• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biologi, FMIPA, Universitas Indraprasta PGRI, Jl. Nangka 58 Jagakarsa-Jakarta Selatan 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Biologi, FMIPA, Universitas Indraprasta PGRI, Jl. Nangka 58 Jagakarsa-Jakarta Selatan 2"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEWASAAN KALUS EMBRIOGENIK SOMATIK TANAMAN TEBU

(

Saccharum officinarum

L.) DENGAN KOMBINASI BAP DAN KINETIN

SOMATIC EMBRYOGENIC CALLUS MATURATION FROM SUGARCANE

(Saccharum officinarum L.) COMBINED WITH KINETIN AND BAP

Fitri Damayanti1, Ika Mariska2, Suharsono3, Utut Widyastuti4

1Biologi, FMIPA, Universitas Indraprasta PGRI, Jl. Nangka 58 Jagakarsa-Jakarta Selatan fitridamayantineng@gmail.com

2BB-Biogen, Jl. Tentara Pelajar No. 4A, Bogor 3,4Biologi, FMIPA, IPB, Bogor

ABSTRACT

Increased sugar needs in Indonesia are not comparable with the increased production of sugarcane as the main crop-producing sugars. Solutions offered to increase sugarcane production is in vitro plant breeding for somatic embryogenesis process in which one of the success rate is determined by the composition of the media. Processes affecting somatic embryogenesis in sugarcane are specific for each genotype. The purpose of this study was to obtain the best medium of embryogenic callus maturation. The materials were used sugarcane embryogenic callus from clones PS 864 of 2.4-D 3 mg/l with CH 3 g/l. Medium for embryogenic callus maturation was used MS medium combined with Kinetin (0, 1, 3, and 5 mg/l) and BAP (0 and 5 mg/l) were enriched with CH 500 mg/l. The highest mean number of globular generated from MS media supplemented BAP 5 mg/l in combination with Kinetin 1 and 3 mg/l. Microscopic observations showed that callus resulting from maturation medium was a mixture of cells of embryogenic and non-embryogenic and found an important mechanism during the process of somatic embryogenesis was asymmetric cell division and elongation. The highest asymmetric cell division was resulted from treatment with the addition of Kinetin 3 mg/l.

Keywords: asymmetric, sugarcane, somatic embryos, callus ABSTRAK

Peningkatan kebutuhan gula di Indonesia tidak sebanding dengan peningkatan produksi tebu sebagai tanaman utama penghasil gula. Solusi yang ditawarkan untuk peningkatan produksi tebu adalah pemuliaan tanaman berbasis in vitro yaitu pengembangan protokol untuk proses embriogenesis somatik dimana salah satu tingkat keberhasilannya ditentukan oleh komposisi media. Proses yang mempengaruhi embriogenesis somatik pada tanaman tebu bersifat spesifik untuk setiap genotipe sehingga penentuan kombinasi media induksi embriogenesis terbaik pada klon tebu sangat diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan media pendewasaan kalus embriogenik yang terbaik. Bahan yang digunakan adalah kalus embriogenik tebu klon PS 864 dari perlakuan 2.4-D 3 mg/l ditambah dengan CH 3 g/l. Media pendewasaan kalus embriogenik yang digunakan adalah media dasar MS yang dikombinasi dengan Kinetin (0, 1, 3, dan 5 mg/l) dan BAP (0 dan 5 mg/l) yang diperkaya dengan CH 500 mg/l. Rerata jumlah globular tertinggi dihasilkan dari media MS ditambah BAP 5 mg/l yang dikombinasi dengan Kinetin 1 dan 3 mg/l. Pengamatan mikroskopis memperlihatkan bahwa kalus yang dihasilkan dari media pendewasaan adalah campuran antara sel-sel embriogenik dan non embriogenik serta ditemui mekanisme penting selama proses embriogenesis somatik yaitu pembelahan sel secara asimetris dan elongasi. Pembelahan sel secara asimetris tertinggi dihasilkan dari perlakuan dengan penambahan Kinetin 3 mg/l.

(2)

1. PENDAHULUAN

Salah satu teknik untuk perbaikan potensi genetik tanaman adalah teknik pemuliaan tanaman yang menjadi kunci utama dalam mengatasi permasalahan produksi tebu secara nasional. Tebu memiliki jumlah kromosom dasar yang bervariasi dimana variasi kromosom pada tanaman tebu tidak hanya terjadi antar individu tetapi juga terjadi pada satu individu di sel yang berbeda. Kompleksitas jumlah kromosom pada tanaman tebu merupakan salah satu hambatan dalam melakukan perbaikan genetik secara konvensional berbasis hibridisasi.

