• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. dan penurunan kemampuan tubuh untuk melawan stres, penyakit, dan kerusakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. dan penurunan kemampuan tubuh untuk melawan stres, penyakit, dan kerusakan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

Penuaan adalah suatu proses kompleks dimana terjadi perubahan fisiologis dan penurunan kemampuan tubuh untuk melawan stres, penyakit, dan kerusakan yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Proses penuaan dapat membuat kulit menjadi kusam dan timbul garis-garis halus yang pada akhirnya akan menjadi kerutan. Kulit kusam dan kerutan dapat mengganggu penampilan fisik dan menurunkan rasa percaya diri sehingga banyak hal dilakukan untuk menghambat proses penuaan, salah satunya adalah dengan penggunaan kosmetika anti penuaan atau antiaging (Elsner & Howard, 2000).

Sediaan kosmetika yang digunakan dapat berupa krim, salep, atau gel. Akan tetapi sediaan gel biasanya lebih disukai karena gel merupakan sediaan yang banyak mengandung air sehingga memberikan rasa dingin menyenangkan pada kulit, memiliki kemampuan penyebaran yang baik, mudah dibersihkan dengan air, dan memiliki pelepasan obat yang baik (Voigt, 1984). Sifat fisik gel dapat ditentukan oleh kombinasi dua atau lebih basis atau bahan pembentuk gel (Lieberman dkk., 1989). Karbomer dan CMC-Na merupakan bahan dasar gel yang bersifat hidrofilik. Kadar karbomer yang digunakan sebagai bahan pembentuk gel adalah 0,5-2%, sedangkan CMC-Na adalah 3-6% (Rowe dkk., 2009).

CMC-Na sering digunakan dalam pembuatan gel karena menghasilkan sediaan gel dengan sifat-sifat yang menguntungkan meliputi sifat gel yang netral,

(2)

resisten terhadap pertumbuhan mikroba, dan viskositas yang stabil (Lieberman dkk., 1989). Namun, penggunaan CMC-Na dalam gel juga dapat menghasilkan gel yang keruh karena menghasilkan dispersi koloid dalam air yang ditandai dengan munculnya bintik-bintik dalam gel (Rowe dkk., 2006). Penggunaan karbomer yang ternetralisasi sebagai gel-forming agent dapat meningkatkan konsistensi dan mengurangi kekeruhan (Bary, 1983; Rowe dkk., 2009) sehingga menghasilkan gel dengan kejernihan yang baik. Gel dengan basis karbomer juga memiliki kemampuan penyebaran yang lebih besar dibandingkan gel dengan basis CMC-Na. Kombinasi karbomer dan CMC-Na perlu dilakukan untuk menghasilkan sediaan gel dengan sifat fisik optimum. Kombinasi ini diharapkan dapat menutupi kekurangan dari penggunaan CMC-Na. Variasi konsentrasi karbomer dan CMC-Na direkomendasikan oleh software Design Expert metode Simplex Lattice Design. Metode ini memiliki keuntungan yaitu praktis dan cepat karena bukan merupakan penentuan formula dengan trial and error.

Daun jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu sumber antioksidan alami.Penelitian mengenai aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak. Menurut Rusdiana, dkk. (2007) sediaan gel ekstrak daun jambu biji yang dibuat menggunakan Aqupec HV-505 memiliki aktivitas antioksidan yang poten dengan nilai IC50 ekstrak sebesar 7,2 mg/100 mL. Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam gel sebesar 0,03%; 0,06%; dan 0,09% terbukti memiliki persentase inhibisi radikal DPPH yang lebih besar dibandingkan dengan sediaan gel yang mengandung vitamin E pada konsentrasi yang sama. Kekurangan dari gel yang diformulasi menggunakan

(3)

Aqupec HV-505 adalah mengalami perubahan pH dan viskositas yang nyata selama penyimpanan. Optimasi formula gel antioksidan dari ekstrak daun jambu menggunakan kombinasi karbomer dan CMC-Na biji diharapkan dapat menghasilkan sifat fisik gel yang optimal dan meningkatkan stabilitas fisik sediaan sehingga lebih stabil selama penyimpanan .

