 2.2.5
Pada Gambar 2.2.1, fungsi f kontinu pada (a,b) kecuali di titik-titik t1, t2, t3.
Fungsi f tak kontinu di t1 karena f
tt t 1
lim
tidak ada, tidak kontinu di t2
karena nilai f
tt t 2
lim
tidak sama dengan nilai fungsi di t2, dan f tak kontinu
di t3 karena fungsi di t3 tidak ada.
Gambar 2.2.1
Contoh 2.2.4
Akan diperlihatkan bahwa fungsi f
t yang didefinisikan dengan
29 t t
f
untuk setiap t
3,3
kontinu pada selang tertutup
3,3
.Fungsi f
t 9t2 kontinu pada selang terbuka
3,3
. Fungsi f kontinu kanan di t 3 yaitu lim 03
t
dan kontinu kiri di t3 yaitu lim 0
3
t
. Ini
berarti fungsi f kontinu pada selang tertutup
3,3
.Definisi 2.2.6
Fungsi f
t dikatakan kontinu bagian demi bagian pada interval tertutup
a,b jika f kontinu pada setiap titik dalam
a,b kecuali untuk sejumlahberhingga titik-titik di mana f
t mempunyai ketakontinuan lompat. Fungsi
tf dikatakan kontinu bagian demi bagian pada
0, jika f kontinu ba-gian demi baba-gian pada
0,N untuk setiap N 0.Contoh 2.2.5
Perlihatkan bahwa sebuah fungsi f yang dinyatakan dengan
t f
2
t , 0t 1
t
2 , 1t 2
t
3 , 2t 3 kontinu bagian demi bagian pada interval
0,3.Penyelesaian:
Gambar 2.2.2
t ft
0 1 2 3
Gambar 2.2.2 tersebut memperlihatkan f
t kontinu pada interval
0,1,
1,2 dan
2,3 . Pada titik yang tidak kontinu yaitu untuk t 2, fungsi fmempunyai ketakkontinuan lompat karena
0lim
2
f t
t
dan lim
12
f t
t
.
Jadi fungsi f kontinu bagian demi bagian pada interval
0,3 .Contoh 2.2.6
Perlihatkan bahwa fungsi sebuah fungsi f yang dinyatakan dengan
t t2 4t3f
tidak kontinu bagian demi bagian.
Penyelesaian:
Grafik tersebut di atas memperlihatkan bahwa f(t) kontinu pada interval
,1
dan
3,
tetapi f(t) tidak kontinu pada interval
1 ,3 . Untuk
0lim
1
f t
t tetapi untuk limt2 f
t tidak terdefinisi. Ini berarti bahwa fungsitersebut tidak kontinu bagian demi bagian.
3. Fungsi Transenden
Fungsi transenden merupakan fungsi yang tidak dapat dinyatakan sebagai
sejumlah berhingga operasi aljabar atas fungsi konstan y = k dan fungsi
y = x. Fungsi-fungsi transenden antara lain yaitu:
i). Fungsi Logaritma Natural
Contoh: ln y
ii). Fungsi Eksponensial
Contoh: ey,3e5y,dan y
eln .
iii). Fungsi Trigonometri
Contoh: sin y, cos y, dan tan y.
iv). Fungsi Siklometri
Contoh: arc sin y dan arc cos y.
v). Fungsi Hiperbolik
Definisi 2.2.7
Sebuah fungsi f dikatakan berorde eksponensial jika terdapat konstanta α
dan konstanta positif t0 dan M sedemikian rupa sehingga
t M fet untuk setiap tt0
di mana f
t terdefinisi.Contoh 2.2.7
Jika diketahui f
t sinbt maka
t e sinbt.f
et t
Untuk setiap 0
. 0 sin lim
e bt
t t
Ini berarti untuk setiap 0 ada M 0dan t0 0 sehingga
t e bt M fet tsin untuk tt0. Jadi f
t sinbt berorde eksponensial, dengan konstanta α sama dengan semua bilangan positif.Contoh 2.2.8
Penyelesaian:
Diketahui bahwa f
t et2 maka
t t2t
e e t f
e .
