v O T T O M
Rasat aku ttiuakanhliang ijkaapayangmenjad iketakutanmu tiu n
a k u k a li d
Restuorangt uadandoaadalahkekuatanyangmelebih iapapun p
u d i h m a l a d n u p a p a i l a w a g n e m k u t n u
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang utama
dalam lingkup pendidikan, mulai dari SD dan SMP mata pelajaran ini selalu diikut
sertakan. Dalam standar isi IPS SD-MI disebutkan bahwa IPS merupakan salah satu
pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan
isu sosial (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Sejalan dengan Permendiknas
tersebut, IPS merupakan ilmu yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mempelajari IPS siswa diharapkan mampu memahami nilai dan sikap serta
keterampilan yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Jarolimek dan Parker
(dalam Sapriya, 2009) mengemukakan bahwa ujian yang sesungguhnya dalam belajar
IPS terjadi ketika siswa berada di luar sekolah, yakni hidup dalam masyarakat.
Pembelajaran IPS dapat membantu siswa untuk hidup dalam bermasyarakat secara
baik dan benar. Seperti dikatakan Sardjiyo (2007), “manfaat yang diperoleh setelah
mempelajarai ilmu pengetahuan sosial disamping mempersiapkan diri untuk terjun ke
masyarakat, juga untuk membentuk dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik...”
Apabila pelajaran IPS ini dapat berjalan dengan baik maka siswa akan
mendapat ilmu yang dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Namun yang
yang kesulitan menerapkan pembelajaran IPS yang bermakna, menyenangkan dan
mudah dipahami oleh siswa. Salah satu sekolah yang mengalami kesulitan dalam
menerapkan pembelajaran IPS yang bermakna adalah SD Negeri Ungaran 1.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru kelas VD SD
Negeri Ungaran 1 Yogyakarta ditemukan adanya beberapa kesulitan yang ditemui
oleh guru kelas V D pada mata pelajaran IPS diantaranya; siswa merasa kesulitan
dalam menghafal nama tokoh-tokoh, tanggal, dan tempat kejadian. Ketika peneliti
melakukan wawancara pada guru kelas V D, guru menjawab, “Pelajaran IPS itu
memang cukup sulit mas, mungkin karena jamannya sudah berbeda dan hafalannya
cukup banyak, saya juga masih kesulitan menemukan metode yang tepat”. Siswa
kurang bisa merasakan pengalaman belajar IPS yang secara menyenangkan dan
bermakna, sehingga mereka tidak dapat mengapresiasi dan memahami pelajaran IPS
dengan baik. Hasil belajar yang diperoleh sebagian siswa pun tidak memenuhi
standar ketuntasan belajar yang ditetapkan sekolah. Dari 38 siswa, 29 diantaranya
tidak memenuhi standar ketuntasan belajar yang ditentukan sekolah yaitu 75.
Sedangkan dari hasil observasi terlihat kurangnya minat siswa terhadap mata
pelajaran IPS. Kurangnya minat terhadap suatu pembelajaran dapat dilihat dari tiga
aspek yaitu keinginan untuk mengetahui pembelajaran, partisipasi dalam
pembelajaran dan perhatian dalam pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh
Djamarah (2002:132) “ minat dapat diekspresikan siswa melalui; 1) keinginan siswa
untuk mengetahui pembelajaran, 2) partisipasi siswa dalam pembelajaran, 3)perhatian
pada aspek ke-4 peneliti tidak dapat melihatnya sekedar melalui observasi melainkan
dibutuhkan kuisioner karena aspek ini merupakan indikator yang timbul dari dalam
diri siswa yang relatif sulit untuk diobservasi. Kuisioner juga digunakan untuk
mengetahui kondisi awal minat siswa pada idikator 1, 2, dan 3.
Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti terlihat keinginan siswa untuk
mengetahui pembelajaran relatif rendah terbukti dari 34 siswa yang masing-masing
sudah mempunyai buku pelajaran IPS, hanya 10 siswa yang membawa buku
pelajaran IPS. Partisipasi siswa selama pembelajaran berlangsung juga relatif rendah,
terbukti ketika guru memberikan pertanyaan seputar pembelajaran, terlihat sekitar 10
siswa saja yang mengangkat tangannya untuk menjawab pertanyaan. Perhatian siswa
saat pembelajaran IPS pun belum maksimal, terlihat 37% siswa yang
memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran. Sisanya 63% siswa sibuk
dengan aktivitas masing-masing, seperti berbicara dengan teman, bermain penggaris,
tiduran dan mencorat-coret buku. Kesulitan-kesulitan seperti ini selalu dirasakan oleh
guru di setiap tahun.
Berdasarkan angket yang disebarkan peneliti untuk mengetahui minat belajar
siswa, diperoleh data yang menunjukan bahwa minat belajar IPS siswa masih relatif
rendah. Terbukti dengan hasil perhitungan data indikator minat belajar siswa yang
cukup rendah. Pada indikator minat siswa yang pertama, keinginan siswa untuk
mengetahui pembelajaran, hanya 29% siswa yang berminat untuk mengetahui
pembelajaran. Pada indikator minat yang kedua, partisipasi dalam pembelajaran,
dalam pembelajaran, terlihat 32% siswa memperhatikan pembelajaran. Pada indikator
keempat terlihat 21% siswa merasa senang dalam pembelajaran.
Berdasarkan wawancara dan observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa
terjadi suatu masalah pada metode yang digunakan oleh guru, yang menyebabkan
siswa kurang berminat dan sulit untuk menyerap pengetahuan dalam pembelajaran
IPS. Penggunaan metode yang tidak tepat dapat mempengaruhi suasana
pembelajaran dan hasil belajar. Diperlukan suatu metode yang efektif untuk
menjadikan pelajaran IPS menjadi menyenangkan, bermakna dan siswa dapat
memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Salah satunya metode yang bisa
digunakan untuk membuat pelajaran IPS menjadi menyenangkan, bermakna dan
bernilai bagi siswa adalah dengan menggunakan metode role playing. Penggunaan
metode role playing dapat meningkatkan partisipasi siswa dan guru dapat
menyesuaikan tujuan pembelajaran dengan kegiatan-kegiatan yang ada dalam role
playing tersebut. “... drama as learning medium the teacher is using these procedures
to reach certain extrinsic goal: to gain knowledge, arouse interest, solve problems,
and changes attitudes” (Nellie, 2006:293). ....drama sebagai media pembelajaran
yang dapat digunakan oleh guru untuk meraih tujuan ekstinsik yang jelas seperti:
untuk memperoleh pengetahuan, membangun ketertarikan, memecahkan masalah,
dan merubah perilaku (Nellie, 2006:293) .
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran
melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa, dimana guru dapat bebas
adalah belajar melakukan sesuatu dalam situasi yang konkret. Dalam metode role
playing siswa seolah-olah mengalami kegiatan-kegiatan yang ada dalam materi IPS,
seperti merumuskan teks proklamasi, berjuang melawan belanda, mempertahankan
kemerdekaan Indonesia dan lain-lain. Penelitian menggunakan metode role playing
ini juga telah dilakukan sebelumnya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wintala,
(2011) dan Setyaningrum (2011), dari penelitian mereka menujukkan bahwa role
playing berhasil meningkatkan prestasi. Sementara itu penelitian Sulistiyaningrum
(2012) menunjukkan bahwa role playing berhasil meningkatkan minat belajar siswa.
