BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Deskripsi Konseptual
1. Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut NCTM (2000) pemecahan masalah adalah suatu
penyelesaian yang belum diketahui sebelumnya dengan cara penugasan
sehingga siswa harus menggambarkan pengetahuan, dan
mengembangkan pemahaman matematika baru. Pemecahan masalah
bukan saja merupakan suatu sasaran belajar matematika, tetapi
sekaligus merupakan alat utama dalam proses pembelajaran.
Menurut Nasution (2009) kemampuan pemecahan masalah
adalah kemampuan untuk menemukan kombinasi aturan-aturan yang
telah dipelajari terlebih dahulu guna untuk memecahkan masalah yang
baru. Namun, untuk memecahkan masalah tidak hanya menerapkan
aturan-aturan, tapi juga menghasilkan pelajaran baru. Dalam
memecahkan masalah pelajar harus berpikir, mencoba hipotesis, dan
jika berhasil memecahkan masalah itu maka dapat mempelajari sesuatu
yang baru.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan yang
dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu
Menurut John Dewey (Nasution, 2009) indikator dalam
pemecahan masalah yakni:
1) Siswa dihadapkan dengan masalah
2) Siswa merumuskan masalah itu
3) Siswa merumuskan hipotesis
4) Siswa menguji hipotesis itu
NCTM (2000) mengemukakan bahwa indikator standar
kompetensi pemecahan masalah yang harus dimiliki siswa adalah:
1) Membangun pengetahuan matematis yang baru melalui pemecahan
masalah;
2) Memecahkan permasalahan yang muncul di dalam matematika dan
di dalam konteks-konteks lain;
3) Menerapkan dan mengadaptasi beragam strategi yang sesuai untuk
memecahkan permasalahan;
4) Memonitor dan merefleksi pada proses pemecahan masalah.
Menurut Polya (1957) indikator yang dilakukan dalam
penyelesaian masalah adalah sebagai berikut:
1) Memahami masalah (understanding the problem)
Memahami masalah (understanding the problem)
merupakan kegiatan yang merujuk pada apa yang diketahui, apa
yang ditanyakan, apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa
yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam
2) Merencanakan penyelesaian (devising a plan)
Merencanakan penyelesaian (devising a plan) merupakan
kegiatan menghubungkan antara dua yang diketahui dengan
permasalahan yang ada. Kemudian rumus apa yang bisa digunakan
untuk memecahkan suatu masalah, dan mencoba untuk berfikir
masalah yang hampir sama dengan permasalahan yang akan dicari.
Berdasarkan hal tersebut diharapkan bisa membuat suatu model
matematika.
3) Menyelesaikan rencana (carrying out the plan)
Menyelesaikan rencana (carrying out the plan) merupakan
kegiatan yang merujuk pada penyelesaian masalah matematis
menggunakan model matematika yang telah disusun.
4) Memeriksa kembali (looking back)
Memeriksa kembali (looking back) merupakan kegiatan
yang merujuk pada menganalisis dan mengevaluasi prosedur yang
diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada prosedur
lain yang lebih efektif, apakan prosedur yang dibuat dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah
prosedur dapat dibuat generalisasinya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan untuk
menyelesaikan persoalan matematika dengan pengetahuan yang sudah
pemahaman dan pengetahuan baru. Dari beberapa pendapat di atas,
indikator kemampuan pemecahan masalah yang akan digunakan oleh
peneliti adalah:
1) Memahami masalah
Siswa bisa menemukan informasi apa saja yang ada di dalam suatu
masalah matematika dan informasi apa saja yang belum ada.
2) Menyusun rencana penyelesaian masalah
Siswa dapat mencari pola, menguji kasus khusus dari masalah yang
dihadapi untuk memperoleh gambaran lebih baik
tentangpenyelesaian masalah yang dihadapi.
3) Menyelesaikan penyelesaian masalah
Siswa dapat melaksanakan strategi sesuai dengan yang
dirancanakan pada tahap sebelumnya.
4) Memeriksa kembali hasilnya
Siswa dapat memeriksa kembali apakan solusi yang
dihasilkanmasuk akal dan apakah ada cara lainuntuk
menyelesaikan masalah tersebut.
2. Minat Belajar
Minat merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
pembelajaran matematika. Menurut Slameto (2010) minat adalah rasa
ketertarikan seseorang terhadap suatu aktivitas yang membuat dirinya
paksaan, sehingga dengan adanya minat dalam pembelajaran membuat
seorang siswa akan senantiasa belajar dengan sukarela.