Untuk setiap 0
tt
t t t
t e e lime
lim 2 .
Ini berarti bahwa fungsi et2tidak berorde eksponensial karena et2membesar
lebih cepat daripada t
e untuk berapapun nilai α.
C. Deret Geometrik
Definisi 2.3.1
Deret tak berhingga
1 n
n
a konvergen dan mempunyai jumlah S jika
barisan jumlah-jumlah parsial
Sn konvergen menuju S atau Sn Sn
lim . Jika
Sn divergen, maka deret tersebut divergen. Deret divergen tidak mempunyaijumlah.
Contoh 2.3.1
Selidikilah apakah deret tak hingga di atas divergen atau konvergen.
Penyelesaian:
Diketahui bahwa
2Kemudian an ditulis dalam bentuk pecahan parsial berikut
2Maka pecahan parsial deret yang diberikan dapat ditulis menjadi
Oleh karena itu,
1
1.Definisi 2.3.2
Deret berbentuk
... ... 1 3
2
1
1
nk n
ar ar
ar ar a ar
di mana a0disebut deret geometrik.
Contoh 2.3.2
Deret
81 4 27
4 9 4 3 4
adalah deret geometrik dengan
3 4
a dan
3 1
r .
Teorema 2.3.1
Deret geometrik konvergen ke
r a S
1 jika r 1,dan divergen jika r 1.
Jumlahan parsial n suku pertama adalah
. 1 1r r a S
n n
Bukti:
Deret jumlahan parsial suku pertama adalah:
n n
n n
ar ar
ar ar ar ar rS
ar ar
ar ar ar a S
... ...
5 4 3 2
1 4
maka
n r Sehingga diperoleh
D. Persamaan Diferensial dan Penyelesaiannya
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat derivatif atau
diferensial dari satu atau lebih fungsi. Persamaan diferensial diklasifikasikan
menjadi dua jenis, yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial
parsial. Jika fungsi yang belum diketahui dalam persamaan diferensial hanya
bergantung pada satu variabel bebas saja, maka persamaan tersebut dikatakan
persamaan diferensial biasa. Jika fungsi yang belum diketahui bergantung pada
dua atau lebih variabel bebas, maka persamaan tersebut dikatakan persamaan
diferensial parsial.
Definisi 2.4.1
Orde suatu persamaan diferensial adalah tingkat derivatif tertinggi yang muncul
dalam persamaan.
Bentuk umum dari persamaan diferensial biasa tingkat ke-n adalah
0 ,...,
, ,
, 2
2
n n
dt y d dt
y d dt dy y t F
Bila
dt dy y ,
2 2
dt y d
y , ..., n
n n
dt y d
y maka persamaan di atas dapat ditulis
menjadi
t,y,y',y'',...,yn
0F
Contoh 2.4.1
3 '
''
3 3y y x
y merupakan persamaan diferensial orde kedua karena pada
persamaan ini tingkat derivatif tertinggi yang muncul adalah dua dan
x
xe y x y x
y4 2 3 3 adalah persamaan diferensial orde keempat.
Definisi 2.4.2
Sebuah persamaan diferensial biasa orde ke-n dikatakan linear, di mana y adalah
variabel tak bebas dan t adalah variabel bebas dapat ditulis dalam bentuk
1 ... 1
( )1
1
0 a t y b t
dt dy t a dt
y d t a dt
y d t
a n n n
n n
n
(2.4.1)
di mana a0,a1,...,an dan b adalah fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval yang
memuat y dan a0
t 0 pada interval itu. Fungsi ak
t disebut fungsi-fungsikoefisien.
Definisi di atas menyatakan bahwa persamaan diferensial adalah linear jika
syarat-syarat berikut dipenuhi:
i). Fungsi yang belum diketahui dan derivatif-derivatifnya secara aljabar
berderajat satu.
ii). Tidak ada hasil kali yang berkaitan dengan fungsi yang belum diketahui
iii). Tidak ada fungsi transendental dari y dan derivatif-derivatifnya misalnya
y
sin dan y
e .