Perbanyakan melalui teknik in vitro untuk tanaman perkebunan mempunyai beberapa keunggulan yaitu adanya perbaikan mutu genetis, fisiologis, dan kemurnian yang cukup tinggi. Budidaya tebu menghendaki pengadaan benih yang bebas hama dan penyakit untuk menghindari degradasi klonal yang disebabkan oleh sistem keprasan berulang. Benih yang bermutu serta bebas hama dan penyakit tersebut dapat diperoleh melalui teknik kultur jaringan. Keuntungan lain dari kultur jaringan yaitu dapat dilakukan seleksi terhadap sifat-sifat tanaman yang dikehendaki secara dini.

Teknik mikropropagasi tanaman tebu dapat ditempuh melalui jalur organogenesis maupun embriogenesis somatik yang sangat potensial untuk diterapkan karena bibit yang dihasilkan dapat berasal dari satu sel somatik dan dapat diterapkan untuk pembentukan benih sintetik [1],[2]. Tahap perkembangan embrio somatik pada tanaman monokotil dimulai dari pembentukan globular, skuletar, dan akhirnya koleoptilar. Mekanisme penting selama proses embriogenesis somatik yaitu pembelahan sel secara asimetris dan elongasi sel [3]. Keberhasilan proses embriogenesis somatik ditentukan oleh genotipe tanaman yang digunakan sebagai eksplan awal, komposisis media kultur yang tepat, dan lingkungan kultur yang sesuai [3[,[4],[5],[6]. Metode-metode mikropropagasi yang telah ada tidak serta merta dapat diaplikasikan untuk varietas yang berbeda. Oleh karena itu sangat perlu dicari protokol induksi embrio somatik pada tanaman tebu yang efektif dan efisien.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknik induksi pada tahap pendewasaan dari kalus embriogenik dan regenerasinya yang efektif dan efisien dengan menentukan taraf zat pengatur tumbuh Benzin Amino Purin (BAP) yang dikombinasi dengan Kinetin dan penambahan CH pada media dasar Murashige and Skoog (MS). Penelitian ini memberikan manfaat dalam penyediaan protokol teknik perbanyakan materi pemuliaan (calon varietas baru) maupun produksi bibit secara massal dalam jumlah banyak dan waktu singkat melalui teknik induksi embrio somatik yang efektif dan efisien.

(3)

2. METODE PENELITIAN

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalus embriogenik tebu cv PS 864 umur 4 bulan dari media perlakuan induksi kalus 2.4-D 3 mg/l ditambah dengan CH 3 g/l. Rancangan percobaan disusun secara faktorial dalam lingkungan Rancangan Acak Lengkap dengan 10 ulangan (tiap botol berisi 3 eksplan). Faktor pertama adalah BAP pada taraf 0 dan 5 mg l/l sedangkan faktor kedua adalah Kinetin dengan taraf konsentrasi 0, 1, 3, dan 5 mg/l dengan penambahan CH pada taraf 500 mg/l dan PVP 100 mg/l pada media padat dan cair. Eksplan diinkubasi pada suhu 25±20 C dalam kondisi gelap. Perkembangan eksplan diamati pada setiap minggu mulai dari minggu pertama sampai minggu keempat. Peubah yang diamati adalah persentase kalus hidup, jumlah globular, skutelar, sel elongasi yang terbentuk, jumlah sel simetris dan asimteris yang terbentuk serta penampakan biakan secara visual.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah terbentuk kalus embriogenik maka dilakukan induksi embrio somatik yaitu tahap pendewasaan dari kalus embriogenik. Media yang digunakan adalah media dasar MS yang diperkaya dengan Kinetin dan BAP. Tahapan ini penting dilakukan agar kalus yang dihasilkan mampu membentuk embrio somatik. Pada umur 4 minggu, persentase kalus hidup mencapai 100% dari media tanpa penambahan Kinetin atau BAP baik pada media cair maupun padat. Pada media perlakuan BAP 5 mgl/l kalus tidak mampu hidup namun bila dikombinasi dengan Kinetin 3 dan 5 mg/l persentase kalus hidup mencapai 60%. (Gambar 1).

Gambar 1. Pengaruh media pendewasaan (BAP dan Kinetin) terhadap persentase kalus hidup dari kalus embriogenik umur 4 minggu pada media padat maupun cair. Data rata-rata ± SE dari 10 ulangan. K=tanpa penambahan BAP dan Kinetin; K1=Kinetin 1 mg/l; K5=Kinetin 5 mg/l; B5=BAP 5 mg/l; B5K1=BAP 5mg/l ditambah Kinetin 1 mg/l; B5K3= BAP 5mg/l ditambah Kinetin 3 mg/l; B5K5= BAP 5mg/l ditambah Kinetin 5 mg/l.