Kegiatan-kegiatan dalam metode role playing cocok untuk diterapkan dalam
mata pelajaran IPS, karena siswa dapat mengalami secara langsung tidak hanya
sekedar membaca atau menghafal. Sehingga siswa akan lebih terlibat dalam
pembelajaran dan lebih mudah memahami isi dari pembelajaran IPS dengan cara
yang lebih menyenangkan. Diharapkan dengan menggunakan metode role playing ini
dapat terjadi peningkatan minat dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS
kelas V D SD Ungaran 1 Yogyakarta.
1.2 Pembatasan Masalah
Materi pembelajaran IPS dibatasi pada kompetesi dasar 2.3 Menghargai jasa
dan peran tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dengan menerapkan
metode role playing.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan minat siswa kelas V D SD Negeri Ungaran 1
2. Bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa kelas V D SD Negeri
Ungaran 1 pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan metode role
playing?
1.4 Definisi Operasional
1. Minat
Keinginan atau rasa ketertarikan yang datang dari hati nurani seseorang
untuk ikut serta dalam kegiatan belajar tanpa ada pengaruh dari siapa pun.
2. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil atau pencapaian kegiatan individu dalam
membangun pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara
mengolah bahan ajar.
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
IPS adalah bidang studi yang mempelajari dan menelaah serta
menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau dari
berbagai aspek kehidupan secara terpadu (Sardjiyo, 2011:32).
4. Metode Role Playing
Metode role playing adalah suatu cara atau media seni yang digunakan
untuk menyampaikan suatu materi atau permasalahan sosial yang dapat
menjadi pembelajaran, dengan membayangkan diri sendiri sebagai orang
lain, dan diatur dalam suatu keadaan tertentu. Dalam kamus terjemahan
Inggris-Indonesia kata role play juga menunjukan pengertian yang sama
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana peningkatan minat belajar siswa kelas V D SD
Negeri Ungaran 1 pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan metode
role playing.
2. Mengetahui bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa kelas V D SD
Negeri Ungaran 1 pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan metode
role playing.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar
siswa kelas V D Sekolah Dasar Negeri Ungaran 1 Yogyakarta pada mata
pelajaran IPS menggunakan metode role playing.
2. Bagi Guru
Hasil dari penelitian ini dapat memberi masukan alternatif metode
pembelajaran dalam meningkatkan minat dan prestasi siswa kelas V D
Sekolah Dasar Negeri Ungaran 1 Yogyakarta pada mata pelajaran IPS
dengan menggunakan metode role playing.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri Ungaran 1
BAB II
KAJIAN LITERATUR
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Minat
2.1.1.1Pengertian
Minat erat kaitanya dengan perhatian dan tanggapan anak terhadap suatu
pembelajaran. Secara sederhana, minat berarti kecendurungan dan gairah yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu (Sobur, 2003:246).
Sependapat dengan pendapat Sobur, Slameto (dalam Djaali:2008)
mengungkapkan bahwa minat adalah rasa lebih suka atau rasa ketertarikan
pada suatu hal atas aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat sangat
berpengaruh terhadap aktivitas dan psikologi siswa, seperti dalam kelas anak
yang mempunyai minat rendah secara fisik akan terlihat letih, lesu dan
perhatiannya rendah. Sedangkan Munthe (2009) mengungkapkan bahwa
minat yaitu keadaan yang mendasari motivasi individu, keinginan yang
berkelanjutan, dan orientasi psikologis. Secara psikis anak yang berminat akan
menunjukan rasa senang, tidak senang, bergairah dan seterusnya. Dari
pengertian beberapa ahli yang telah menyebutkan tentang pengertian minat,
peneliti merumuskan bahwa minat dapat diartikan sebagai kecenderungan atau
2.1.1.2Pembagian Minat
Pasaribu dan Simandjuntak (1983) berpendapat bahwa secara psikologis
minat dibedakan menjadi dua:
a. Minat Aktual
Minat aktual adalah minat yang berlaku pada obyek yang ada pada suatu
saat dan ruang yang konkrit.
b. Minat Disposisional
Minat disposisonal adalah arah minat yang dasarnya pembawaan
(disposisi) dan menjadi ciri sikap hidup seseorang.
2.1.1.3Indikator Minat
Dalam pembelajaran diperlukan suatu penyajian materi yang menarik
dan menyenangkan agar dapat menarik minat siswa. Djiwandono (2006:365)
menyebutkan bahwa minat siswa dapat merupakan bagian dari metode
mengajar. Untuk mengetahui minat belajar pada siswa diperlukan analisa
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan minat. Menurut Sukartini (dalam
Suhartini, 2001: 26) analisa minat dapat dilakukan terhadap hal-hal:
1) Keinginan untuk mengetahui atau memiliki sesuatu.
2) Objek atau kegiatan yang disenanginya.
3) Jenis kegiatan yang disukai.
4) Usaha yang menyatakan rasa senang terhadap sesuatu.
Djamarah (2002: 132) menyatakan bahwa minat dapat diekspresikan
1) Pernyataan lebih suka akan sesuatu dari pada lainnya.
2) Partisipasi aktif.
3) Adanya perhatian yang lebih besar/fokus pada sesuatu yang
disukainya.
4) Perasaan senang dalam pembelajaran.
Dari pendapat pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
indikator-indikator bahwa seseorang mempunyai minat terhadap suatu pembelajaran
adalah mempunyai fokus perhatian yang tinggi, ikut berperan aktif dalam
pembelajaran dan ungkapan suka atau tidak suka oleh siswa.
2.1.2 Prestasi Belajar
2.1.2.1Belajar
Hilgard (dalam Sukmadinata, 2009) mengatakan bahwa belajar adalah
suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan, perubahan
tersebut tidak dapat dikatakan belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan
atau keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan
obat-obatan. Sejalan dengan pendapat tersebut Dimyati dan Mudjiono (2006:295)
mengungkapkan bahwa belajar adalah kegiatan individu memperoleh
pengetahuan, perilaku sdan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar.
Keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara garis
besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua
1) Faktor Endogen
Faktor endogen atau faktor yang berada dalam diri individu meliputi dua
faktor, yakni faktor fisik dan faktor psikis. Fakor fisik merupakan hal-hal yang
berkaitan dengan fisik seseorang diantaranya adalah kesehatan dan cacat
bawaan sejak lahir. Sedangkan faktor psikis merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran seseorang.
Contoh faktor psikis adalah faktor inteligensi, minat, bakat, motivasi,
kematangan kepribadian dan lain-lain.
2) Faktor Eksogen
Faktor eksogen merupakan faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor
eksogen sebetulnya meliputi banyak hal, namun secara garis besar bisa dibagi
ke dalam tiga faktor yakni: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor
lingkungan lain (faktor diluar lingkungan keluarga dan sekolah).
2.1.2.2Prestasi Belajar
Kata “prestasi” berasal dari bahasa belanda yaitu prestatie. Kemudian
dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia karya Salim dan Yeenny (1991:1190) prestasi
belajar berarti penguasaan keterampilan terhadap mata pelajaran yang
dibuktikan melalui hasil tes. Sedangkan menurut Suprijono (2009:5) hasil
belajar/prestasi adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan-keterampilan. Prestasi belajar
Arifin, 2009:13) kegunaan prestasi belajar adalah sebagai umpan balik bagi
guru dalam mengajar, untuk keperluann diagnostik, untuk keperluan
bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan
penempatan atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk
memutuskan kebijakan sekolah. Sedangkan Arifin (2009:12) prestasi belajar
mempunyai beberapa fungsi utama antara lain:
1) Prestasi belajar sebagai indikator kuantitas dan kualitas pengetahuan
yang telah dikuasai peserta didik.
