RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 1 Rencana Tata Ruang Wilayah memuat arahan struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang
adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan
fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Pembangunan bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang
tertuang dalam RTRW, selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan
juga dapat mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan fungsi ruang
dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
3.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan Pemerintah No.
26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang dijadikan sebagai
pedoman untuk:
a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional,
b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,
c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional,
d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
provinsi, serta keserasian antarsektor,
e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,
f. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan
g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM
kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
3
3 - 2 ▪ Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi
skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Kriteria:
▪ Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN,
▪ Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan
jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau
▪ Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
Kriteria:
▪ Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara
tetangga,
▪ Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang
menghubungkan dengan negara tetangga,
▪ Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan
wilayah sekitarnya, dan/atau
▪ Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong
perkembangan kawasan di sekitarnya.
d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:
▪ Pertahanan dan keamanan,
✓ diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 3 ✓ diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi
dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem
persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau
✓ merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.
▪ Pertumbuhan ekonomi,
✓ memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,
✓ memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi
nasional,
✓ memiliki potensi ekspor,
✓ didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi,
✓ memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,
✓ berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan nasional,
✓ berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi nasional, atau
✓ ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
▪ Sosial dan budaya
✓ merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya
nasional,
✓ merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa,
✓ merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan,
✓ merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional,
✓ memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau
✓ memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.
▪ Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi
✓ diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu
✓ pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional,
pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir
✓ memiliki sumber daya alam strategis nasional
✓ berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa
✓ berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau
3 - 4 menimbulkan kerugian negara,
✓ memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro
✓ menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup
✓ rawan bencana alam nasional
✓ sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas
terhadap kelangsungan kehidupan.
Tabel 3.1 Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 22
3.2. RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW KSN dalam penyusunan RPI2-JM
Cipta Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
a. Cakupan delineasi wilayah yang ditetapkan dalam KSN.
b. Arahan kepentingan penetapan KSN, yang dapat berupa:
▪ Ekonomi
▪ Lingkungan Hidup
▪ Sosial Budaya
▪ Pendayagunaan Sumberdaya alam dan Teknologi Tinggi
▪ Pertahanan dan Keamanan
c. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup:
▪ Arahan pengembangan pola ruang:
✓ Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya
✓ Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan
RTH.
✓ Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan
prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase
✓ Indikasi program sebagai operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
Adapun RTRW KSN yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah sebagai berikut:
a. Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;
b. Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar,
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 23 c. Perpres No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros,
Sungguminasa, Takalar;
d. Perpres No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai,
Deli Serdang, dan Karo;
e. Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat
Sunda;
f. Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan
Karimun.
3.3. Arahan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau
Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau merupakan rencana rinci dan operasionalisasi dari
RTRWN. Adapun arahan yang harus diperhatikan dari RTR Pulau untuk penyusunan RPI2-JM
Kabupaten/Kota adalah:
a. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang antara lain mencakup arahan
pengembangan kawasan lindung dan budidaya, serta arahan pengembangan pola ruang
terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.
b. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang memberikan arahan batasan wilayah mana
yang dapat dikembangkan dan yang harus dikendalikan.
c. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta
Karya seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase,
RTH, rusunawa, agropolitan, dll.
Hingga saat ini RTRW Pulau yang telah ditetapkan adalah:
a. Perpres No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi;
b. Perpres No. 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan;
c. Perpres No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera;
d. Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali.
3.4. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi ditetapkan melalui Peraturan Daerah
Provinsi, dan beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW Provinsi untuk penyusunan
3 - 24 prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase
b. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta
Karya.
Hingga saat ini, RTRW Provinsi yang telah memiliki Perda adalah sebagai berikut:
a. Perda No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali;
b. Perda No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten;
c. Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu;
d. Perda No. 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta;
e. Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta;
f. Perda No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo;
g. Perda 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat;
h. Perda No. 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah;
i. Perda No. 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur;
j. Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung;
k. Perda No. 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat;
l. Perda No. 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur;
m. Perda No. 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan;
n. Perda No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat.
3.4.1. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur
3.4.1.1. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung Dan Budidaya
A. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melidungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 25 kondisi fisik wilayah meliputi kelerengan, ketinggian, curah hujan, jenis tanah, erodibilitas serta
ketebalan top soil, di Jawa Timur direncanakan :
a. Penambahan kawasan lindung baru yang berfungsi sebagai kawasan resapan air (perlindungan
bawahan) seluas 447.824,5 Ha.
Kawasan dengan fungsi perlindungan bawahan ini dapat juga berfungsi sebagai budidaya
khusus tanaman keras/tahunan sehingga tetap produktif tetapi tidak mengganggu tanaman
dan fungsinya sebagai kawasan lindung khususnya menjaga kestabilan tata air. Jenis tanaman
disesuaikan dengan potensi wilayah masing-masing kabupaten/kota terutama yang
membentuk ciri produk wilayah.
b. Untuk kawasan yang memiliki fungsi sebagai kawasan lindung terbatas atau kawasan yang
berada pada kelerengan 25 - 40 % juga merupakan kawasan penyangga yang dapat
dibudidayakan khusus untuk perkebunan tanaman tahunan yang berarti juga memiliki fungsi
sebagai kawasan lindung. Hal ini untuk melindungi fungsi perlindungan bawahan sebagai
kawasan resapan air, sehingga meskipun dibudidayakan tetapi tidak mengurangi fungsinya
sebagai kawasan lindung. Jenis tanaman yang diarahkan adalah tanaman buah-buahan, yang
disesuaikan dengan karakter masing-masing wilayah.
c. Di Propinsi Jawa Timur diperlukan alih fungsi hutan produksi menjadi hutan lindung seluas
251.618,03 Ha, karena hutan produksi ini terletak pada wilayah yang memiliki kelerengan lebih
dari 40 % dan secara teknis berada pada kawasan lindung. Untuk menjaga keseimbangan
lingkungan dan mencegah berulangnya kerusakan lingkungan khususnya tanah longsor dan
banjir akibat berkurangnya tutupan tanah yang memiliki kemampuan meresapkan air maka
alih fungsi ini harus dilakukan secara bertahap.
Berdasarkan kajian penetapan kawasan lindung yang dilakukan dan sinkronisasi secara
keseluruhan dengan kab/kota, maka penambahan kawasan resapan air sekaligus dapat
dibudidayakan perkebunan tanaman tahunan/tanaman keras dapat dilakukan secara bertahap.
Adapun wilayah yang memerlukan pengembangan hutan atau perkebunan ini meliputi: Kabupaten
Pacitan bagian Selatan, Kabupaten Blitar bagian Selatan dan utara, Kabupaten Malang bagian
Utara dan Selatan, Kabupaten Tulungagung bagian Utara, Kabupaten Kediri bagian Barat dan
Timur, Kabupaten Mojokerto bagian Barat, dan Kabupaten Banyuwangi bagian timur dan Utara.