Jika salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi maka persamaan diferensial
tersebut tidak linear atau nonlinear. Persamaan diferensial yang tidak linear
di-sebut persamaan diferensial non linear.
Contoh 2.4.2:
t y y
y 3 5 ''3 sin dan y''5y' 6y0 berturut-turut adalah contoh-contoh
persamaan diferensial linear, sedangkan yy'' 5y'6y0 adalah contoh
persamaan diferensial non linear.
Definisi 2.4.3
Jika b
t 0untuk setiap t, maka persamaan (2.4.1) menjadi
... 1
01 1
1
0
y t a dt dy t a dt
y d t a dt
y d t
a n n n
n n
n
dan disebut persamaan diferensial linear homogen. Jika b
t 0untuk setiap t,Contoh 2.4.3
Persamaan y3y0adalah persamaan diferensial homogen orde pertama, sedangkan y y2y e3t adalah persamaan diferensial tak homogen orde
kedua. Persamaan ini tak homogen karena b
t 0 pada ruas kanan.Definisi 2.4.4
Jika syarat bantu pada persamaan diferensial yang diketahui berhubungan dengan
sebuah nilai t, syarat itu disebut syarat awal. Persamaan diferensial dengan syarat
awalnya disebut Masalah Nilai Awal (MNA).
Definisi 2.4.5
Masalah nilai awal dari persamaan diferensial orde ke-n dengan n syarat
awal dapat ditulis dalam bentuk
nn
c t y c t y c t y c t
y 0
1 3
0 2 0 1
0 , , ,...,
yang harus dipenuhi oleh penyelesaian persamaan diferensial dan
derivatif-derivatifnya pada titik awal t0.
Contoh 2.4.4
0 2 ,3
2
y t y dt
dy
adalah contoh masalah nilai awal pada persamaan
5
sin 0,
1 0,
1 7t y t t x x
y adalah contoh masalah nilai awal
pada persamaan diferensial di mana titik awalnya adalah t 1.
Definisi 2.4.6
Masalah Nilai Awal untuk persamaan diferensial linear homogen orde ke-n
dengan koefisien konstan terdiri dari penyelesaian persamaan diferensial
0 ... 1
1 1
1
0
y a dt dy a dt
y d a dt
y d
a n n n
n n
n
di mana a0,a1,...,an adalah konstanta dan a0 0 dengan syarat awalnya adalah
nn
c t y c t y c t y c t
y 0
1 3
0 2 0 1
0 , , ,...,
di mana c1,c2,...,cn adalah konstanta.
Contoh 2.4.5
0 6
2 2
y
dt dy dt
y d
dengan syarat y
0 6 dan y
0 2 adalah contoh masalahnilai awal untuk persamaan diferensial linear homogen orde kedua.
Definisi 2.4.7
Masalah Nilai Awal untuk persamaan diferensial linear tak homogen orde
ke-n dengan koefisien konstan terdiri dari penyelesaian persamaan diferensial
t b y a dt dy a dty d a dt
y d
a n n n
n n
n
1
1 1
1
di mana a0,a1,...,an adalah konstanta dan a0 0 dengan syarat awalnya adalah
nn
c t y c t y c t y c t
y 0 1, 0 2, 0 3,..., 1 0
di mana c1,c2,...,cn adalah konstanta.