Slameto (2010) menyatakan bahwa minat dalam pembelajaran
tidak hanya diekspresikan melalui pernyataan saja, melainkan juga
ditunjukkan melalui partisipasi aktif, keingintahuan dan perhatian yang
lebih terhadap pembelajaran. Partisipasi yang pasif, keingintahuan dan
perhatian yang kurang terhadap pembelajaran menunjukkan minat
dalam pembelajaran yang rendah. Rendahnya minat belajar perlu
dibangkitkan agar siswa bergairah untuk belajar. Minat belajar dapat
diartikan sebagai ketertarikan terhadap belajar yang menaruh perhatian
pada suatu pelajaran tertentu disertai hasrat untuk mengetahui,
mempelajari, dan membuktikannya melalui partisipasi aktif dalam
kegiatan belajar (Kartika, 2014).
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan guru dalam
membangkitkan minat belajar siswa adalah sebagai berikut (Djamarah,
2008):
1) Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri siswa, sehingga
dia rela belajar tanpa paksaan.
2) Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan
pengalaman yang dimiliki siswa, sehingga siswa mudah menerima
3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan hasil
belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar
yang kreatif dan kondusif.
4) Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam
konteks perbedaan individual siswa.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa minat
belajar dalam pembelajaran matematika merupakan ketertarikan siswa
terhadap matematika yang membuat dirinya senantiasa belajar dan
mengikuti pembelajaran matematika secara sukarela tanpa adanya
paksaan. Aspek-aspek yang digunakan dalam mengukur minat belajar
matematika menurut Hidi dan Mitchell (Kartika, 2014) yaitu:
1) Aspek Ketertarikan, dimana siswa menyenangi atau menyukai
pelajaran matematika.
2) Aspek Keberartian, dimana siswa menilai manfaat matematika bagi
dirinya.
3) Aspek Keterlibatan, dimana siswa merasa terlibat dan berpartisipasi
secara aktif dalam proses belajar matematika.
Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti meneliti minat
belajar siswa melalui indikator-indikator minat belajar yang meliputi:
1) Perhatian siswa terhadap pelajaran matematika
2) Keingintahuan siswa terhadap pelajaran matematika, dan
3) Keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan proses pembelajaran
3. Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Moffit (Rusman, 2014) Pembelajaran Berbasis
Masalah merupakan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia
nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Sedangkan
menurut Ibrahim dan Nur (Rusman, 2014) Pembelajaran Berbasis
Masalah merupakan salah satu pembelajaran yang digunakan untuk
merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang
berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar
bagiamana belajar. Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Arends
(Trianto, 2009) adalah pembelajaran dimana siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan
berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya
diri.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan pembelajaran dengan
menggunakan masalah sebagai langkah untuk mendapatkan
Ciri-ciri PBM menurut Arends (Trianto, 2009) yaitu:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. PBM mengorganisasikan
pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara
sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Masalah yang akan
diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran.
3) Penyelidikan autentik. Menganalisis dan mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalah, mengumpulkan
dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika
diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4) Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBM menuntut siswa
untuk menghasilkan produk tertentu yang menjelaskan atau
mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
5) Kolaborasi. Siswa bekerja sama satu dengan yang lainnya, secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Karakteristik PBM menurut Tan (Rusman, 2014) adalah:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah (memahami masalah)
2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin
3) Penyelidikan autentik
4) Menghasilkan produk atau karya yang kemudian dipamerkan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat peneliti menyimpulkan
karakteristik PBM antara lain memahami masalah, masalah yang dipilih
benar-benar nyata, merumuskan kesimpulan, ada hasil penyelesaian
masalahnya, serta bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.
Menurut Pierce dan Jones (Rusman, 2014) kejadian-kejadian
yang harus muncul dalam implementasi PBM adalah:
1) Keterlibatan (engagement), yaitu mempersiapkan siswa untuk
berperan sebagai pemecah masalah dengan bekerja sama.
2) Inquiry dan investigasi, yaitu mengeksplorasi dan mendistribusikan
informasi.
3) Performasi, yaitu menyajikan temuan
4) Tanya jawab (debriefing), yaitu menguji keakuratan dari solusi
5) Refleksi terhadap pemecahan masalah
Tujuan Pembelajaran Bebasis Masalah yaitu:
1) Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan
memecahkan masalah. PBM melatih kepada siswa untuk memiliki
keterampilan berpikir tingkat tinggi, yang hanya dapat dilakukan
dengan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) oleh
peserta didik sendiri.
2) Belajar berbagai peran orang dewasa yang autentik. PBM penting
untuk menjembatani antara pembelajaran di sekolah formal dan
3) Menjadi pembelajar yang mandiri. Dengan bimbingan guru yang
secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk
mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah
nyata oleh mereka sendiri. (Trianto, 2009).