Pada kawasan ini dilarang melakukan perubahan fungsi lindung mengingat perubahan ini rawan
menimbulkan erosi, banjir dan bencana alam lainnya. Kawasan lindung ini vegerasi yang terbaik
3 - 26 menjadi kawasan budidaya pada tahun 2003 sebesar 49.144 Ha. Pencegahan terjadinya alih fungsi
hutan ini serta upaya penyelamatan dan rehabilitasi kawasan lindung mengingat kondisi kawasan
konservasi semakin hari semakin memprihatinkan, bencana kekeringan saat kemarau dan banjir
serta longsor saat musim hujan terus terjadi.
Arahan pengelolaan kawasan lindung meliputi semua upaya perlindungan, pengawetan,
konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung
kehidupan secara serasi yang berkelanjutan. Maka tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan
budidaya, dan kawasan lindung meliputi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Arahan pengelolaan dalam upaya melestarikan kawasan lindung secara umum adalah
sebagai berikut:
a. Pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan hutan lindung.
b. Penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan hasil alih fungsi hutan produksi
menjadi hutan lindung.
c. Pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
d. Pengembangan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung.
e. Percepatan rehabilitasi lahan milik masyarakat yang termasuk kriteria kawasan lindung
dengan melakukan penanaman pohon lindung yang dapat di gunakan sebagai perlindungan
kawasan bawahannya yang dapat diambil hasil hutan non-kayunya.
f. Membuka jalur wisata jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam.
g. Pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan penelitian dan pengembangan
kecintaan terhadap alam.
h. Percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan tanaman yang sesuai dengan
fungsi lindung.
B. Arahan Pengelolaan Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya memiliki beberapa jenis pemanfaatan antara lain sebagai kawasan
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 27 pertambangan, perikanan, dan sebagainya. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan dengan motivasi
pembangunan di bidang perekonomian dan harus tetap memperhatikan pemeliharaan kualitas
lingkungan. Pengembangan kawasan budidaya disini adalah segala usaha untuk meningkatkan
pendayagunaan lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya
alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan
kelestarian ekosistem. Pengembangan kawasan budidaya dilakukan dengan jalan mendorong
pertumbuhan kegiatan usaha yang memanfaatkan lahan berdasarkan potensi dan fungsi kawasan
budidaya tersebut. Secara makro untuk memacu pertumbuhan di Propinsi Jawa Timur diperlukan
adanya penetapan kawasan yang dapat dikembangkan.
Arahan pengelolaan kawasan budidaya meliputi segala usaha untuk meningkatkan
pendayagunaan lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya
alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan
kelestarian ekosistem.
1. Kawasan Hutan Produksi
Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang dikelola untuk peningkatan kesejahteraan
penduduk, dalam arti keberadaan hutan produksi dapat difungsikan sebagai lahan produktif
dengan tidak mengganggu tegakan dan yang diambil hanya hasil dari tanaman tersebut.
Dengan demikian hutan produksi dibagi menjadi hutan produksi terbatas dan hutan produksi
tetap. Adapun luas rencana hutan produksi 561.335,37 Ha, yang terdiri dari:
a. Hutan Produksi Terbatas
Hutan produksi terbatas, ciri-ciri pokok kawasan hutan tetap terpelihara, pengolahan
hutan ini perlu mengindahkan prinsip-prinsip kelestariannya. Artinya kawasan hutan
produksi terbatas tidak boleh dilakukan alih fungsi penggunaannya, ini disebabkan hutan
produksi terbatas di dasarkan atas kondisi fisik lahan yang masuk dalam kategori kawasan
konservasi. Rencana penanganan kawasan hutan produksi terbatas adalah sebagai :
▪ Apabila melakukan penebangan, digunakan pola tebang pilih (stripcroping) agar
hutan yang ada dapat dikelola secara selektif, sehingga keutuhan hutannya sejauh
mungkin terpelihara. Kondisi tersebut dilakukan untuk menghindari adanya bencana
alam terutama longsor yang sekarang banyak terjadi di wilayah kabupaten kota,
mengingat berada pada kelerengan 25 – 40 % serta berada pada lokasi dengan
erodibilitas yang sangat tinggi.
▪ Pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta gangguan
3 - 28 Pada hutan produksi tetap pada dasarnya hasil hutan dapat dikelola seoptimal mungkin,
tetapi tetap memberlakukan prinsip dasarnya yakni “apa yang diambil dari alam harus
diganti dengan hal yang serupa kepada alam“ sehingga pengambilan hasil hutan harus
dilaksanakan secara bergilir dan dilakukan penanaman kembali sebagai bagian dari upaya
pelestarian sekaligus mempertahankan kualitas alam. Rencana penanganan kawasan
hutan produksi tetap, adalah :
▪ Pengusahaan hutan produksi melalui pemberian ijin HPH dengan menerapkan pola
tebang pilih (stripcroping)
▪ Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan HPH, dan tidak dapat dialih
fungsikan ke budidaya lainnya kecuali mengganti tanaman dengan tegakan yang
dapat memberikan fungsi perlindungan.
▪ Pengembangan zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan
dengan hutan lindung.
▪ Upaya pengembalian kondisi hutan bekas tebangan melalui reboisasi dan rehabilitasi
lahan kritis.
▪ Bila pada kawasan ini terdapat kawasan budidaya maka harus dibatasi dan tidak
boleh dikembangkan lebih lanjut.
2. Kawasan Pertanian
Lahan pertanian di Jawa Timur meliputi persawahan dan pertanian tanah kering. Perbedaan
mendasar dari keduanya adalah persawahan sepanjang tahun dapat ditanami padi karena
adanya cukup air, baik dari irigasi teknis maupun irigasi sederhana. Sedangkan pertanian
tanaman kering biasanya beragam, saat musim hujan ditanami padi dan saat kemarau
ditanami padi gogo atau palawija, misal : kacang hijau, kedelai, kacang tanah, ubi kayu.
Pertanian tanaman kering dalam rencana land use juga termasuk tegalan, kebun campur, dan
lahan pertanian yang tidak mendapat layanan irigasi.
a. Luas lahan yang dibudidayakan untuk pertanian di Jawa Timur tahun 2003 adalah:
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 29 ▪ Sawah tadah hujan 249.805 Ha
▪ Pertanian tanah kering 1.205.455,89 Ha
Dari areal sawah irigasi hanya 728.519 ha yang telah teraliri irigasi teknis sisanya seluas
263.159 Ha teraliri irigasi semi teknis, sederhan dan irigasi desa.
b. Rencana penggunaan tanah untuk persawahan dan pertanian tanaman kering dengan
memperhatikan daya dukung lahan rencana pengembangan jaringan irigasi di Jawa
Timur, dan proyeksi kebutuhan pangan serta potensi ekonomi adalah:
▪ Sawah Irigasi dipertahankan sebesar 991.678 Ha, dengan peningkatan jaringan irigasi
semi teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis yang tersebar di masing-masing
wilayah sungai.