2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
Asumsinya adalah belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik
dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan umpan balik
dalam meningkatkan mutu pendidikan.
4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan
dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik.
5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan)
peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus
utama yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan
dapat menyerap materi secara menyeluruh.
Dari berbagai pendapat diatas penulis merumuskan bahwa prestasi
aktivitas dan kegiatan pembelajaran. Prestasi belajar juga merupakan salah
satu hal yang penting dalam proses belajar mengajar. Prestasi atau hasil
belajar sangat diperlukan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam
mencerna serta memahami suatu materi pembelajaran yang disajikan.
2.1.3 Metode Role Playing
Metode role playing berkaitan erat dengan teori konstruktivisme, untuk
membahas kaitan metode role playing dan teori konstruktivisme dapat dilihat
dari pembahasan 2.1.3.1 tentang teori konstuktivisme.
2.1.3.1Konstruktivisme
Suyono dan Hariyanto (2011:105) mengungkapkan bahwa
konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi presmis
bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi
pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup.
Konstruktivisme melandasi pemikiran bahwa pengetahuan merupakan hasil
konstruksi (bentukan) aktif seseorang. Konstruktivisme erat kaitanya dengan
pembelajaran penemuan. Seperti yang diungkapkan oleh Bergstorm dan
O’brien; Wilxoc (dalam Salvin, 2011:8) dalam pembelajaran penemuan siswa
didorong untuk belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka
Bruner (dalam Salvin, 2011:72) berkata “kita mengajarkan mata
pelajaran bukan untuk menghasilkan perpustakaan hidup kecil tentang mata
pelajaran tersebut, melainkan lebih-lebih untuk mengupayakan siswa berpikir,
bagi diri sendiri, mempertimbangkan persoalan seperti dilakukan sejarawan,
mengambil bagiann dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui adalah
proses bukan produk”. Begitu halnya dalam pembelajaran menggunakan
metode role playing siswa diharapkan memperoleh pengetahuannya sendiri
berdasarkan pengalaman dan perannya dalam pembelajaran. Children seem to
develop the ability to engage in fantasy play by themselves independent of
education environments (Moyles, 2010:110).
2.1.3.2Role Playing
2.1.3.2.1 Pengertian
Role Playing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu
role dan playing. Role berarti peran atau tugas dan playing berarti bermain,
jadi role playing dapat diartikan sebagai bermain peran. Dalam kamus
terjemahan Inggris-Indonesia kata role play juga menunjukan pengertian yang
sama dengan drama. Drama berarti seni drama atau pertunjukan drama atau
sandiwara. Hal ini juga sependapat dengan Kakita ( dalam Haruyama,
2008:32) yang mengatakan “role play as a teaching method has many points
in common with dramatization, such as aims and procedures. He indicates,
kutipan Kakita kita dapat mengetahui bahwa drama dan role play mempunyai
persamaan seperti tujuan dan prosedurnya.
Menurut Sujadi (2012:81) Role playing adalah situasi atau suatu
masalah yang diperagakan secara singkat, dengan tekanan utama pada
karakter/sifat-sifat orang-orang, kemudiaan diikuti oleh diskusi tentang
masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk memecahkan suatu masalah dan
agar memperoleh kesempatan untuk merasakan perasaan orang lain. Sejalan
dengan pendapat tersebut Uno (2007:328) mengungkapkan bahwa role
playing merupakan sebuah metode pembelajaran yang berasal dari pendidikan
individu maupun sosial. Metode ini membantu masing-masing siswa untuk
menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu
memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Sedangkan
menurut Pasaribu dan Simandjuntak (1983:24) mengemukakan bahwa role
playing adalah suatu tiruan yang bersifat drama yang dilakonkan oleh dua
orang atau lebih yang memiliki peranan yang berbeda-beda dalam suatu
keadaan tertentu.
Dari pengertian-pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa role
playing adalah suatu cara atau media seni yang digunakan untuk
menyampaikan suatu materi atau permasalahan sosial yang dapat digunakan
menjadi suatu media pembelajaran. Cara siswa memperoleh informasi yang
diperlukan dengan membayangkan diri sendiri sebagai orang lain, dan diatur
2.1.3.2.2 Langkah-langkah dalam role playing
Menurut Shaftel (dalam Uno, 2007) bahwa role playing terdiri dari
sembilan langkah yaitu:
a. Memanaskan suasana kelompok
Pada langkah pertama ini guru bisa memberikan cerita-cerita yang
berhubungan dengan masalah-masalah sosial di sekitar siswa.
Keuntungan dari memberikan cerita ini adalah sifatnya yang dramatis dan
langkah awal yang relatif mudah untuk dilakukan. Bagian terakhir dari
pemanasan kelompok ini adalah mengajukan pertanyaan yang membuat
siswa berfikir dan memperkirakan akhir dari cerita.
b. Memilih partisipan
Langkah kedua adalah memilih partisipan, guru dan siswa
menggambarkan karakter yang berbeda-beda, seperti apa perannya dan
apa yang mungkin dilakukan. Selanjutnya siswa secara sukarela
mengajukan diri sebagai pemain atau bisa juga dipilih oleh guru.
c. Mengatur setting tempat kejadian
Setting disusun berdasarkan cerita yang akan dilakukan. Dalam hal ini
guru bisa membantu untuk mempersiapkan hal-hal yang sulit untuk
d. Menyiapkan peneliti
Dalam langkah ini Shaftel menyarankan agar peneliti ikut berpartisipasi
dalam role playing. Tujuannya adalah supaya peneliti bisa melihat
aktivitas serta menggambarkan pola pikir dan keadaan yang ada.
e. Pemeranan
Langkah selanjutnya adalah pemeranan dalam langkah ini pemain akan
memerankan sesuai dengan karakternya masing-masing. Permainan akan
lebih bagus apabila pemain dapat berimprofisasi saat memerankan
karakternya.
f. Diskusi dan evaluasi
Dalam diskusi ini siswa akan menganalisis tentang isi dan alur cerita.
Diskusi juga dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa lain mengenai
penampilannya dan penafsiran cerita dari siswa dalam kelas.
g. Memerankan kembali
Kegiatan ini mungkin akan cukup menyita waktu, siswa dan guru bisa
saling berbagi informasi berbagai penafsiran baru tentang peran.
Selanjutnya akan dipilih kembali siswa-siswa lain untuk memmerankan
tokoh tersebut.
h. Berdiskusi dan mengevaluasi
Dalam diskusi dan evaluasi yang kedua ini siswa dan guru akan melihat
akan disimpulkan juga terdapat perbedaan atau tidak dari penampilan
pertama.
i. Saling berbagi dan mengembangkan pengalaman
Pada tahap ini siswa akan berbagi pengalaman satu sama lain. Mungkin
tidak semua siswa berkesempatan menjadi pemain dan tidak semua siswa
berperan dalam mempersiapkan pementasan, jadi akan terjadi tukar
informasi tentang pengalaman masing-masing. Guru juga bisa
memberikan kesimpulan atas pembelajaran tersebut.