Manfaat PBM menurut Ibrahin dan Nur (Trianto, 2009) adalah
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,
pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai
peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata
atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri.
Adapun kelebihan dari Pembelajaran Berbasis Masalah menurut
Trianto (2009), yaitu:
1) Realistik dengan kehidupan siswa
2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa
3) Memupuk sifat inquiry siswa
4) Retensi konsep jadi kuat
5) Memupuk kemampuan pemecahan masalah
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah menurut
Rusman (2010) yaitu:
1) Fase 1: Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
3) Fase 3: Membimbing pengalaman individual/kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
4) Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam memecahkan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
5) Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka
gunakan.
4. Strategi Team Games Tournament (TGT)
Bern dan Erickson (Komalasari, 2010) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar
kecil dimana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua
jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh
tipe pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan
aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan
peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan
serta reinforcement (Komalasari, 2010). Aktivitas belajar dengan
permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih relaks disamping
menumbuhkan minat belajar tanggung jawab, kerja sama, persaingan
sehat, dan keterlibatan belajar.
Ada lima komponen utama dalam TGT, yaitu:
1) Penyajian Kelas (Class Pressentation)
Penyajian kelas dalam strategi TGT tidak berbeda dengan
pengajaran biasa atau pengajaran klasikal oleh guru, hanya
pengajaran lebih difokuskan pada materi yang sedang dibahas saja.
Ketika penyajian kelas berlangsung mereka sudah berada dalam
kelompoknya. Dengan demikian mereka akan memperhatikan
dengan serius selama pengajaran penyajian kelas berlangsung
sebab setelah ini mereka harus mengerjakan games akademik
dengan sebaik-baiknya dengan skor mereka akan menentukan skor
kelompok mereka.
2) Kelompok (Teams)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa
yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis
adalah anggota-anggota kelompok saling meyakinkan bahwa
mereka dapat bekerja sama dalam belajar dan mengerjakan game
atau lembar kerja dan lebih khusus lagi untuk menyiapkan semua
anggota dalam menghadapi kompetisi.
3) Permainan (Games)
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang
untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian
kelas dan belajar kelompok. Setiap siswa mengambil sebuah kartu
yang diberi nomor dan menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
nomor pada kartu tersebut.
4) Turnamen (Tournaments)
Turnamen adalah sebuah struktur dimana game
berlangsung. Turnamen dilakukan pada setiap unit setelah guru
melakukan penyajian kelas dan kelompok sudah mengerjakan
lembar kerja. Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar
meja tergantung pada kinerja mereka saat turnamen terakhir.
Pemenang pada tiap meja naik tingkat ke meja berikutnya yang
lebih tinggi (misalnya, dari meja 6 kemeja 5); skor tertinggi kedua
tetap tinggal pada meja yang sama; dan yang skornya paling rendah
diturunkan ke meja dengan tingkatan lebih rendah. Dengan cara ini,
jika pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya
mereka akan terus dinaikkan atau diturunkan sampai mereka
Untuk ilustrasi turnamen dapat dilihat pada skema berikut :
5) Penghargaan Kelompok (Teams Recognition)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang,
masing-masing kelompok akan mendapat hadiah apabila rata-rata
skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Ada 3 tingkatan
penghargaan yang berdasarkan pada skor rata-rata tim yaitu:
Kriteria (Rata-Rata Tim) Penghargaan
40 Tim baik (good team)
A1 A2 A3 A4
Tinggi Sedang Sedang Rendah Kelompok A
Meja Turnamen 1
A1, B1, C1
B1 B2 B3 B4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
Kelompok B
C1 C2 C3 C4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
Kelompok C Meja
Turnamen 2
A2, B2, C2
Meja Turnamen 3
A3, B3, C3
Meja Turnamen 4
A4, B4, C4
Gambar 2.1 Penempatan Meja Turnamen
45 Tim sangat baik (great team)
50 Tim super (super team)
Sebelum memulai TGT ada beberapa persiapan yang harus
diperhatikan menurut Slavin, yaitu:
1) Materi yang akan diajarkan
Materi yang terkait dengan materi yang akan diajarkan oleh
guru, materi itu bisa bersumber dari buku paket atau dari materi
yang dibuat oleh guru untuk menunjang proses pembelajaran di
dalam kelas.