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh perbedaan komposisi karbomer dan CMC-Na dalam gel ekstrak daun jambu biji terhadap sifat fisik gel ?

2. Melalui proses optimasi dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design, berapakah perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan CMC-Na terhadap bobot gel yang dapat menghasilkan formula gel ekstrak daun jambu biji dengan sifat fisik optimum ?

3. Bagaimanakah stabilitas fisik formula optimum gel ekstrak daun jambu biji selama penyimpanan 4 minggu ?

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh perbedaan komposisi karbomer dan CMC-Na dalam formula gel ekstrak daun jambu biji terhadap sifat fisik gel.

2. Mengetahui perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan CMC-Na terhadap bobot gel menggunakan metode Simplex Lattice Design yang dapat menghasilkan formula gel ekstrak daun jambu biji dengan sifat fisik optimum.

(4)

3. Mengetahui stabilitas fisik formula optimum gel ekstrak daun jambu biji selama penyimpanan 4 minggu.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formula optimum gel antioksidan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang memiliki sifat fisik dan stabilitas fisik optimum.

Tinjauan Pustaka

1. Psidium guajava L.

a. Pendahuluan

Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki banyak sekali manfaat untuk kesehatan. Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan adalah buah dan daunnya. Daun jambu biji berwarna hijau berbentuk bundar menjorong dengan panjang sekitar 5-13 cm dan lebar 3-6 cm, pinggir daun rata agak menggulung ke atas, ibu tulang daun dan tulang cabang menonjol pada permukaan bawah, serta bertulang menyirip.

(5)

Sistematika tanaman Psidium guajava L. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991) dapat dilihat pada tabel I.

Tabel I. Sistematika tanaman Psidium guajava L.

Divisi Spermatophyta

Sub divisi Angiospermae

Kelas Dicotyledonae

Bangsa Myrtales

Suku Myrtaceae

Marga Psidium

Jenis Psidium guajava L.

b. Senyawa aktif

Daun jambu biji mengandung flavonoid, tanin (17,4%), fenolat (575,3 mg/g), dan minyak atsiri (Sudarsono dkk., 2002).Salah satu flavonoid yang terkandung dalam daun jambu biji adalah kuersetin. Kuersetin inilah yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap efek antioksidan ekstrak daun jambu biji.

Gambar 2. Struktur kuersetin (Kelly, 2011)

Kuersetin merupakan senyawa flavonoid golongan flavonol yang terdapat pada buah-buahan dan sayuran dan telah terbukti memiliki manfaat bagi

(6)

kesehatan. Struktur molekul kuersetin terdiri dari lima gugus hidroksil yang menetukan aktivitas biologi campuran dan jumlah derivat yang mungkin (Materska, 2008). Kuersetin merupakan salah satu antioksidan yang paling poten diantara golongan antioksidan polifenol (Kaur dan Kapoor, 2001). Kuersetin juga memiliki aktivitas antiviral, antibakteri, antikarsinogen dan antiinflamasi (Walle, 2004).

Aktivitas antioksidan daun jambu biji juga disebabkan karena adanya kandungan tanin. Tanin menunjukkan aktivitas antioksidan dengan menghambat peroksidasi lipid (Okuda, 1992). Penghambatan pada proses peroksidasi lipid dapat menghambat reaksi radikal bebas berantai yang menyebabkan kerusakan pada kulit sehingga mencegah penuaan.

2. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menangkap radikal bebas dan menghambat terjadinya proses oksidasi. Senyawa-senyawa radikal bebas dapat menimbulkan reaksi yang berantai sehingga menimbulkan penuaan dini dan kerusakan pada tubuh.