2.1.4 Ilmu Pengetahuan Sosial
2.1.4.1Pengertian
Ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan manusia
dalam konteks sosialnya atau semua bidang ilmu yang mempelajari manusia
sebagai anggota masyarakat. IPS adalah bidang studi yang mempelajari dan
menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau
dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu (Sardjiyo, 2011:32).
Menurut Somantri (dalam Sapriya, 2009) Pendidikan IPS adalah
penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora,
serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah
dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
2.1.4.2Tujuan Pembelajaran IPS
Tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal
mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan
lingkungannya. Dan untuk kedepannya menjadi bekal bagi siswa untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (Etin, 2007:15)
2.1.4.3Manfaat IPS
Menurut Sardjiyo (2011), manfaat yang diperoleh siswa setelah
mempelajari IPS antara lain sebagai berikut:
1. Pengalaman langsung apabila guru IPS memanfaatkan lingkungan alam
sekitar sebagai sumber belajar.
2. Kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif
pemecahan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
3. Kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat.
4. Kemampuan mengembangkan pengetahuan sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta
mempersiapkan diri untuk terjun sebagai anggota masyarakat.
2.1.5 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
2.1.5.1Pengertian
Menurut Suharsimi (dalam Daryanto, 2007) Penelitian adalah kegiatan
mencermati suatu objek, menggunakan metodologi tertentu untuk
memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti atau
orang-orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kuatilas dalam berbagai
bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan
kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang
sama dan tempat yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru
yang sama.
Penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat
mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari
pengalaman mereka sendiri (Rochiati, 2007:11) sedangkan menurut Mulyasa
(2009:11) Penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya untuk mencermati
kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah
tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan.
Menurut Kusumah dan Dwitagama (2009: 19-24) ada beberapa desain
dalam PTK diantaranya :
1) Model Kurt Lewin
Konsep Pokok penelitian tindakan dengan model Kurt Lewin terdiri dari
empat komponen yang saling berhubungan, keempat komponen tersebut
dipandang sebagai siklus. Komponen-komponen tersebut yaitu:
a) Perencanaan
Perencanaan adalah pengembangan rencana tindakan yang secara kritis
untuk meningkatkan apa yang telah terjadi. Rencana PTK disusun
berdasarkan pengamatan awal yang reflektif, hasil pengamatan tersebut
dicatat kemudian catatan tersebut dicermati bersama untuk melihat
masalah-masalah yang ada dan aspek apa yang perlu ditingkatkan dalam
b) Tindakan
Tindakan dalam PTK adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dan
terkendali, yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana.
Tindakan yang dilakukan haruslah tindakan yang terencana.
c) Pengamatan
Pengamatan atau observasi dalam PTK adalah kegiatan pengumpulan
data yang berupa proses perubahan kinerja proses belajar mengajar.
Observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan
terkait.
d) Refleksi
Refleksi adalah mengingat dan merenungkan suatu tindakan persis seperti
yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi memiliki aspek evaluatif
reflektif meminta peneliti PTK untuk menimbang-nimbang.
2) Model Kemmis & MC Taggart
Siklus diartikan sebagai putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan,
tindakan, pengamatan dan refleksi. Kemmis & MC Taggart
menggambarkan bahwa pada penelitian tindakan tedapat 2 siklus, akan
tetapi dalam pelaksanaannya jumlah siklus sangat bergantung kepada
permasalahan yang perlu diselesaikan.
3) Model John Illiot
John Illiot berpendapat bahwa di dalam satu tindakan terdiri dari beberapa
langkah tindakan 3. Adanya langkah-langkah untuk setiap tindakan ini
dengan dasar pemikiran bahwa di dalam mata pelajaran terdiri dari
berbagai pokok bahasan dan setiap pokok bahasan terdiri dari beberapa
materi, yang tidak dapat diselesaikan dalam sekali waktu. Oleh karena itu,
untuk menyelesaikan satu pokok bahasan tertentu diperlukan beberapa
kali tindakan yang terealisasi dalam kegiatan belajar mengajar.
4) Model Hopkins
Menurut Hopkins langkah PTK terdiri dari: ambil start, audit,
perencanaan konstruksi, perencanaan tindakan target, tugas, kriteria
keberhasilan, implementasi, evaluasi, menopang komitmen, cek
kemajuan, mengatasi masalah, cek hasil, pengambilan stok, pelaporan.
5) Model MC Kernan
Menurut MC Kernan ada tujuh langkah yang harus dicermati dalam PTK:
a) Analisis situasi/kenal medan
b) Perumusan dan klarifikasi permasalahan
c) Hipotesis tindakan
d) Perencanaan tindakan
e) Penerapan tindakan dengan monitoringnya
f) Evaluasi hasil tindakan
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Metode role playing telah digunakan dalam proses pembelajaran
khususnya pembelajaran IPS. Metode ini sering digunakan dari Sekolah Dasar
sampai tingkat perguruan tinggi untuk meningkatkan pemahaman konsep belajar.
Berikut ini beberapa penelitian sebelumnya tentang metode role playing, minat,
dan prestasi:
Skripsi pertama yang digunakan peneliti sebagai penelitian yang relevan
adalah skripsi Ratna Sulistiyaningrum dengan judul pengaruh pembelajaran
fisika menggunakan metode role play pada pokok bahasan gerak lurus terhadap
keterlibatan, minat dan prestasi belajar siswa di SMP N 2 Moyudan. Dari
treatment yang dilakukan, data menunjukan rata-rata skor minat adalah 77,15%
menunjukan bahwa siswa berminat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan metode role play. Prestasi belajar juga menunjukkan adanya
peningkatan pada kelas yang menggunakan metode role play. Kontribusi
penelitian ini untuk peneliti adalah memberikan gambaran dan pengetahuan baru
bahwa dengan metode role playing dapat meningkatkan minat dan prestasi
siswa.
Skripsi kedua yang digunakan oleh peneliti berjudul “Penerapan Metode
Role Playing Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Materi Analisis Bukti
Transaksi dan Pencatatan Bukti Transaksi ke Dalam Jurnal Umum pada Siklus
Akuntansi Perusahaan Jasa Siswa Kelas XI IPS ” yang disusun oleh Victori
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa XI IPS
SMAN 2 Yogyakarta pada materi analisis bukti transaksi dan pencatatan bukti
transaksi ke dalam jurnal umum. Penelitian ini didasari dengan masih banyaknya
pembelajaran konvensional, dimana guru lebih banyak memberikan materi
pembelajaran secara oral. Sedangkan siswa cenderung pasif dalam proses
pembelajaran. Sehingga peneliti memutuskan untuk menggunakan metode role
playing sebagai salah satu metode yang dapat meningkatkan keaktifan dan
pemahaman siswa. Metode role playing dapat memberikan pengalaman bagi
siswa merasakan gambaran praktik nyata akutansi diterapkan di dunia usaha .
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian ini adalah
siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Yogyakarta. Peneliti menggunakan pre tes
sebelum penggunaan metode inquiry dan post test sesudah pelaksanaan metode
role playng. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya peningkatan skor pre
tes dan post tes siswa, pre tes siswa yang semula 2,54 pada post tes meningkat
menjadi 7,28. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode role playing dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS 2 SMA negeri 2 Yogyakarta.
Skripsi ketiga yang ketiga berjudul “penerapan Metode Role Playing
Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Materi Siklus Akuntansi Perusahaan
Jasa Siswa Kelas XII Sosial” yang disusun oleh Felix Wintala, prodi Pendidikan
Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, FKIP, USD, 2011.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantu meningkatkan pemahaman
playing. Penelitian ini didasari dengan masih banyaknya pembelajaran
konvensional dan seringkali pembelajaran yang terjadi hanya satu arah saja.
