• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS SOSIAL DAN EKONOMI - DOCRPIJM 1508320591BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV ANALISIS SOSIAL DAN EKONOMI - DOCRPIJM 1508320591BAB IV"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

IV - 1

BAB IV

ANALISIS SOSIAL DAN EKONOMI

4.1 Analisis Sosial 4.1.1 Kemiskinan

Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan

dasar (makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan) yang

dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun

sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan

masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan

komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif,

dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Selain itu, definisi lainnya dari kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan

untuk memformulasikan kekuasaan sosial berupa asset, sumber keuangan,

organisasi sosial politik, jaringan sosial, barang atau jasa, pengetahuan dan

keterampilan, serta informasi.

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah

kemiskinan, dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau

menyelesaikan permasalahan tersebut. Faktor mendasar yang menyebabkan

kemiskinan diantaranya adalah SDM, SDA, sistem, dan juga tidak terlepas dari

sosok pemimpin, sehingga dimensi tersebut sangat berkaitan antara satu

dengan yang lainnya. Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1), mengatakan bahwa

upaya menurunkan tingkat kemiskinan telah dimulai awal tahun 1970-an

diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan

Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada

pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan

di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal

1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan

pendapatan melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan

ketidakmerataan antar wilayah.

Kondisi kemiskinan Indonesia semakin parah akibat krisis ekonomi

pada tahun 1998. Namun ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun

akibat krisis dapat teratasi dan dapat dipulihkan, kemiskinan tetap saja sulit

untuk ditanggulangi. Pada tahun 1999, 27% dari total penduduk Indonesia

berada dalam kemiskinan. Sebanyak 33,9% penduduk desa dan 16,4%

penduduk kota adalah orang miskin. Krisnamurthi dalam Nyayu Neti Arianti,

dkk, (2004:3).

Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh menyebutkan bahwa

pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Aceh mencapai 848 ribu

(2)

IV - 2 penduduk miskin pada September 2015 yang jumlahnya 859 ribu orang (17,11

persen). Selama periode September 2015-Maret 2016, persentase penduduk

miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,10 persen (dari

10,92 persen menjadi 10,82 persen), dan 0,41 persen di daerah perdesaan

(dari 19,56 persen menjadi 19,15 persen). Peranan komoditi makanan

terhadap Garis Kemiskinan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan

makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis

Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2016 sebesar

76,12 persen sedangkan pada September 2015 sebesar 76,02 persen. Komoditi

makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di

perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok

kretek filter,dan ikan tongkol/tuna/cakalang. Sedangkan untuk komoditi

bukan makanan yang berpengaruh terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah

biaya perumahan, bensin, listrik dan pendidikan. Pada periode September

2015 - Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami

peningkatan dari 3,111 menjadi 3,476. Sementara itu Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2) meningkat dari 0,841 menjadi 0,997.

Sumber : BPS Kab. Bireuen, 2014

Gambar 4. 1

Garis Kemiskinan di Kabupaten Bireuen

Tahun 2010 ‒ 2014

Secara keseluruhan, angka garis kemiskinan di Kabupaten Bireuen

mengalami penurunan setiap tahunnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku

pada tahun 2011, dimana terjadi peningkatan sebesar 0.2% dari tahun

sebelumnya (Tahun 2010). Penurunan garis kemiskinan pada Tahun 2012 –

2014 yaitu sebesar 74,79% (Tahun 2012), 73,94% (Tahun 2013) dan 72,22%

(Tahun 2014).

76.1 76.3

74.79

73.94

72.22

70 71 72 73 74 75 76 77

2010 2011 2012 2013 2014

GARIS KEMISKINAN DI KABUPATEN BIREUEN

(3)

IV - 3 4.1.2 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat

Proporsi jumlah penduduk perdesaan jika dibandingkan dengan

perkotaan tidak lagi jauh berbeda, namun memiliki disparitas ekonomi yang

tinggi. Disparitas pertumbuhan ekonomi, masih tingginya jumlah penduduk

miskin di kawasan perdesaan dan ketidakmerataan akses pelayanan

infrastruktur menjadi latar belakang kebijakan dan program-program

pembangunan saat ini. Kebijakan dan program pengembangan kawasan

diantaranya dilaksanakan dalam bentuk pembangunan maupun peningkatan

infrastruktur baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah,

diantaranya disektor sanitasi, air bersih dan permukiman kumuh.

