• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jaringan tubuh dan mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jaringan tubuh dan mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Gizi

1.1. Definisi gizi

Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan (Soekirman, 2000). Menurut Almatsier (2001), kata gizi dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun, memelihara jaringan tubuh dan mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh.

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Keadaan gizi merupakan suatu keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa dkk., 2001).

Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan (Kartasapoetra & Marsetyo, 2005). Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI (2008), bahwa bahan makanan yang telah dikonsumsi tersebut akan diuraikan menjadi zat gizi. Fungsi umum zat gizi tersebut ialah: (a) sebagai sumber energi atau tenaga, (b) menyumbang pertumbuhan badan, (c) memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak atau aus, (d) mengatur metabolisme dan mengatur keseimbangan air,

(2)

mineral dan asam-basa di dalam tubuh, (e) berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit sebagai antibodi dan antitoksin.

1.2. Kebutuhan gizi remaja

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada Recommended Daily Allowances (RDA). RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologisnya, bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi (Arisman, 2004).

Kebutuhan energi yang dibutuhkan oleh remaja putri memuncak pada usia 12 tahun (2.550 kkal), kemudian menurun menjadi 2.200 kkal pada usia 18 tahun. Kebutuhan energi tersebut sebagian besar diperlukan untuk mempertahankan kebutuhan zat gizi di dalam tubuh dan aktifitas fisik daripada untuk pertumbuhan. Menurut Soetjiningsih (2004), kebutuhan energi bervariasi tergantung aktifitas fisik. Remaja yang kurang aktif dapat menjadi kelebihan berat badan atau obesitas, walaupun asupan energi lebih rendah dari kebutuhan yang direkomendasikan. Sebaliknya pada remaja yang sangat aktif akan membutuhkan energi yang lebih banyak dari kebutuhan energi yang direkomendasikan. Konsumsi energi yang kurang dapat terjadi karena sumbernya, kebutuhan yang meningkat atau pada penyakit kronis.

Untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia dan untuk memperoleh energi agar manusia dapat melakukan kegiatan fisiknya sehari-hari, maka tubuh manusia harus dipenuhi kebutuhan zat-zat makanan atau zat-zat gizinya. Zat-zat makanan yang diperlukan itu dapat dikelompokkan menjadi enam

(3)

macam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air (Kartasapoetra & Marsetyo, 2005).

1.2.1. Karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam kehidupan karena merupakan sumber energi utama bagi manusia yang harganya relatif murah (Almatsier, 2001). Budiyanto (2004) juga menyatakan bahwa karbohidrat selain murah juga mengandung serat-serat yang sangat bermanfaat sebagai diet (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan dan kesehatan manusia.

Sumber karbohidrat yang banyak dimakan sebagai makanan pokok di Indonesia adalah beras, jagung, ubi, singkong, talas dan sagu (Almatsier, 2001). 1.2.2. Protein

Menurut Budiyanto (2004), protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein juga mensuplai sekitar 12-14% asupan energi selama masa remaja.

Kebutuhan protein sehari yang direkomendasikan pada remaja berkisar antara 44-59 g, tergantung pada jenis kelamin dan usia. Berdasarkan BB, remaja usia 15-18 tahun berkurang menjadi 0,8 g/kg. Menurut survei NHANES II (Second Health and Nutrition Examination Survey ) tahun 1976-1980 rata-rata asupan sehari protein untuk wanita adalah 65 g/hari (Soetjiningsih, 2004). Menurut Arisman (2004), perhitungan besarnya kebutuhan akan protein berkaitan dengan pola tumbuh, bukan usia kronoligis. Untuk remaja putri hanya 0,27-0,29 g/cm.

(4)

Secara umum dikenal dua jenis protein yaitu protein hewani yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan seperti ikan, daging, telur dan susu. Protein nabati terutama berasal dari kacang-kacangan serta bahan makanan yang terbuat dari kacang. Seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, oncom, tahu dan tempe (Nurachmah, 2001).

1.2.3. Lemak

Beberapa penelitian Beare & Myer (1990, dikutip dari Fatimah, 2006) telah menyimpulkan bahwa masukan lemak secara berlebihan dapat menyebabkan suatu timbunan kolesterol abnormal di dalam darah. Keadaan ini dapat menimbulkan penumpukan lemak pada lapisan dinding pembuluh darah dan menyebabkan atherosclerosis dan penyakit jantung koroner.