Potensi pengembangan lahan pertanian tanaman semusim ini dikembangkan sesuai
dengan kondisi irigasi di masing-masing wilayah Kabupaten/kota, antara lain di
wilayah Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Gresik, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten
Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember,
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan
Kabupaten Sumenep.
▪ Proyeksi lahan pertanian hingga tahun 2020 dilakukan dengan memperhatikan
kecenderungan tingkat konsumsi penduduk terhadap komoditas padi (kebutuhan
beras), tingkat produksi padi, serta kecukupan kebutuhan pangan dengan
membandingkan tingkat produksi dan konsumsi.
▪ Pertanian Tanah Kering direncanakan seluas 568.298,57 Ha, sedangkan lahan seluas
637.146,95 di arahkan untuk pengembangan budidaya tanaman tahunan.
c. Arahan pengelolaan kawasan pertanian antara lain :
▪ Pengembangan sawah irigasi teknis atau pencetakan sawah baru dilakukan dengan
memprioritaskan perubahan dari sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi sejalan
3 - 30 practices
3. Kawasan Perikanan
Sumber daya perikanan Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu sumber daya hayati yang
cukup menonjol selain sektor produktif lainnya. Pemanfaatan sumber daya perikanan tersebut
belum digali dengan optimal serta mengedepankan prinsip-prinsip pelestarian sumber daya
dan pemanfaatan lestari.
Pada dasarnya rencana pengembangan kawasan perikanan kedepan lebih dititik beratkan
pada pengangkapan ikan laut serta budidaya perikanan mina padi, keramba. Dalam
menunjang pengembangan ekspor komoditi, pengembangan perikanan perlu didukung
dengan pengembangan pengelolaan pasca panennya berserta fasilitas penunjangnya yang
menunjang kualitas.
Pengembangan kawasan perikanan laut di Jawa Timur memiliki prospek yang dapat
diunggulkan, seperti adanya sentra pengembangan ikan laut di bagian pantai utara Jawa
Timur. Pelabuhan perikanan Brondong yang terletak di pantai utara Jawa Timur memiliki lokasi
yang strategis yang dapat dijadikan sebagai pilot project pengembangan PPI lainya terutama
di bagian selatan sebab Kawasan yang layak/fleksibel adalah Pantai Selatan Jawa Timur
(eksploitasi masih kurang dari 10% dari potensi Lestari) padahal perairan laut di bagian selatan
memiliki potensi yang cukup besar. Adapun arahan pengelolaan kawasan perikanan di Jawa
Timur adalah:
a. Mempertahankan tanaman bakau/mangrove sebagai barrier area pertambakan.
b. Pengembangan budidaya perikanan tangkap dan budidaya
c. Menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah industri.
d. Pengendalian melalui sarana kualitas air dan mempertahankan habitat alami ikan
e. Peningkatan produksi dengan memperbaiki sarana dan prasarana perikanan
4. Kawasan Perkebunan
Kawasan perkebunan di Jawa Timur dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan dan potensi
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 31 dalam studi ini. Kawasan perkebunan ini terbagi menjadi perkebunan tanaman tahunan,
perkebunan tanaman semusim dan hortikultura. Adapun luas kawasan perkebunan di Propinsi
Jawa Timur adalah 705.245,66 Ha
Arahan pengelolaan kawasan perkebunan antara lain :
a. Pengembangan kawasan perkebunan hanya di kawasan yang dinyatakan memenuhi
syarat, dan diluar area rawan banjir serta longsor.
b. Dalam penetapan komoditi tanaman tahunan selain mempertimbangkan kesesuaian
lahan, konservasi tanah dan air juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan
keindahan/estetika.
c. Peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan memalui peningkatan peran
serta masyarakat yang tergabung dalam Kimbun masing-masing.
5. Peternakan
Kawasan agrobisnis berbasis peternakan (Pengembangan Kawasan Agrobisnis Berbasis
Peternakan) antara lain lokasi harus sesuai dengan agroekosistem dan alokasi tata ruang
wilayah. Selain itu, dibangun dan dikembangkan oleh masyarakat dalam kawasan itu dan
sesuai dengan biofisik dan sosial ekonomi.
Pengembangan ternak berbasis komoditas ternak unggulan dan atau komoditas ternak
strategis, pengembangan kelompok tani menjadi kelompok usaha, sebagian besar masyarakat
tersebut pendapatannya berasal dari usaha agrobisnis peternakan. Juga harus memiliki
prospek pasar yang jelas, didukung oleh ketersediaan teknologi, memiliki peluang
pengembangan produk yang tinggi, serta didukung kelembagaan dan jaringan kelembagaan
yang berakses ke hulu dan hilir.
Pengembangan kawasan agribisnis peternakan sangat terkait dengan lingkungan sekitarnya
khususnya yang berbasis pada lahan pertanian (agroekosistem) seperti ekosistem perusahaan,
perkebunan, perikanan dan ekosistem lainnya. Keterpaduan peternakan dengan
agroekosistem tersebut, maka komoditas ternak dapat menjadi unggulan atau sebagai
penunjang, tergantung pada tingkat potensi serta pendapatan dari produk pertanian yang
dihasilkan dari kawasan tersebut.
Sentra peternakan ternak besar di Propinsi Jawa Timur terdapat di Kabupaten Blitar,
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Magetan, Kabupaten
Nganjuk, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten
3 - 32 Kabupaten Tulungagung.
Arahan pengelolaan kawasan peternakan, antara lain:
a. Kawasan peternakan diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi pakan
ternak.
b. Mempertahankan ternak plasma nuftah sebagai potensi daerah.
c. Pengembangan kawasan peternakan diarahkan kepada pengembangan komoditas ternak
unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditi ternak yang memiliki keunggulan
komparative dan kompetitive.
d. Kawasan budidaya ternak yang berpotensi untuk dapat menularkan penyakit dari hewan
ke manusia atau sebaliknya pada permukiman padat penduduk, akan dipisahkan sesuai
standart teknis kawasan usaha peternakan, dengan memperhatikan kesempatan
berusaha dan melindungi daerah permukiman penduduk dari penularan penyakit hewan
menular.
e. Pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan serta tata niaga hewan dan produk
bahan asal hewan dikawasan perkotaan dengan tingkat kepadatan lebih dari 300.000 jiwa
akan diatur lebih lanjut secara teknis dengan Peraturan Gubernur.
f. Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil ternak, seperti
pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit, dan sebagainya.