Sehingga siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Sehingga peneliti
memutuskan untuk menggunakan metode role playing sebagai salah satu
metode yang dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa. Metode role
playing dapat memberikan pengalaman bagi siswa merasakan gambaran praktik
nyata akutansi diterapkan di dunia usaha. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XII Sosial 3 SMA
Kolese De Britto. Peneliti menggunakan pre tast sebelum penggunaan metode
role playing dan post test sesudah pelaksanaan metode role playng. Hasil dari
penelitian ini menunjukan adanya peningkatan skor pre tes dan post tes siswa,
pre tes siswa yang semula 4,48 pada post tes meningkat menjadi 5,97.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode role playing dapat membantu
siswa kelas XII Sosial 3 SMA Kolese De Britto Yogyakarta meningkatkan
pemahaman terhadap siklus akuntansi perusahaan jasa.
2.3 Skema Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian menggunakan metode role playing yang sudah
dilakukan sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Victori Venny dan
Felix Wintala yang menunjukkan dengan menggunakan metode role playing
mampu meningkatkan prestasi belajar siswa SMA. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Ratna Sulistyaningrum menunjukkan bahwa penggunaan metode
Dari ketiga penelitian tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul
Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VD SDN Ungaran 1
dengan Menggunakan Metode Role Playing. Bagan 2.1 menunjukkan posisi
penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Bagan 2.1 Skema Penelitian yang Relevan
2.4 Kerangka Berfikir
Pembelajaran IPS merupakan suatu pembelajaran yang rentan akan minat
dan perhatian dari siswa, karena dalam pembelajaran ini cenderung berisi hafalan
dan informasi-informasi yang susah untuk dipahami siswa. Apalagi jika metode
Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VD
SDN Ungaran 1 Menggunakan Metode Role Playing
Skripsi Ratna Sulistiyaningrum dengan judul pengaruh pembelajaran fisika menggunakan metode role play pada
pokok bahasan gerak lurus terhadap keterlibatan, minat dan prestasi belajar siswa di SMP N 2 Moyudan Tahun 2012
Penerapan Metode Role Playing
Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Materi Analisis Bukti
Transaksi dan Pencatatan Bukti Transaksi ke Dalam Jurnal Umum pada Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa Siswa
Kelas XI IPS ” yang disusun oleh Victori
Venny Nawang Setyaningrum, prodi Pendidikan Akuntansi, JIP, FKIP, USD
tahun 2011
penerapan Metode Role Playing Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Materi Siklus Akuntansi
Perusahaan Jasa Siswa Kelas XII Sosial”
yang disusun oleh Felix Wintala, prodi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
yang digunakan kurang tepat maka siswa akan lebih sulit untuk memahami dan
cenderung tidak berminat pada mata pelajaran ini. Minat merupakan suatu faktor
yang utama dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, apabila seorang siswa
mempunyai minat yang baik maka ia akan dengan antusias mengikuti
pembelajaran, yang akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Pemilihan
metode ceramah misalnya, metode ini sering digunakan guru dalam
pembelajaran IPS, dan siswa terlihat bosan dan tidak memperhatikan penjelasan
guru. Selain itu partisipasi siswa dalam pembelajaran yang menggunakan metode
ceramah juga lebih sedikit dibandingkan dengan metode-metode pembelajaran
inovatif.
Pemilihan suatu metode yang cocok dan menarik akan meningkatkan minat
siswa pada suatu mata pelajaran. Pemilihan metode yang sesuai juga dapat
meningkatkan partisipasi siswa dalam suatu pembelajaran, sehingga prestasi
belajar siswa dapat meningkat. Salah satu metode yang dapat meningkatkan
minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran adalah metode role playing.
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran
melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Dengan metode ini
siswa tidak hanya mendengarkan ceramah dari guru ataupun menghafal
informasi-informa dari sumber, tapi ikut berperan aktif dalam pembelajaran yang
dapat kita atur sesuai dengan materi atau tujuan pembelajaran seperti apa yang
2.5 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dirumuskan maka disusun
hipotesis tindakan dalam penelitian ini. Hipotesis tindakan tersebut adalah:
a. Metode role playing meningkatkan minat siswa kelas V D SD Negeri
Ungaran 1 pada mata pelajaran IPS melalui kegiatan yang membuat siswa
berminat terhadap pembelajaran. Adapun indikasi siswa berminat terhadap
pembelajaran adalah siswa berkeinginan untuk mengetahui pembelajaran,
siswa berpartisipasi dalam pembelajaran, siswa mempunyai perhatian
terhadap pembelajaran, siswa mempunyai perasaan senang terhadap
pembelajaran
b. Metode role playing meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V D SD
Negeri Ungaran 1 pada mata pelajaran IPS melalui penerapan drama siswa.
Role playing yang dilakukan siswa ini akan menjadikan siswa terlibat dalam
pembelajaran, mereka akan menemukan informasi sendiri, dan belajar sambil
Bab III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dikemukakan Kemmis dan MC Taggart pada
hakekatnya berupa perangkat-perangkat dan untaian-untaian dengan satu
perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu: perencanaan, tindakan,
pengamatan dan refleksi. Keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu
siklus, (Kusumah dan Dwitagama. 2008:21).
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengamatan Refleksi
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengamatan Refleksi
Siklus I
Siklus II
Menurut Kemmis dan Mc Taggart (1998, dalam Kunandar, 2008) empat
aspek pokok dalam PTK adalah:
1) Penyusunan rencana
Tahap penyusunan rencana dimulai dengan melakukan wawancara
kepada guru kelas mengenai masalah yang terjadi dalam kelas. Setelah
melakukan wawancara peneliti melakukan observasi pada mata pelajaran
IPS. Selanjutnya peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
(Silabus, RPP, materi ajar, soal evaluasi), instrumen penelitian, dan
media yang digunakan. Peneliti juga melakukan validasi kepada 3 ahli
yang teridiri dari: dosen, kepala sekolah dan guru.
2) Pelaksanaan/tindakan
Siklus 1 dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan, yang meliputi:
Pertemuan 1, pada pertemuan 1 ini siswa dijelaskan mengenai
role playing. Selanjutnya siswa diminta untuk melihat video drama siswa
dan siswa dibagi dalam kelompok. Kemudian siswa diminta untuk
membuat naskah drama dalam kelompok.
Pertemuan 2, pada pertemuan ke-2 ini siswa melakukan
pembelajaran dengan metode role playing. Siswa melakukan mini drama
sesuai dengan materi yang diberikan kepada kelompok masing-masing.
Drama siswa ini akan direkam untuk diputarkan kembali pada pertemuan
Pertemuan 3. Pada pertemuan terakhir ini, siswa diputarkan
kembali video rekaman drama siswa pada pertemuan sebelumnya.
Dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab dan terakhir siswa
mengerjakan soal evaluasi.
3) Pengamatan/observasi
Observasi dilakukan di awal, dan digunakan untuk melihat minat siswa,
sedangkan pada tahap ini observasi dilakukan untuk mengetahui jalannya
proses pembelajaran pada siklus 1. Untuk menentukan ketercapaian
indikator minat dapat dilihat menggunakan kuisioner yang dibagikan
kepada siswa.