(4)

Rerata jumlah globular yang dihasilkan pada media perlakuan pendewasaan memperlihatkan hasil tertinggi dari perlakuan media dengan kombinasi BAP dan Kinetin sedangkan bila tanpa penambahan ZPT menghasilkan rerata jumlah globular terendah (Gambar 2). Pada tahap koleotilar jumlah tertinggi dihasilkan dari perlakuan penambahan Kinetin 3 mg/l.

Gambar 2. Pengaruh media pendewasaan (BAP dan Kinetin) terhadap rerata jumlah globular dan koleotilar yang terbentuk dari kalus embriogenik umur 4 minggu. Data rata-rata ± SE dengan 10 ulangan. K=tanpa penambahan BAP dan Kinetin; K1=Kinetin 1 mg/l; K5=Kinetin 5 mg/l; B5=BAP 5 mg/l; B5K1=BAP 5mg/l ditambah Kinetin 1 mg/l; B5K3= BAP 5mg/l ditambah Kinetin 3 mg/l; B5K5= BAP 5mg/l ditambah Kinetin 5 mg/l

Secara visual terlihat bahwa eksplan dari kalus embriogenik mampu membentuk kalus yang globuler dan berwarna kekuning-kuningan atau putih kekuningan. Hasil pengamatan mikroskopis memperlihatkan bahwa kalus yang dihasilkan pada media pendewasaan adalah campuran antara sel-sel embriogenik dan non embriogenik. Kalus pada media pendewasaan tanpa penambahan Kinetin dan atau BAP ternyata tidak mampu menghasilkan mekanisme penting dari proses embriogenesis yaitu tidak dihasilkannya sel yang mengalami pembelahan asimetris (Gambar 3). Jumlah pembelahan sel asimetris tertinggi dihasilkan dari perlakukan penambahan Kinetin sebesar 3 mg/l. Pada sel-sel yang bersifat embriogenik memperlihatkan polaritas yang diikuti dengan pembelahan asimetris menjadi bagian apikal dan basal. Hasil penelitian [7],[8] menunjukkan bahwa pembelahan asimetris merupakan kumpulan sel-sel yang embriogenik dan akan menghasilkan sel-sel anakan yang berbeda secara morfologi. Selanjutnya, [9] menggambarkan proses pembelahan asimetris yang diawali dengan pemecahan simetri dan diikuti dengan polarisasi melalui pembentukan pre prophase band (PPB) dan benang gelendong mitotik untuk menentukan orientasi pembelahan sel yang diakhiri dengan pembentukan fragmoplas yang menghasilkan dua sel anakan.

(5)

Gambar 3. Pengaruh media pendewasaan (BAP dan Kinetin) terhadap mekanisme proses embriogenesis yaitu pembelahan sel simetris, asimetris, dan elongasi sel dari kalus embriogenik asal media 2.4-D 3 mg/l diperkaya dengan CH 3 g/l. Data rata-rata ± SE. K=tanpa penambahan BAP dan Kinetin; K1=Kinetin 1 mg/l; K5=Kinetin 5 mg/l; B5=BAP 5 mg/l; B5K1=BAP 5mg/l ditambah Kinetin 1 mg/l; B5K3= BAP 5mg/l ditambah Kinetin 3 mg/l; B5K5= BAP 5mg/l ditambah Kinetin 5 mg/l.

Pembelahan asimetris yang dihasilkan dari penelitian ini diduga terjadi karena adanya penambahan ZPT dalam media baik Kinetin maupun BAP. ZPT ini berperan penting sebagai agensia penginduksi pembelahan sel asimetris melalui transpor polar auksin. Kelompok sel embriogenik yang dihasilkan diduga sebagai massa pro-embriogenik atau pre embryogenic mass (PEM). PEM adalah struktur yang disebut juga embryogenic cell clusters (ECCs) yang didefinisikan sebagai jaringan friable yang aktif membelah yang terdiri atas kelompok-kelompok sel yang bercampur dengan sel-sel yang mengalami elongasi dan vakuolasi bersama-sama dengan embrio globuler. Struktur tersebut dikatakan sebagai struktur yang berpotensi dalam produksi embrio somatik.