6. Kawasan Pariwisata
Jawa Timur memiliki banyak potensi wisata baik yang sudah dikembangakan maupun yang
belum dikembangkan. Kawasan wisata ini dibedakan menjadi, wisata alam, minat khusus dan
budaya. Pengembangan pariwisata dilakukan melalui pengembangan kawasan wisata terdiri
atas pengembangan obyek/atraksi unggulan, kota pusat pelayanan pariwisata, dan jalur
wisata. Upaya pengembangan wisata Jawa Timur ini juga tetap dikaitkan dengan Pariwisata
yang ada di Jakarta, Jogja, dan Bali sehingga terdapat satu kesatuan yang kuat dan utuh dalam
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 33 Dengan keragaman obyek wisata yang cukup banyak sehingga dalam pengembangannya
harus dipertimbangkan aspek kemampuan daerah. Pada sisi lain Jawa Timur diharapkan akan
mampu menjadi salah satu daerah tujuan wisata baik domestic/mancanegara sehingga
pengembangan obyek wisatanya sangat perlu untuk saling mengkaitkan arahan
pengembangan wisata. Berdasarkan hasil indikasi yang telah dibuat ternyata ditemukan
bahwa untuk mendorong dan memacu pertumbuhan kegiatan wisata di Propinsi Jawa Timur
diperlukan prioritas pengembangan, sehingga diharapkan kunjungan wisatawan ke obyek
yang ada akan dapat meningkat dengan pesat. Dengan demikian maka obyek wisata andalan
ini dapat ditingkatkan kondisinya, baik daya tarik obyek maupun prasarana penunjang kearah
obyek terutama jaringan jalannya serta infrastruktur lainnya.
Rencana yang dapat digunakan sebagai acuan pengembangan setiap obyek khususnya
obyek-obyek yang termasuk dalam prioritas pertama, akan tetapi untuk pengembangan obyek-obyek
selanjutnya. Pengembangan setiap obyek andalan akan mampu menarik investasi jangka
panjang, keterlibatan masyarakat juga diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan
kualitas lingkungan alamnya. Hal ini sangat diperlukan mengingat pengembangan wisata di
Jawa Timur sangat menggantungkan kepada wisata alam dan budaya.
Terkait dengan pelaksanaan pengembangan pariwisata di Propinsi Jawa Timur ini, maka
beberapa aspek yang terkait dengan perencanaan kawasan wisata perlu ditindaklanjuti dengan
:
a. Tetap melestarikan alam sekitar untuk menjaga keindahan obyek wisata.
b. Tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti menebang pohon.
c. Melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove untuk
mengembangkan ekosistem bawah laut termasuk terumbu karang dan biota laut yang
dapat di jadikan obyek wisata taman laut.
d. Tetap melestarikan tradisi petik laut/larung sesaji sebagai daya tarik wisata.
e. Menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah.
f. Meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk menambah
koleksi budaya.
g. Pada obyek yang tidak memiliki akses yang cukup, perlu ditingkatkan pembangunan dan
pengendalian pembangunan sarana dan prasarana transportasi ke obyek-obyek wisata
alam, budaya dan minat khusus.
h. Meningkatkan daya tarik wisata melalui penetapan jalur wisata, kalender wisata,
3 - 34 Banyuwangi, Plengkung di Kabupaten Banyuwangi, Pengembangan obyek wisata di Pulau
Bawean Kabupaten Gresik, Desa Wisata Trowulan Kabupaten Mojokerto serta potensi
unggulan lainnya.
b. Kawasan pendukung yang merupakan penyangga dari kawasan prioritas utama yang
meliputi wisata budaya reog di Kabupaten Ponorogo; karapan sapi di Kabupaten Madura
dan berbagai sentra kerajinan rakyat di Jawa Timur.
c. Kawasan potensial yang meliputi: Kawasan segitiga emas Ijen yang berada di Kabupaten
Banyuwangi dan Bondowoso; taman laut di Pulau Saor, Saobi dan Mamburit di Kabupaten
Sumenep; Kawasan Wisata Bentar di Kabupaten Probolinggo; Wisata Pelabuhan Rest
Area Suramadu, Wisata Bahari di Kabupaten Lamongan, Kawasan Prigi di Kabupaten
Trenggalek, serta kawasan-kawasan lain yang potensial.
7. Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman merupakan kawasan diluar kawasan lindung yang digunakan sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian masyarakat yang berada di wilayah
perkotaan dan perdesaan Propinsi Jawa Timur, dengan mempertimbangkan kelestarian
lingkungan dan diupayakan tidak melakukan peralihan fungsi terhadap lahan pertanian teknis.
Berdasarkan perkembangan permukiman diatas diperlukan arahan pengelolaan adalah
sebagai berikut :
a. Untuk permukiman yang berada di area kawasan lindung, diupayakan pengendalian
pemanfaatan ruang permukiman terutama di area konservasi/lindung.
b. Pengendalian kembali wilayah-wilayah yang sudah terbangun dan wilayah dengan pola
tata guna lahan tercampur.
c. Pengembangan permukiman baru diupayakan tidak dialokasikan pada kawasan
lindung/konservasi serta tidak terletak pada lahan pertanian teknis.
d. Untuk pengembangan resletment baru diluar permukiman yang telah ada diupayakan
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 35 e. Pengembangan kawasan budidaya yang secara teknis dapat digunakan untuk
permukiman harus aman dari bahaya bencana alam, sehat, mempunyai akses untuk
kesempatan berusaha dan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan ketersediaan
permukiman, mendayagunakan fasilitas dan utilitas disekitarnya serta meningkatkan
sarana dan prasarana perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang ada.
f. Pengembangan permukiman perdesaan dilakukan dengan menyediakan fasilitas dan
infrastruktur secara berhirarki sesuai dengan fungsinya sebagai: pusat pelayanan antar
desa, pusat pelayanan setiap desa, dan pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok
permukiman
g. Menjaga kelestarian permukiman perdesan khususnya kawasan pertanian.
h. Pengembangan permukiman perkotaan dilakukan dengan tetap menjaga fungsi dan
hirarki kawasan perkotaan.
i. Membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan
antar kawasan permukiman, dan diantara cluster permukiman disediakan ruang terbuka
hijau
j. Pembentukan perkotaan metropolitan, Surabaya dan Malang dihubungkan dengan sistem
transportasi yang memadai diantaranya mass rapit transport.
k. Pengembangan perkotaan baru mandiri dan perumahan baru skala besar di sekitar
Surabaya, yaitu: Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan
Kabupaten Bangkalan.
l. Pengembangan kawasan sekitar kaki jembatan Suramadu untuk kegiatan yang memiliki
nilai ekonomi tinggi
m. Perkembangan perkotaan menengah dilakukan dengan membentuk pelayanan wilayah
yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah sekitarnya.
n. Permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembentukan pusat pelayanan skala
kabupaten dan perkotaan kecamatan yang ada di kabupaten.
o. Permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada kawasan
pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan infrastruktur,
kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang
kaidah lingkungan hidup dan bersesuaian dengan RTRW masing-masing kabupaten/kota.