4) Refleksi
Pada tahap refleksi peneliti bersama guru melakukan diskusi mengenai
proses pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus 1. Pada tahap
refleksi ini juga dilihat hasil capaian telah mencapai target capaian atau
belum. Dari refleksi ini juga ditentukan akan melanjutkan ke siklus 2 atau
tidak perlu melanjutkan.
3.2 Setting Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
SD Negeri Ungaran I yang beralamat di Serma Taruna R 3, Kota Baru,
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan pada semester genap tahun
ajaran 2012/2013 yakni bulan Januari-Juli 2013.
3.3 Subjek dan Objek Penelitian
3.3.1 Subjek Penelitian
Siswa kelas V D SD Negeri Ungaran I Yogyakarta tahun ajaran
2012/2013 yang berjumlah 34 orang.
3.3.2 Objek Penelitian
Peningkatan minat dan prestasi belajar dengan menggunakan metode
role playing dalam kompetensi dasar menghargai jasa dan peran tokoh
perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V
D SD Negeri Ungaran I Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.
3.4 Indikator dan Pengukuram
Untuk mengetahui keberhasilan suatu penelitian maka dalam penelitian
perlu melihat ketercapaian indikator penelitian tersebut. Dibawah ini adalah
deskripsi indikator keberhasilan yang ditargetkan oleh peneliti dalam
Tabel 3.1. Indikator Ketercapaian
Variabel
Kondisi
awal Deskriptor
Siklus I
Target Pencapaian
a. Minat Siswa
1) Jumlah siswa yang
mempunyai keinginan untuk mengetahui pembelajaran
2) Jumlah siswa yang ikut berartisipasi dalam pembelajaran
3) Jumlah siswa yang
mempunyai perhatian dalam pembelajaran
4) Perasaan senang dalam
pembelajaran
b. Prestasi belajar siswa
Lolos KKM yang dibuat sekolah yaitu 75
29%
29%
32%
21%
24 %
Jumlah siswa yang mempunyai keinginan untuk mengetahui pembelajaran dibagi jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100%
Jumlah siswa yang ikut berpartisipasi dalam pembelajaran dibagi jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100%
Jumlah siswa yang mempunyai
perhatian dalam pembelajaran dibagi jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100%
Jumlah siswa yang
mempunyai perasaan senang dalam pembelajaran dibagi jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100%
Jumlah siswa yang nilainya diatas KKM dibagi dengan jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100%
40%
46%
50%
37%
39%
Apabila dalam pelaksanaan siklus I tidak mencapai target pencapaian
maka peneliti perlu melakukan siklus II untuk memperbaiki siklus I. Siklus II
apa saja yang perlu dipertahankan dan hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki
dan ditambah dengan perlakuan lain.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini peneliti melakukan
beberapa teknik pengumpulan data. Tabel 3.2 berikut ini menunjukan variabel
penelitian beserta instrumen yang digunakan.
Tabel 3.2. Variabel penelitian, teknik pengumpulan data dan instrumen yang
digunakan
No Variabel Kriteria Jenis
Instrumen
Teknik Pengumpulan
Data
Instrumen
1 Minat
Presentase jumlah siswa yang mencapai kriteria minimal cukup
Non tes
Kuesioner Lembar Kuesioner
Observasi Lembar Observasi Wawancara Wawancara Dokumentasi Dokumentasi
2 Prestasi belajar
Presentase jumlah siswa yang mencapai KKM
Tes dan Non tes
3.5.1 Wawancara
Wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara
verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau
penjelasan hal-hal yang dipandang perlu dan memiliki relevansi dengan
permasalahan penelitian tindakan kelas (Kunandar, 2008:157). Wawancara
dilakukan peneliti dengan guru kelas untuk mengetahui permasalahan yang
dihadapi guru saat mengajar di kelas tersebut.
3.5.2 Observasi
Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk
memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran (Kunandar,
2008:143). Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi terbuka, dimana
peneliti dalam pengamatanya mencatat segala sesuatu yang terjadi di kelas.
Tujuan peneliti melakukan observasi ini dalah untuk menggambarkan situasi
kelas selengkapnya, sehingga diketahui permasalahan apa yang ada di dalam
kelas tersebut.
3.5.3 Dokumentasi
Dokumen-dokumen yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data
penelitian adalah dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan yang
dilakukan peneliti dalam penelitian tindakan kelas. Contoh
dokumen-dokumen tersebut antara lain; silabus, RPP, laporan-laporan tugas siswa dan
Selain itu, peneliti juga menggunakan dokumen hasil tes tertulis yang
diberikan kepada siswa untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen pengukuran merupakan instrumen yang digunakan untuk
mengukur variabel penelitian yang berupa soal evaluasi, rubrik psikomotor
dan rubrik afektif. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengukur
minat siswa adalah angket. Selain angket peneliti juga menggunakan
observasi, namun observasi ini hanya digunakan sebagai data pendamping
saja.
3.6.1 Observasi
Lembar observasi digunakan peneliti untuk mengetahui minat belajar
siswa dalam pembelajan IPS selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Pada penelitian ini observasi hanya digunakan sebagai data pendamping saja,
data utama yang digunakan adalah data angket minat siswa. Kegiatan
observasi dilaksanakan peneliti atau rekan sejawat. Seperti yang diungkapkan
Djamarah (2002: 132) indikator yang akan dilihat dalam observasi adalah
sebagai berikut:
1) Keinginan untuk mengetahui pembelajaran
2) Partisipasi dalam pembelajaran
3) Perhatian dalam pembelajaran
Tabel 3.3. Kisi-kisi observasi minat
Variabel Indikator No Item
Minat 1) Keinginan untuk mengetahui
pembelajaran
1
2) Partisipasi dalam pembelajaran 2
3) Perhatian dalam pembelajaran 3
Untuk menilai drama siswa peneliti melakukan observasi menggunakan
lembar observasi penilaian drama siswa. Tabel 3.4 menunjukkan rubrik
penilaian drama siswa yang digunakan peneliti.
Tabel 3.4. Rubrik Penilaian Drama
No Aspek Skor
1 2 3
1 Isi
- Sesuai dengan materi
yang ada
- Menggambarakan situasi
saat itu
- Jelas dan mudah diterima
Ada 1 aspek yang terpenuhi
Ada dua aspek yang terpenuhi
Ketiga aspek dipenuhi
2 Pembagian tugas
- Semua anggota
mendapatkan tugas dan berperan aktif dalam kelompok (dalam pembagian peran maupun penyusunan naskah)
Ada lebih dari dua anggota yang tidak ikut dalam
penyusunan naskahh maupun pementasan
Ada 2 anggota kelompok yang tidak ikut dalam
penyusunan naskahh maupun pementasan
Semua anggota mendapatkan tugas dan berperan aktif dalam kelompok (dalam pembagian peran maupun penyusunan naskah)
3 Kreativitas
- Menggunakan properti
yang tepat
- Dialog tidak monoton
- Gestur dan bloking yang bervariasi
Ada 1 aspek yang terpenuhi
Ada dua aspek yang terpenuhi
3.6.2 Kuesioner
Kuesioner diberikan untuk mengetahui hasil tanggapan dan minat siswa
dalam mengikuti pembelajaran. Peneliti juga membuat kisi-kisi dari kuesioner
yang akan digunakan dalam penelitian, kisi-kisi kuesioner dapat dilihat pada
tabel 3.5.