Contoh 2.4.6
t y
y5 sin dengan syarat awalnya y
0 0 dan y
0 1 adalah contoh masalah nilai awal untuk persamaan diferensial linear tak homogen karena
t t b sin .E. Sistem Persamaan Diferensial
Sistem persamaan diferensial linear adalah persamaan yang melibatkan n
persamaan dengan m fungsi yang tidak diketahui. Sistem persamaan diferensial
linear dapat juga disebut dengan sistem linear. Bentuk umum sistem persamaan
diferensial linear orde pertama dengan dua persamaan dalam fungsi x dan y yang
tidak diketahui adalah
b
t x b
t y F
tdt dy t b dt dx t b
t F y t a x t a dt dy t a dt dx t a
2 4
3 2
1
1 4
3 2
1
(2.5.1)
Penyelesaian di atas dinyatakan dalam pasangan terurut dari fungsi real
f,g
demikian sehingga x f
t , yg
t memenuhi kedua persamaan dariContoh 2.5.1
Sebuah sistem persamaan yang didefinisikan dengan
t
e y x dt dy dt
dx
t x dt dy dt dx
4 3 2
2 3
2 2
adalah sistem persamaan diferensial linear orde pertama dengan koefisien
konstan.
Sistem linear dari dua persamaan diferensial orde kedua dari dua fungsi
yang tidak diketahui x dan y ditulis dalam bentuk
b
t x b
t y F
tdt dy t b dt dx t b dt
y d t b dt
x d t b
t F y t a x t a dt dy t a dt dx t a dt
y d t a dt
x d t a
2 6
5 4
3 2 2
2 2 2
1
1 6
5 4
3 2 2
2 2 2
1
(2.5.2)
Penyelesaian di atas dinyatakan dalam pasangan terurut dari fungsi real
f,g
demikian sehingga x f
t , yg
t memenuhi kedua persamaan darisistem (2.5.2) pada interval atb.
Contoh 2.5.2
0
adalah sistem persamaan diferensial linear orde kedua dengan koefisien konstan.
Secara umum sistem persamaan diferensial linear dengan n persamaan
diferensial orde pertama dan n fungsi yang tidak diketahui ditulis dalam bentuk
Persamaan diferensial orde ke-n adalah
1 ... 1
( )dengan satu fungsi yang tak diketahui y. Didefinisikan
y
Dari persamaan (2.5.4)
dt
Dengan menggunakan persamaan (2.5.4) dan (2.5.5) maka persamaan
1 1
2 1
,1 3 2
2 1
t F y t a y
t a y t a dt dy
y dt dy
y dt dy
y dt dy
n n
n n
n n
(2.5.6)
yang merupakan kasus khusus dari sistem linear pada persamaan (2.5.3) dengan
n persamaan dan n fungsi yang tak diketahui. Jadi suatu persamaan diferensial
linear orde ke-n dari persamaan (2.5.1) dalam satu fungsi yang tidak diketahui
berhubungan erat dengan sistem linear dari n persamaan diferensial orde pertama
dalan n fungsi yang tidak diketahui.
F. Integral Tentu, Integral Tak Wajar dan Integral Parsial
1. Integral Tentu
Definisi 2.6.1
Jika f adalah suatu fungsi yang didefinisikan pada interval tertutup
a , . bMisalkan P adalah partisi dari
a ,b dengan titik-titik partisi t0,t1,t2,,tndan P max
ti . Integral tentu f dari a ke b adalah
in
i i b
a p
t t f dt
t
f
1 0
jika limitnya ada. Jika limitnya ada, maka f dikatakan terintegral pada
interval
a , . bTeorema 2.6.1
Jika f kontinu pada seluruh selang
a , , maka b f terintegralkan pada
a , . bBukti:
Menurut Definisi 2.6.1, untuk membutikan Teorema 2.6.1 akan ditunjukan
bahwa untuk sebarang 0, terdapat sedemikian sehingga
a b t
f t f
2
(2.6.2)
dengan t dan t adalah titik-titik dari
a , sedemikian sehingga b
t
t . Pertimbangkan sebarang partisi
t0,t1,t2,,tn
sedemikiansehingga semua subinterval mempunyai panjang kurang dari . Pada
subinterval tertutup
ti1,ti
, misalkan mi dan Mi masing-masingmengatakan batas bawah terbesar dan batas atas terkecil dari nilai f. Maka
dapat dibentuk
1 0
2
2 1
1
.1
1 1
2 2 0 1 1
n n n
n n n
t t M t
t M t t M S
t t m t
t m t t m s
Pada interval
tn1,tn
, pilih titik t sedemikian sehingga f
t dekat ke Midan t sedemikian sehingga f
t dekat ke mi. Dengan demikianpersamaan (2.6.2) menjadi
b a
Dari persamaan (2.6.3) dapat diperoleh
1 1
1 0
2
2 1
1
Dari persamaan (2.6.4)
1 0
2 1
1
Teorema 2.6.2
Jika f kontinu bagian demi bagian pada interval tertutup
a , maka b fBukti:
Karena f kontinu bagian demi bagian, maka f kontinu pada
a , kecuali bpada titik-titik
.