8. Kawasan Industri
Pengembangan Kawasan Industri di Jawa Timur dikembangkan berdasarkan ketersediaan
3 - 36 sekitar pantai Utara Jawa, mulai dari Surabaya, Mojokerto, Gresik. Industri kimia dasar
berdampak penting terhadap pembangunan dan perkembangan wilayah, seperti industri
semen, farmasi, bahan makanan, serta petro kimia diarahkan pengembangannya di wilayah
Surabaya, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Tuban, dan Lamongan.
Arahan pengelolaan kawasan industri adalah sebagai berikut :
a. Pengembangan kawasan industri dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologis
b. Pengembangan kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai
penyangga antar fungsi kawasan.
c. Pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang jalan arteri atau kolektor
harus dilengkapi dengan frontage road untuk kelancaran aksesibilitas.
d. Pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh sarana dan prasarana industri
pengelolaan kegiatan industri dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan proses
produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara, yang
dibentuk berdasarkan pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya keseimbangan
lingkungan dan biaya aktifitas sosial.
e. Setiap kegiatan industri harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan terhadap
kemungkinan adanya bencana industri.
9. Kawasan Pertambangan
Propinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang kaya akan hasil tambang, terutama: tambang,
bahan galian dan berbagai sumberdaya mineral. Berdasarkan sebaran bahan galian tambang di
Jawa Timur, maka dapat dibagi pertambangan Bahan Galian Golongan C dan golongan A dan
B.
Berdasarkan jenis mineralnya, pertambangan di Indonesia terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Pertambangan Golongan A, meliputi mineral-mineral strategis seperti: minyak, gas alam,
bitumen, aspal, natural wax, antrasit, batu bara, uranium dan bahan radioaktif lainnya,
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 37 b. Pertambangan Golongan B, meliputi mineral-mineral vital, seperti: emas, perak, intan,
tembaga, bauksit, timbal, seng dan besi.
c. Pertambangan Golongan C, umumnya mineral-mineral yang dianggap memiliki tingkat
kepentingan lebih rendah daripada kedua golongan pertambangan lainnya. Antara lain
mliputi berbagai jenis batu, limestone, dan lain-lain. Eksploitasi mineral golongan A
dilakukan Perusahaan Negara, sedang perusahaan asing hanya dapat terlibat sebagai
partner. Sementara eksploitasi mineral golongan B dapat dilakukan baik oleh perusahaan
asing maupun Indonesia. Eksploitasi mineral golongan C dapat dilakukan oleh perusahaan
Indonesia maupun perusahaan perorangan.
Arahan pengelolaan kawasan pertambangan antara lain :
a. Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi
bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian
lingkungan.
b. Pengelolaan kawasan bekas penambangan yang telah digunakan harus direhabilitasi
dengan melakukan penimbunan tanah subur sehingga menjadi lahan yang dapat
digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan
tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup.
c. Setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan tanah atas
(top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan.
10. Kawasan Perdagangan
Kawasan perdagangan secara umum merata tersebar di Seluruh wilayah Jawa Timur, dalam
skala besar perdagangan terkonsentrasi pada wilayah dengan kelengkapan fasilitas dan sarana
penunjangnya seperti Surabaya, Malang, Madiun, Kediri, Jember dan sebagainya. Kawasan
perdagangan di Jawa Timur memiliki beberapa skala, untuk pengembangan di dalam lingkup
regional antar wilayah yang menjadi acuan dasar adalah adanya pasar induk, dan grosir.
Dengan demikian kawasan perdagangan harus memperhatian kawasan disekitarnya, sebagai
dampak perkembangan kegiatan. Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa harus
memperhatikan kebutuhan luas lahan, jenis-jenis ruang dan fasilitas pelayanan publik yang
harus tersedia. Pada sisi lain sektor informal perlu diberikan ruang publik, terutama di wilayah
perkotaan yang berhubungan dengan adanya kegiatan perdagangan informal PKL.
Pedagang kaki lima (street trading/street hawker) adalah salah satu usaha dalam perdagangan
dan salah satu wujud sektor informal. Pedagang kaki lima adalah orang yang dengan modal
3 - 38 a. Pengembangan kawasan perdagangan dilakukan dengan berhirarki sesuai skala ruang dan
fungsi wilayah dan masing-masing
b. Pengembangan kawasan perdagangan dan kegiatan komersial lain yang berpengaruh
bagi pertumbuhan skala wilayah dan atau berpengaruh pada tata ruang dalam lingkup
wilayah perlu memperhatikan kebijakan tata ruang wilayah Pemerintah Propinsi
c. Pengembangan kawasan perdagangan dilakukan secara bersinergi dengan perdagangan
informal sebagai sebuah aktivitas perdagangan yang saling melengkapi.
d. Pengembangan kawasan dan atau lokasi perdagangan yang terkait dengan sarana dan
prasarana yang di kelola propinsi memperhatikan rekomendasi propinsi.
3.4.1.2. Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan Dan Perkotaan
A. Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan
Arahan pengembangan pusat permukiman perdesaan adalah penataan struktur ruang
pedesaan sebagai sistem pusat permukiman di pedesaan yang berpotensi menjadi pusat
pertumbuhan di perdesaan. Sistem pusat permukiman di desa pusat pertumbuhan secara spasial
sudah dapat dikembangkan dalam subcluster of services, dengan infrastruktur/kegiatan pelayanan
yang dikembangkan antara lain pelayanan kegiatan finansial seperti kantor kas, kegiatan
perdagangan dalam bentuk kawasan pertokoan yang dapat melayani wilayah yang lebih luas.
Permukiman disekitar pusat desa dapat dikembangkan dalam sistem cluster, sehingga tidak
mengganggu lahan pertanian yang ada disekitarnya. Intensitas kegiatan dikelola dalam perpektif
pemberdayaan kegiatan ekonomi lokal yang terintegrasi dengan kawasan produksi di sekitarnya
ataupun di desa lain yang secara struktural menjadi wilayah belakang yang dilayani oleh pusat
permukiman desa ini.
Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek
pertumbuhan di kawasan perdesaan. Pengelolaan sistem pusat permukiman pedesaan di Jawa
Timur konsisten pada konsep pengembangan desa-desa agropolis. Pengembangan desa agropolis
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 39 keterkaitan antar pusat-pusat permukiman tersebut dalam pola sistem jaringan (network system),
sesuai dengan konsep penataan struktur tata ruang wilayah Jawa Timur dan pola pengembangan
kegiatan ekonomi lokal yang diarahkan dapat memicu perkembangan wilayah yang berbasis pada
sektor primer.