Kebutuhan lemak pada remaja dihitung sekitar 37% dari asupan energi total remaja, baik laki-laki maupun perempuan. Remaja sering mengkonsumsi lemak yang berlebih. Sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah gizi. Cara yang dipergunakan untuk mengurangi diet berlemak adalah dengan memanfaatkan aneka buah dan sayur serta produk padi-padian dan sereal, juga dengan memilih produk makanan yang rendah lemak (Soetjiningsih, 2004).

1.2.4. Vitamin

Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Karena vitamin adalah zat

(5)

organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan (Almatsier, 2001).

Vitamin dapat diperoleh dari sayuran dan buah-buahan. Kandungan vitamin dan mineral pada buah dan sayuran bermanfaat untuk mengatur pengolahan bahan makanan serta menjaga keseimbangan cairan tubuh. Biasanya banyak remaja yang kurang suka makan sayuran dan buah-buahan. Padahal, makanan tersebut sangat bermafaat bagi tubuh. Vitamin yang yang dibutuhkan antara lain adalah vitamin B6, B12, asam folat, A, C, D dan E (Choco, 2009). 1.2.5. Mineral

Menurut Fatimah (2006), mineral merupakan zat-zat anorganik yang masuk ke dalam tubuh berbentuk garam-garam mineral dan bersatu dengan zat organik dalam makanan. Unsur mineral ini sedikit sekali diperlukan tubuh, tetapi mutlak dibutuhkan. Kekurangan unsur mineral dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan.

Arisman (2004) mengatakan bahwa pada masa remaja kebutuhan akan semua mineral juga meningkat. Peningkatan akan zat besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini merupakan komponen penting pembentuk tulang dan otot. Asupan kalsium yang dianjurkan sebesar 800 mg (praremaja) sampai 1.200 mg (remaja).

a. Zat besi

Remaja adalah salah satu kelompok yang rawan terhadap defisiensi besi dan dapat mengenai semua kelompok status sosial ekonomi, terutama yang berstatus sosial ekonomi rendah. Penyebabnya sebagian besar oleh karena

(6)

ketidakcukupan asimilasi zat besi yang berasal dari diet, dilusi zat besi dari cadangan dalam tubuh dengan cepatnya pertumbuhan dan kehilangan zat besi. Prevalensi defisiensi zat besi pada remaja putri umur 11-14 tahun sekitar 2,8%, sedangkan pada umur 15-19 tahun defisiensi zat besi pada remaja putri ditemukan sekitar 7,2% (Soetjiningsih, 2004).

b. Kalsium

Remaja membutuhkan kalsium lebih tinggi dibandingkan ketika masih anak-anak atau saat dewasa, yang diperlukan untuk pertumbuhan skeletal. Kebutuhan kalsium paralel dengan pertumbuhan skeletal dan meningkat dari 800 mg/hari menjadi 1200 mg/hari pada kedua jenis kelamin pada umur 11-19 tahun. Kebutuhan kalsium sangat tergantung pada jenis kelamin, umur fisiologis dan ukuran tubuh (Soetjiningsih, 2004).

Pada remaja putri asupan kalsium lebih rendah dari kebutuhan sehari yang dianjurkan. Sekitar lebih dari 50% remaja putri dilaporkan mengkonsumsi diet dengan kalsium kurang dari 70% kebutuhan kalsium sehari (Soetjiningsih, 2004). 1.2.6. Air

Almatsier (2001) mengemukakan bahwa air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa lemak. Kandungan air tubuh relatif berbeda antar manusia, bergantung pada proporsi jaringan otot dan jaringan lemak.

(7)

Tabel 1. Kebutuhan diet sehari nutrisi remaja putri dan dewasa muda

Usia

11-14 15-18 19-24

Energi (total kka l) 2200 2200 2200

Protein (g) 46 44 46 Vitamin A (g RE) 800 800 800 Vitamin D (g) 10 10 10 Vitamin E (mg a TE) 8 8 8 Vitamin K (g) 45 55 60 Vitamin C (mg) 50 60 60 Thiamin (mg) 1,1 1,1 1,1 Riboflavin (mg) 1,3 1,3 1,3 Niasin (mg NE) 15 15 15 Vitamin B6 (mg) 1,4 1,5 1,6 Folat (g) 150 180 180 Vitamin B12 (g) 2,0 2,0 2,0 Kalsium (mg) 1200 1200 1200 Fosfor (mg) 1200 1200 1200 Magnesium (mg) 280 300 280 Besi (mg) 15 15 15 Seng (mg) 12 12 12 Iodine (g) 150 150 150 Selenium (g) 45 50 55