Antioksidan dapat diperoleh secara alami maupun sintetis. Antioksidan alami berfungsi sebagai reduktor, pengkhelat logam, dan pemerangkap radikal bebas (Sidik, 1997).

Berikut ini adalah mekanisme antioksidan dalam menghambat atau memperlambat proses oksidasi :

(7)

Tabel II. Mekanisme aktivitas antioksidan (Pokorny, 2011)

Kelas Antioksidan Mekanisme Contoh Antioksidan Proper antioxidant Menginaktivasi radikal

bebas lipid Komponen fenolik Penstabil Hidroperoksida Mencegah dekomposisi

dari radikal bebas Komponen fenolik Sinergis Meningkatkan aktivitas

proper antioxidant

Asam sitrat dan asam askorbat Pengkhelat logam

Mengikat logam berat menjadi komponen yang

inaktif

Asam fosfat, asam sitrat

Ekstrak daun dan buah jambu biji memiliki aktivitas antioksidan yang potensial. Penelitian Chen, dkk. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji dari 4 kultivardengan nama lokal Shi Ji Ba, Hong Ba, Tu ba dan Shu Jing Ba mampu menunjukkan aktivitas penangkapan radikal ABTS.+yang kuat. Keempat kultivar diuji aktivitas penangkapan radikal ABTS.+ pada konsentrasi 5 µg/mL, 10 µg/mL, 15 µg/mL, dan 20 µg/mL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji dari keempat kultivar mampu menunjukkan aktivitas penangkapan radikalhingga 95% pada konsentrasi 20 µg/mL. Pada uji penangkapan radikal peroksil, ekstrak daun jambu biji dari keempat kultivar diuji aktivitasnya terhadap penangkapan radikal peroksil pada konsentrasi 2,5 µg/mL, 5 µg/mL, 10 µg/mL, 25 µg/mL, dan 50 µg/mL. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak daun jambu biji dari keempat kultivar memiliki kemampuan menangkap radikal peroksil hingga 85% pada konsentrasi 10 µg/mL.

Aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji juga diperkuat dengan penelitian Rusdiana, dkk. (2007). Dalam penelitiannya, disebutkan bahwa ekstrak

(8)

daun jambu memiliki nilai IC50 sebesar 0,0072% (7,2 mg/100 mL). Ekstrak kemudian diformulasikan sebagai zat aktif dalam sediaan gel menggunakan Aqupec HV-505 dengan konsentrasi ekstrak sebesar 0,03%; 0,06%; dan 0,09%.Dibuat pula gel vitamin E dengan konsentrasi zat aktif yang sama sebagai pembanding. Gel kemudian diuji efektivitas antioksidannya terhadap radikal DPPH . Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga konsentrasi gel ekstrak daun jambu biji memiliki persentase inhibisi radikal DPPH yang lebih besar dibandingkan dengan gel yang mengandung vitamin E.

3. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi bahan baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Pembuatan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang ada dalam simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar tinggi (Departemen Kesehatan RI, 2000).Untuk memperoleh ekstrak dilakukan dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Pemilihan pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi dapat didasarkan pada selektivitas, kemudahan dalam penggunaan, ekonomis, ramah lingkungan, dan keamanan (Departemen Kesehatan RI, 2000).

Maserasi merupakan proses penyarian dengan merendam bahan yang sudah halus ke dalam pelarut, pelarut dapat meresap dan melunakkan sel, sehingga

(9)

melarutkan zat dalam sel. Dalam proses maserasi, pelarut menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel memungkinkan zat aktif yang terlarut dalam pelarut terdesak ke luar sel. Proses tersebut terjadi selama berulang-ulang hingga mencapai keseimbangan antara larutan di dalam dan di luar sel. Pengadukan dan penggantian cairan penyari perlu dilakukan selama proses maserasi. Maserasi biasanya dilakukan selama tiga hari sampai bahan melarut dan dilakukan pada suhu kamar (Ansel, 1989). Pemilihan pelarut perlu mempertimbangkan sifat kelarutan senyawa dalam pelarut yang bersangkutan. Pelarut yang digunakan dapat berupa etanol, air, air etanol, atau pelarut lain. Penggunaan air sebagai pelarut perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah timbulnya kapang (Ansel, 1989).