2
1 t t b
t
a n
Berdasarkan Teorema 2.6.1, f terintegral pada selang
t1,t2
sedemikiansehingga f
t dtt
t
2
1
ada. Begitupun juga untuk f
t dtt
t
3
2
, f
t dtt
t
4
3
, ,
t dt ft
n
t
t
1ada. Karena f terintegral pada setiap selang
ti,ti1
di manan i1 ,2 , , dan
t dt f
t dt f
t dt f
t dt fn
n
-n t
t t
t t
t t
t
1 3
2 2
1 1
maka f
t dtn
t
t
1
ada. Jadi terbukti bahwa f terintegral pada
a , . b2. Integral Tak Wajar
Dalam mendefinisikan integral tentu
b afungsi f dimisalkan terdefinisi pada interval tertutup
a,b . Namun bilaintegral tersebut mempunyai batas tak berhingga maka integral tersebut
adalah integral tak wajar. Contoh untuk integral tak wajar tersebut adalah
dt e t
0
Definisi 2.6.2
Jika f kontinu untuk setiap t a, maka
t dt f
t dt fb
a b a
lim
Bilamana limitnya ada dan nilainya berhingga, integral tak wajar tersebut
konvergen. Jika tidak, integral tak wajar tesebut divergen.
Contoh 2.6.1
Hitunglah
e tdt
0
, jika ada
Penyelesaian:
R R
R R
t R t
e dt e dt
e
0 0 0
lim lim
1 1 0
1 lim lim
1 lim
R R R
R R
e e
Jadi
1
0
dt e t
Contoh 2.6.2
Hitunglah
0 t 1
dt
, jika ada.
Penyelesaian:
R
R t
dt t
dt
0
0 1
lim 1
2 1
lim
1 2 1 1 lim
1 lim
0 2 1 0
2 1
R t
dt t
R
R
R R
Karena lim
2 1
R
R adalah tak berhingga maka
0 t 1
dt
divergen.
Teorema 2.6.2
Jika g dan h adalah fungsi real sedemikian sehingga 0g
t ht pada.
t
a Misalkan h
t dta
ada dan g terintegral pada setiap subinterval
tertutup berhingga dari at maka g
t dta
ada.
Bukti:
Misalkan untuk Aa
A
a
dt t g A
G
dan
.A
a
dt t h A H
Karena 0g
t ht maka G
A H
A dan kedua fungsi tersebutmeningkat. Oleh karena itu, H
A cenderung ke limit L untuk A. Ini
A H
A L.G
Karena G
A meningkat dan terbatas ke atas L, maka G
A juga konvergenke suatu limit untuk A. Ini berarti g
t dta
ada.
Teorema 2.6.3
Misalkan fungsi real g terintegral pada setiap subinterval berhingga dari
t
a dan g
t dt0
ada maka g
t dt0
ada.
Bukti:
Perhatikan bahwa
t
g
t g t
g
tg .
Maka
t dt
g
t g
t
dt g
t dt.g
b
a b
a b
a
(2.6.4)
t g t g
t g
t g
tg 2
sehingga
t g t g
tg 2
0
Oleh karena itu
g t g t
dt g
t dtb
a b
a
2 0
Karena g
t dtb
a
2
ada untuk b, maka integral pertama pada ruaskanan persamaan (2.6.4) juga ada untuk b. Jadi terbukti bahwa
b adt t
g ada untuk b.