(8)

2. Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Remaja Putri (Mahasiswi)

Masa remaja merupakan masa “rawan gizi” karena kebutuhan akan gizi sedang tinggi-tingginya. Hal ini yang menyebabkan sering timbul masalah gizi pada remaja putri. Masalah gizi pada remaja putri akan berdampak negatif pada kesehatan. Misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan BBLR dan penurunan kesegaran jasmani. Banyak penelitian telah dilakukan menunjukkan kelompok remaja putri menderita atau mengalami banyak masalah gizi. Masalah gizi tersebut antara lain anemia dan IMT kurang dari batas normal atau kurus (Choco, 2009).

Banyak remaja putri menginginkan bentuk tubuh yang sempurna dan terpengaruh iklan untuk mengurangi berat badan atau membentuk tubuh yang ideal menurut iklan. Permasalahan yang sering dialami oleh remaja putri adalah rasa tidak percaya diri karena tubuh dinilai kurang atau tidak ideal, baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Rasa kurang percaya diri ini kemudian merambat ke hal-hal yang lain, misalnya malu untuk bergaul dengan orang lain, tidak percaya diri untuk tampil di muka umum, menarik diri, pendiam, malas bergaul dengan lawan jenis, atau bahkan kemudian menjadi seorang yang pemarah, sinis dan sebagainya.

Hal itu yang membuat remaja jadi tidak mau memperhatikan asupan makanan yang bergizi karena yang bergizi itu mereka anggap membuat tubuh menjadi gemuk atau melar. Padahal, pada masa remaja kebutuhan gizi sangat penting untuk diperhatikan. Masa remaja merupakan perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini banyak terjadi perubahan, baik secara fisik,

(9)

mental maupun sosial. Perubahan ini perlu didukung oleh kebutuhan makanan (zat-zat gizi) yang tepat dan memadai.

Remaja putri (mahasiswi) termasuk yang tinggal mandiri sering mempunyai kebiasaan makan yang tidak sesuai dengan angka kecukupan gizi. Misalnya: (1) kebiasaan mengkonsumsi kudapan atau “ngemil” yang rendah gizi (kurang kalori, protein, vitamin dan mineral) seperti makanan ringan yang saat ini banyak dijual di toko-toko. Sebagian besar cemilan tersebut bukan hanya kurang kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi dan dapat menghilangkan nafsu makan, (2) kebiasaan makan makanan siap saji (fast food) yang juga komposisi gizinya tidak seimbang, yaitu terlalu tinggi kandungan kalorinya sehingga dapat menyebabkan kelebihan berat badan, (3) kebiasaan tidak sarapan pagi dan malas minum air putih. Dari hasil penelitian ditemukan orang yang sarapan pagi daya ingatnya akan lebih baik, dapat berpikir jernih dan memiliki tenaga untuk beraktivitas.

Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia bisa mempengaruhi pola makan kaum remaja. Khususnya bagi remaja tingkat menengah ke atas, restoran fast food merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan di restoran fast food ditawarkan dengan harga yang terjangkau, servisnya cepat dan jenis makanannya memenuhi selera (Khomsan, 2003).

Fast food umumnya mengandung kalori tinggi, kadar lemak, gula dan sodium (Na) juga tinggi, tetapi rendah serat kasar, vitamin A, asam askorbat, kalsium dan folat. Kandungan gizi yang tidak seimbang ini bila terlanjur menjadi

(10)

pola makan, akan berdampak negatif pada keadaan gizi para remaja (Khomsan, 2003).

Menurut Daniel (1977, dikutip dari Arisman, 2004) hampir 50% remaja terutama remaja akhir tidak sarapan. Penelitian lain juga membuktikan masih banyak remaja (89%) yang menyakini kalau sarapan pagi memang penting. Namun, mereka yang sarapan secara teratur hanya 60%. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih kudapan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Mahasiswi yang Tinggal Mandiri

Kebutuhan gizi setiap orang berbeda-beda dan hal tersebut berhubungan dengan jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan dan juga aktivitas seseorang. Oleh karena itu setiap individu sangat berbeda dalam menerima konsumsi makanan. Di samping itu keanekaragaman makanan juga harus diperhatikan karena pada dasarnya setiap jenis makanan tertentu tidak mengandung semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga perlu beberapa makanan lain untuk mendapatkan komposisi makanan sesuai yang dianjurkan. Maka diperlukan makanan yang beraneka ragam yang mengandung protein, lemak, karbohidrat serta beberapa mineral lain yang dibutuhkan tubuh dari beragam jenis makanan yang dikonsumsi setiap hari.