Arahan pengembangan struktur ruang pedesaan melalui:
1. Pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP)
2. Pembentukan Pusat Desa
3. Pembentukan Pusat Permukiman Perdusunan
Pengembangan pusat permukiman pedesaan di bedakan atas tipologi kegiatan yang akan
dikembangkan, yaitu pengembangan sistem pusat permukiman pada :
1. Desa pertanian
2. Desa industri
Desa-desa pertanian secara umum akan berada pada kawasan dengan karakter rural murni
dengan kegiatan murni produksi pertanian (sektor basis). Sehingga pada desa pertanian sistem
pusat permukiman akan berkembang untuk skala unit desa. Pengembanan pusat permukiman pada
desa pertanian diarahkan untuk pelayanan permukiman yang menyebar di sekitar daerah pertanian
(farm village type). Maka pada kawsan tersebut dapat difungsikan sebagai pusat permukiman
pada desa pertanian, berupa pusat pelayanan pemerintahan, pengembangan pasar/perdagangan
skala desa, pelayanan kesehatan setara puskesmas/puskesmas pembantu.
Desa industri dimungkinkan akan berkembang dengan kegiatan industri berbasis pertanian.
Desa industri ini yang lebih prospektif dikembangkan untuk menjadi desa pusat pertumbuhan.
Sistem pusat permukiman diarahkan dapat melayani untuk skala beberapa pusat permukiman desa
pertanian. Sehingga secara hirarki pusat permukiman desa industri lebih tinggi dari pusat
permukiman di desa pertanian murni.
Pusat –pusat permukiman di desa industri di arahkan terhubung satu dengan yang lainnya,
dan secara struktural diarahkan berinteraksi kuat dengan kota-kota kecil atau besar di sekitarnya.
Pusat permukiman di desa yang dimungkinkan dikembangkan kegiatan industri pengolahan
pertanian, juga diarahkan untuk dikembangkan kegiatan perdagangn dan sebagai pusat koleksi
hasil produksi dari berbegai desa pertanian yang ada disekitarnya. Setiap pusat pelayanan
dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas sosial-ekonomi yang mampu mendorong
3 - 40 perkotaan
Perkotaan merupakan pusat dari distribusi barang dan jasa dari hasil-hasil produksi di
kawasan perdesaan. Perkotaan juga merupakan pusat pelayanan bagi penduduk perkotaan dan
wilayah pengaruhnya. Kegiatan perkotaan selalu lebih intensif dari kawasan pedesaan. Dalam
lingkup perkotaan sendiri sistem pusat permukiman secara struktural diarahkan untuk dibagi dalam
sub-sub cluster pelayanan kegiatan. Sub-sub cluster tersebut antara lain berupa kawasan
perdagangan/pertokoan, kawasan pelayanan pemerintahan, kawasan industri dan kawasan
permukiman itu sendiri. Konsep struktural penataan sistem pusat permukiman di kawasan
perkotaan diarahkan dalam pola pusat kegiatan komersial dan pelayann pemerintahaan, akan
diarahkan pda inti kota. Sedangkan kegiatan industri juga dikembangkan dalam Sub Urban fringe.
Pusat permukiman juga dikembangkan dalam di daerah batas luar kota yang mempunyai sifat-sifat
mirip kota. Pusat permukiman banyak pada zona-zona tersebut, dimaksudkan agar perkotan dapat
berkembang dengan pola simbang antara pusat kota dan drah pinggir kota. Sistem pusat
permukiman yang dikembangkan tersebut terutama diarahkan pada kota-kota yang berkembang
membesar melibihi batas administrasi. Sistem permukiman tersebut juga diarahkan untuk
mengantisipasi pemanfaatan lahan dipusat kota yang intensif dan cenderung mendorong
munculnya permukiman kumuh di tengah-tengah kota terutama kota-kota yang berkembang ke
arah Metropolis.
Fasilitas suatu kota secara tidak langsung mencerminkan tingkat kekotaan suatu wilayah.
Secara sederhana dengan menggunakan metode pembobotan, dapat diukur tingkat kekotaan
suatu wilayah relatif terhadap wilayah lainnya. Asumsi yang digunakan adalah bahwa setiap fasilitas
mempunyai bobot sama dan kota yang memiliki bobot semakin banyak maka semakin tinggi pula
tingkat kekotaannya. Dalam perhitungan ini, jenis fasilitas yang diukur adalah fasilitas yang
berskala pelayanan regional, yakni fasilitas pendidikan tinggi, jenis fasilitas kesehatan dan hotel
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 41
Tabel 3.4
Sistem Pusat Permukiman Perkotaan
Sejalan dengan konsentrasi penduduknya, Kota Surabaya menjadi kota yang paling tinggi
jumlah fasilitasnya dan Malang Raya, sebagai satu-satunya Kota Besar kedua setelah Surabaya,
termasuk urutan kedua dalam ketersediaan fasilitas. Kota-kota lain berada pada urutan ke-5
berdasarkan indikator kelengkapan fasilitasnya.
Berdasarkan sistem kota-kota di Jawa Timur, perkotaan di Jawa Timur sebagai pusat
pelayanan dan kegiatan dapat dikelompokkan berdasarkan hirarkinya sebagai berikut :
1. PKN (Pusat Kegiatan Nasional). Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKN
memiliki fungsi pelayanan dalam lingkup nasional. Kota yang diarahkan untuk berfungsi
sebagai pusat perkembangan wilayah yang mempunyai skala pelayanan nasional di Propinsi
Jawa Timur adalah wilayah Gerbangkertosusila Plus
2. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah). Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKW pada
hirarki perkotaan berfungsi sebagai pusat pelayanan dalam lingkup wilayah Propinsi Jawa
Timur, yang meliputi Jember, Kediri, Madiun, Malang, Banyuwangi, Lamongan. Selain itu,
daerah yang diarahkan untuk berfungsi sebagai PKW adalah daerah-daerah yang potensial
atau daerah-daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan relatif tinggi, yaitu dan Kota Blitar.
3. PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKL berfungsi
sebagai pusat pelayanan pada lingkup lokal, yaitu pada lingkup satu atau lebih kabupaten.
Kota yang tidak termasuk dalam kategori 1 dan 2 diharapkan dapat berkembang sesuai dengan
potensi wilayah masing-masing.
KEDUDUKAN JANGKAUAN (Km)
PENDUDUK
(Ribu Jiwa) FASILITAS PELAYANAN INFRASTRUKTUR
3 - 42 Tulungagung, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Magetan, Perkotaan Ngawi, Perkotaan
Nganjuk, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Lumajang, Perkotaan
Sampang, Perkotaan Sumenep.
3.4.1.3. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah
A. Arahan Pengelolaan Sistem Prasarana Sumberdaya Air
Prasarana sumberdaya air adalah prasarana pengembangan sumberdaya air untuk
memenuhi berbagai kepentingan, pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air bersih
diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah.