3. Integral Parsial
Misalkan u
t u dan v
t v maka rumus diferensial hasil kali duafungsi adalah
u t v t
u
t vt u t v t dtd
atau
u
t vt
u
t vt dtd t v t
Dengan mengintegralkan dua ruas pada persamaan di atas diperoleh
t v t dt u
t v t u
t vt dtu
Karena dvv
t dt dan du u
t dt, persamaan di atas dapat ditulis dalambentuk
t d u
t vt v
t duu v
Integral di atas adalah integral parsial tak tentu, rumus integral parsial
tentunya adalah
t dv u
t v t
v
t du ub
a b a b
a
Contoh 2.6.3
Tentukanlah
1
0
dt e t t .
Penyelesaian:
Misalkan ut dan dvetdt. Maka u mejadi du dt dan vet.
1
1 1
1 0 1
0 1
0 1 0
1
0 1 0 1
0
2 1
1 0
e
e e
e te
e te
e te
dt e t
t t
t t
t t
t
Jadi 1
1
0
2 1
BAB III
TRANSFORMASI LAPLACE
Pada bab ini akan dibahas suatu metode yang digunakan untuk
menyelesaikan persamaan diferensial dan sistem persamaan diferensial dengan
menggunakan transformasi Laplace. Sebelum dijelaskan bagaimana memperoleh
penyelesaian sistem persamaan diferensial dengan transformasi Laplace, maka
akan dibahas terlebih dahulu tentang transformasi Laplace dan sifat-sifatnya.
A. Transformasi Laplace
Transformasi Laplace adalah salah satu metode untuk menyelesaikan
persamaan diferensial linear baik homogen maupun tak homogen dengan
koe-fisien konstan. Transformasi Laplace sangat berguna dalam menyelesaikan
masalah nilai awal pada persamaan diferensial.
Andaikan f adalah fungsi yang bernilai real dari variabel t maka akan
ditransformasikan oleh Laplace ke dalam fungsi F dari variabel s yang
berni-lai real. Ketika diterapkan ke dalam masalah niberni-lai awal pada persamaan
dife-rensial dalam fungsi yang tidak diketahui dari t, masalah nilai awal tersebut
ditransformasikan ke dalam masalah aljabar dengan melibatkan variabel s.
Definisi 3.1.1:
Bila f(t) adalah fungsi yang terdefinisi pada interval [0,+∞). Maka
s
f
t e f
t dtF
st
0
L (3.1.1)
untuk setiap nilai s di mana integral tak wajar tersebut ada.
Contoh 3.1.1
Tentukan transformasi Laplace dari f
t 1 untuk t > 0.Penyelesaian:
Fungsi f didefinisikan dengan
t 1f , untuk t > 0
Maka
s s e
s e
dt e
dt e
sR
R
R st
R R
st R
st
1 lim
lim
1 lim
1 1
0 0
0 L
0 untuk 1
1 lim
> s s
s s e sR
R
Jadi
s
1 1
Contoh 3.1.2
Penyelesaian:
Fungsi f didefinisikan dengan
Contoh 3.1.3
Jika f
t sin bt untuk t > 0, tentukan L
sinbt
.Penyelesaian:
Fungsi f didefinisikan dengan f
t sin bt, untuk t > 0Maka
dt bt e
bt s
F
st
sin sin
0
L
Selanjutnya akan digunakan integral parsial kedua untuk
menyederhanakannya. Misalkan usinbtdan dvestdt. Sehingga u
menjadi du bcosbtdt dan e st s
v1 . Dengan demikian
cos
untuk 0 limcos lim
0
cos 1
lim sin
1 lim
sin lim
sin
0 0
0 0
0
s dt
bt e
s b
dt bt e
s b
dt bt b e s bt
e s
dt bt e
bt
R st R
R st R
R
st R
R st
R R
st R
L
Karena masih memuat integral, akan digunakan integral parsial kedua.
Misalkan ucosbt dan dvestdt. Sehingga dubsinbtdtdan
st
e s
Menurut Definisi 3.1.1, sin
0
sehingga
Teorema 3.1.1