Pemenuhan kebutuhan zat gizi pada mahasiswi yang tinggal mandiri baik dalam hal kualitas dan kuantitasnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi pada mahasiswi yang tinggal mandiri adalah:

(11)

3.1. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi setiap orang itu berbeda-beda dan bertingkat, ada yang status sosial ekonominya tinggi, sedang dan rendah (Fatimah, 2006). Sosial ekonomi menurut Abdulsyani (1994, dikutip dari Fatimah, 2006) adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal dan jabatan dalam organisasi.

Menurut Marwanti (2000, dikutip dari Siregar, 2007) untuk mendapatkan makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, faktor sosial ekonomi dalam hal ini keuangan memegang peranan penting. Walaupun semua bahan makanan terdapat di pasaran, namun daya beli menentukan pemilihan. Jika keuangan memungkinkan serta memiliki keleluasaan dalam memilih, maka kebutuhan makanan akan terpenuhi. Akan tetapi jika keuangan terbatas maka seseorang terpaksa memilih makanan yang murah, yang harus disesuaikan dengan keuangan yang tersedia.

Mahasiswi yang memiliki keluarga dengan pendapatan tinggi akan dapat lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Berg (1989, dikutip dari Siregar, 2007) yang mengatakan bahwa pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Dengan tingkat pendapatan yang semakin tinggi maka seseorang akan lebih mampu dalam memenuhi kebutuhan makanannya, baik secara kualitas maupun kuantitas dan semakin baik pula status gizinya.

(12)

3.2. Personal preference

Menurut Assael (2002, dikutip dari Febrianti, 2009), preferensi terbentuk dari persepsi terhadap suatu produk. Preferensi adalah derajat kesukaan, pilihan, atau sesuatu hal yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi juga dapat diartikan sebagai tingkatan kesukaan. Maksudnya, tingkat kesukaan secara kualitas dan atau bila dibandingkan dengan tingkat kesukaan terhadap sesuatu yang lain (Martiani, 2000 dikutip dari Febrianti, 2009).

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang akan memulai kebiasaan makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa (Prohealth, 2009). Kesukaan atau pilihan terhadap makanan akan menentukan jumlah konsumsi pangan seseorang (Fatimah, 2006).

Lyman (1989, dikutip dari Febrianti, 2009) menyatakan bahwa preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan, seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan disukai bila belum pernah dicoba. Selain itu, suatu makanan bisa tidak disukai jika setelah dicoba terasa membosankan, terlalu biasa dikonsumsi, menyebabkan alergi atau reaksi fisiologis, dan berhubungan dengan efek penyakit setelah mengkonsmsinya. Sikap suka atau tidak suka terhadap pangan hanyalah salah satu alasan yang membentuk preferensi pangan. Preferensi pangan lebih menunjuk pada keadaan ketika seseorang harus melakukan pilihan terhadap pangan dengan menunjukkan reaksi penerimaan hedonik atau rasa makanan yang datanya diukur

(13)

secara verbal, dengan skala atau dengan ekspresi wajah (Rozin & Volmecke 1986 dalam Febrianti, 2009).

Dalam pemenuhan makanan apabila berdasarkan pada makanan kesukaan saja maka akan berakibat pemenuhan gizi akan menurun atau sebaliknya akan berlebih. Tidak ada satu bahan pangan pun yang dapat menyediakan zat gizi dalam kualitas dan kuantitas yang mencukupi kebutuhan gizi seimbang. Makan dengan beranekaragam jenis bahan pangan lebih cenderung dapat memenuhi kebutuhan gizi seimbang. Anjuran Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), adalah anjuran yang perlu diikuti dalam pola makan seseorang (Budiyanto, 2004).

3.3. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, telinga, atau kognitif yang merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2002).