Program-program pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintah, baik

pusat maupun daerah memberikan kontribusi terhadap peningkatan akses

bagi masyarakat. Dengan model program partisipatif dimana masyarakat

dapat memilih program pembangunan infrastruktur yang diinginkan dengan

dana yang telah ditentukan sebelumnya dan dirancang dengan model

partisipatif, maka infrastruktur yang akan dibangun bergantung pada

kemampuan masyarakat dalam memilih infrastruktur yang tepat.

Program Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya berperan

penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bireuen

Ketersediaan infrastruktur ini juga memberikan pengaruh besar terhadap

kepentingan umum dan keselamatan umum, seperti: jalan, irigasi, air bersih,

sanitasi dan berbagai bangunan pelengkap kegiatan permukiman lainnya,

dimana hal tersebut merupakan prasyarat agar berputarnya roda

perekonomian dengan baik. Pemanfaatan pembangunan infrastruktur PU,

khususnya di bidang cipta karya dapat berfungsi sesuai dengan peran

pentingnya, maka berbagai upaya dilakukan untuk dapat menyediakan

infrastruktur yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan dalam mendukung

perekonomian Kabupaten Bireuen sehingga mampu mewujudkan Indonesia

yang lebih sejahtera.

Permasalahan air bersih dan penyehatan lingkungan (sanitasi) harus

menjadi perhatian, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Ketersediaan

air minum yang semakin terbatas dan langka (scarcity) menyebabkan sebagian

masyarakat belum mampu menikmati atau mengakses pada sumber air

minum yang sehat dan bersih. Di samping itu, kondisi tersebut diperparah

dengan belum terbangunnya budaya untuk hidup sehat dari masyarakat dan

sistem penyehatan lingkungan yang baik, seperti limbah, persampahan, dan

drainase. Hal ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat.

4.2 Analisis Ekonomi

Berdasarkan data RAPBD Kabupaten Bireuen Tahun 2015, rencana

penerimaan daerah tercatat sebesar Rp. 15,78 milyar. Persentase realisasi PAD

sebagian besar sumber pembiayaan telah mencapai target yang ditentukan.

Namun, penerimaan dari hasil pungutan zakat dan bazis masih belum

mencapai target, yakni 95%. Sementara realisasi penerimaan PAD dari

retribusi daerah telah melebihi hingga dua kali lipat dari target yang telah

ditentukan sebelumnya. Presentase realisasi penerimaan pendapatan pajak

daerah yang terbesar berasal dari pajak penerangan jalan, sementara

persentase terkecil berasal dari pajak pengambilan bahan galian C dan pajak

(4)

IV - 4 pajak daerah terbesar diperoleh dari jenis pajak mineral bukan logam dan

batuan sebesar 36%. Sedangkan penerimaan pendapatan pajak daerah dari

hotel dan restoran masih belum mampu memenuhi target. Berikut merupakan

realisasi pendapatan pajak daerah Kabupaten Bireuen Tahun 2015, yaitu :

Sumber : BPS Kab. Bireuen, 2016

Gambar 4. 2

Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Kabupaten Bireuen Tahun 2015

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah

bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah

domestik suatu negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam

suatu periode tertentu tanpa memperhatikan apakah faktor produksi yang

dimiliki residen atau non-residen. Penyusunan PDRB dapat dilakukan melalui

3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan

yang disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan.

Nilai PDRB Kabupaten Bireuen terus mengalami peningkatan, baik

atas dasar harga berlaku maupun konstan. Hal ini menunjukkan adanya

perkembangan positif perekonomian Kabupaten Bireuen dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2011, dari seluruh kegiatan perekonomian yang ada di Kabupaten

Bireuen menghasilkan PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 7,66 trilyun

rupiah dan terus meningkat hingga mencapai 10,04 trilyun rupiah pada tahun

2015. Hal yang sama juga terjadi pada PDRB atas dasar harga konstan yang

terus meningkat, yaitu dari 7,40 trilyun rupiah di tahun 2011 menjadi 8,47

trilyun di tahun 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa selama tahun 2011 –

2015 telah terjadi peningkatan produktivitas secara agregat dari seluruh

lapangan usaha yang ada di Kabupaten Bireuen. Peningkatan PDRB Kabupaten

Bireuen dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Sumber : BPS Kab. Bireuen, 2016

Gambar 4. 3

PDRB ADHB Kabupaten Bireuen Tahun 2011 – 2015

7.66 8.25 8.88

Nilai PDRB ADHB Kabupaten Bireuen Tahun 2011 - 2015

(5)

IV - 5 Sumber : BPS Kab. Bireuen, 2016

Gambar 4. 4

PDRB ADHK Kabupaten Bireuen Tahun 2011 – 2015

Laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Bireuen pada tahun

2014 mengalami perlambatan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya,

yaitu 2,15%. Akan tetapi, pada tahun 2015 perekonomian Bireuen kembali

mengalami pertumbuhan sebesar 3,70%. Seluruh lapangan usaha (kategori)

ekonomi Bireuen tahun 2015 mencatat pertumbuhan yang positif.

Meningkatnya laju pertumbuhan kategori usaha pertanian, kehutanan dan

perikanan sangat berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian Bireuen,

mengingat share lapangan usaha ini mencapai 34,06 %. Pertumbuhan ekonomi

tertinggi tahun 2015 mencapai 9,30% (pengadaan air) serta 8,54%

(pengadaan listrik dan gas).

Pembangunan nasional harus dilaksanakan secara merata di seluruh

wilayah Indonersia, bersama seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai

dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih terpadu, efisien, efektif

serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat.

Salah satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan

pembangunan infrastruktur yang disiapkan secara lebih cerdas, terencana dan

terpadu sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. Pendayagunaan

sumber daya yang lebih optimal diharapkan ada pemerataan pembangunan di

daerah, penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan dengan

tetap menjaga daya dukung lingkungan.

Untuk mewujutkan hal tersebut perlu disiapkan perencanaan

program infrastruktur yang dapat mendukung kebutuhan ekonomi, sosial dan

lingkungan secara terpadu. Departemen Pekerjaan Umum Khususnya

Direktorat Jendral Cipta Karya mengambil inisiatif untuk mendukung propinsi,

kabupaten/kota untuk dapat mulai menyiapkan perencanaan program yang

dimaksud khususnya Bidang PU/Cipta Karya sebagai embrio terwujudnya

perencanaan program infrasturktur yang lebih luas. Dengan adanya Rencana

Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya

diharapkan kabupaten/kota dapat menggerakan semua sumber daya yang ada

untuk memenuhi kebutuhannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi

dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan yang layak

huni (livable).

Rencana Program Infrastruktur Bidang PU/Cipta Karya yang akan

disusun daerah harus mempertimbangkan kemampuan keuangan /

pendanaan dan kelembagaan dalam memenuhi kebutuhan pembangunannya.

Disamping itu, RPIJM perlu memperhatikan aspek kelayakan program masing – masing sektor dan kelayakan spasialnya sesuai dengan rencana tata ruang yang ada, serta kelayakan sosial dan lingkungannya. Rencana Program 7.4

(6)

IV - 6 Investasi Jangka Menengah (RPIJM) diharapkan mampu mengakomodasikan

dan merumuskan kebutuhan pembangunan kota, secara spesifik sesuai

dengan karakteristik dan potensi individual setiap kota. RPIJM digunakan

sebagai acuan dalam perencanaan program dan anggaran serta pembangunan

infrastruktur Bidang Cipta Karya yang berasal dari berbagai sumber

pendanaan baik APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kota, maupun sumber

Gambar

Gambar 4. 1 Garis Kemiskinan di Kabupaten Bireuen
Gambar 4. 2 Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Kabupaten Bireuen Tahun 2015
Gambar 4. 4 PDRB ADHK Kabupaten Bireuen Tahun 2011

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat mengetahui lebih jelas lagi mengenai tingkat risiko, maka dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis produksi Just and Pope, dimana metode

Jika combo pilihan pada nama dikosongkan maka program akan mencari data alamat yang ada di data pemesan, faktur maupun korespondensi.. Namun jika combo pilihan diisi pemesan atau

Laporan kinerja ini merupakan media pertanggungjawaban kinerja Pemerintah Kabupaten Solok yang berisi pencapaian target indikator Sasaran Strategis Rencana

Penelitian dengan judul : Pengaruh Penambahan Daging Ikan Bandeng Terhadap Kualitas Kerupuk, bertujuan untuk mengetahui konsentrasi penambahan daging ikan bandeng terhadap

Sebagai fasilitator guru berperan dalam memberikan pelayanan untukmemudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran dimulai sering

Perlu diperhatikan bahwa untuk menyusun RPP pengajar perlu menentukan batas lingkup materi sub pokok bahasan mana saja yang akan diajarkan setiap kali pertemuan dengan

Tabel 6 Distribusi Sebara Item Valid dan Gugur Skala Gaya Kepemimpinan Demokratis. Aspek Item

Yuni Apsari, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan dukungan selama proses perkuliahan hingga