Tabel 3.5. Kisi-kisi kuesioner minat siswa
No Indikator Pernyataan
1 Perhatian dalam proses pembelajaran IPS
Saya memperhatikan penjelasan guru ketika pelajaran berlangsung,
Saya tertarik memperhatikan
pembelajaran daripada berbicara dengan teman
Saya tetap memperhatikan pembelajaran walaupun ada teman yang mengganggu baik dari dalam kelas maupun dari luar kelas
2 Keterlibatan siswa dalam pembelajaran IPS
Saya membaca buku IPS sebelum materi pelajaran di sampaikan oleh guru, , Saya mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
Saya membawa buku IPS ketika pelajaran.
3 Kemauan
mengembangkan diri
Saya terlibat aktif dalam diskusi dan tanya jawab di kelas
Saya menjawab pertanyaan dari guru tanpa harus ditunjuk
Saya mengikuti semua kegiatan dalam proses pembelajaran hari ini
4 Perasaan senang belajar IPS
Saya mengikuti pembelajaran IPS dengan antusias
Saya ingin segera mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
Untuk menghitung penilaian pada lembar kuesioner, peneliti
menggunakan pedoman penilaian kuesioner. Pedoman penilaian kuesioner
dapat kita lihat pada tabel 3.6.
Tabel 3.6. Pedoman penilaian kuesioner minat siswa
Jenis
Skor Per Item Penskoran Objektif
Selalu = 4 Sering = 3 Kadang = 2 Tidak Pernah = 1
Skor Perolehan x 1
Nilai yang diperoleh =
3.6.3 Tes
Menurut Supardi (2011:35) tes merupakan cara untuk memperoleh
informasi melalui pertanyaan yang memerlukan jawaban betul atau salah. Ada
dua bentuk soal tes tertulis, yaitu; 1) memilih jawaban, dalam pilihan ganda,
dua pilihan (benar-salah, ya-tidak), menjodohkan dan sebab-akibat. 2) Uraian,
dibedakan menjadi uraian singkat dan uaraian bebas. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan tes berbentuk memilih jawaban, yaitu pilihan ganda dan
uraian. Kisi-kisi soal yang digunakan peneliti dapat dilihat pada tabel 3.7
Tabel 3.7. Kisi-kisi soal
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Materi
Pokok Indikator
No Soal Pilihan
Ganda Uraian
2. Menghargai peranantokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan
mempertahankaan kemerdekaan Indonesia
2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan
Peristiwa-peristiwa sebelum proklamasi kemerdekaan
2.3.1 Menyebutka n 4 tokoh yang terkait dengan peristiwa penyerahan Jepang pada sekutu
1
1 4
5 11
30
2.3.2 Menyebutka n 4 tokoh pemuda yang berperan dalam persiapan proklamasi kemerdekaa n
6
2 8
20
2.3.3 Menjelaskan 4 inti peristiwa Rengasdeng klok
12 3
2.3.4 Mendeskripsi kan penyusunan naskah proklamasi
13
4 14
16
27
2.3.5 Menyebutka n 5 tokoh yang berperan saat detik-detik proklamasi
18
5 19
22 23
24
2.3.6 Menjelaskan peranan 5 tokoh detik-detik proklamasi
15
5 17
Selain soal pilihan ganda peneliti juga memberikan soal uraian untuk
mengetahui pemahaman siswa. Rubrik uraian digunakan untuk memberikan
standar penilaian yang tetap untuk setiap jawaban siswa. Rubrik uraian yang
digunakan oleh peneliti dapat dilihat pada tabel 3.8.
Tabel 3.8. Rubrik Penilaian Tes Uraian
No Pertanyaan Skor
1 2 3 4
1 Sebutkan 3 tokoh yang
menemui Jendral Terauchi di Vietnam!
Mampu menyebutkan 1 tokoh
Mampu menyebutkan 2 tokoh
Mampu menyebutkan 3 tokoh tetapi bukan nama lengkap
Mampu menyebutkan 3 tokoh dengan nama lengkap
2 Sebutkan 4 tokoh golongan
muda!
Mampu menyebutkan 1 tokoh
Mampu menyebutkan 2 tokoh
Mampu menyebutkan 3 tokoh
Mampu menyebutkan 4 tokoh
3 Apa yang dimaksud
dengan peristiwa
Rengasdengklok? Jelaskan secara lengkap!
Aspek yang dinilai: Mampu menuliskan waktu, tanggal, tokoh, dan keputusan dari peristiwa Rengasdengklok
Mampu menuliskan 1 aspek
Mampu menuliskan 2 aspek
Mampu menuliskan 3 aspek
Mampu menuliskan 4 aspek
4 Tuliskan naskah proklamasi
sesuai dengan aslinya! Aspek yang dinilai: Mampu menuliskan heading, paragraf 1, paragraf 2, dan waktu (hari dan tanggal) dengan tepat
Mampu menuliskan 1 aspek dengan tepat
Mampu menuliskan 2 aspek dengan tepat
Mampu menuliskan 3 aspek dengan tepat
Mampu menuliskan 4 aspek dengan tepat
5 Sebutkan 5 tokoh beserta
peranannya dalam peristiwa detik-detik proklamasi!
Mampu menyebutkan krang dari 3 tokoh beserta perannya dengan tepat
Mampu menyebutkan 3 tokoh beserta perannya dengan tepat
Mampu menyebutkan 4 tokoh beserta perannya dengan tepat
Mampu menyebutkan 5 tokoh beserta perannya dengan tepat
Untuk menilai aspek afektif siswa, peneliti menggunakan rubrik
dalam berdiskusi dan kemampuan siswa dalam menyusun naskah drama.
Rubrik penilaian afektif siswa dapat dilihat pada tabel 3.9.
Tabel 3.9. Rubrik Penilaian Aspek Afektif
No. Kriteria Penilaian Skor
1 2 3
1. Sikap terhadap fenomena tertentu (responding to phenomena) , indikator: - Mau mengerjakan tugas
sesuai petunjuk guru - Mau berpartisipasi dalam
diskusi kelompok kecil - Mau membantu siswa lain
dalam satu kelompok saat menemui kesulitan mengerjakan tugas
Siswa hanya melakukan 1 macam aktivitas dari 3 aktivitas yang ditentukan dalam indikator
Siswa hanya melakukan 2 macam aktivitas dari 3 aktivitas yang ditentukan dalam indikator
Siswa mampu melakukan 3 aktivitas yang ditentukan dalam indikator
2. Kemampuan
mengorganisasikan kegiatan
Mampu
menyelesaikan tugas dalam waktu lebih dari 40 menit baik diselingi bermain dengan siswa lain ketika mengerjakan tugas ataupun tidak
Mampu menyelesaikan tugas dalam waktu 40 baik diselingi bermain dengan siswa lain ketika mengerjakan tugas ataupun tidak
Mampu menyelesaikan tugas dalam waktu 30 menit dan tidak bermain dengan siswa lain sebelum selesai mengerjakan tugas
3.7 Teknik Analisa Data
3.7.1 Analisis Data
Data yang akan dianalisis adalah data minat belajar siswa dan prestasi
belajar siswa. Data minat dianalisis dari hasil angket atau kuesioner, observasi
dan data prestasi belajar siswa dari hasil mengerjakan evaluasi yang diberikan
kepada siswa.
a. Analisis minat siswa
Persentase tiap indikator :
x 100%
2) Dalam menghitung presentase minat belajar siswa dari hasil angket atau
kuesioner peneliti menggunakan model PAP tipe 1 untuk menentukan
kriteria ketuntasan minimal minat. Alasan peneliti menggunakan model
PAP I karena model PAP I membrikan kriteria ketuntasan tertinggi yaitu
65%. Dalam menganalisis minat peneliti menggunakan presentase dari ke
4 indikator.