4. Gel

Gel merupakan sediaan semisolid, biasanya berupa suspensi dari partikel anorganik kecil atau molekul organik yang besar yang saling terpenetrasi dalam cairan (Lieberman dkk., 1998). Umumnya gel bersifat transparan, dapat ditembus oleh cahaya, jernih, dan mengandung zat aktif (Ansel dkk., 1999). Gel dapat diklasifikasikan sebagai gel organik dan gel anorganik berdasarkan sifat dari fase koloidalnya. Salah satu contoh dari gel anorganik adalah magma bentonit. Gel organik biasanya mengandung polimer sebagai bahan pembentuk gel (Lieberman dkk., 1996). Berdasarkan jumlah fasenya, gel dibedakan menjadi gel fase tunggal dan gel fase ganda.

(10)

a. Gel fase tunggal merupakan gel yang terdiri dari makromolekul oganik yang tersebar merata dalam suatu cairan sedemikian rupa sampai tidak terlihat adanya ikatan antara makromolekul yang terdispersi dan cairan (Lieberman dkk., 1998)

b. Gel fase ganda merupakan massa gel yang terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda sehingga gel ini digolongkan sebagai gel fase ganda atau gel dengan sistem dua fase yang sering disebut magma atau susu (Ansel dkk., 1999).

Gel juga dapat diklasifikasi berdasarkan sifat cairan yang ada di dalam gel menjadi gel hidrofilik dan gel hidrofobik. Bahan pembentuk gel hidrofobik biasanya berupa koloidal silika, zink sabun, atau aluminium (Lieberman dkk., 1998). Dasar gel hidrofobik terdiri dari fase anorganik. Interaksi yang terjadi antara dasar gel hidrofobik dengan fase pendispersinya hanya sedikit. Bahan hidrofobik tidak menyebar dengan spontan (Ansel dkk., 1999), sedangkan dasar gel hidrofilik umumnya merupakan molekul-molekul organik besar yang dapat larut dan menjadi satu dengan molekul dari fase pendispersinya. Gel hidrofilik memiliki kelebihan dibandingkan gel hidrofobik yaitu lebih mudah dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih baik (Ansel dkk., 1999).

Menurut Voigt (1984), keuntungan dari sediaan gel adalah pelepasan obat yang baik, dapat menimbulkan efek dingin akibat lambatnya penguapan air sehingga menutupi rasa sakit, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, memiliki kemudahan saat dicuci dengaan air, dan memiliki kemampuan menyebar yang baik pada kulit.

(11)

Kontrol kualitas sediaan gel meliputi : a. Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis merupakan pengamatan sediaan gel meliputi bau dan warna dari sediaan gel. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan indera manusia.

b. Homogenitas

Pengujian homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan gel yang dihasilkan sudah tercampur merata. Pengujian homogenitas dapat dilakukan dengan cara visual (Paye dkk., 2001). Gel yang memiliki homogenitas yang baik akan memiliki ketercampuran bahan-bahan dan ketercampuran warna yang merata. Gel yang homogen juga tidak memperlihatkan adanya butiran-butiran kasar yang tidak larut akibat proses pencampuran yang kurang sempurna.

c. Daya sebar

Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui apakah gel memiliki kemampuan penyebaran yang baik saat dioleskan pada tempat aplikasi. Daya sebar yang baik akan memudahkan pasien dalam penggunaan gel. Sediaan semipadat sebaiknya memiliki diameter daya sebar berkisar antara 3 cm sampai 5 cm (Garg dkk., 2002).