Rencana pengembangan prasarana sumber air permukaan untuk air bersih, dikembangkan
di lokasi:
1. Bendungan karet Kali Lamong untuk memenuhi kebutuhan air bersih khususnya di daerah
Gresik.
2. Bengawan Jero di Kabupaten Lamongan
3. Dam Sine di Kabupaten Ngawi
4. Jabung retarding basin – Sembayat barrage dan Flood way Sedayu Lawas di Kabupaten
Lamongan
5. Pemenuhan air baku Floodway Sedayu Lawas – Babat Barrage – Jabung retarding basin,
Sembayat Barrage, Bojonegoro Barrage, Waduk Tawun di Kabupaten Bojonegoro.
6. Pelayaran di Kabupaten Sidoarjo
7. Penjernihan air Jagir di Wonokromo
8. Singoladri, Lider dan Kedawung di Kabupaten Banyuwangi
9. Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo
10. Umbulan di Kabupaten Pasuruan
Pengembangan prasarana sumber air tanah untuk air bersih dengan melakukan penurapan
mata air dan membangun sumur bor, pencegahan pencemaran pada Cekungan Air Tanah (CAT),
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
25. Selain itu dapat dikembangkan di waduk dan embung
Arahan pengelolaan sumberdaya air, meliputi:
1. Pembangunan prasarana sumber daya air.
2. Semua sumber air baku dari dam, embung, waduk, telaga, bendungan serta sungai-sungai
klasifikasi I – IV yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan dikembangkan untuk
berbagai kepentingan.
3 - 44 dan non teknis baik untuk irigasi air permukaan maupun air tanah.
Pengembangan waduk, dam dan embung serta pompanisasi terkait dengan pengelolaan
sumber daya air, dengan mempertimbangkan :
1. Daya dukung sumber daya air
2. Kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat
3. Kemampuan pembiayaan
4. Kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air
5. Posisi Jawa Timur sebagai lumbung nasional
Dengan pertimbangan, maka pengembangan waduk, dam dan embung serta pompanisasi
ditetapkan meliputi :
1. Dam Genting I di Kabupaten Blitar
2. Dam Babadan di Kabupaten Nganjuk
3. Dam Tugu di Kabupaten Trenggalek
4. Dam Wonosalam di Kabupaten Jombang
5. Dam Karangnongko di Kabupaten Bojonegoro
6. Embung Dempobarat, Jarin, Bujur Timur dan Embung Sumberwaru di Kabupaten Pamekasan
7. Embung Pangolangan, Tambak Poncok, Sangkiyah, Dupok, Paselaju, Pangolangan 2,
Maneron, Pakis 3, Manuan, Kombangan 1, Kombangan 2, Kombangan 3 dan Kampak di
Kabupaten Bangkalan
8. Embung Cepret, Wakah II di Kabupaten Ngawi
9. Embung Pacin di Kabupaten Madiun
10. Embung Kertosari di Kabupaten Pasuruan
11. Embung Mojoroto di Kabupaten Mojokerto
12. Embung Dermo, Kabluk di Kabupaten Lamongan
13. Waduk penampung banjir Jabung/Jabung retarding basin di Kali Lamongan
14. Waduk Beng di Kabupaten Jombang
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 45 16. Waduk Bajulmati di Kabupaten Banyuwangi
17. Waduk Nipah di Kabupaten Sampang
18. Waduk Blega di Kabupaten Bangkalan
19. Waduk Kedung Brubus di Kabupaten Madiun
20. Waduk Gonggang di Kabupaten Magetan
21. Waduk Bendo di Kabupaten Ponorogo
22. Waduk Banjaranyar di Kabupaten Gresik
23. Waduk Tawun, Pejok di Kabupaten Bojonegoro
24. Waduk Antrogan di Kabupaten Jember
Area lahan beririgasi teknis harus dipertahankan agar tidak berubah fungsi menjadi
peruntukan yang lain, jika areal tersebut terpaksa harus berubah fungsi maka disediakan lahan areal
baru yang menggantikannya dengan luasan minimal sama. Prasarana pengairan direncanakan
sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah irigasi teknis. Dalam revisi tata ruang wilayah Jawa
Timur ini tidak direncanakan perluasan sawah, tetapi peningkatan pengairan dari irigasi non teknis
atau setengah teknis menjadi irigasi teknis. Disamping itiu direncanakan pula beberapa
pemindahan sawah yang menempati lahan dengan fungsi lindung mutlak, dipindah ke lahan
dengan fungsi semusim sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
B. Air Bersih
Dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan air bersih juga akan
semakin meningkat selain sebagai kebutuhan dasar untuk penduduk, air bersih juga dibutuhkan
dalam jumlah yang cukup banyak sebagai air baku industri. Keterbatasan sistem distribusi air bersih
serta keterbatasan kualitas dan kuantitas air bersih yang terdapat pada masing-masing
kabupaten/kota mengharuskan adanya kerja sama antar wilayah baik dalam menjamin
ketersediaan air (khususnya wilayah hulu dengan hilir) menjaga kualitas air (masuknya limbah
domestik dan non domestik pada badan air yang banyak terjadi di perkotaan) serta kerjasama
dalam distribusi dan pengolahan air bersih.
Rencana pengembangan sarana air bersih diusulkan sesuai satuan wilayah sungai
mengingat saat ini kabupaten/kota di Jawa Timur lebih banyak memanfaatkan sungai untuk sumber air bersih, serta pertimbangan ekologis untuk menyesuaikan dengan konsep “one river one plan” sehingga meskipun sumber air di eksploitasi tetap harus disesuaikan dengan daya dukungnya.
Untuk itu upaya konservasi air, tanah untuk melindungi keseimbangan tata hidrologi serta
melindungi sumber-sumber air merupakan upaya yang harus dilakukan terus menerus. Untuk
3 - 46 manusia tersebut dapat seimbang seiring dengan perjalanan waktu. Dengan kata lain,
pembangunan dikatakan terlanjutkan apabila pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam
bagi kepentingan manusia pada saat sekarang ini masih menjamin kelangsungan pemanfaatan
sumberdaya alam tersebut bagi anak cucu di masa yang akan datang.
Peningkatan tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup manusia diupayakan dengan
melakukan pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya
alam yang ada, menekan tingkat perkembangan/kelahiran penduduk dan tingkat kematian.
Eksploitasi sumber daya alam secara menerus tanpa diikuti dengan pengelolaan kualitas lingkungan
telah menyebabkan adanya gejala berkurangnya produktivitas sumber daya alam dan penurunan
daya dukung alam. Tentu penurunan produktifitas dan daya dukung alam pada gilirannya akan
mengganggu pertumbuhan ekonomi dan proses pembangunan di masa depan.