2) Menempatkan siswa ke dalam tim
Tiap tim harus terdiri dari 4 anggota yang heterogen. Untuk
menentukan berapa tim yang akan dibentuk, jumlah siswa yang ada
di kelas dibagi 4, hasil bagi tersebut tentunya merupakan jumlah
tim beranggotakan 4 siswa. Untuk menempatkan siswa ke dalam
tim, gunakan daftar peringkat siswa berdasarkan kinerjanya.
Bagikan huruf/angka tim kepada masing-masing siswa. Misalnya,
dalam sembilan tim yang ada di kelas akan menggunakan huruf A
sampai I. Mulailah dari atas daftar dengan huruf A, lanjutkan huruf
berikutnya kepada peringkat menengah. Bila sudah sampai pada
huruf yang terakhir, lanjutkan penamaan huruf tim dengan arah
yang berlawanan. Misalnya jika menggunakan huruf A sampai I,
dan yang ke sebelas dalam tim H, selanjutnya dalam tim G, dan
seterusnya. Jika sudah sampai ke huruf A, berhentilah dan ulangi
prosesnya mulai dari bawah ke atas, seterusnya lanjutkan lagi
dimulai dan diakhiri dengan huruf A.
3) Menempatkan siswa ke dalam meja turnamen
Tulislah daftar nama siswa dari atas ke bawah sesuai urutan
kinerja mereka sebelumnya, gunakan peringkat yang sama seperti
yang digunakan untuk membentuk tim. Hitunglah jumlah siswa di
dalam kelas. Jika jumlahnya habis dibagi 4, semua meja turnamen
akan mempunyai peserta, tunjuklah 4 siswa pertama dari daftar tadi
untuk menempati meja 1, berikutnya meja 2, dan seterusnya. Jika
ada siswa yang tersisa setelah dibagi 4 satu atau 2 dari meja
turnamen pertama akan beranggotakan 5 peserta.
Langkah-langkah dalam pembelajaran TGT adalah sebagai berikut:
1) Pelajaran diawali dengan memberikan pelajaran oleh guru,
selanjutnya diumumkan kepada semua siswa bahwa akan
melaksanakan pembelajaran TGT dan siswa diminta memindahkan
bangku untuk membentuk meja tim. Kepada siswa disampaikan
bahwa mereka akan bekerja sama dengan kelompok belajar selama
beberapa pertemuan, kemudian mengikuti permainan (game) untuk
memperoleh poin bagi nilai tim mereka serta diberitahukan tim
yang memperoleh nilai tinggi akan mendapatkan rekognisi
2) Kegiatan dalam turnamen adalah persaingan pada meja turnamen
dari 3-4 siswa dari tim yang berbeda dengan kemampuan setara.
Pada permulaan turnamen diumumkan penetapan meja turnamen
bagi siswa. Siswa diminta mengatur meja turnamen yang
ditetapkan. Nomor meja turnamen dapat diacak. Setelah
kelengkapan dibagikan dapat dimulai dengan kegiatan permainan.
3) Pada akhir putaran pemenang mendapat satu kartu bernomor,
penantang yang kalah mengembalikan perolehan kartunya bila
sudah ada. Penskoran didasarkan pada jumlah perolehan kartu,
misalnya pada meja turnamen terdiri dari 4 siswa yang tidak seri,
peraih nilai tertinggi mendapat skor 60, kedua 40, ketiga 30, dan
keempat 20.
Kelebihan TGT:
1) TGT tidak hanya membuat siswa yang berkemampuan akademis
tinggi menjadi lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi siswa
yang berkemampuan akademis rendah juga ikut aktif dan
mempunyai peranan yang penting dalam kelompoknya.
2) Menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesama
anggota kelompoknya.
3) Siswa menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran
karena guru menyajikan sebuah penghargaan pada siswa atau
4) Minat belajar siswa menjadi lebih tinggi karena ada kegiatan
permainan.
5. Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi TGT untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan
Minat Belajar
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sesuai indikator
pemecahan masalah tersaji dengan skema sebagai berikut.
Berdasarkan skema di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah
PBM fase pertama yaitu orientasi siswa pada masalah dapat
meningkatkan kemampuan memahami masalah. Langkah PBM fase ke Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase-1
Orientasi siswa pada masalah
Fase-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Fase-3
dua yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar dapat meningkatkan
kemampuan menyusun rencana penyelesaian masalah. Langkah PBM
fase ke tiga yaitu membimbing pengalaman individual maupun
kelompok dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan
penyelesaian masalah. Serta langkah PBM fase ke empat yaitu
mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan fase ke lima yaitu
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah mampu
meningkatkan kemampuan memeriksa kembali hasil pemecahan
masalah. Jadi Pembelajaran Berbasis Masalah mampu meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah sesuai dengan indikator pemecahan
masalah.