d. Daya lekat

Kemampuan gel untuk melekat pada tempat aplikasi atau waktu retensi gel sering disebut sebagai daya lekat gel. Tidak terdapat persyaratan khusus mengenai daya lekat sediaan semipadat. Semakin lama waktu retensi gel maka semakin lama gel melekat pada tempat aplikasi dan semakin efektif pula penghantaran

(12)

obatnya. Sediaan semipadat sebaiknya memiliki daya lekat yang lebih dari satu detik (Zats dan Gregory, 1996).

e. Viskositas

Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas, maka akan semakin tinggi tahanannya (Sinko, 2006). Sebenarnya tidak ada persyaratan khusus berapa rentang viskositas untuk sediaan gel. Viskositas yang terlalu tinggi akan mengurangi kenyamanan pasien karena gel menjadi sulit dituang atau sulit diambil dari wadah, namun viskositas yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan kemampuan melekat gel berkurang. Viskositas merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas fisik dan bioavailabilitas sediaan (Paye dkk., 2001). Viskositas sediaan dapat dinaikkan dengan penambahan polimer (Donovan dan Flanagan, 1996).

f. pH

Pemeriksaan pH bertujuan untuk mengetahui derajat keasaman dari sediaan gel yang dihasilkan. pH merupakan parameter yang penting dalam pembuatan gel dengan basis karbomer dan CMC-Na sebab pH merupakan faktor yang mempengaruhi viskositas kedua bahan. Viskositas larutan CMC-Na akan stabil pada rentang pH 4-10, pada pH diatas 10 maka viskositas CMC-Na akan menurun secara cepat. Viskositas karbomer akan berkurang pada bila pH kurang dari 3 atau lebih dari 12 (Rowe dkk., 2009). Pengamatan nilai pH dilakukan segera setelah sediaan selesai dibuat. Sebaiknya besar nilai pH sama dengan nilai pH kulit atau tempat pemakaian untuk menghindari terjadinya iritasi. pH untuk sediaan topikal sebaiknya berkisar 5,00-7,00 (Rusdiana dkk., 2007).

(13)

g. Uji stabilitas fisik gel

Uji stabilitas merupakan salah satu parameter penting diterima atau tidaknya suatu formula (Bajaj dkk., 2012). Uji stabilitas dilakukan dengan melihat sifat fisik sediaan yang rentan mengalami perubahan selama penyimpanan dan mempengaruhi kualitas, keamanan, serta efikasi sediaan. Sediaan gel topikal harus dilakukan evaluasi terhadap penampakan gel, kejernihan, warna, homogenitas, bau, pH, konsistensi, viskositas, dan sifat-sifat fisik lainnya (Anonim, 2005). Gel dikatakan memiliki stabilitas fisik yang baik apabila setelah penyimpanan tidak terjadi perubahan sifat fisik gel secara signifikan dan masih memenuhi batas penerimaan (Bajaj dkk., 2012).

5. Monografi Bahan a. Karbomer

Karbomer memiliki nama lain yaitu acrypol, acritamer, acrylic acid polymer, carbopol, carboxy polymethylene, polyacrylic acid, carboxyvinyl polymer, dan pemulen (Rowe dkk., 2009). Karbomer digunakan sebagian besar di dalam cairan atau formulasi sediaan semipadat sebagai rheology modifier, agen pensuspensi atau agen pembentuk gel dan sering digunakan dalam formulasi krim, gel, ataupun salep untuk mata, rektal, topikal atau vaginal. Karbomer berupa serbuk halus, bersifat asam, berwarna putih, higroskopis dan sedikit berbau. Konsentrasi karbomer yang digunakan sebagai bahan pembentuk gel yaitu 0,5%-2% terhadap bobot gel (Rowe dkk., 2009). Karbomer dapat mengembang bila dilarutkan dalam air dan gliserin. Apabila sudah ternetralisasi, karbomer juga dapat mengembang dalam etanol 95%. Karbomer memerlukan proses netralisasi