Pengetahuan tentang gizi sangat mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Kedalaman dan keluasan pengetahuan tentang gizi akan menuntun seseorang dalam pemilihan jenis makanan yang akan dikonsumsi baik dari segi kualitas, variasi, maupun cara penyajian pangan yang diselaraskan dengan konsep pangan. Misalnya, konsep pangan yang berkaitan dengan kebutuhan fisik, apakah makan asal kenyang atau untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

(14)

Menurut Suhardjo (1996, dikutip dari Siregar, 2007), kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kemampuan untuk menerapkan informasi tentang gizi merupakan sebab-sebab penting terjadinya gangguan gizi dalam masyarakat. Oleh sebab itu pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan untuk menciptakan makanan yang sehat dan bergizi lengkap.

3.4. Kebiasaan makan

Pada umumnya kebiasaan makan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Kebiasaan ini berasal dari pola makan yang didasarkan pada budaya kelompok dan diajarkan pada seluruh anggota keluarga. Beberapa keluarga mengembangkan pola makan tiga kali sehari yaitu makan pagi, siang dan malam. Beberapa keluarga mengembangkan pola makan dua kali sehari yaitu makan siang dan makan malam, bahkan beberapa keluarga juga mengembangkan pola makan jika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang (Budiyanto, 2004).

Kebiasaan makan terbentuk dalam diri seseorang sebagai akibat proses sosialisasi yang diperoleh dari lingkungannya, meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor (Suhardjo, 1990 dikutip dari Fatimah, 2006). Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Suhardjo (1990) mengatakan bahwa kebiasaan makan adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat memberi gambaran perilaku dari nilai-nilai yang dianut oleh seseorang atau sekelompok masyarakat. Sedangkan menurut Khumaidi (1989 dikutip dari Fatimah, 2006), kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan.

(15)

Agama atau kepercayaan akan mengatur masyarakat dalam memilih jenis makanan yang boleh dan tidak boleh untuk dimakan. Aturan tentang makanan yang tidak dapat dimakan, diteladani seseorang berdasarkan aturan tingkah laku sosial. Mereka hanya memahami secara struktural, tidak dengan mengikuti implikasi sebab dan akibat dari aturan-aturan yang jelas. Misalnya larangan makan daging sapi bagi orang Hindu. Pada orang yang beragama Hindu, sapi tidak mereka konsumsi karena menurut kepercayaan mereka sapi itu adalah binatang suci. Berdasarkan hal tersebut, agama atau kepercayaan tentu akan mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kebutuhan gizinya (Meiyenti, 2006 dikutip dari Siregar, 2007).

Menurut Fatimah (2006) perilaku seseorang dalam memilih makanan sangatlah subjektif. Hal ini dapat dimengerti karena pemilihan dipengaruhi oleh latar belakang hidup seseorang. Pada umumnya ada tiga pengaruh seseorang dalam memilih makanan, yaitu: (1) lingkungan keluarga, tempat seseorang hidup dan dibesarkan, (2) lingkungan di luar sistem sosial keluarga yang mempengaruhi langsung kepada dirinya maupun keluarganya, (3) dorongan yang berasal dalam diri atau disebut faktor internal.

3.5. Kesehatan

Menurut pernyataan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara lengkap dan bukan hanya sekedar tidak mengidap penyakit atau kelemahan. Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan dan pemenuhan

(16)

individu memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar daripada makan (Prohealth, 2009).

Dalam keadaan kekurangan makanan, makan yang terlalu berlebihan dan gizi yang tidak seimbang adalah merupakan perwujudan yang sangat menonjol mengenai penyimpangan dalam hal gizi yang secara langsung dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan seseorang. Seseorang perlu memperhatikan pola makannya, agar dalam hal makan dapat dilakukan secara secukupnya sehingga dapat hidup dengan kondisi kehidupan yang sehat (Arisbambang, 2007).

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan diet sehari nutrisi remaja putri dan dewasa muda

Referensi

Dokumen terkait

Menurut  C.  Supartono  dan  Edi  Rusdiyanto,  (2000)  perdagangan  sektor  informal 

Namun temuan tersebut berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2011) gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh signifikan terhadap

Subjek dalam peneltian ini merupakan istri yang berusia 25-45 tahun dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang memiliki tingkt kesejahteraan psikologis sedang hingga

Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Walikota Mojokerto Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas

Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada

Dari tabel di atas perspektif keuangan yang terdiri dari enam item pertanyaan dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata menunjukkan angka 3,25 artinya jawaban responden

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi, kemampuan, lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai bidang pengelolaan pasar pada Dinas Perindustrian

n -heksana kasar. Aktivitas zona hambat dari fraksi D. Perbedaaan daya hambat antar larutan uji terhadap pertumbuhan C. albicans dipengaruhi oleh jenis dan kadar