Pembangunan ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia yang konsisten dengan
peningkatan kualitas lingkungan, dapat dilaksanakan melalui komitmen bersama para pelaku
pembangunan dengan memasukkan pertimbangan lingkungan dalam kebijaksanaan pembangunan
baik ditingkat makro dan sektoral.
Dalam pembangunan berwawasan lingkungan secara berkelanjutan eksploitasi sumber
daya alam secara berlebih dan pembuangan bahan pencemar penyebab penurunan kualitas
lingkungan hidup serta daya dukung alam harus dihindari. Pembuangan secara langsung emisi
pencemar dalam bentuk cair, padat dan gas harus dihindari. Pengelolaan lingkungan hidup dapat
dilakukan dengan mereduksi bahan pencemaran dari sumbernya.
Prasarana lingkungan merupakan arahan pengelolaan prasarana yang digunakan lintas
wilayah administratif, prasarana yang digunakan lintas wilayah secara administratif, meliputi:
1. Tempat pembuangan akhir (TPA) terpadu yang dikelola bersama untuk kepentingan antar
wilayah.
Dewasa ini, kegiatan sehari-hari masyarakat semakin memperburuk kondisi lingkungan hidup.
Dimana jumlah konsumsi yang berlebihan dan banyaknya pembuangan sampah, merupakan
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 47 adanya perbaikan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat yang dikelola secara bersama
antar wilayah, dan upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman hubungan manusia dan lingkungan hidup, dengan berperan aktif dalam
mengenal alam sekitar.
b. Anjuran untuk memilih barang kebutuhan yang dapat di recycle dan sedikit bebannya
terhadap lingkungan hidup.
c. Menggunakan energi secara efektif serta mengurangi jumlah sampah dan lain-lain.
d. Berperan aktif dalam kegiatan recycle, penghijauan, dan kegiatan yang dilakukan oleh
organisasi-organisasi masyarakat.
e. Berkerjasama dengan pemerintah dan organisasi masyarakat lainnya.
2. Tempat pengelolaan limbah limbah industri B3 dan non B3.
Kawasan industri di Propinsi Jawa Timur memerlukan suatu pengolah limbah baik B3 dan non
B3, maka limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan oleh kegiatan Kawasan Industri yang
dibuang ke lingkungan hidup dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup.
Dengan demikian diperlukan prasarana pengolah limbah terpadu.
Arahan pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan lintas wilayah secara
administratif , adalah :
1. Kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah
terutama di wilayah perkotaan.
2. Pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan teknis.
3. Pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis.
4. Pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan.
5. Setiap kabupaten/kota diwajibkan menyediakan ruang untuk TPA dan/atau TPA terpadu.
Pengelolaan Pencemaran Air
Pencemaran air disebabkan oleh adanya pembuangan limbah cair pada badan air secara
berlebihan sehingga daya dukung atau kemampuan pemurnian diri/self purification badan air
terlampaui. Penurunan daya dukung badan air menimbulkan gangguan ekosistem perairan dan
berakibat pada penurunan sumber daya hayati dari badan air tersebut. Penurunan sumber daya
hayati dapat berupa hilangnya mata rantai produksi ikan dan tumbuhan air lainnya. Badan air
penerima umumnya terdiri dari air permukaan (sungai, danau) dan air tanah.
Untuk dapat mempertahankan kualitas air perlu ditetapkan baku mutu air. Secara umum
3 - 48 ▪ Golongan III
Semakin tinggi golongan sungai maka semakin ketat baku mutu yang ditetapka untuk
pembuangan air limbah. Pada system ini baku mutu buangan dari suatu kegiatan industri tidak
boleh melampaui ambang batas yang ditentukan. Keunggulan system ini adalah pihak
pemerintah daerah/otoritas pengelola lingkungan lebih mudah melakukan control dan
monitoring. Kelemahannya adalah biaya pengolahan limbah semakin tinggi, yang berdampak
pada peningkatan biaya produksi dan menurunkan kompetisi pasar. Sistem ini cocok diterpkan
pada kawasan indudtri yang direncanakan atau yang sudah ada di sapanjang sungai.
2. Sistem stream standart
Sistem stream standart, pembuangan limbah cair suatu kegiatan industri dapat dihitung
sedemikian rupa asalkan setelah pembuangan, kualitas air sungai tidak melampaui baku mutu
golongan air yang ditetapkan. Emisi limbah dapat dibuang ke badan air dalam konsentrasi
yang tinggi asalkan daya dukung sungai tidak terlampaui. Kelemahan system ini sangat sulit
mengontrol dan memonitor industri mana yang membuang limbah melampaui batas
kesepakatan pembuangan.
Disamping itu diperlukan peraturan pemerintah wilayah setempat mengenai peruntukan
badan air khususnya pada sungai yang lintas wilayah. Penataan kawasan industri dapat
meminimalkan pencemaran air, fasilitas pengolahan limbah terpadu harus menjadi syarat utama
didirikannya sebuah kawasan industri sehingga limbah cair yang dihasilkan tertangani dan tidak
menimbulkan pencemaran air.
Pengelolaan Pencemaran Udara
Kualitas udara khususnya di kawasaan perkotaan semakin hari semakin menurun. Dampak
yanng dirasakan pnduduk cukup merugikan diantaranya gangguan ISPA, penyakit kulit dan tidak
jarang unsur kimis yang bersifat karsinogemilk terakumulasi dalam tubuh akibat debu atau
partikulat lain yang masuk lewat udara.
Berikut ini beberapa arahan yang dapat diterapkan dalam pengelolaan pencemaran udara
RPI2-JM
RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH BIDANG CIPTA KARYA
K A B U P A T E N S A M P A N G 2016 - 2019
3 - 49 1. Penetapan RTH/Ruang Terbuka Hijau/Hutan Kota yang proporsional di kawasan perkotaan.
2. Penghijauan di daerah dengan tingkat polutan tinggi dari sektor transportasi.
3. Penataan kawasan industri yang jauh dari lokasi pemukiman padat.
4. Pemakaian gas alam pada Sektor Industri.
5. Penetapan Baku Mutu Udara Ambien yang ketat pada setiap wilayah tertentu.
3.5. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota
Sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Adapun arahan dalam RTRW
Kabupaten/Kota yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah
sebagai berikut:
a. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK) yang didasari sudut kepentingan:
▪ Pertahanan keamanan
▪ Ekonomi
▪ Lingkungan hidup
▪ Sosial budaya
▪ Pendayagunaan sumberdaya alam atau teknologi tinggi
b. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup:
▪ Arahan pengembangan pola ruang:
✓ Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya
✓ Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan
RTH.
▪ Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan
prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase, RTH, Rusunawa, maupun
Agropolitan.
c. Ketentuan zonasi bagi pembangunan prasarana sarana bidang Cipta Karya yang harus
diperhatikan mencakup ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung, kawasan
budidaya, sistem perkotaan, dan jaringan prasarana.
d. Indikasi program sebagai operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya