• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF INFUSA DAUN Macaranga tanarius L. PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Nanda Chris Nurcahyanti NIM : 098114079

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“ Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia

sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau

dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan

janganlah patah hati.”

(Ulangan 31 : 8)

Karya ini kupersembahan kepada :

(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Infusa Daun Macaranga Tanarius

L. Pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada skripsi ini atas segala kesabaran, bantuan, bimbingan, serta motivasi dan masukan kepada penulis dalam pengerjaaan skripsi ini.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah banyak member perhatian, masukkan dan saran kepada penulis.

(8)

viii

5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi ini

6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam determinasi tanaman M. tanarius

7. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Wagiran selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi dan Ibu Hartini serta Bapak Arzan selaku pengurus taman Universitas Sanata Dharma Kampus III yang telah banyak memberikan bantuan selama proses pelaksanaan penelitian.

8. Rekan-rekan tim Macaranga 2012, Theresia Garri W., M.R. Biri Kony Tiala, Fransisca Devita R.W., Christine Herdyana F., Bernadetta Amilia R., A.M. Inggrid Silli, dan Luluk Rahendra M. atas segala kerjasama, bantuan dan dukungan dalam pengerjaan skripsi.

9. Sahabat-sahabatku Veronika Dita A., Niken Ambar S., Novia Sarwoningtyas, Nugroho Kristanto dan Hanung Dwi N., atas motivasi, doa, kebersamaan dan persahabatannya.

10.Seluruh dosen dan teman-teman FSM B 09, FKK B 09 serta seluruh angkatan 2009 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

11.Semua pihak yang penulis tidak dapat menyebutkan satu-persatu yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.

(9)

ix

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

(11)

xi

1. Hepatotoksin tipe A (teramalkan) ... 10

2. Hepatotoksin tipe B (tak teramalkan) ... 10

D. Karbon Tetraklorida (CCl4) ... 10

E. Metode Pengujian Hepatoprotektif ... 14

1. Tes enzim serum ... 14

2. Tes eskretori hepatik ... 15

3. Perubahan kandungan kimia hati ... 15

4. Analisis histologik kerusakan hati ... 16

(12)

xii

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 23

1. Variabel penelitian ... 23

3. Alat pengukuran kadar ALT-AST serum ... 27

E. Tata Cara Penelitian ... 28

1. Determinasi tanaman ... 28

2. Pengumpulan bahan uji... 28

(13)

xiii

4. Penetapan kadar air simplisia serbuk kering daun M. tanarius ... 28

5. Pembuatan infusa daun M. tanarius ... 29

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida 50% ... 29

7. Uji pendahuluan ... 29

8. Pengelompokan hewan uji ... 30

9. Pembuatan serum ... 31

10. Pengukuran aktivitas ALT-AST serum ... 31

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 32

1. Penetapan dosis infusa daun M. tanarius ... 34

2. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 35

3. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 35

4. Penetapan lama praperlakuan infusa daun M. tanarius ... 38

C. Hasil Efek Hepatoprotektif Infusa daun M. tanarius dengan Kajian kadar ALT-AST serum... 39

1. Kontrol negatif (olive oil 2 ml/kgBB) ... 42

2. Kontrol hepatotoksin CCl4 2 ml/kgBB ... 44

(14)

xiv

10 g/kgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi

CCl4 2 ml/kgBB ... 47

D. Rangkuman Pembahasan ... 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 58

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Peningkatan kadar beberapa enzim serum pada pemejanan

beberapa senyawa toksik ... 17 Tabel II. Komposisi reagen serum ALT diasys ... 26 Tabel III. Komposisi reagen serum AST diasys ... 26 Tabel IV. Purata aktivitas ALT-AST serum tikus setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu

pencuplikan darah (n=5) ... 36 Tabel V. Hasil uji Scheff aktivitas ALT-serum tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

penetapan waktu pencuplikan darah ... 37 Tabel VI. Hasil uji Mann-Whitney aktivitas AST-serum tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

penetapan waktu pencuplikan darah ... 37 Tabel VII. Purata + aktivitas ALT-AST serum tikus setelah

praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2

ml/kgBB ... 39 Tabel VIII. Hasil uji Tamhane aktivitas ALT-serum tikus setelah

praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2

(16)

xvi

Tabel IX. Hasil uji Scheff aktivitas AST-serum tikus setelah praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2

ml/kgBB ... 41 Tabel X. Purata + aktivitas ALT- serum tikus sebelum dan sesudah

pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB... 42 Tabel XI. Purata + aktivitas AST- serum tikus sebelum dan sesudah

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur mikroskopik hati ... 7 Gambar 2. Struktur molekul karbon tetraklorida (CCl4) ... 10 Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon

tetraklorida ... 12 Gambar 4. Senyawa yang terkandung pada daun M. tanarius ... 19 Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

penetapan waktu pencuplikan darah ... 36 Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

penetapan waktu pencuplikan darah ... 36 Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus setelah

praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2

ml/kgBB ... 40 Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus setelah

praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2

ml/kgBB ... 40 Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus sebelum

(18)

xviii

Gambar 10.Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus sebelum

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Foto daun M. tanarius ... 59 Lampiran 2. Foto infusa daun M. tanarius ... 59 Lampiran 3. Hasil uji Anova waktu cuplikan darah ... 60 Lampiran 4. Hasil uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway,

ALT-serum tikus jantan setelah praperlakuan infusa daun M.

tanarius selama 6 hari ... 64

Lampiran 5. Hasil uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway, AST-serum tikus jantan setelah praperlakuan infusa daun M.

tanarius selama 6 hari ... 67

Lampiran 6. Hasil uji kontrol negatif olive oil ... 71 Lampiran 7. Perhitungan efek hepatoprotektif ... 78 Lampiran 8. Perhitungan penetapan peringkat dosis infusa daun M.

tanarius pada kelompok perlakuan ... 78

Lampiran 9. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 79 Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius ... 80 Lampiran 11. Hasil validitas dan reabilitas pengukuran alat

(20)

xx INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun M. tanarius pada penurunan aktivitas ALT-AST serum pada tikus terinduksi CCl4, sehingga dapat digunakan sebagai hepatoprotektor.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni rancangan acak pola searah yang menggunakan 30 ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat badan + 150-250 gram. Tikus dibagi menjadi enam kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi olive oil dengan dosis 2 ml/kgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan CCl4 50% 2 ml/kgBB. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB selama enam hari berturut-turut. Kelompok IV-VI tikus diberi infusa daun M. tanarius berturut-turut

dengan dosis 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; dan 10 g/kgBB sekali sehari selama 6 hari.

Pada hari ke-7 semua perlakuan diberi larutan CCl4 50% 2 ml/kgBB. Sesuai waktu cuplikan darah yang ditentukan darah diambil dari sinus orbitalis mata tikus untuk diukur aktivitas ALT-AST serumnya. Kadar ALT-AST dianalisis dengan metode Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Jika didapatkan distribusi data yang normal maka dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Scheffe atau Tamhane untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05).

Berdasarkan hasil penelitian dari data ALT serum yang diperoleh, dari tatacara analisis hasil yang digunakan, infusa daun M. tanarius memberikan efek hepatoprotektif pada dosis 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; dan 10 g/kgBB secara berturut-turut sebesar 44,1%, 39,6%, dan 58,1%.

(21)

xxi ABSTRACT

The research has purpose to get information about effect the aqueous extract of M. tanarius leaf’s for decreased activity of serum ALT-AST in rats induced by CCl4, so it can be used as hepatoprotector.

The research was pure experimental with direct sampling design using 30 male Wistar strain rats, age 2-3 month, and the weight + 150-250 grams. The rats were divided into six groups. Rats in group I (negative control) were given 2 ml/kgBB doses of olive oil continually in 6 days. Group II (hepatotoxin control) rats were given 2 ml/kgBB doses of CCl4 solution 50%. Group III (control of aqueous extract) rats were given 10 g/kgBB doses of M. tanarius leaf’s aqueous extract in 6 days as a negative. In group IV- VI, the rats were given 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; 10 g/kgBB doses of M. tanarius leaf’s aqueous extract continually in 6 days and on the 7th day, the rats were given 2 ml/kgBB doses of CCl4. The level of ALT-AST serum was analyzed with Kolmogorov Smirnov to see distribution of each group. If got normal distribution then continue analyzed with One Way ANOVA with trust level 95% and continue with Scheffe or Tamhane test to see difference among each group, significant (p<0,05) or not significant (p>0,05).

Based of the result of the research from level of ALT serum, from the analyzer that used, the aqueous extract of M. tanarius leaf’s give hepatoprotective effect in 2,5 g/kgBB; 5 g/kgBB; dan 10 g/kgBB doses continues 44,1%, 39,6%, and 58,1%.

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ yang mempunyai peranan penting bagi manusia, karena hati berperan dalam metabolisme dan mengeluarkan hasil produksi dari makanan (Wibowo dan Paryana, 2009). Jika hati mengalami kerusakan maka dapat mengganggu proses-proses di dalam tubuh dan dapat berakibat fatal. Kerusakan hati dapat disebabkan karena induksi suatu senyawa kimia dan infeksi virus. Telah dilaporkan kasus kerusakan hati terutama perlemakan hati terjadi 29 per 1000 orang per tahun, sedangkan di Jepang angka kejadiannya mencapai 31-86 per 1000 orang per tahun (Kalbe Medical Dept., 2012).

(23)

methanol M. tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Pada penelitian Mahendra dan Hendra (2011); Nugraha dan Hendra (2011) serta Kurniawati, Adrianto, dan Hendra (2011) dilaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek antiinflamasi, selain itu infusa dan ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dilihat pengaruh pemberian infusa daun M. tanarius pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4)

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan cairan jernih yang mudah menguap dan mudah larut dalam eter. Senyawa ini biasanya digunakan untuk sintesis senyawa kimia. Telah diketahui bahwa karbon tetraklorida merupakan salah satu senyawa hepatotoksin. Senyawa ini akan menghasil radikal bebas triklorometil dengan katalis enzim sitokrom P-450 yang dapat menimbulkan peroksidasi lipid. Hasil ini dapat menyebabkan kerusakan sel berupa perlemakan hati (steatosis) (Timbrell, 2008). Spektrum efek toksik karbon tetraklorida pada hati inilah sehingga karbon tetraklorida digunakan sebagai model dalam menggambarkan kerusakan hati yang terjadi pada penelitian ini.

(24)

infusa sesuai standart pembuatan sediaan herbal relatif mudah sehingga dalam aplikasi di masyarakat dapat diterapkan.

1. Perumusan masalah

a. Apakah pemberian infusa daun M. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan kadar ALT-AST serum pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida?

b. Berapakah dosis efektif infusa daun M. tanarius yang memberikan pengaruh penurunan kadar ALT-AST serum pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang menggunakan M. tanarius sebelumnya adalah Matsunami, dkk (2006, 2009) dan Phommart, Pakawade, Nitirat, Somsak, dan Somyote (2005). Matsunami dkk, (2006, 2009) melaporkan adanya macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C, dan malofenol B pada tanaman M. tanarius yang mempunyai aktivitas antioksidan. Phommart dkk (2005) melaporkan kandungan tanaman M. tanarius berupa tanariflavanon B, tanariflavanon C, tanariflavanon D, nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, blumenol A dan blumenol B. Penelitian lain yang menggunakan M. tanarius adalah penelitian Puteri dan Kawabata (2010), yang melaporkan bahwa terdapat 5 senyawa baru yang dapat diisolasi dan diidentifikasi dari ekstrak EtOAc daun M. tanarius, yaitu mallotinic acid, corilagin, chebulagic acid, macatannin A dan

macatannin B. Senyawa-senyawa tersebut diidentifikasi dapat menghambat enzim

(25)

Selain itu Mahendra dan Hendra (2011) serta Nugraha dan Hendra (2011) telah melakukan penelitian tentang efek hepatoprotektif infusa daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi parasatamol. Selain kedua penelitian itu juga

telah ada penelitian mengenai efek inflamasi dan efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol (Kurniawati, Andrianto, dan Hendra 2011). Berdasarkan penelitian tentang M. tanarius yang telah dilakukan, maka penelitian mengenai pengaruh infusa daun

M. tanarius pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida belum pernah

dilakukan.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaatkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi mengenai pengaruh infusa daun M. tanarius pada kadar ALT-AST serum.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengobatan alternatif pada kerusakan hati.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

(26)

2. Tujuan khusus

(27)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Hati

Hati merupakan organ atau kelenjar terbesar dalam tubuh. Hati disebut kelenjar karena menghasilkan empedu dan mengeluarkan hasil produksi dari makanan. Selain itu hati juga berperan dalam metabolisme. Hati mempunyai dua facies yaitu facies diaphragmatica dan facies visceralis. Facies diafragmatica letaknya di sebelah atas dengan bentuk sesuai lengkung diapfragma dengan permukaan yang halus. Permukaan ini terdiri dari bagian anterior dan posterior. Sedangkan facies visceralis menghadap ke bawah dan ke belakang sehingga permukaannya ireguler (Wibowo dan Paryana, 2009).

(28)

Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Ganong dan McPhee, 2011).

Hati menerima darah dari vena portae hepatis (70%) dan arteri hepatica (30%). Arteri hepatica membawa darah yang berisi oksigen yang berasal arteria hepatica communis , di sebelah kiri ductus choledocus dan di depan vena portae

(Wibowo dan Paryana, 2009). Vena porta membawa darah vena dari usus halus yang kaya akan nutrien yang baru diserap, obat, dan racun langsung ke hati. Vena porta membentuk jalinan khusus yang memungkinkan setiap hepatosit terbasahi langsung oleh darah yang terbawa dalam vena porta (Ganong dan McPhee, 2011).

(29)

B. Kerusakan Hati

Kerusakan hati yang dapat timbul dari berbagai jenis senyawa toksik adalah sebagai berikut.

1. Steatosis (Perlemakan hati)

Perlemakan hati atau steatosis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kandungan lipid di dalam hati. Peningkatan kandungan lipid ini dapat mencapai 5%. Perlemakan hati dapat terjadi dari beberapa peristiwa yaitu kelebihan asam lemak bebas di dalam hati, adanya gangguan siklus trigliserida, peningkatan pola sintesis atau esterifikasi dari asam lemak, penurunan oksidasi asam lemak, penurunan sintesis apoprotein dan penurunan sintesis atau sekresi dari VLDL (Gregus dan Klaaseen, 2001). Mekanisme yang paling umum mendasari adanya perlemakan hati adalah rusaknya pelepasan trigliserid hati ke dalam plasma. Karena trigliserid hati hanya disekresi bila dalam keadaan tergabung dengan lipoprotein (Lu, 1995).

(30)

2. Nekrosis

Nekrosis ditandai dengan pembengkakan sel, kebocoran, disintegrasi nukleus, dan adanya sel-sel inflamasi. Sel-sel yang telah mati dapat bertahan selama berhari-hari ketika sejumlah besar sel sel mati. Ketika terjadi nekrosis pada hepatosit, terkait adanya kebocoran membran, nekrosis dapat dideteksi dengan pengujian biokimia plasma (atau serum) untuk enzim yang dihasilkan di sitosol. Informasi utamanya adalah aktivitas tingkat enzim alanin aminotransferase (ALT) yang mendominasi enzim di hepatosit, selain itu juga dapat dideteksi dengan laktat dehidrogenase (LDH), yang ditemukan dalam banyak jaringan (Gregus dan Klaaseen, 2001).

3. Sirosis

(31)

C. Hepatotoksin

Senyawa atau obat yang dapat menyebabkan kerusakan hati terbagi menjadi dua macam sebagai berikut.

1. Hepatotoksin tipe A (teramalkan)

Merupakan suatu senyawa atau obat jika diberikan dapat menimbulkan kerusakan hati pada sebagian besar orang yang mengkonsumsi senyawa tersebut pada dosis pemberian yang mencukupi untuk menimbulkan efek toksik. Jadi untuk menimbulkan ketoksikan hepatotoksin tipe A bergantung pada dosis. Contoh obat dari hepatotoksin tipe A adalah tetrasiklin, parasetamol, karbon tetraklorida, dan salisilat (Forrest, 2006).

2. Hepatotoksin tipe B (tak teramalkan)

Merupakan senyawa atau obat yang sebenarnya tidak menimbulkan efek pada hati namun jika diberikan kepada orang tertentu akan menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin tipe B ini tidak bergantung dengan dosis pemberian senyawa. Kejadian adanya toksisitas pada hepatotoksin jenis ini sangat jarang, terjadi pada 1 : 1000 orang. Contoh obat yang termasuk tipe B adalah isoniazid, halothane, dan chlorpromazine (Forrest, 2006).

D. Karbon tetraklorida (CCl4)

(32)

Karbon tetraklorida (CCl4) (Gambar 2) adalah suatu cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, dan dengan bau khas. Senyawa ini memiliki BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Efek hepatotoksik dari karbon tetraklorida telah banyak dipelajari daripada hepatotoksin lain. Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, yang jika diberikan kepada berbagai spesies, menyebabkan perlemakan hati (steatosis) dan nekrosis sentrilobular hepatik. Pemberian atau pemejanan secara kronis menyebabkan sirosis hati, tumor hati dan juga kerusakan ginjal. Hati menjadi target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida karena ketoksikan senyawa ini bergantung pada aktivasi metabolisme oleh sitokrom P-450 (CYP2E1). Dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450 (Timbrell, 2008).

Destruksi sitokrom P-450 terjadi terutama di sentrilobular dan daerah tengah hati. Senyawa ini selektif untuk isoenzim tertentu, pada tikus diketahui selektif untuk CYP2E1, sedangkan pada isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak mempengaruhi. Destruksi CYP2E1 tampaknya dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia (Timbrell, 2008).

(33)

bebas triklorometil ini akan berubah menjadi radikal bebas triklorometilperoksi (OOCCl3) yang lebih reaksif (Gregus dan Klaaseen, 2001).

Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)

(34)

mengakibatkan peroksidasi lipid. Pembentukan peroksidasi lipid hasil dari pemecahan lemak tak jenuh dapat memberikan senyawa karbonil seperti 4-hydroxyalkenal dan hydroxynonenal lainnya. Senyawa-senyawa tersebut diketahui

memiliki efek biokimia seperti menghambat sintesis protein dan menghambat enzim glukosa-6-fosfat (Timbrell, 2008).

Setelah pemejanan karbon tetraklorida selama satu sampai tiga jam, trigliserida menumpuk di hepatosit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam hati yang terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein, yang merupakan senyawa yang bertanggung jawab dalam transport lipid untuk keluar dari hepatosit. Akibat menurunnya produksi lipoprotein maka transport lipid akan terhambat sehingga menyebabkan steatosis (Timbrell, 2008). Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim ALT yang ada di dalam sel akan keluar dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT meningkat (Wahyuni, 2005).

(35)

normal. Hal ini menegaskan bahwa dengan adanya induksi karbon tetraklorida dapat meningkatkan aktivitas ALT-AST serum.

Tubuh sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah satunya adalah glutation-S-transferase (GSH) sebagai antioksidan endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh, GSH akan menangkap radikal bebas tersebut (Timbrell, 2008).

E. Metode Pengujian Hepatoprotektif

Pemeriksaan kondisi kerusakan hati dapat dilakukan dengan beberapa uji di laboratorium. Pemeriksaan tersebut meliputi tes enzim serum, tes ekstkretori hepatik, perubahan kandungan kimia hati dan analisis histologik kerusakan hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).

1. Tes enzim serum

(36)

kehepatoksikannya (Plaa dan Charbonneau, 2001). Enzim yang paling spesifik untuk mengukur kerusakan yang terjadi di hati adalah Alanin aminotransferase (ALT) (Timbrell, 2008).

2. Tes ekskretori hepatik

Beberapa senyawa kimia yang berada di sirkulasi sistemik diekskresikan oleh hati dalam bentuk tidak berubah atau diubah didalam hepatosit. Senyawa itu seperti bilirubin dan xenobiotika lainnya dapat digunakan untuk mendeteksi dan menentukan kerusakan hepatik karena berasal dari dalam hati. Apabila terjadi perubahan jumlah senyawa-senyawa tersebut di dalam sirkulasi sistemik, dapat diindikasikan terdapat kelainan di hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).

3. Perubahan kandungan kimia hati

(37)

4. Analisis histologik kerusakan hati

Analisis potensi hepatotoksik terhadap zat kimia di hati dapat dilengkapi dengan deskripsi histologi kerusakan yang dihasilkan. Ciri-ciri kerusakan hati ditentukan dengan pengamatan mikroskopik cahaya dari sel hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).

F. ALT dan AST

Dua enzim yang berkaitan dengan kerusakan hati adalah enzim aminotrasnferase yang mengkatalisis pemindahan reversibel suatu gugus amino di antara sebuah asam amino dan sebuah asam alfa-keto. Fungsi kedua enzim ini penting untuk pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk menyusun protein hati. Aspartat aminotransferase (AST) atau juga disebut glutamate-oksaloasetat transminase (GOT) adalah enzim yang memperantai reaksi antara asam aspartat dan alfa-ketoglutamat. Alanin aminotransferase (ALT) yang disebut juga sebagai glutamate-piruvat transaminase (GPT) berperan dalam memindahkan satu gugus amino di antara alanin dan asam ketoglutamat. Enzim AST dan ALT dianggap enzim hati karena konsentrasinya tinggi di hati, namun dari keduanya yang spesifik untuk hati adalah ALT, AST terdapat juga di miokardium, otot rangka, otak, dan ginjal (Sacher dan Mc Pherson, 2002).

(38)

aminotransferase setara dengan luas kerusakan hepatoselular (Sacher dan Mc Pherson, 2002). Peningkatan kadar ALT-AST serum pada kerusakan hati tergantung pada senyawa toksik yang terpapar (Tabel I.) (Zimmerman, 1999).

Tabel I. Peningkatan kadar beberapa enzim serum pada pemejanan beberapa senyawa toksik

Senyawa toksik Lesi yang ditimbulkan Peningkatan kadar enzim serum Nekrosis Steatosis AST ALT OCT,SDH

ALT, alanin aminotransferase; AST, aspartate aminotransferase; CCl4, karbon

tetraklorida; OCT, ornithine carbamoyl transferase; SDH, sorbitol dehydrogenase

(Zimmerman, 1999).

G. Macaranga tanarius L. 1. Sinonim

Macaranga molliuscula Kurz., Macaranga tomentosa Druce, dan Mappa

tanarius Blume (World Agroforestry Centre. 2002).

2. Nama lain

a. Inggris : hairy mahang

(39)

f. Vietnam : hach dâu nam

(World Agroforestry Centre. 2002). 3. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Sub-Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Classis : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub-classis : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius L.

(Plantamor, 2008). 4. Penyebaran

Tanaman M. tanarius banyak ditemukan tumbuh di daerah tropis tertutama di daerah hutan hujan tropis. Tanaman ini banyak ditemukan di banyak Negara antara lain : Australia, Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Vietnam, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Filipina, Taiwan, dan Thailand (World Agroforestry Centre. 2002).

5. Morfologi

(40)

berwarna hijau dengan bentuk jantung dan pangkalnya berbentuk bulat, ukuran daun berkisar 8-32 x 5-28 cm. Panjang tangkai daun 6-27 cm, perbungaan terjadi di ketiak daun, bunga jantan dapat terdiri dari benang sari, sedangkan bunga betina dapat terdiri dari dua sel ovari. Buah berbentuk kapsul biccocus dengan panjang 1 cm, berwarna kekuningan, terletak di luar kelenjar. Biji berbentuk bulat dengan ukuran 5 mm, dan berkerut (World Agroforestry Centre. 2002).

6. Kandungan kimia

Matsunami dkk., (2006, 2009) telah melaporkan bahwa dalam daun M. tanarius terdapat kandungan kimia seperti pada Gambar 4. berikut ini :

Gambar 4. Senyawa yang terkandung pada daun M. tanarius (Matsunami dkk, 2006).

(41)

lain dari tanaman M. tanarius berupa tanariflavanon B, tanariflavanon C, tanariflavanon D, nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, blumenol A dan blumenol B.

7. Khasiat dan kegunaan

Tanaman M. tanarius di Thailand digunakan telah banyak dimanfaatkan untuk kesehatan. Bagian daun segar digunakan sebagai antiinflamasi, dekok dari akarnya digunakan sebagai antipireutik dan antitusif, bagian akar segar digunakan sebagai antiemetik (Phommart dkk, 2005). Puteri dan Kawabata (2010) melaporkan bahwa daun M. tanarius dapat digunakan sebagai kandidat antidiabetes.

H. Infusa 1. Definisi

Infus merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90o C selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infus (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010).

2. Cara pembuatan

(42)

selama 15 menit terhitung setelah suhu mencapai 90oC sambil sesekali diaduk. Serkai selagi panas dengan kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang dikehendaki (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010).

I. Landasan Teori

Kerusakan hati dapat berwujud nekrosis dan sirosis. Adanya kerusakan pada sel hati ini dapat diindentifikasi dengan mengukur aktifitas pelepasan enzim tertentu dari sel hati menuju plasma. Enzim yang dapat digunakan sebagai tolok ukur tersebut seperti Aspartat aminotransferase (AST) dan Alanin aminotransferase (ALT). Bila terjadi kerusakan seperti steatosis pada sel hati maka nilai aktifitas dari kedua enzim ini dapat meningkat menjadi 3 dan 4 kali lipat nilai normal (Zimmerman, 1999).

Karbon tetraklorida (CCl4) diketahui sebagai salah satu senyawa model hepatotoksin yang dapat menyebabkan perlemakan pada sel hati. Senyawa ini akan menghasil radikal bebas triklorometil dengan katalis enzim sitokrom P-450 yang dapat menimbulkan peroksidasi lipid serta dapat berikatan secara kovalen dengan protein dan lipid sehingga mengakibatkan steatosis dan tertimbunnya lipid ini dapat mengganggu integritas membrane sel hati (Timbrell, 2008).

Pada penelitian dari Matsunami dkk., (2006) melaporkan kandungan dari M. tanarius, yaitu macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C, dan

(43)

.antioksidan. Senyawa-senyawa glikosida yang terlarut dalam pelarut polar ini diharapkan dapat menghambat pembentukan peroksidasi lipid sehingga dapat mengurangi efek toksik yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida. Mahendra dan Hendra (2011) serta Nugraha dan Hendra (2011) melaporkan bahwa infusa daun M. tanarius mempunyai pengaruh berupa penurunan kadar ALT dan AST serum

tikus jantan yang terinduksi parasetamol.

J. Hipotesis

(44)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

Variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini antara lain : a. Variabel bebas :

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis infusa daun M. tanarius yang dibuat dalam tiga peringkat dosis. Dosis infusa daun M. tanarius adalah volume (ml) infusa daun M. tanarius tiap satuan kg berat badan hewan uji yang bersangkutan.

b. Variabel tergantung :

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar ALT-AST serum pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4) setelah pemberian infusa daun M. tanarius.

c. Variabel pengacau terkendali :

(45)

2) Frekuensi pemberian infusa daun M. tanarius, diberikan 1x selama 6 hari berturut-turut pada waktu pemberian yang sama.

3) Cara pemberian senyawa uji dilakukan secara peroral dan pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida diberikan secara intraperitonial. 4) Bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius yang diambil di

kebun obat Universitas Sanata Dharma dan diambil pada bulan Mei 2012.

d. Variabel pengacau tidak terkendali :

Variabel pengacau yang tidak terkendali pada penelitian ini adalah kondisi patofisiologis hewan uji.

2. Definisi operasional

a. Infusa daun M. tanarius, merupakan hasil infudasi 50,0 g sebuk kering daun M. tanarius dalam 200,0 ml air pada suhu 900C selama 15 menit. Serkai selagi panas dengan kain flannel, kemudian diuapkan dengan waterbath hingga bobot infusa mencapai bobot yang sama dengan bobot serbuk kering daun M. tanarius yang sebelumnya diinfudasi sehingga diperoleh infusa daun M. tanarius 100%.

(46)

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar dengan range berat badan 150-250 g dan umur 2-3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah daun tanaman M. tanarius yang diambil dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei 2012.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dalam pelarut olive oil (Bertolli).

b. Pelarut untuk sediaan uji (infusa) adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

(47)

Tabel II. Komposisi reagen serum ALT diasys

dehydrogenase) > 2300 U/L

R2

2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate FS : Good’s buffer pH

9.6 100 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

d. Reagen serum AST yang digunakan adalah reagen serum AST diasys, dengan komposisi sebagai berikut .

Tabel III. Komposisi reagen serum AST diasys

Komposisi Jumlah

R1

TRIS pH 7.65 110 mmol/L

L-Aspartate 320 mmol/L

MDH (malate

dehydrogenase) > 800 U/L LDH (lactate

dehydrogenase) > 1200 U/L

R2 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate FS : Good’s buffer pH

9.6 100 mmol/L

(48)

e. Kontrol serum Cobas (PreciControl ClinChem Multi 1) Roche/Hitachi analyzer digunakan sebagai kontrol serum dalam validasi pengujian kadar

ALT-AST serum.

f. Aqua bidestilata yang digunakan sebagai blanko dalam pengukuran kadar ALT-AST serum diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

g. Olive oil (Bertolli) sebagai kontrol negatif. D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk daun M. tanarius

Alat yang digunakan untuk pembuatan serbuk daun M. tanarius meliputi oven, mesin penyerbuk, dan timbangan analitik (Mettler Toledo).

2. Alat pembuatan infusa daun M. tanarius

Alat yang digunakan untuk pembuatan infusa M. tanarius meliputi seperangkat alat gelas (Bekker glass (Iwaki Pyrex), gelas ukur (Iwaki Pyrex), dan batang pengaduk), cawan porselin, panci lapis alumunium, penangas air (Memert), termometer, timbangan analitik (Mettler Toledo), stopwatch, dan kain flanel. 3. Alat pengukuran kadar ALT-AST serum

(49)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman M. tanarius dengan buku acuan (Backer dan Bakhuizen, 1963). Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan berwarna hijau, dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei 2012.

3. Pembuatan serbuk

Daun segar M. tanarius yang telah dipetik dicuci bersih dan dikering anginkan. Setelah kering daun dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 50oC, dan disimpan selama 24 jam. Setelah daun benar-benar kering (jika diremas timbul bunyi renyah), daun kemudian diserbuk dan diayak dengan ayakan no.40 (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1989) untuk memperkecil luas permukaan agar mempermudah mengeluarkan kandungan fitokimianya.

4. Penetapan kadar air simplisia serbuk kering daun M. tanarius

(50)

sampel + 5 g sampel dan menimbang bobot simplisia sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot a). Kemudian alat dipanaskan pada suhu 1100C selama 15 menit, dan setelah menimbang bobot simplisia setelah pemanasan (bobot b). Selisih bobot a dan b merupakan kadar air dari simplisia yang diselidiki.

5. Pembuatan infusa daun M. tanarius

Untuk membuat infusa daun M. tanarius dengan konsentrasi 100% dimulai dengan mengambil 50,0 g serbuk kering daun M. tanarius ditambahkan 200,0 ml air. Campuran kemudian dipanaskan di atas heater dengan suhu 900C selama 15 menit. Waktu 15 menit dihitung ketika suhu telah mencapai 900C, lalu disaring menggunakan kain flanel untuk memisahkan infusa dan ampasnya. Kemudian infusa diuapkan di atas waterbath sampai diperoleh bobot infusa sama dengan bobot serbuk kering daun M. tanarius yang digunakan untuk membuat infus.

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida 50%

Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dalam pelarut olive oil. Larutan karbon tetraklorida dalam olive oil dibuat dengan cara mencampurkan karbon tetraklorida dan olive oil dengan perbandingan volume 1:1.

7. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis infusa daun M. tanarius

(51)

b. Penetapan dosis hepatotoksin CCl4

Penetapan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST-serum paling tinggi. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), bahwa dosis 2 ml/kg BB pada konsentrasi 50% telah terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT-AST serum pada tikus bila diberikan secara intraperitonial (i.p).

c. Penetapan waktu cuplikan darah

Penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) mengenai optimasi dosis, rute pemberian, dan karakteristik waktu pemberian karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin menunjukkan bahwa aktivitas ALT-AST serum tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun. Untuk mendapatkan waktu cuplikan darah paling optimum dilakukan orientasi dengan cara membagi tikus dalam tiga kelompok (masing-masing lima ekor) dengan waktu cuplikan 0, 24 dan 48 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida kemudian diukur aktivitas ALT-AST serumnya.

8. Pengelompokan hewan uji

(52)

ml/kgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB secara peroral. Kelompok IV-VI berturut-turut diberi infusa daun M. tanarius secara oral dengan dosis berturut-turut 2,5; 5; dan 10 g/kgBB sekali

sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ke tujuh diberi larutan karbon tetraklorida 50% dosis 2 ml/kgBB secara i.p. Kemudian kelompok I-VI diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata sesuai hasil orientasi waktu penetapan pencuplikan darah, lalu diukur aktivitas ALT dan AST-nya.

9. Pembuatan serum

Darah diambil dari sinus orbitalis mata tikus kemudian ditampung pada tabung Eppendrof dan didiamkan selama 15 menit. Setelah itu darah disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3500 ppm. Bagian supernatan bening diambil.

10. Pengukuran aktivitas ALT-AST serum

(53)

pengaruh infusa daun M. tanarius dalam melindungi hati dengan menghitung efek hepatoprotektifnya menggunakan rumus sebagai berikut :

 

AktivitasALT-serumkontrolhepatotoksin CCl

100%

perlakuan

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas serum ALT dan AST dianalisis dengan metode Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Jika didapatkan

distribusi data yang normal maka dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Scheffe

(54)

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penyiapan Bahan Uji 1. Hasil determinasi tanaman

Penelitian ini menggunakan serbuk kering daun M. tanarius . Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan determinasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa bagian tanaman yang digunakan benar berasal dari tanaman M. tanarius sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan uji penelitian. Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Determinasi ini dilakukan dengna mencocokan ciri tanaman dengan buku acuan yang tersedia (Backer dan Bakhuizen, 1963) sampai ke tingkat spesies. Hasil determinasi menunjukan bahwa tanaman yang diambil memang benar tanaman Macaranga tanarius L.

2. Penetapan kadar air serbuk kering M. tanarius

(55)

Penetapan kadar air dilakukan dengan cara memanaskan serbuk pada suhu 1100C selama 15 menit. Digunakan suhu 1100C dimaksudkan kandungan air dalam serbuk telah menguap dan waktu 15 menit dianggap bahwa kadar air telah memenuhi parameter standarisasi non spesifik. Hasil pengujian didapatkan bahwa kandungan air dari serbuk kering daun M. tanarius sebesar 7,59%. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa serbuk kering daun M. tanarius telah memenuhi persyaratan serbuk simplisia yang baik.

B. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis infusa daun M. tanarius

(56)

2. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Tujuan dari penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah untuk menentukan dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan hati (steatosis) pada tikus. Pada kerusakan ringan berupa steatosis kadar ALT-serum mencapai tiga kali nilai normal dan AST-ALT-serum meningkat sampai empat kali nilai normal (Zimmerman, 1999).

Pada penelitian ini dosis karbon tetraklorida yang digunakan diperoleh dari hasil penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) mengenai optimasi dosis, rute pemberian dan karakteristik waktu pemberian karbon tetraklorida untuk menginduksi hepatotoksisitas pada tikus. Dari hasil penelitian tersebut didapat dosis karbon tetraklorida yang paling optimum dalam menaikan aktivitas ALT dan AST adalah 2 ml/kgBB tikus.

3. Penetapan waktu pencuplikan darah

(57)

Tabel IV. Purata aktivitas ALT-AST serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah (n=5)

Selang Waktu (jam)

Purata Aktivitas ALT-serum + SE (U/L)

Purata Aktivitas AST-serum + SE (U/L)

0 72,2 + 12,9 151,2 + 14,3

24 246,4 + 17,0 596,2 + 25,3

48 102,0 + 14,6 188,6 + 3,3

Ket : SE= Standar error of mean

Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah

(58)

Hasil analisis variansi satu arah dari data ALT-serum yang diperoleh, didapat nilai probabilitasnya 0,000 (< 0,005). Hasil ini menunjukan bahwa di antara ketiga kelompok terdapat perbedaan hasil. Untuk mengetahui kebermaknaan dari perbedaan antar ketiga kelompok tersebut, maka dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil analisisnya dapat dilihat di tabel V.

Tabel V. Hasil uji Scheff aktivitas ALT-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah

Selang Waktu (jam) 0 24 48 Data nilai AST-serum yang didapat dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov ternyata diketahui bahwa distribusinya tidak normal

(p<0,05), oleh karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk mengatahui ada tidaknya perbedaan antar ketiga kelompok. Hasil analisis didapat nilai p adalah 0,03 (<0,05) berarti antar ketiga kelompok terdapat perbedaan. Untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok maka kemudian data dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Hasil dari keberbedaan antar kelompok dapat dilihat di tabel VI berikut ini.

Tabel VI. Hasil uji Mann-Whitney aktivitas AST-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah

(59)

Hastuti (cit. Pilichoe, dkk, 2004) melaporkan bahwa nilai ALT-serum dan AST-serum normal pada tikus putih adalah 29,8-77,0 U/L dan 19,3-68,9 U/L. Pada tabel IV terlihat bahwa aktivitas ALT paling tinggi mencapai 246,4 + 17,0 U/L pada selang waktu 24 jam. Hal ini juga diikuti dengan adanya aktivitas AST tertinggi pada selang waktu 24 jam dengan nilai AST-serum 596,2 + 25,3. Nilai ALT-AST serum pada selang waktu ke-24 jam ini menunjukkan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai normal dari kedua enzim tersebut. Hal ini berarti pada selang waktu ke-24 telah terjadi gangguan pada hati. Hasil ini pun didukung pada gambar 5 dan 6, terlihat bahwa terjadi peningkatan aktivitas ALT dan AST pada selang waktu 24 jam secara signifkan. Pada tabel V. dan VI. juga menunjukkan keberbedaan antara aktivitas ALT-AST serum antara selang waktu 24 jam terhadap selang ke 0 jam dan 48 jam menunjukkan hasil yang bermakna. Dari hasil uji tersebut, di penelitian ini menggunakan waktu pencuplikan darah pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB.

4. Penetapan lama praperlakuan infusa daun M. tanarius

Pada penelitiannya, Mahendra dan Hendra (2011) dan Kurniawati dkk (2011) melaporkan bahwa praperlakuan pemberian infusa dan ekstrak metanol-air daun M. tanarius kepada kelompok hewan uji selama enam hari dan pada hari yang ke-7 diberikan parasetamol sebagai hepatotoksin.

(60)

hepatoprotektif daun M. tanarius dengan menggunakan senyawa model hepatotoksin yang berbeda, sehingga dapat dibandingkan dengan penelitian efek hepatoprotektif daun M. tanarius yang sudah ada.

C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Infusa Daun M. tanarius dengan Kajian Kadar ALT-AST Serum

Pengaruh infusa daun M. tanarius terhadap kadar ALT-AST serum dinilai dari ada tidaknya penurunan aktivitas ALT-serum dan AST-serumnya akibat praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius terhadap aktivitas serum dan AST- serum kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida. Aktivitas ALT-AST serum yang dinyatakan dalam satuan U/L disajikan dalam bentuk purata + SE pada tabel VII. serta gambar 7 dan 8 di bawah ini.

(61)

Gambar 7.Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus setelah praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB

Gambar 8.Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus setelah

(62)

Tabel VIII. Hasil uji Tamhane aktivitas ALT-serum tikus setelah praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetrakloridadosis 2 ml/kgBB

Kelompok Perlakuan I II III IV V VI

II = Kontrol Hepatotoksin karbon tetraklorida2 ml/kgBB III = Kontrol Infusa Daun M. tanarius 10 ml/kgBB

IV = Infusa Daun M. tanarius 2,5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

V = Infusa Daun M. tanarius 5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

VI = Infusa Daun M. tanarius 10 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

B = Berbeda bermakna (p < 0,05) TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Tabel IX. Hasil uji Scheff aktivitas AST-serum tikus setelah praperlakuan pemberian infusa daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke-7diberi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB

II = Kontrol Hepatotoksin karbon tetraklorida2 ml/kgBB III = Kontrol Infusa Daun M. tanarius 10 ml/kgBB

IV = Infusa Daun M. tanarius 2,5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

V = Infusa Daun M. tanarius 5 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

VI = Infusa Daun M. tanarius 10 g/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

(63)

1. Kontrol negatif (olive oil 2 ml/kgBB)

Pengujian terhadap kelompok kontrol negatif olive oil bertujuan untuk mengetahui pengaruh olive oil sebagai pelarut hepatotoksin dalam meningkatkan aktivitas ALT-AST serum. Dosis olive oil yang digunakan dalam pengujian ini adalah 2 ml/kgBB disesuaikan dengan dosis karbon tetraklorida yang digunakan yaitu 2 ml/kgBB. Hasil aktivitas ALT-serum dan AST-serum kelompok kontrol negatif olive oil adalah 82,2 + 2,7 U/L dan 118,6 + 5,1 U/L. Untuk mengetahui pengaruh pemberian olive oil terhadap peningkatan aktivitas ALT-AST serum maka hasil pengukuran di atas dianalisis secara statistik dan dibandingkan dengan aktivitas ALT-AST serum tikus sebelum diberi olive oil. Hasil perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel X dan XI serta gambar 9 dan 10 berikut ini.

Tabel X. Purata + aktivitas ALT- serum tikus sebelum dan sesudah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB

Kel Perlakuan Purata + SE aktivitas

ALT-serum

Perbedaan terrhadap Kel. I Kel. II

I Jam ke-0 sebelum pemberian

olive oil 90,2 + 4,9 - TB

II Jam ke-24 setelah olive oil 82,2 + 2,7 TB -

Keterangan :

B = Berbeda bermakna (p < 0,05) TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Tabel XI. Purata + aktivitas AST- serum tikus sebelum dan sesudah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB

Kel Perlakuan Purata + SE aktivitas

AST-serum

Perbedaan terrhadap Kel. I Kel. II

I Jam ke-0 sebelum pemberian

olive oil 122,8 + 5,7 - TB

II Jam ke-24 setelah olive oil 118,6 + 5,1 TB -

Keterangan :

(64)

Gambar 9.Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus sebelum dan sesudah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB

Gambar 10.Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus sebelum dan sesudah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB

(65)

aktivitas AST-serum pada tabel IX dan gambar 10 dari kedua perlakuan. Dengan adanya hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa adanya pemberian olive oil sebagai pelarut dari hepatotoksin karbon tetraklorida tidak memberikan pengaruh dalam menaikkan aktivitas ALT-AST serum. Ini menunjukkan bahwa olive oil tidak menimbulkan kerusakan pada hati dan hati masih dalam keadaan normal. Sehingga nilai aktivitas ALT-AST serum kelompok olive oil dapat dijadikan acuan nilai normal aktivitas ALT-AST serum pada penelitian selanjutnya.

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB

Karbon tetraklorida digunakan sebagai senyawa model hepatotoksin karena telah diketahui bahwa karbon tetraklorida dapat menyebabkan perlemakan hati. Selain itu penggunaan karbon tetraklorida pada penelitian ini adalah merupakan penelitian lanjutan dari saran pada penelitian efek hepatoprotektif infusa daun M. tanarius menggunakan senyawa hepatotoksin parasetamol (Mahendra dan Hendra, 2011). Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada hati tikus jantan. Selain itu hasil dari uji ini juga akan digunakan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun M. tanarius . Uji ini dilakukan dengan cara memberikan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB secara intraperitorial dan diambil sampel darahnya pada selang waktu 24 jam melalui sinus orbitalis mata.

(66)

kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida terhadap kelompok kontrol negatif olive oil yang (aktivitas ALT-serum sebesar 82,2 + 2,7 U/L). Menurut Zimmerman

(1999) bahwa aktivitas ALT-serum dengan adanya kerusakan hati berupa steatosis mencapai tiga kali lipat dari nilai normal, dari hasil pengujian ini terlihat bahwa peningkatan aktivitas ALT-serum dengan adanya pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB telah mencapai 3 kali lipat dari nilai normal (dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif olive oil). Hasil ini dapat menunjukkan bahwa pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB telah menyebabkan kerusakan hati ringan seperti steatosis.

Hasil pengujian terhadap aktivitas AST-serum didapatkan hasil 596,2 + 25,3 U/L. Pada tabel IX terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida terhadap kelompok kontrol negatif olive oil (aktivitas AST-serum sebesar 118,6 + 5,1 U/L). Menurut Zimmerman (1999) bahwa aktivitas AST-serum dengan adanya kerusakan hati berupa steatosis mencapai empat kali lipat dari nilai normal, dari hasil pengujian ini terlihat bahwa peningkatan aktivitas ALT-serum dengan adanya pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB telah mencapai empat kali lipat dari nilai normal (dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif olive oil). Hasil ini mendukung bahwa dengan adanya pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada tikus menyebabkan kerusakan hati.

(67)

meningkatkan aktivitas ALT-AST serum tikus jantan galur Wistar yang berarti menimbulkan kerusakan hari akibat karbon tetraklorida. Hasil dari pengujian kelompok hepatotoksin karbon tetraklorida ini digunakan untuk menghitung efek hepatoprotektif dari infusa daun M. tanarius .

3. Kontrol negatif infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB

Pengujian terhadap kelompok kontrol negatif infusa M. tanarius bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun M. tanarius terhadap aktivitas ALT-AST serum tanpa adanya pemberian karbon tetraklorida. Digunakan dosis infusa daun M. tanarius sebesar 10 g/kgBB karena untuk mengetahui apakah pada dosis pemberian infusa daun M. tanarius tertinggi menyebabkan kerusakan pada hati atau tidak. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB secara peroral selama enam hari berturut-turut kemudian 24 jam setelah pemberian pada hari yang terakhir pengambilan sampel darah dilakukan.

(68)

negatif infusa daun M. tanarius dengan kelompok kontrol negatif olive oil dan berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida. Walaupun hasil dari aktivitas ALT-AST serum kelompok kontrol negatif infusa daun M. tanarius 10g/kgBB yang ditunjukkan lebih tinggi daripada kelompok kontrol negatif olive oil namun setelah dilakukan uji statistik didapatkan hasil perbedaan yang tidak bermakna di antara keduanya maka dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa daun M. tanarius tidak berpengaruh dalam peningkatan aktivitas ALT-AST serum pada tikus. Perbedaan aktivitas ALT-AST serum yang bermakna antara kelompok kontrol infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida menunjukkan bahwa pemberian infusa dosis tertinggi pada penelitian ini tidak menyebabkan kerusakan hati.

4. Kelompok perlakuan infusa daun M. tanarius dosis 2,5; 5 dan 10 g/kgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB

(69)

Aktivitas AST-serum kelompok IV mempunyai keberbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB. Hasil analisa ini dapat menunjukkan bahwa pemberian infusa daun M. tanarius dosis 2,5 g/kgBB mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT dan AST serum tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida, namun belum dapat mencapai kondisi normal. Efek hepatoprotektif dari kelompok praperlakuan infusa daun M. tanarius sebesar 44,1 %.

(70)

hati akibat induksi karbon tetraklorida. Efek hepatoprotektif dari kelompok praperlakuan infusa daun M. tanarius hanya sebesar 39,6 %.

Kelompok VI merupakan kelompok praperlakuan infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB mempunyai aktivitas ALT-serum 103,2 + 3,5 U/L

mempunyai keberbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB (tabel VI). Aktivitas ALT-serum ini menunjukkan keberbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB. Hal serupa juga terlihat pada aktivitas AST-serum (250,6 + 15,8) dari kelompok VI pada perbandingan terhadap kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB. Aktivitas AST-serum kelompok V mempunyai keberbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB. Hasil analisa ini dapat menunjukkan bahwa pemberian infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT dan AST serum tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida, namun belum dapat mencapai kondisi normal. Efek hepatoprotektif dari kelompok praperlakuan infusa daun M. tanarius sebesar 58,1 %. Hal ini mungkin disebabkan pada dosis 10 g/kgBB telah lebih banyak senyawa antioksidan yang terlarut sehingga dapat lebih baik menurunkan aktivitas ALT dan AST serum tikus terinduksi karbon tetraklorida.