Tabel 3.10. Tingkat Penguasaan Kompetensi PAP I
Tingkat penguasaan kompetensi Nilai huruf Katagori
90%-100% A Sangat berminat
80%-89% B Berminat
65%-79% C Cukup berminat
55%-64% D Kurang berminat
Dibawah 55% E Tidak berminat
Penskoran
Dalam kuesioner minat terdapat 12 pernyataan. Setiap pernyataan
memiliki 4 pilihan jawaban selalu, sering, kadang, dan tidak pernah. Skor
pilihan jawaban adalah 1, 2, 4 dan 5, peneliti tidak menggunkan skor 3
dikarenakan skor 3 berada pada posisi tengah yang sulit dikategorikan
berminat atau tidak. Setelah dilakukan perhitungan kuesioner, akan
dilakukan penilaian atas jawaban siswa. Skor pilihan jawaban dapat
Tabel 3.11. Skor Pilihan Jawaban
Pilihan jawaban Skor
Selalu 5
Sering 4
Kadang 2
Tidak pernah 1
Perhitungan
Skor maksimal = 3 x 5
= 15
Skor minimal = 1 x 3
= 3
Range = 15 – 3
= 12
Tabel 3.12 Batas Nilai
Tingkat penguasaan kompetensi
Nilai huruf Kategori
90% x 12 = 11-15 A Sangat berminat
80% x 12= 10 B Berminat
65% x 12 = 8-9 C Cukup berminat
55% x 12 = 7 D Kurang berminat
b. Analisis prestasi belajar siswa
1) Menghitung nilai ulangan siswa
Nilai =
x 100
2) Menghitung nilai rata-rata siswa dalam kelas
Nilai Rata-rata =
x 100%
3.8 Validitas, Reliabilitas Instrumen dan Indeks Kesukaran
Instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini meliputi
silabus, RPP, ringkasan materi, angket minat, rubrik darma, dan soal evaluasi
berupa soal pilihan ganda dan uraian. Instrumen pembelajaran tersebut di
ujikan validitas dan reabilitasnya sebelum diterapkan ke dalam penelitian.
3.8.1 Validitas
Validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep
yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai
(Sudjana, 2009:12). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
construct validity, content validity, dan face validity.
a. Validasi konstruk (Construct validity)
Construct validity atau validasi konstruk merupakan derajat yang
2008:33). Proses melakukan validasi konstruk dapat dilakukan dengan cara
melibatkan hipotesis testing yang dideduksi dari teori yang menyangkut
dengan konstruk yang relevan.
b. Validasi isi (Content validity)
Content validity atau validasi isi ialah derajat dimana sebuah tes evaluasi
mengukur cakupan substansi yang ingin diukur (Sukardi, 2008:32). Validasi
isi mempunyai peran yang sangat penting untuk tes pencapaian hasil belajar.
Validasi isi pada umumnya ditentukan melalui pertimbangan para ahli,
pertimbangan para ahli tersebut biasanya menyangkut cakupan semua aspek
yang hendak diukur melalui interprestasi item pernyataan dalam tes.
B. Face validity.
Face validity menunjuk kepada 2 arti yaitu menyangkut pengukuran
atribut yang konkret serta menyangkut penilaian dari para ahli maupun
konsumen alat ukur tersebut.
Pada penelitian ini peneliti melakukan expert judgement (uji construct
validity dan content validity) kepada 3 orang validator yaitu dosen, kepala
sekolah, dan guru kelas. Uji validitas tersebut terdiri dari instrumen
pembelajaran yang akan digunakan yaitu Silabus, RPP, materi, rubrik
penilaian serta soal evaluasi. Penilaian instrumen pembelajaran tersebut
menggunakan tabel penilaian dengan Skala Likert 1, 2, 4 dan 5. Skor terendah
sedangkan skor tertinggi yaitu 5 yang berarti sangat baik. Peneliti sengaja
tidak menggunakan skor 3 dikarenakan skor 3 merupakan skor tengah antara 1
sampai 5 yang sulit untuk dikategorikan ke dalam nilai rendah atau tinggi.
Peneliti akan menghitung rata-rata nilai dari ketiga validator, jika terdapat
rata-rata nilai dari suatu item yang kurang atau sama dengan 3 maka peneliti
akan memperbaiki atau mengganti item tersebut. Komponen penilaian silabus
pada tabel 3.13 dan RPP dapat dilihat pada tabel 3.14.
Validator pertama adalah Dosen Micro teaching. Peneliti memilih beliau
dikrenakan jabatan beliau sebagai dosen micro teaching, sehingga beliau telah
ahli dalam seluk beluk instrument pembelajaran. Penilaian beliau tehadap
silabus peneliti bervariasi antara skala 2 samapai dengan 5. Penilaian lengkap
beliau terhadap silabus yang dibuat oleh peneliti dapat dilihat pada tabel 3.13.
Dalam menguji ketepatan RPP validator pertama memberikan nilai
paling rendah 1 yaitu pada komponen penilaian pendekan model pembelajaran
dan alokasi watu. Nilai paling tinggi atau 5 diberikan kepada beberapa item,
diantaranya adalah tingkat kesesuaian indikator, tujuan dan penilaian,
ketepatan memilih pembelajaran. Penilaian lengkap beliau terhadap RPP
yang dibuat oleh peneliti dapat dilihat pada tabel 3.14.
Dalam menguji LKS dan bahan ajar pun penilaian beliau tehadap
silabus peneliti bervariasi antara skala 1 samapai dengan 5. Penilaian lengkap
Penilaian lengkap beliau terhadap bahan ajar yang dibuat oleh peneliti dapat
dilihat pada tabel 3.16.
Validator kedua adalah kepala sekolah. Peneliti memilih kepala sekolah
sebagai validator dikarenakan kepala sekolah tersebut telah mempunyai
wawasan yang luas dan berkompetensi dalam bidangnya terutama dalam
bidang pendidikan. Penilaian beliau tehadap silabus peneliti bervariasi antara
skala 2 sampai dengan 5. Penilaian lengkap beliau terhadap silabus yang
dibuat oleh peneliti dapat dilihat pada tabel 3.13.
Dalam menguji ketepatan RPP beliau memberikan nilai paling rendah 1
yaitu pada komponen penilaian pendekan model pembelajaran dan alokasi
waktu. Nilai paling tinggi atau 5 diberikan kepada beberapa item, diantaranya
adalah tingkat kesesuaian indikator, tujuan dan penilaian, ketepatan memilih
pembelajaran. Penilaian lengkap beliau terhadap RPP yang dibuat oleh
peneliti dapat dilihat pada tabel 3.14.
Dalam menguji LKS dan bahan ajar pun penilaian beliau tehadap
silabus silabus peneliti bervariasi antara skala 1 sampai dengan 5. Penilaian
lengkap beliau terhadap LKS yang dibuat oleh peneliti dapat dilihat pada
tabel 3.15. Penilaian lengkap beliau terhadap bahan ajar yang dibuat oleh
peneliti dapat dilihat pada tabel 3.16.
Validator ketiga yaitu guru kelas. Peneliti memilih guru kelas ini karena
beliau telah cukup lama mengajar dan beliau termasuk dalam salah satu guru