Langkah-langkah dalam strategi TGT untuk meningkatkan
minat belajar siswa tersaji dalam skema sebagai berikut.
Team Games Tournament
Penyajian kelas
Kelompok (tim)
Game
Turnamen
Penghargaan kelompok
Keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan
proses pembelajaran matematika Indikator Minat Belajar
Keingintahuan siswa terhadap pelajaran
matematika Perhatian siswa terhadap
pelajaran matematika
Berdasarkan skema di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
penyajian kelas mampu meningkatkan perhatian siswa terhadap
pelajaran matematika, kegiatan kelompok (tim) dan kegiatan turnamen
mampu meningkatkan keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan proses
pembelajaran matematika, kegiatan permainan (Game) mampu
meningkatkan keingintahuan siswa terhadap pelajaran matematika,
serta kegiatan penghargaan kelompok mampu meningkatkan perhatian
siswa terhadap pelajaran matematika, keingintahuan siswa terhadap
pelajaran matematika, dan keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan
proses pembelajaran. Jadi, strategi TGT dapat meningkatkan minat
belajar matematika sesuai dengan indikator minat belajar.
6. Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi TGT
PBM dengan strategi TGT merupakan pembelajaran yang
prosesnya menggunakan sintaks PBM, sedangkan pada proses
perumusan masalah dalam pengorganisasian menggunakan strategi
TGT. Berikut sintaks pembelajaran berbasis masalah dengan strategi
team games tournament :
Fase Langkah Kegiatan guru
1 Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan dan indikator pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. 2 Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Memotivasi siswa agar tertarik untuk mempelajari materi. (Tahap
Penyajian Kelas)
kelompok heterogen. (Tahap Kelompok)
Memotivasi siswa untuk dapat bekerja sama dalam mengerjakan LKS yang sudah disediakan. (Games)
mengerjakan pertanyaan pada kartu bernomor di meja turnamen.
(Tournament) 4 Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Mendorong siswa untuk menyajikan jawaban di depan kelas,
menyampaikan pendapat, bertanya ataupun menyanggah.
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Memberikan umpan balik kepada siswa dan membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan serta memberi penghargaan kelompok.
7. Materi Pembelajaran
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap kelas VII tahun
ajaran 2015/2016 pada materi segiempat. Materi yang digunakan
merujuk pada kompetensi dasar yang telah ditetapkan, yaitu:
6.3.Menghitung keliling dan luas bangun segiempat serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah
Kompetensi dasar tersebut digunakan dalam 3 siklus yang tiap
siklusnya terdiri dari 2 pertemuan. Berdasarkan kompetensi dasar
tersebut, indikator pembelajaran pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Siklus Pertemuan Indikator
6.3.2. Menentukan luas persegi panjang.
6.3.3. Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas persegi panjang
2
6.3.4. Menentukan keliling persegi. 6.3.5. Menentukan luas persegi.
6.3.6. Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas persegi.
2
1
6.3.7. Menentukan keliling jajargenjang. 6.3.8. Menentukan luas jajargenjang.
6.3.9. Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas jajargenjang.
2
6.3.10.Menentukan keliling belah ketupat. 6.3.11.Menentukan luas belah ketupat.
6.3.12.Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas belah ketupat.
3
1
6.3.13.Menentukan keliling layang-layang. 6.3.14.Menentukan luas layang-layang.
6.3.15.Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas layang-layang.
2
6.3.16.Menentukan keliling trapesium. 6.3.17.Menentukan luas trapesium.
6.3.18.Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas trapesium.
B. Penelitian Relevan
Menurut Astuti (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat memperbaiki
proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa kelas VIII4 SMP Babussalan Pekanbaru semester genap
tahun pelajaran 2014/2015 pada materi pokok perbandingan dan peluang.
Ibrahim (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan tidak ada
perbedaan secara signifikan antara siswa berkemampuan awal matematika
(tinggi, sedang dan rendah).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis
masalah dengan strategi Team Games Tournament (TGT) dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan minat
belajar.
C.Kerangka Pikir
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi TGT
Fase Langkah Kegiatan Guru
Indikator Pemecahan
Masalah Matematis
Indikator Minat Belajar
Siswa
1 Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
Memahami masalah
Perhatian siswa terhadap pelajaran Siswa kelas VII F SMP Negeri 6 Purwokerto
D.Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
a. Pembelajaran matematika melalui Pembelajaran Berbasis Masalah
dengan Strategi TGT (Team Games Tournament) dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis.
b. Pembelajaran matematika melalui Pembelajaran Berbasis Masalah
dengan Strategi TGT (Team Games Tournament) dapat meningkatkan
minat belajar siswa.