(6)

4. KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media MS yang diperkaya dengan BAP 5 mg/l yang dikombinasi dengan Kinetin 1 dan 3 mg/l menghasilkan rerata jumlah globular tertinggi. Pengamatan mikroskopis memperlihatkan bahwa kalus yang dihasilkan dari media pendewasaan adalah campuran antara sel-sel embriogenik dan non embriogenik serta ditemui mekanisme penting selama proses embriogenesis somatik yaitu pembelahan sel secara asimetris dan elongasi. Media dengan penambahan Kinetin 3 mg/l mampu menghasilkan sel yang mengalami pembelahan secara asimetris tertinggi. Dengan dikuasainya teknik tahapan perkembangan embriogenesis somatik tebu diharapkan berguna untuk menyediakan metode embriogenesis somatik yang mantap bagi propagasi masal, teknik konservasi in vitro (pertumbuhan minimal), dan perbaikan sifat tanaman melalui teknik transformasi.

5. PUSTAKA

[1]. Pennycooke JC, Towill LE. Medium alterations improve regrowth of sweet potato (Ipomea batatas (l.) lam.) shoot tips cryopreserved by vitrification and encapsulation-dehidration. CryoLetters. 2001; 22:381-389.

[2]. Chengalrayan, Abouzid K, Meagher AG. In vitro regeneration of plants from sugarcane seed-derived callus. In Vitro Cellular & Developmental Biology. 2005; 41(4):477-482.

[3]. Naz S, Ali A, Siddique A. Somatic embryogenesis and plantlet formation in different varieties of sugarcane (Saccharum officinarum L.) HSF-243 and HSF-245. Sarhad Journal of Agriculture. 2008; 24(4):593-598.

[4]. Gill NK, Gill R, Gosal SS. Factors enhancing somatic embryogenesis and plant regeneration in sugarcane (Saccharum officinarum L.). Indian Journal of Biotechnology. 2004; 3:119-123.

[5]. Desai NS, Suprassana P, Bapat VA. Simple and reproducible protocol for direct somatic embryogenesis from cultured immature inflorescence segments of sugarcane (Saccharum spp.). Current Science. 2004; 87(6):764-768.

[6]. Haq IU, Memon S. Efficient plant regeneration through somatic embryogenesis in sugarcane (Saccharum officinarum L.) cultivar CPF-237. African Journal of Biotechnology. 2012; 11(15):3704-3708.

[7]. Arnold S, Sabala I, Bozhkov P, Dyachok J, Filonova L. Developmental pathways of somatic embryogenesis. Plant Cell Tissue Organ Cult. 2002; 69:233-249.

[8]. Abrash, E.B. and D.C. Bergmann. Asymmetric cell divisions: A view from plant development. Developmental Cell. 2009; 16:783-796.

(7)

[9]. Paciorek T, Bergmann DC. 2010. The secret to life is being different: asymmetric divisions in plant development. Current Opinion in Plant Biology. 2009; 13:661–669.

Gambar

Gambar 1. Pengaruh media pendewasaan (BAP dan Kinetin) terhadap persentase kalus hidup dari  kalus embriogenik umur 4 minggu pada media padat maupun cair
Gambar 2. Pengaruh media pendewasaan (BAP dan  Kinetin) terhadap rerata jumlah globular dan  koleotilar  yang terbentuk  dari kalus embriogenik umur 4 minggu
Gambar  3.  Pengaruh  media  pendewasaan  (BAP  dan  Kinetin)  terhadap  mekanisme  proses  embriogenesis  yaitu  pembelahan  sel  simetris,  asimetris,  dan  elongasi  sel  dari  kalus  embriogenik asal media 2.4-D 3 mg/l diperkaya dengan CH 3 g/l

Referensi

Dokumen terkait

Kekuatan pada penelitian ini adalah, hasil penelitian dapat berguna kepada kedua-dua pihak dokter dan pasien dalam mengetahui kondisi fisik pasien karena di Poliklinik Rematolgi

Hasil penelitian aktivitas antioksidan pada minyak, kristal dan sabun menunjukkan bahwa semua sampel memiliki aktivitas antioksidan yang rendah karena

teori system ekonomi kapitalis, yaitu tentang nilai barang dan jasa,struktur harga,yakni harga dalam area produksi,harga dalam menentukan komsumsi dan harga dalam

Landsat memiliki banyak saluran (multispektral) yang mampu membedakan vegetasi mangrove dan bukan mangrove berdasarkan karakteristik spektralnya. Tujuan dari penelitian ini

Terwujudnya skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ekonomi Program Perbankan Syariah SI pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas belajar peserta didik, yaitu siklus I dengan persentase 74% dan siklus II sebesar 82%, berarti ada peningkatan aktivitas

Penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan dan evaluasi dari penerapan Program Keluarga Harapan sering dilakukan untuk mengukur bagaimana progres dan perkembangan Program

Pasal 10 ayat 1 memuat ketentuan bahwa penerbitan, surat kabar, dan film yang belum diperiksa isinya oleh kantor pusat Gunken-etu tidak boleh dieksport ke luar Jawa.