(14)

dengan penambahan basa yang sesuai agar dapat menghasilkan gel dengan viskositas tinggi. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menetralisir karbomer adalah asam amino, KOH, NaOH, natrium bikarbonat dan trietanolamin. Proses netralisasi dan pH yang tinggi akan sangat mempengaruhi viskositas gel yang terbentuk, oleh karena itu pH harus dinetralkan. Netralisasi akan menghasilkan gel yang lebih kental pada pH 6-10. Karbomer inkompatibel dengan fenol, asam kuat, polimer kationik, dan elektrolit kuat. Adanya ion-ion pada elektrolit dapat menyebabkan menurunnya viskositas dispersi karbomer (Lieberman dkk., 1998).

b. CMC-Na

Na merupakan singkatan dari CarboxymethylcelluloseSodium. CMC-Na memiliki nama lain Akucell, Aqualon CMC, Aquasorb, Blanose, Carbose D, carmellosum natricumdan cellulose gum (Rowe dkk., 2009). CMC-Na merupakan garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa. CMC-Na digunakan secara luas dalam formulasi sediaan oral atau topikal untuk meningkatkan viskositas sediaan. CMC-Na berwarna putih sampai krem, tidak berasa, tidak berbau, memiliki bentuk granul, bersifat higroskopis setelah proses pengeringan. CMC-Na bersifat stabil walaupun termasuk material yang higroskopis. CMC-Na praktis tidak larut dalam solven organik (Lieberman dkk., 1996) seperti aseton, etanol 95%, eter, dan toluen, namun mudah terdispersi dalam air dengan berbagai temperatur membentuk larutan koloid. Viskositas CMC-Na akan optimum pada pH netral dan mencapai maksimum pada pH 7-9. Larutan CMC-Na dalam air stabil pada pH 2-10 (Rowe dkk., 2009). Presipitasi dapat terjadi pada larutan dengan pH kurang dari 2. Viskositas CMC-Na akan menurun secara cepat pada

(15)

pH lebih dari 12. Konsentrasi CMC-Na sebesar 3%-6% biasanya digunakan untuk menghasilkan gel (gelling agent). Derivat selulosa sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral, jernih, viskositas stabil, dan resisten terhadap pertubuhan mikroba.

c. Propilen glikol

Propilen glikol memiliki nama lain 1,dihidroksipropana, E1520, 2-hidroksipropanol, metil etilen glikol, dan propana-1,2-diol. Rumus molekul propilen glikol adalah C3H8O2 dengan bobot molekul 76,09. Propilen gllikol berbentuk larutan jernih atau sedikit berwarna, kental, rasa agak manis, dan mirip dengan gliserin. Dalam sediaan farmasi, propilen glikol berfungsi sebagai agen antimikroba, desinfektan, humektan, solven dan ko-solven. Dalam sediaan gel, propilen glikol digunakan sebagai humektan, penahan lembab, memungkinkan kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari sediaan, serta melindungi gel dari pengeringan (Rowe dkk., 2009). Propilen glikol larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin, dan air. Pada temperatur rendah, propilen glikol stabil dalam wadah tertutup rapat, namun pada temperatur tinggi dan dalam keadaan terbuka, propilen glikol cenderung teroksidasi menghasilkan produk seperti propionaldehid, asam laktat, asam asetat, dan asam piruvat. Secara kimia, propilen glikol stabil apabila dikombinasikan dengan etanol, gliserin, atau air. Propilen glikol inkompatibel dengan zat-zat pengoksidasi, misalnya kalium permanganat.

d. Metil Paraben

Metil paraben memiliki nama lain Aseptoform M, CoSept M, E218, metil ester asam 4-hidroksibenzoat, metil p-hidroksibenzoat, Nipagin M, dan Solbrol M.

(16)

Metil paraben memiliki rumus molekul C8H8O3dengan bobot molekul 152,15. Metil paraben berbentuk hablur atau serbuk tidak berwarna, atau kristal putih, tidak berbau, atau berbau khas lemah. Metil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Paraben memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas, namun paling efektif dalam mencegah timbulnya jamur atau kapang. Metil paraben memiliki aktivitas antimikroba pada range pH 4-8 (Rowe dkk., 2009). Efektivitas antibakteri menurun seiring dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat. Aktivitas antimikroba metil paraben berkurang dengan adanya surfaktan non ionik seperti polisorbat 80 (Rowe dkk., 2009).

e. NaOH

NaOH memiliki nama lain soda kaustik, natrium hidrat, dan soda lye. NaOH berfungsi sebagai agen pengalkali atau buffering agent. Dalam sediaan ini, NaOH berfungsi untuk penstabil karbomer yang bersifat asam. NaOH bersifat sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol. NaOH berbentuk massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, berwarna putih, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur (Rowe dkk., 2009). NaOH sangat mudah meleleh, apabila terpapar udara akan menyerap karbon dioksida dan air dengan sangat cepat sehingga harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.

f. Akuades

Akuades merupakan air murni yang diperoleh dengan cara destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmotik balik, atau proses lain yang sesuai dan tidak mengandung bahan tambahan lain (Departemen Kesehatan RI, 1995).

(17)

Akuades merupakan cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. Akuades biasanya sering digunakan sebagai pelarut.

6. Simplex Lattice Design

Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental yang bertujuan untuk memperoleh interpretasi data secara matematis serta memudahkan dalam proses penyusunannya (Armstrong & James, 1986). Metode ini biasa digunakan untuk mengoptimasi campuran dalam bahan sediaan padat, semipadat atau untuk mengoptimasi pelarut baik pada campuran biner atau lebih. Penentuan formula optimum dengan Simplex Lattice Design dapat dilakukan untuk berbagai bahan yang berbeda jumlah komposisinya namun jumlah totalnya dibuat sama (Bolton, 1997).

Metode Simplex Lattice Designakan menghasilkan suatu persamaan polinomial (simplex) yang dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton & Bon, 2004). Persamaan Simplex Lattice Design untuk kombinasi dua bahan yang berbeda dapat dilihat pada persamaan 1.

Y = β1X1 + β2X2 + β1.2X1.2 (1)

Keterangan :

Y : Respon

X1 dan X2 : Fraksi dari setiap komponen β1 dan β2 : Koefisien regresi dari X1 dan X2 β1.2 : Koefisien regresi dari X1.2

(18)

Formula optimum yang didapatkan kemudian harus dilakukan verifikasi untuk mengetahui validitas dari metode yang digunakan. Verifikasi dilakukan pada formula yang memiliki respon optimum (Armstrong dan James, 1986).

Landasan Teori

Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 sebesar 0,0072% (Rusdiana dkk., 2007). Ekstrak daun jambu biji juga memiliki kemampuan untuk menangkap radikal ABTS.+, radikal superoksida, dan radikal peroksil (Chen dkk., 2007) sehingga sangat potensial digunakan sebagai zat aktif dalam sediaan gel antiaging. Penambahan ekstrak daun jambu biji ke dalam formula gel akan mempengaruhi warrna dan bau sediaan gel yang dibuat. Gel ekstrak daun jambu biji akan berwarna kehijauan (Aponno dkk., 2014) atau kecoklatan (Rusdiana dkk., 2007). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak dalam gel, maka semakin pekat warna sediaan gel yang dihasilkan dan semakin kuat pula aroma khas daun jambu biji (Aponno dkk., 2014).

Pemilihan gelling agentdalam formulasi sediaan gel sangat mempengaruhi karakter gel yang terbentuk. Karbomer dan CMC-Na merupakan bahan dasar dengan sifat hidrofilik dan bersifat memperlambat proses pengeringan sehingga kedua basis tersebut memiliki kemampuan untuk bertahan lama di kulit. Oleh karena itu, karbomer dan CMC-Na merupakan bahan yang cocok untuk sediaan gel (Bakker dkk., 1990). Karbomer dan CMC-Na juga dapat menghasilkan gel dengan stabilitas fisik yang baik (Patel dkk, 2011).

(19)

Penggunaan CMC-Na sebagai basis gel dapat menghasilkan sediaan gel dengan sifat-sifat yang menguntungkan, meliputi sifat gel yang netral, resisten terhadap pertumbuhan mikroba, dan viskositas yang stabil (Lieberman dkk., 1998). CMC-Na juga akan menghasilkan gel dengan viskositas lebih tinggi dibandingkan basis karbomer (Patel dkk., 2011). Interaksi antara karbomer dan CMC-Na dapat mempertahankan viskositas gel selama penyimpanan sehingga stabilitas gel meningkat (Yuliani dkk., 2012). Kelemahan basis CMC-Na yaitu dapat membentuk larutan koloida dalam air yang dapat membuat gel menjadi keruh yang ditandai dengan munculnya bintik-bintik dalam gel (Rowe dkk., 2006). Selain itu, kemampuan penyebaran gel basis CMC-Na lebih kecil dibandingkan dengan sediaan gel yang dihasilkan oleh basis karbomer (Erawati dkk., 2013). Penggunaan karbomer yang ternetralisasi sebagai gel-forming agent dapat meningkatkan konsistensi dan mengurangi kekeruhan(Bary, 1983; Rowe dkk., 2009) sehingga menghasilkan gel dengan kejernihan yang baik.Kombinasi dari kedua bahan ini diharapkan dapat menghasilkan gel dengan kejernihan, viskositas, dan daya sebar yang lebih baik. Kadar karbomer yang digunakan sebagai gelling agent adalah 0,5%-2%, sedangkan CMC-Na adalah 3%-6% (Rowe dkk., 2009).

Metode untuk optimasi salah satunya adalah Simplex Lattice Design. Metode ini dipilih karena praktis, cepat dan sesuai untuk optimasi jumlah gelling agentdalam proses formulasi. Metode SLD dirancang dengan desain eksperimental dan dikombinasikan dengan metode optimasi (Bolton, 1997).

(20)

Hipotesis

1. Perbedaan komposisi karbomer dan CMC-Na dalam formula gel ekstrak daun jambu biji mempengaruhi sifat fisik gel yang dihasilkan.

2. Kombinasi karbomer dan CMC-Na pada konsentrasi tertentu dapat menghasilkan gel ekstrak daun jambu biji yang memiliki sifat fisik dan stabilitas optimum.

3. Formula optimum gel ekstrak daun jambu biji memiliki stabilitas yang baik selama 4 minggu penyimpanan.

Gambar

Gambar 2. Struktur kuersetin (Kelly, 2011)
Tabel II. Mekanisme aktivitas antioksidan (Pokorny, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data tersebut, semua responden yang menyatakan bahwa pengembangan karir pegawai harus didasarkan pada kompetensi, yaitu sebanyak 158 orang (100%) berpendapat bahwa perlu

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugrah- Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memeproleh gelar

Pengangkatan pejabat-pejabat lain dilingkungan Dinas Tata Kota, Pertamanan, dan Pemakaman Kota Bontang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah atas usul

Pada evaluasi ini akan dilakukan perhitungan dari data sampel untuk mencari nilai EOQ dan RoP pada periode juli 2015 untuk dijadikan acuan dalam menentukan berapa jumlah

Orang yang memiliki kecerdasan sosial memberi perhatian pada lingkungan yang lebih luas. Dia tidak hanya memikirkan mengenai situasi sosial dengan segala dinamika

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti ingin meneliti faktor-faktor internal yang mempengaruhi perkembangan dana pihak ketiga bank syariah di Indonesia

Obyek dari pendidikan formal adalah peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas dalam segi intelek dan segi moral, karena pendidikan nasional pada hakekatnya