(71)

g/kgBB) menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kelompok IV maupun kelompok V. Urutan efek hepatoprotektif dari ketiga dosis infusa daun M. tanarius dilihat dari aktivitas ALT-serum yang dari yang terkecil adalah kelompok praperlakuan infusa daun M. tanarius 5 g/kgBB (39,6%); kelompok praperlakuan infusa daun M. tanarius 2,5 g/kgBB (44,1%); dan kelompok praperlakuan infusa daun M. tanarius 10 g/kgBB (58,1%). Perhitungan efek hepatoprotektif menggunakan hasil AST-serum memiliki profil yang sama dengan perhitungan menggunakan ALT-serum. Hasil ini dapat terjadi mungkin karena kandungan senyawa yang tersari pada setiap dosis berbeda. Hasil efek hepatoprotektif ini menunjukkan bahwa kelompok yang mempunyai efek hepatoprotektif paling tinggi adalah kelompok praperlakuan infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB. Hasil ini juga didukung dengan hasil analisis statistik

yang menunjukkan keberbedaan antara kelompok ini dengan dua kelompok lainnya tersebut adalah bermakna.

(72)

Dosis infusa daun M. tanarius yang mempunyai efek hepatoprotektif paling tinggi pada penelitian ini ternyata berbeda dengan hasil penelitian Mahendra dan Hendra (2011). Pada penelitian yang lalu tersebut dosis infusa daun M. tanarius yang mempunyai efek hepatoprotektif yang paling tinggi adalah

infusa daun M. tanarius dengan dosis 5 g/kgBB. Hasil yang berbeda ini mungkin dikarenakan cara pembuatan infusa yang berbeda antara penelitian ini dengan penelitian yang lalu. Dari hasil yang berbeda ini sebaiknya dapat dilakukan penelitian mengenai efek hepatoprotektif infusa daun M. tanarius dengan senyawa model hepatotoksin yang berbeda seperti galaktosamin dengan cara pembuatan infusa yang sama.

Karbon tetraklorida dapat menaikkan aktivitas ALT-AST serum dikarenakan dengan adanya enzim sitokrom P-450 di dalam hati maka karbon tetraklorida akan diubah menjadi metabolit reaktif triklorometil. Radikal triklorometil mengalami suatu reaksi, atom hidrogen yang berasal dari metilen dapat menjembatani reaksi dengan asam lemak tak jenuh atau protein dan menghasilkan ikatan kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan beraksi secara langsung dengan fosfolipid dan kolesterol yang bersifat toksik. Hasil lain dari reaksi ini adalah radikal lipid yang tidak stabil selanjutnya akan mengakibatkan peroksidasi lipid. Pembentukan peroksidasi lipid hasil dari pemecahan lemak tak jenuh dapat menghasilkan senyawa karbonil seperti 4-hydroxyalkenal dan hydroxynonenal lainnya. Senyawa-senyawa tersebut diketahui

(73)

Setelah pemejanan karbon tetraklorida selama satu sampai tiga jam, trigliserida menumpuk di hepatosit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam hati yang terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein, yang merupakan senyawa yang bertanggung jawab dalam transport lipid untuk keluar dari hepatosit. Akibat menurunnya produksi lipoprotein maka transport lipid akan terhambat sehingga menyebabkan steatosis (Timbrell, 2008). Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim ALT yang ada di dalam sel akan keluar dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT di dalam darah meningkat (Wahyuni, 2005).

(74)

memungkinkan infusa daun M. tanarius dalam melindungi hati adalah dengan pemberian infusa daun M. tanarius selama enam hari dapat meningkatkan sintesis enzim glutation S-transferase yang berfungsi melindungi hati dari senyawa radikal dengan menetralisirkannya.

D. Rangkuman Pembahasan

Penelitian ini menggunakan tiga variasi dosis infusa daun M. tanarius yaitu 2,5; 5 dan 10 g/kgBB. Pengujian terhadap ketiga dosis tersebut menunjukkan efek hepatoprotektif berturut-turut adalah 44,1; 39,65; dan 58,1%. Hal ini menunjukkan bahwa praperlakuan infusa daun M. tanarius pada ketiga dosis tersebut dapat berpengaruh menurunkan aktivitas ALT-AST serum akibat induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB sehingga hasil pengujian sesuai dengan hipotesis pada penelitian ini.

Perbandingan antara kelompok kontrol negatif olive oil dan kelompok kontrol negatif infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB menunjukkan perbedaan yang tidak berbakma. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya pemberian infusa daun M. tanarius tidak mempengaruhi sel hati tikus jantan dan kenaikan aktivitas ALT-AST terjadi karena induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB.

(75)
(76)

55 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dan analisis statistik yang telah, maka dapat disimpulkan :

1. Pemberian infusa daun M. tanarius pada dosis 2,5; 5; dan 10 g/kgBB terbukti berpengaruh dalam menurunkan aktivitas ALT-AST serum tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB

2. Dari ketiga dosis yang digunakan dosis yang memberikan pengaruh penurunan aktivitas ALT-AST serum yang paling efektif adalah dosis 10 g/kgBB.

B. Saran

Perlu dilakuan penelitian lebih lanjut mengenai:

1. Pengaruh infusa daun M. tanarius untuk induksi hepatotoksin yang lain seperti galaktosamin.

Gambar

Tabel I. Peningkatan kadar beberapa enzim serum pada pemejanan
Tabel IX. Hasil uji Scheff  aktivitas AST-serum tikus setelah
Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus sebelum
Gambar 10.Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus sebelum
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Sebenarnya cara untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian santri baik di dalam atau di luar kelas itu sama saja.. Mau tidak mau ya harus dipaksa terlebih dahulu, yang

Peran Perempuan Paska Perceraian di GPM Jemaat Kategorial Lanud Pattimura dari Perspektif Konseling

Maka, perlu disiapkan sumber daya yang berkualitas dan unggul untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat untuk produktivitas yang lebih baik dan tanggung jawab sosial yang tinggi..

Variabel kondisi selokan, dari hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara kondisi selokan yang buruk dengan kejadian leptospirosis di Kabupaten Pati ( p =

• Cara ini dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana. • Uji didih ini dapat digunakan utk mendeteksi apakah susu sdh disimpan terlalu lama tanpa pendinginan dan sudah

Selama ini perkara yang berasal dari wilayah kabupaten Nunukan ditangani di Pengadilan Agama Tarakan, ada yang disidangkan di Tarakan dan juga ada yang disidangkan dengan cara

Pembakaran dan pengembangan gas ini terjadi di dalam ruang bakar yang sempit dan tertutup (tidak bocor) dimana bagian atas dan samping kiri kanan dari ruang bakar adalah

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan segala kenikmatanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan