S K R I P S I
Diajulun sebagai salah satu syarat untak Menempuh ujian Sarjaoa Hukum
O M
Abi Sarwan N I M : 5 0 2011 155
U N I V E R S I T A S M U H A M M A D I Y A H P A L E M B A N G F A K U L T A S H U K U M
Jadal Skripsi P E N E G A K A N H U K U M T I N D A K PIDANA K E K E R A S A N T E R H A D A P I S T R I D A L A M R U M A H T A N G G A B E R D A S A R K A N UNDANG-UNDANG NOMOR 23 T A H U N 2004 DI P E N G A D I L A N N E G E R I K L A S I A P A L E M B A N G .
Nama M M
Program Stadi Program kekhususao
Pembimbing
Luil Maknun, SH., M R
: Abi Sarvran : 502011155 : Ilmn Hukam : Hukum Pidana
P E N G U J I :
Palembang, 02 April 2015
Ketua :b\ur
Husnt
E m i t S o n , S H . , Sp.H
..r3
Anggota : 1. Hendri S, SH., M. Hum 2. Dra. H j . Lilies Anisah, SR-f
DISAHKAN OLEH
DEKAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSn^AS'^MUflAMMADIYAH PALEMBANG
D n S R I ^ l J A
-N B ^t^^48/0006046009
rvftwoSSuvqaif jg^tKUDiufy <
ujfvfnfi sv^fmfoy ip ut^mfSuo tuvs UDUta^-taMuai < rmoqoipS'loqoqog <
uop >f04 y 'D>fug ii94.9x. buoApsj^i mf mfoaopnog 4,
04u$aj94 rufopung uop goAy 'otuQ < IMS HVnv i>po<i9)f 4 : opodmf 04U10 ifnuod uoSuop mnpfoqiuosjod njf
(SSI
7p6vp»^ mug»)»ya upp ypfm fojopffpfk^ 'uvmpof bovk 4«tpiA~4pp30
Pen ulis, Pem bi m bi ng
Abi Sarwan L u i l Maknun, SH., M H .
A B S T R A K
Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penegakan hukum tindak pidana kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Daiam Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Palembang ?
2. Bagaimanakah hambatan dalam penegakan hukum tindak pidana kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga di di Pengadilan Negeri Klas I A Palembang ?
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, maka menggunakan penelitian hukum impiris atau disebut dengan penelitian lapangan.
Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara kepada informan, wawancara ini menggunakan sistem terbuka kepada narasumber yang berkompelen dibidangnya, dimana yang diwawancara dalam hal ini menjawab pertanyaan mempunyai kebebasan dengan kata-katanya sendiri serta menyatakan ide-ide yang dianggap tepat. Sedangkan pengumpulan data sekunder dengan cara membaca dan mempelajari literatur-literatur atau sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini, wawancara terhadap informan mengunakan teknik wawancara yang mendalam yang dilakukan terhadap sejumlah informan secara perpousive sampling yaitu terdiri d a r i :
1. Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Palembang. 2. Kejaksaan Negeri Palembang
3. Polresta Palembang
Teknik pengolahan data dilakukan baik data primer atau sekunder di analisis secara diskristif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan sesuatu di daerah tertentu dan pada saat tertentu, kemudian data yang diolah dikumpul dan dikualifikasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Palembang, telah sesuai dengan dengan undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, terutama pasal-pasal yang di dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum mutlak berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 sebagai Undang-Undang khusus yang mengatur tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.
2. Hambatan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan teihadap istri dalam rumah tangga tersebut, diantaranya keterangan saksi, karena saksi dalam tindak pidana ini pada umumnya keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus, saudara, suami, atau istri. Padahal orang-orang tersebut menurut pasal 168 KUHAP, tidak dapat didengar dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi. Selain dari pada itu dapat terjandi juga hambatan bagi korban, yang telah melapor tetapi perkaranya dicabut kembali dengan pertimbangan masa depan bagi anak-anaknya dan menginginkan rumah tangganya dibangun kembali, hambatan lainnya adalah masih terdapat korban yang tidak mengetahui bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan perbuatan pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Assalamu' alaikum Wr, Wb.
Sebagai seorang hamba A L L A H SWT yang penuh dengan segala
kekurangan serta ketidak sempumaan, wajarlah kiranya penulis terlebih dahulu
mengucapkan puji dan syukur kehadirat-NYA yang telah melimpahkan segala
Rahmat dan Karunianya serta shalawat dan salam kepada Rasulullah Nabi Besar
Muammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
Dalam hal ini penulis memilih Judul skripsi : " P E N E G A K A N H U K U M
T I N D A K P r o A N A K E K E R A S A N T E R H A D A P I S T R I D A L A M R U M A H
T A N G G A B E R D A S A R K A N UNDANG-UNDANG N O M O R 23 T A H U N
2004 D I P E N G A D I L A N N E G E R I K L A S I A P A L E M B A N G " .
Meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
skripsi i n i , namun karena terbatasnya pengetahuan penulis, terutama dalam
karangan ilmiah. Tentu saja tulisan ini tidak dapat membanggakan diri sebagai
tulisan yang sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan segala
petunjuk serta kritik-kritik sehat demi kesempumaan skripsi ini.
Akan tetapi walaupun demikian keadaanya dengan segala kerendahan hati,
penulis mengarapkan apa yang penulis kerjakan ini kiranya dapat memenuhi
segala harapan.
1. Bapak Dr. H. M . Idris, SE., M.Si selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Ibu Dr. Sri Suatmiati, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
3. Bapak/ibu Wakil Dekan I , I I , I I I dan I V Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang.
4. Ibu Luil Maknun, SH., M H . Selaku Ketua Hukum Pidana dan acara
pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang dan
selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
petunjuk-petunjuk dan arahan-arahan dalam penulisan dan penyusunan skripsi
ini.
5. Bapak Indra Jaya, SH., M H . Selaku pembimbing Akademik pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan dan Karyawati Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
7. Oma, Ayah dan Bunda ku tercinta yang telah membesarkan aku dan
merestui kehidupan penulis.
8. Saudara-saudara ku tersayang "Teteh Enka, Atok dan Halim yang
selalu bersama dalam hari-hari ku, yang selalu memberikan semangat,
dukungan dan doa selama ini.
dan teman-teman angkatan 2011 Fakultas Hukum thanks atas kebaikan
dan keikhlasan kalian selama ini. ( I love You Forever and ever)
10. Keluarga besar dari Kisam dan Pagaralam yang telah mendukung dan
memberi doa kepadaku.
Semoga A L L A H SWT membalas budi baik kalian. Akhirulkalam dengan segala
kerendahan hati penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga amal ibadah yang
dilakukan mendapat balasan dari N Y A A m i n . . .
"Wasalamualaikum Wr. Wb"*
Palembang 02 April 2015
Penulis.
Abi Sarwan
H A L A M A N P E R S E T U J U A N U N T U K K O M P R E H E N S I F ii
H A L A M A N M O T T O Hi
A B S T R A K iv
K A T A P E N G A N T A R vi
D A F T A R ISI ix
B A B I P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang I
B. Permasalahan 4
C. Ruang Lingkup dan Tujuan 4
D. Metodelogi 6
1. Jenis Penelitian 6
2. Jenis Data 6
3. Pengolahan Data 8
E. Sistematika Penulisan 8
B A B I I T I N J A U A N P U S T A K A
A. Penegakan Hukum 10
1. Pengertian Penegakan Hukum 10
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum 13
B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Kekerasan dalam
Rumah Tangga Ruang 18
1. Istilah dan perumusan Tindak Pidana 18
B A B 111 H A S I L P E N E L I T I A N DAN P E M B A H A S A N
A . Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekeraan Terhadap Istri
Dalam Rumah Tangga Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. 32
B. Hambatan Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana
Kekeraan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga di
Pengadilan Negeri Klas I A Palembang 38
B A B I V P E N U T U P
A. Kesimpulan 41
B. Saran 43
D A F T A R P U S T A K A
L A M P I R A N - L A M P I R A N
A. Latar Belakang
Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok
masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan
terwujudnya suatu negara. Indonesia sebagai negara yang berlandaskan
Pancasila yang didukung oleh umat beragama, mustahil bisa terbentuk rumah
tangga tanpa perkawinan, karena perkawinan tidak lain adalah permulaan dari
rumah tangga. Perkawinan merupakan aqad dengan upacara ijab qobul antara
suami dan istri untuk hidup bersama sebagai pertalian suci (sakral). Dengan
perkawinan terpeliharalah kehormatan, keturunan, kesehatan jasmani dan
rohani, jelasnya nasib seseorang. Ada tiga hal mengapa perkawinan itu
menjadi penting. Pertama, perkawinan adalah cara untuk ikhtiar manusia
melestarikan dan memperkembangbiakan keturunannya dalam rangka
melanjutnya kehidupan manusia di muka bumi. Kedua : perkawinan menjadi
cara manusia menyalurkan hasrat seksual. Yang dimaksud di sini adalah lebih
pada kondisi terjaganya moralitas, dengan begitu perkawinan bukan
semata-mata menyalurkan kebutuhan biologis secara seenaknya, melainkan juga
menjaga alat reproduksi agar menjadi tetap sehat dan tidak disalurkan pada
tempat yang salah. Ketiga : perkawinan merupakan wahana rekreasi dan
tempat orang menumpahkan keresahan hati dan membebaskan diri dari
kesulitan hidup secara terbuka kepada pasangannya.
Pada dasamya tujuan perkawinan ialah membentuk keluaga yang bahagia dan
kekal, dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan merupakan ikatan yang dapat melahirkan hubungan saling
mencintai, saling menasehati dan saling mengharapkan satu sama lain. Tentu
saja menunjukkan bahwa cinta dan kasih sayang bukan hanya dimiliki oleh
salah satu pihak, yakni suami istri konsekuensi logisnya mereka tidak boleh
saling menyakiti dan mengkhianati. Fenomena kadang berbicara lain,
perkawinan yang diharapkan sakinah, mawadah, warahmah temyata harus
kandas di tengah jalan karena permasalahan dalam keluarga. Kekerasan
dalam rumah tangga merupakan suatu permasalahan dalam keluarga untuk
mempertahankan sebuah keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga bisa
menimpa siapa saja termasuk suami, istri dan anak, namun secara umum
pengertian dalam KDRT di sini dipersempit artinya penganiayaan terhadap
istri oleh suami. Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban dalam
KDRT adalah istri. Bila kita amati lebih jauh banyak sekali keluarga yang
tidak bahagia, rumah tangga yang selalu di tiup oleh badai pertengkaran dan
f)ercekcokan. Dengan keadaan yang semacam ini istri manapun tidak akan
nyaman dalam menjalani kehidupannya. Kasus seperti ini sangat banyak
sekali terjadi dalam masyarakat, ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi
hukum yang belum dipahami, bahkan peristiwa kekerasan ini masih
dipandang sebagai persoalan pribadi, intern keluarga yang orang lain tidak
perlu tahu. Namun seiring perkembangan waktu, ditambah dengan semakin
banyaknya kasus-kasus KDRT menyadarkan kita bahwa tindakan ini tidak lagi
bisa ditoleransi dan tidak lagi menjadi persoalan individu (privai) tetapi telah
menjadi persoalan negara (public) karena telah terjadi pengingkaran terhadap
hak asasi manusia dan digolongkan perbuatan melawan hukum sebagaimana
di atur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa :
"Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga."
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menyediakan
perlindungan bagi hak si korban KDRT, diharapkan dapat mengantisipasi
sekaligus mengurangi teijadinya KDRT khususnya di wilayah hukum
Pengadilan Negeri Palembang. Sehingga apabila terjadi kekerasan dalam
rumah tangga, maka si korban akan dapat mengadukan hal tersebut kepada
Polresta Palembang dan terakhir akan diadili oleh Pengadilan Negeri
Dari latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi
dengan judul "Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Kekerasan
Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 di Pengadilan Negeri Klas I A Palembang".
B. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penegakan hukum tindak pidana kekerasan terhadap istri
dalam rumah tangga berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004
di Pengadilan Negeri Klas I A Palembang ?
2. Bagaimanakah hambatan dalam penegakan hukum tindak pidana
kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I
A Palembang ?
C . Ruang Lingkup dan Tujuan
Pembahasan pada penelitian ini tidak meluas maka ruang lingkup
dalam penelitian ini hanya membahas tentang penegakan Hukum Tindak
Pidana Kekerasan Terhadap Istri Daiam Rumah Tangga berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 di Pengadilan Negeri Klas I A Khusus
Palembang dan hambatan dalam penegak hukum tindak pidana kekerasan
terhadap istri dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Khusus
Tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui penegakan hukum tindak pidana kekerasan terhadap
istri dalam rumah tangga berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun
2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2. Untuk mengetahui hambatan dalam penegakan hukum terhadap tindak
pidana kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga.
Hasil penelitian ini dipergunakan untuk melengkapi pengetahuan
teoritis yang diperoleh selama studi di Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang dan diharapkan bermanfaat bagi perkembangan
ilmu hukum secara umum, terutama bagi perkembangan hukum pidana,
sekaligus merupakan sumbangan dan masukan kepada aparat penegak hukum
sebagai komponen sistem peradilan pidana Indonesia sebagai suatu sumber
informasi dan referensi mengenai penegakan hukum tindak pidana kekerasan
terhadap istri dalam rumah tangga sebagai upaya penanggulangan tindak
pidana tersebut serta merupakan sumbangan pemikiran yang dipersembahkan
D. Metodologi
1. Jenis Penelitian
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, maka
menggunakan penelitian hukum empiris, istilah lain yang dipakai untuk
penelitian ini adalah penelitian indoktriner atau hukum sosiologi dan dapat
juga disebut dengan penelitian lapangan.'
2. Jenis Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara kepada
informan. Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh
keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu. Wawancara
memerlukan dua pihak, yaitu interviewer (pewawancara) dan interview (yang
diwawancarai). Wawancara ini menggunakan system terbuka kepada nara
sumber yang berkompeten di bidangnya, dimana yang diwawancara dalam hal
menjawab pertanyaan mempunyai kebebasan dengan kata-katanya sendiri
serta menyatakan ide-ide yang dianggapnya tepat.^
Metode pengumpulan data sekunder menggunakan data sekunder
dengan cara membaca dan mempelajari literatur-literatur ataupun
sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dalam penelitian data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari lapangan melalui wawancara langsung
dengan nara sumber. Wawancara terhadap informan dengan menggunakan
' Usmandi, Materi Pendidikan dan KemaMran Hukum, Laboratorium Hukum, F H Unsri, 1992. Him. 50
teknik dengan wawancara mendalam, yang dilakukan terhadap sejumlah
informan secara purposive sampling, yaitu terdiri d a r i :
1. Hakim di pengadilan Negeri Klas I A Khusus Palembang
2. Kejaksaan Negeri Palembang
3. Polresta Palembang
Data sekunder tersebut dengan cara menelusuri bahan-bahan hukum
yang meliputi:
a. Bahan-bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat
antoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah di dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.^
Peraturan perundang-undangan yaitu antara lain : Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP),
serta Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. Bahan-bahan Hukum Sekunder, yaitu berupa semua pubiikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi :
buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jumal-jumal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan. Antara lain tentang sistem peradilan
pidana, pembaharuan hukum pidana dan lain-lain yang mempunyai
keterkaitan permasalahan yang akan dibahas oleh penulis mengenai tindak
pidana kekerasan dalam rumah tangga ini.
c. Bahan-bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
3. Pengolahan data
Pengolahan data yang diperoleh baik data primer ataupun sekunder
dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
melukiskan sesuatu di daerah tertentu dan pada saat tertentu. Kemudian data
yang diolah dikumpul, diolah dan dikualifikasi.
E . Sistematika Penulisan.
Sesuai dengan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang, penulisan skripsi ini secara
keseluruhan disusun dalam 4 (empat) bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I . Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang, permasalahan, ruang
lingkup, tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab I I . Tinjauan pustaka, memaparkan tinjauan pustaka yang menyajikan
mengenai tinjauan tentang penegakan hukum dengan uraian tentang
pengertian penegakan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum serta tinjauan umum tentang tindak pidana
kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dengan menguraikan
istilah dan perumusan tindak pidana, tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga serta tindak pidana kekerasan terhadap istri dalam
Bab I I I . Pembahasan, yang berisikan paparan tentang hasil penelitian secara
khusus menguraina dan menganalisa permasalahan hukum yang
diteliti mengenai penegakan hukum tindak pidana kekerasan
terhadap istri dalam rumah tangga berdasarkan undang-undang
Nomor 23 Tahun 2004, dan juga mengenai bagaimanakah hambatan
dalam penegakan hukum tindak pidana kekerasan terahdap istri
dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I Palembang.
Bab I V . Penutup, pada bagian ini merupakan akhir pembahasan skripsi ini
A. Penegakan Hukum
1. Pengertian Penegakan Hukum
Secara fllosofi penegakam hukum diartikan sebagai kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah
yang mantap dan dalam sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup. ^ Namun menurut Soerjono Soekanto penegakan hukum
sebagai proses pada hakekatnya merupakan penerapan diskresi yang
menyangkut pembuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaedah
hukum akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi, gangguan terhadap
penegakan hukum mungkin terjadi apabila ada ketidak serasian antara " T r i
Tunggal" yaitu nilai, kaidah dan prilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila
ada ketidak serasian antara nilai-nilai yang berpasangan yang menjelma di
dalam kaidah-kaidah yang bersimpang slur dan pola prilaku yang tidak terarah
yang menyangkut kedamaian pergaulan hidup.^
Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah
semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam
kenyataannya di Indonesia adalah demikian, sehingga Law Enforcement
^ Satjipto Raharjo. Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1983, Ibid., him. 13.
* Ibid., him. 13
begitu populer selain itu dan kecenderungan yang kuat untuk mengartikan
penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan Hakim.
Perlu dicatat bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut
mempunyai kelemahan-kelemahan apabila pelaksanaan perundang-undangan
atau keputusan Hakim malahan mengganggu kedamaian pergaulan hidup.
Sebagai sebuah Negara hukum (reechstaat) prinsip the rules of law
harus ditegakkan dalam Negara Repubiik Indonesia. Bagi kita prinsip the
rules of law itu tidak Iain dari pada the rules of justice, penegakan hukum
yang berintikan keadilan. Prinsip demikian perlu ditegaskan, karena
diskriminasi penerapan hukum dalam realitasnya terlampau mencolok.
Produk hukum dan penegakannya lebih berpihak kepada the rulling class,
kelompok masyarakat yang mempunyai kekuasaan ekonomi atau kekuasaan
politik pada pihak lain. Hak-hak masyarakat pencari keadilan yang sebagian
besar berasal dari kelompok-kelompok powerlessness selalu dikesampingkan,
substantive atau sociological Justice selalu dinikmati oleh mereka yang
powerfull sedang powerless hanya mendapatkan formil justice. Keadaan
demikian dalam Negara yang baru merdeka masih dapat dipahami karena
menyangkut ketersediaan sumber daya manusia.^
Akan tetapi bagi kita tentu merupakan sebuah iron). Negara hukum
dengan segala perangkatnya bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia
dan memberikan keadilan bagi sebagian besar warganya yang sangat
mendesak sekarang "membawa keadilan kepada rakyat" (to bring justice to
the people), dengan menyelesaikan secara baik persoalan-persoalan yang oleh
rakyat dianggap harus diselesaikan secara hukum (apakah persoalan perbuatan
atau perbuatan itu tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat karena
merugikan, atau dapat merugikan, mendatangkan korban). Dengan kata lain,
sejauh manakah persoalan atau perbuatan tersebut bertentangan dengan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan masyarakat menganggap patut atau
tidak patut dihukum dalam rangka menyeienggarakan kesejahteraan dan
keamanan masyarakat.
Dalam rangka bekerjanya hukum dalam masyarakat, Robert B.
Seidman, mengajukan tiga komponen inti yang mendukung bekerjanya hukum
dalam masyarakat (termasuk aspek penegakannya). Ketiga unsur dimaksud
adalah:
a. Lembaga pembuat peraturan ;
b. Lembaga penerapan peraturan ;
c. Pemegang peranan itu sendiri.
Dari ketiga unsur tersebut Robert B . Seidman mengajukan empat dalil
sebagai berikut:
a. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang
pemegang peran diharapkan bertindak;
b. Bagaimana seseorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu
respon terhadap peraturan hukum, merupakan fungsi peraturan-peraturan
serta keseluruhan kompleks kekuatan social politik dan lain-lain mengenai
dirinya;
c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons
terhadap peraturan hukum, merupakan fungsi
peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, kekuatan
sosial politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka, serta umpan
balik yang datang dari para pemegang peran itu;
d. Bagaimana pembuat undang-undang itu bertindak merupakan fungsi
peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksi,
kekuatan sosial politik dan ideologi, dan lain-lain yang mengenai diri
mereka, serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta
birokrasi.*
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Masalah penegakan hukum sebenamya terletak pada faktor-faktor
yang mungkin mempenganihinya, faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor hukumnya sendiri ;
2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum ;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum ;
4. Faktor masyrakat yakni lingkungan di mana hukum itu berlaku atau
diterapkan.
5. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.^
Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di atas dapat
dirangkum ke dalam suatu system hukum (Legal System) yang menurut
Friedman maliputi : Substansi hukum (legal Substance), struktur hukum
(Legal Structure), budaya hukum (Legal culture).
Ketiga komponen hukum itu harus saling menunjang satu sama lain
secara integrative agar hukum tersebut berlaku efektif. Umpamanya suatu
substansi hukum (norma hukum) tidak dapat ditegakkan tanpa adanya
dukungan dari struktur hukum dan budaya hukum yang menggerakkannya.
Begitu juga sebaliknya, hukumnya pda hakekatnya merupakan
abstraksi dan ketetapan/penegasan norma-norma dalam masyarakat, gambaran
normatife ini secara sosiologis dirumuskan dalam pengertian penegakan
hukum sebagai : suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum
menjadi kenyataan-kenyataan.
Dengan demikian, apabila bicara penegakan hukum maka pada
hakekatnya bicara mengenai ide-ide itu temyata membutuhkan suatu
organisasi yang cukup kompleks. Negara yang harus campur tangan dalam
perwujudan hukum yang abstrak itu temyata hams mengadakan berbagai
macam badan untuk keperluan tersebut. Badan-badan yang tampak sebagai
suatu organisasi yang berdiri sendiri-sendiri pada hakekatnya mengemban
tugas yang sama yaitu mewujudkan hukum atau menegakkan hukum dalam
masyarakat.
Tujuan hukum abstrak di tengah-tengah suatu masyarakat yang
kompleks ini hanya dapat diwujudkan melalui pengorganisasian yang
kompleks pula. Melalui organisasi serta proses-proses yang berlangsung di
dalamnya masyarakat menerima perwujudan dari tujuan-tujuan hukum,
keadilan misalnya diberikan kepada anggota masyarakat dalam bentuk sesuatu
aksi tertentu, kepastian hukum menjadi terwujud melalui keputusan-keputusan
Hakim yang menolak tindakan-tindakan main hakim sendiri yang dilakukan
oleh masyarakat. Ketertiban dan keamanan menjadi sesuatu yang nyata
melalui tindakan-tindakan polisi yang diorganisir oleh badan Kepolisian.'^
Dapat dikemukakan bahwa, penegakan hukum selalu akan melibatkan
manusia di dalamnya dan dengan akan melibatkan tingkah laku manusia juga.
Hukum tidak bisa tegak dengan sendirinya artinya mampu untuk mewujudkan
sendiri janji-janji dan kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan)
hukum itu. Janji dan kehendak seperti itu misalnya adalah untuk memberikan
hak kepada seseorang untuk mengenakan pidana terhadap seorang yang telah
memenuhi persyaratan tertentu dan sebagainya.
Untuk dapat menjalankan organisasi yang dituntut untuk mewujudkan
tujuan-tujuan hukum itu perlu mempunyai suatu tingkat otonomi tertentu.
Otonomi ini dibutuhkan untuk mengelola sumber-sumber daya yang tersedia
dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi sumber daya ini berupa :
1. Sumber daya manusia, seperti hakim, polisi, jaksa, dan panitera;
2. Sumber daya fisik seperti gedung, perlengkapan dan kendaraan;
3. Sumber daya keuangan, seperti belanja Negara dan sumber-sumber
lainnya;
4. Sumber daya selebihnya yang dibutuhkan untuk menggerakkan organisasi
dalam usaha mencapai tujuannya."
Dalam kaitannya dengan perkara pidana, mekanisme pemeriksaan
perkara berjalan dengan bertindaknya polisi, kejaksaan, dan akhimya hakim di
pengadilan. Menurut pandangan yang dogmatis penyelenggaraan atas hukum
pidana berpusat dan berpuncak di pengadilan, pengadilan satu-satunya instansi
yang mengkongkritkan hukum dalam kejadian yang khusus yang dihadapi
dalam keputusannya. Sebaliknya menurut pandangan fungslonal kedudukan
instansi-instansi pendukung hukum pidana tersebut sejajar. Suatu instansi
dalam mewujudkan hukum pidana yang dalam urutan kedudukan di belakang,
dalam menjalankan fungsinya pada hakekatnya tergantung pada apa yang
diberikan instansi yang dimukanya.
Jadi kegiatan dalam penyelesaian perkara (sebagian besar) tergantung
dari perkara yang diberikan oleh kepolisian, pengadilan Juga hanya dapat
memeriksa perkara yang diajukan oleh kejaksaan, inilah yang dinamakan
dengan control negative. Instansi-instansi tersebut masing-masing
menetapkan hukum dan wewenangnya, pandangan penyelenggaraan tata
hukum demikian disebut dengan "model kemudi" (stuur mode).'^
Kita masih belum dapat mewujudkan harapan kita, terwujudnya
peradilan dengan segala kelembagaannya yang ideal. Hal tersebut disebabkan
karena pada umumnya peradilan belum didukung oleh unsur-unsur aparatur
yang memiliki kemampuan dan dedikasi yang tinggi. Ada sementara pendapat
mengenai adanya mafia peradilan seperti yang banyak kita baca dan dengar
melalui media-media massa baik elektronik maupun cetak. Fenomenanya
tersebut memang sulit untuk dibuktikan tanpa adanya kesungguhan dari
masyarakat dan unsur-unsur penegak hukum dalam rangka pembuktiannya.
Kritik yang dilontarkan oleh berbagai kalangan terhadap peradilan di
Indonesia telah menjurus ke arah caci maki dan sumpah serapah. Hendak
diapakan peradilan dalam kondisi seperti sekarang ini ? Bukan semata-mata
ungkapan sinis dan pesimis namun realitas yang berlangsung
mempertontonkan sebuah peradilan dagelan, peradilan yang didalamnya
penuh nuansa formalitas yang pada akhimya menjadikan peradilan sebagai
supermarket (jual bell keadilan).
B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah
Tangga
1. Istilah dan perumusan Tindak Pidana
Undang-undang mensyaratkan untuk mengambil tindakan berdasarkan
hukum pidana, paling sedikit harus adanya persangkaan telah dilahirkan
tindak pidana. Berdasarkan hukum pidana material dan untuk dimulai dengan
perumusan delik yang dimuat didalamnya, maka harus menilai apakah suatu
kejadian tertentu dapat merupakan suatu tindak pidana.
Hukum pidana material dalam lingkungan semua kelakuan yang dapat
dipikirkan bersifat melawan hukum, kelakukan-kelakuan yang tidak hanya
melawan hukum akan tetapi juga di larang diperbuat orang. Untuk itu perlu
diadakan perumusan delik-delik.
Dalam istilah (term) Het strajbaar feit telah diteijemahkan dari bahasa
Belanda ke dalam bahasa Indonesia sebagai:
a. Perbuatan yang dapat atau boleh dihukum;
b. Peristiwa pidana;
c. Perbuatan pidana;
d. Tindak pidana.
Pengertian perbuatan pidana atau strqfbaar feit adalah suatu kelakuan
manusia yang termasuk dalam batas-batas perumusan suatu delik yang
melawan hukum dan disebabkan karena kesalahan dari petindak atau pelaku.'^
Dalam hal ini Satocid Kartanegara lebih condong untuk menggunakan
istilah "delict"}^ Ada beberapa rumusan mengenai delict atau straftbaarfeit
(perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang diancam hukuman).
Beberapa pengertian yang diberikan oleh para sarjana mengenai istilah
strafbaar feit antara lain :
a. Simons
Strafbaar feit adalah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam pidana
oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmtig) dilakukan
dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.'^
b. Van Hamel
Berpendapat sama dengan Simons hanya ditambahkan strafbaar feit juga
memiliki sifat perbuatan yang dapat dihukum.'^
c. Vos
Strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang dilarang oleh
undang-undang diancam dengan pidana.'^
d. Pompe
Strafbaar feit adalah :
1. Suatu pelanggaran terhadap kaidah/ norma yang dilakukan karena
kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, him. 74.
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, him. 26
mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan
umum.
2. Suatu kejadian yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan
sebagai perbuatan yang dapat dihukum.'^
e. J . E . Jonkers
Strafbaar feit adalah :
1. Suatu kejadian yang dapat diancam pidana oleh undang-undang.
2. Suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan
sengaja atau tidak sengaja oleh orang yang dapat
dipertanggungjawabkan.'^
f. Moeljatno
Strqffbaar feit adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana yang disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu
bagi yang melanggar larangan tersebut.^*^
g. R . Tresna
Strajbaar feit adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia
yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan lainnya, terhadap
perbuatan mana diadakan penghukuman.^'
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni Ahaem Petehaem, Jakarta, 1986, ha!. 205.
J . E . Jonkers, dikutip dari S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya,
Alumni Ahaem PEtehaem, Jakarta, 86, ibid.
h. Wirjono Projodikoro
Strafbaar feit yang berarti suatu peraturan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman pidana.
Adapun yang dimaksudkan dengan Strafbaarfeit suatu delict adalah :
a. Pelanggaran kepentingan umum (schending of Krenking Yan een
rechts belong).
b. Sesuatu yang membahayakan kepentingan hukum (het gevaar
brengenvan een rechts belong).^
Dan yang dimaksud dengan kepentingan hukum adalah tiap-tiap kepentingan
yang harus dijaga dan kesemuanya untuk kepentingan masyarakat. Dan kita
dapat membagi hukuman menjadi tiga golongan :
a. Kepentingan perseorangan (Individuate belangen);
b. Kepentingan masyarakat (Maatsghappelijke belangen);
c. Kepentingan Negara (Stoats belangen).
2. Tindakan kekerasan
Lahimya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada prinsipnya dilandasi oleh berbagai
pertimbangan, antara lain bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan terutama kekerasan dalam
rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Selama ini kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu perbuatan
yang dianggap baru, meskipun pada dasamya bentuk-bentuk kekerasan ini
dapat ditemui dan terkait pada bentuk perbuatan tertentu, seperti pembunuhan,
penganiayaan, perkosaan dan pencurian. Awalnya pengertian kekerasan
terdapat pada pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yamg
berbunyi : '*membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan".
Dalam pasal tersebut tidak menjelaskan bagaimana cara kekerasan
dilakukan dan juga tidak menjelaskan bagaimana bentuk-bentuk kekerasan
tersebut, sedangkan pengertian tidak berdaya adalah tidak mempunyai
kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan
perlawanan sedikitpun. Akan tetapi pada pasal-pasal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana seringkali kekerasaan dikaitkan dengan ancaman,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kekerasan dapat berbentuk fisik dan non
fisik.
Rumusan pengertian hamslah bersifat objektif, dengan perkataan Iain
bukan perasaan subjektif korban (perempuan) yang di pakai sebagai ukuran,
karena bila yang dipakai ukuran subjektif yang dirasakan korban, maka
pengertian kekerasan menjadi kabur karena setiap subjek mempunyai ukuran
yang berbeda yang oleh subjek lain hal ini bukanlah dianggap sebagai
kekerasan
Sebagai terminologi kekerasan terhadap perempuan mempunyai ciri
1. Dapat berupa fisik maupun non fisik (psikis);
2. Dapat dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak
berbuat);
3. Dikehendaki/diminati oleh pelaku;
4. Ada akibat/kemungkinan akibat yang merugikan pada korban. "
Seiring dengan perkembangan masalah kekerasan yang terjadi
dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap perempuan,maka Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) perlu memberikan suatu batasan tentang pengertian
kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
Menurut pasal 2 deklarasi (PBB) tentang penghapusan kekerasan
terhadap perempuan dijelaskan bahwa :
"Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan
perbedaan kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan dan
penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasaan kemerdekaan secara
sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan
pribadi
Sedangkan kekerasan terhadap anak adalah :
"Setiap perbuatan yang ditujukan pada anak yang berakibat kesengsaraan dan
penderitaan baik fisik maupun psikis, baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi.
Setelah memperhatikan uraian sebagaimana di atas dapat diketahui
bahwa tindak kekerasan tidak hanya berupa tindakan fisik,melainkan juga
perbuatan nonfisik (psikis). Tindakan fisik langsung bisa dirasakan akibatnya
oleh korban, serta dapat dilihat oleh siapa saja, sedangkan tindakan nonfisik
(psikis) yang bisa merasakan langsung hanyalah korban, karena tindakan
tersebut langsung menyinggung hati nurani atau perasaan seseorang.
3. Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga
Kekeraan daiam rumah tangga sebenamya bukan mempakan hal yang
baru, termasuk kekerasan terhadap istri oleh suami. Namun selama ini selalu
dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun oleh korban sendiri.
Disamping itu budaya masyarakat ikut berperan dalam hal ini, karena tindak
kekerasan apapun bentuknya yang terjadi dalam sebuah rumah tangga atau
keluarga adalah mempakan masalah keluarga dimana orang luar tidak boleh
mengetahuinya. Apalagi ada anggapan bahwa hal tersebut mempakan aib
keluarga dan harus ditutupi.
Meiihat kenyataan tindak kekerasan terhadap istri acapkali terjadi, hal
ini paradoks dengan tujuan dari perkawinan itu sendiri sebagaimana tertuang
pasal 1 menyatakan bahwa "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa."
Jadi jelas bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk dan membina
keluarga yang bahagia lahir dan batin dan merupakan ikatan yang sakral dan
harus selalu dihormati oleh suami dan istri. Oleh kama itu, harus tetap terjaga
keharmonisannya dan diupayakan tetap langgeng (kekal) dan harus selalu
saling menjaga agar rumah tangga tetap harmonis.
Selanjutnya menyangkut hak dan kedudukan istri adalah seimbang
dengan hak dan kedudukan suami, sebagai mana tertuang dalam pasal 31 ayat
1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa : "Hak dan
kedudukan itri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat."
Dengan demikian sebenamya jelas segala sesuatu dalam rumah tangga
(keluarga) dapat dibandingkan dan diputuskan bersama oleh suami dan istri.
Namun dalam kenyataannya terdapat ada keluarga yang tidak demikian,
artinya dalam kehidupan mmah tangga yang kelihatannya serasi dan bahagia,
temyata tindak kekerasan acapkali teijadi. Cukup banyak kesaksian yang
menunjukan kedua perilaku, baik yang sifatnya menyayangi maupun bersifat
kekerasan terjadi bersama-sama dalam mmah tangga.
Kondisi tersebut menunjukan bahwa tujuan perkawinan untuk
permasalahan yang terjadi antara suami dan istri. Mereka pada umumnya
menganggap bahwa permasalahan rumah tangga merupakan masalah yang
sangat pribadi. Selain itu, juga dianggap sebagai hak laki-laki (suami) atas
tubuh istrinya sendiri, yang resmi dinikahi. Disamping ada suatu anggapan
bahwa kekerasan tersebut merupakan cara suami "Mendidik" istri, sehingga
suami dapat memperlakukan istri sekehendak hatiya. Dengan anggapan
demikian sikap suami terhadap istri cenderung menjadikan istri sebagai objek,
bahkan sebagi subjek atau atau individu (pribadi) yang mempunyai hak asasi
yang patut dihormati.
Memperhatikan kenyataan dan perkembangan dewasa ini bahwa tindak
kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada
kenyataannya sering teijadi, maka untuk mencegah, melindungi korban dan
menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, pemerintah mengesahkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
Lahimya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 dilandasi oleh
berbagai pertimbangan, antara lain bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Dengan
demikian, segala bentuk kekerasan tertutama kekerasan dalam mmah tangga
mempakan pelanggaran hak asasi manusia. Sehubungan dengan itu dalam
pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 yang dimaksud
dengan kekerasan dalam mmah tangga adalah : "Setiap perbuatan terhadap
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaraan rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga".
Selanjutnya dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004
disebutkan bahwa yang dimaksud lingkup rumah tangga adalah :
1. Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi
a. Suami, isteri dan anak :
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang menetap
dalam mmah tangga; dan
c. Orang-orang yang bekerja membantu mmah tangga dan menetap
dalam mmah tangga tersebut.
2. Orang yang bekeija sebagaimana dimaksud humf "c" dipandang sebagai
anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam mmah tangga
yang bersangkutan.
Kekerasan dalam mmah tangga adalah masalah sosial bukan masalah keluarga
yang tidak perlu disembunyikan. Hal ini tertuang dalam aturan yang
tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 yang
berbunyi : "Pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan
Untuk mewujudkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
maka sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 Pasal 12 ayat (1)
pemerintah :
1. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga;
2. Menyeienggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang kekerasan
dalam rumah tangga;
3. Menyeienggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam
rumah tangga;
4. Menyeienggarakan pendidikan dan pelatihan sensitife gender dan isu
kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi
pelayanan yang sensitife gender.
Untuk mencegah,melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam
rumah tangga, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah diatur secara terperinci dan
lengkap. Berikut garis besar butir-butir pasal yang mengatur tentang kekerasan
dalam rumah tangga
BAB I I I tentang " Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga" Pasal 5
yang berbunyi : setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga
terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara kekerasan fisik,
Bab IV tentang "Hak-Hak Korban" Pasal 10 yang berbunyi;
Korban berhak mendapatkan:
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. Pendampingan oleh pekeija sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perkara perundang-undangan,dan
e. Pelayanan bimbingan rohani.
Bab V I Tentang "Perlindungan" Pasal yang berbunyi :
1. Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung mengetahui
atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib
segera memberikan perlindungan sementara pada korban.
2. Perlindungan sementara yang dimaksudkan pada ayat 1 diberikan paling lama
7 (tujuh) hari sejak korban dlterima atau ditangani.
3. Dalam waktu 1x24 (satu kali dua puluh empat) Jam terhitung sejak pemberian
perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, kepolisian wajib meminta
Bab V I I I Tentang "Ketentuan Pidana" pasal 44 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4) yang berbunyi:
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatam kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) Tahun atau dengan denda paling banyak
Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (Sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,00
(Tiga puluh juta rupiah)
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (Lima belas)
tahun atau denda paling banyak Rp. 45.000.000,00 (Empat puluh lima juta
rupiah)
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalannkan pekerjaan jabatan atau mata pencarian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (Lima juta rupiah)
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekeraan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yang menyediakan
diharapkan dapat mengantisipasi sekaligus mengurangi terjadinya KDRT
khususnya diwilayah hukum Pengadilan Negeri Palembang ini. Sehingga apabila
terjadi kekerasan dalam rumah tangga, maka sikorban akan dapat mengadukan hal
tersebut kepada Polresta Palembang, dan terakhir akan diadili oleh Pengadilan
A. Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekeraan Terhadap Istri Dalam
Rumah Tangga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
1. Perkara Nomor 1447/Pid.Sus/2014/PN P L C .
a. Duduk Perkara/Posisi Kasus.
Bahwa terdakwa FANDRA PRATAMA Bin ANASRIFUDIN pada
hari Jumat Tanggal 04 Juli 2014. Sekira. Pukul 11.00 Wib atau setidaknya.
Pada waktu lain dalam bulan Juli 2014. Bertempat di jalan Kie Sanif RT. 006
RW. 002 Kel. Srimulya Kec. Sematang Borang Palembang. Atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah hukum
Pengadilan Negeri Palembang yang berwenang untuk mengadilinya, terdakwa
telah melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga. yaitu
terhadap istrinya saksi DEWl N A T A L I A binti JUNAIDI, yang menyebabkan
luka.
Bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara
sebagai berikut:
- Bahwa bermula pada hari jumat Tanggal 04 Juni 2014 Sekira. Pukul 11.00
Wib. Pada saat korban (istri) sedang menonton televisi (TV), dipanggil
oleh terdakwa ke kamar, lalu korban pergi menemui terdakwa kekamar
dan setelah ke kamar terdakwa berkata kepada istrinya (Korban).
"BERSIAP-SIAPLAH KITO KE P A H L A W A N (kerumah orang tuanya)"
lalu dijawab oleh korban "KAGEK NUNGGU I B U B A L E K " lalu korban
keluar dari kamar kembali menonton tv, kemudian terdakwa ikut
menonton tv, kemudian ke wc, setelah keluar dari wc terdakwa masuk lagi
ke kamar berkemas merapikan pakaian dan setelah berkemas terdakwa
keluar dari kamar dan terdakwa berkata "PAYO KITO KE R U M A H ,
KITO NGINEP SANO" dijawab oleh korban " D A K G A L A K " karena
korban menolak ajakannya lalu terdakwa jadi emosi langsung memukul
muka korban dengan tangan kanan sebanyak 2 (dua) kali, menendang
pinggang belakang I (satu) kali korban terjatuh. Mendengar keributan dan
jeritan korban lalu warga keluar ingin melerainya. Namun terdakwa
marah-marah dan mengucapkan agar jangan ikut campur, lalu warga
membubarkan diri, dan korban disuruh masuk ke dalam rumah dan diseret
kedalam kamar mandi dan korban disiram dengan air disuruh mandi
sambil menempelkan pisau kearah pundak korban, pada saat korban
dikamar mandi. Ibu korban pulang langsung masuk ke dalam kamar mandi
sambil berkata : "NGAPO K A K " sambil berusaha untuk menyadarkan
terdakwa tetapi terdakwa berkata " D A G USAH MANGGIL K A K - K A K ,
INI D I D I K A N K A U N I L A H " . Tidak menghiraukan sambil menarik dan
melintir tangan korban yang sedang berpegangan dengan ibunya, meiihat
hal teresbut ibu korban berteriak "JANGAN M A K ITU PATAH
T A N G A N N Y O " terdakwa memukul mulut ibu korban I (satu) kali, tidak
mengeluarkan pisau dan menantang ayah korban, lalu ayah korban
merebut pisau dari tangan terdakwa dan berhasil diambil tetapi tangannya
sampai terluka, akhimya terdakwa dilaporkan ke Polsek Sako untuk
mempertangungjawabkan perbuatannya.
Bahwa berdasarkan hasi 1 V isum Et Repertum Nomor :
53/RSKWerWII/20I4. Tanggal 14 Juli 2014 dari Rumah Sakit Charitas
Palembang yang ditanda tangani oleh dr. K H A T A R I N A , akibat dari perbuatan
terdakwa, saksi N A T H A L I A binti JUNAIDI menderita :
- Luka memar mata kanan dan kiri;
- Luka lecet pipi kiri ukuran 3x2 cm, luka lecet pipi kanan ukuran 2x3 cm;
- Luka memar di bibir, luka lecet di telinga kanan ukuran 2x2 cm;
- Luka memar di kepala belakang ukuran 2 cm, samping telinga kiri
balakang ukuran diameter 2 cm, 2 cm;
- Luka lecet di dahi ukuran 4x3 cm, dada samping kiri bawah ukran 4x6 cm;
- Luka bahu kiri 5x3 cm, bahu kanan 7x4 cm;
- Luka lecet dibelakang ukuran 1x1x1 cm.
b. Dakwaan.
Dalam kasus dengan terdakwa FANDRA PRATAMA Bin
ANASRIFUDIN sebagimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada saat
dakwaan No. REG.PERKARA : PDM-683/PP.2/10/2014. Jaksa Penuntut
Umum menuntut terdakwa dengan pasal 44 ayat 1 Undang-undang Nomor 23
Bahwa terdakwa FANDRA PRATAMA Bin ANASRIFUDIN. Pada
hari jumat Tanggal 04 Juli 2014 sekitar pukul 11.00 Wib atau setidaknya pada
waktu lain dalam bulan j u l i 2014. Bertempat di jalan Kie Sanif RT. 006 RW.
002 Kel. Srimulya Kec. Sematang Borang Palembang. Atau setidak-tidaknya
pada suatu tempat Iain yang masih termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan
Negeri Palembang yang berwenang untuk mengadilinya, terdakwa telah
melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga. yaitu
terhadap istrinya saksi DEWI N A T A L I A binti JUNAIDI, yang menyebabkan
luka.
c. Tuntutan.
Setalah memperhatikan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan
dipersidangan secara berturut-turut berupa keterangan saksi-saksi, surat,
petunjuk, keterangan terdakwa dan barang bukti, maka Jaksa Penuntut Umum
sebagai mana sesuai tuntutan No. REG.PERKARA : PDM-683/PP.2/10/20I4.
Menuntut terdakwa dengan tuntutan sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa FANDRA PRATAMA Bin ANASRIFUDIN telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
"Kekersan Fisik Dalam Rumah Tangga" sebagaimana diatur dan diancam
pidana Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa FANDRA PRATAMA Bin
dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan terdakwa
tetap ditahan;
3. Barang bukti berupa 1 (satu) bila sajam jenis pisau dirampas untuk
dimusnakan;
4. Menetapkan terdakwa untuk membayar biaya perkasa sebesar
Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah).
d. Putusan Hakim.
Bahwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Palembang No :
1447/Pid.Sus/2014/PN.PLG, Bahwa terdakwa FANDRA PRATAMA Bin
ANASRIFUDIN dijatuhi hukuman sebagi berikut:
1. Menyatakan terdakwa FANDRA PRATAMA Bin ANASRIFUDIN telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
"Kekersan Fisik Dalam Rumah Tangga".
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan tedakwa tetap di tahan;
5. Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) bila sajam jenis pisau dirampas
untuk dimusnakan
6. Menetapkan terdakwa untuk membayar biaya perkasa sebesar
e. Analisis Putusan.
Dengan memperhatikan putusan hakim Pengadilan Negeri Palembang
No : 1447/Pid.Sus/2014/PN.PLG, sebagai mana tersebut diatas, maka tindak
pidana kerasan terhadap istri daiam rumah tangga terhadap terdakwa
FANDRA PRATAMA Bin ANASRIFUDIN dinyatakan terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Kekersan Fisik Dalam
Rumah Tangga dan melanggar ketentuan pasal 44 ayat 1 Undang-undang
Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Bahwa terdakwa atas nama FANDRA PRATAMA Bin
ANASRIFUDIN telah diputus oleh Pengadilan Negeri Palembang dengan
dijatuhi hukuman pidana penjara 6 (enam) bulan.
Dengan demikian setelah memperahtikan putusan Hakim Pengadilan
Negeri Palembang tersebut, maka menurut penulis bahwa dari segi penegakan
hukumnya untuk vonis atau hukumannya tersebut telah sesuai dengan
ketentuan bedasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Demikian juga telah dilihat
dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dan keputusan Hakim Pengadilan Negeri
Palembang bahwa untuk hukuman penjara pidana terhadap terdakwa
FANDRA PRATAMA Bin ANASRIFUDIN menurut penulis telah memenuhi
B. Hambatan Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekerasan
Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Klas I A
Palembang.
Dalam penanganan kasus tindak pidana kekerasan terhadap istri dalam
rumah tangga, terdapat beberapa faktor yang menjadi hambatan yakni sebagai
berikut:
Sebagai mana diketahui bahwa sesuai ketentuan pasal 183 KUHAP
yang menyatakan bahwa untuk membuktikan kesalahan seorang terdakwa di
Pengadilan, diperlukan adanya sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang
sah agar hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Sebagai alat bukti yang sah dalam hukum pidana menurut pasal 184
ayat (1) KUHAP adalah:
1. Ketarangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Ketarangan terdakwa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Aiptu Masrizal dan
Bapak Bripka R. Marbun, SH., M H dari Sat Reskrim Polresta Palembang,
hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana
kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga, terutama keterangan saksi,
adalah keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus, saudara, suami, atau
istri. Padahal orang-orang tersebut menurut pasal 168 KUHAP, tidak dapat
didengar dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi atau dapat didengar
keterangannya sebagai saksi, namun tanpa sumpah sebagaimana ketentuan
pasal 169 ayat (2) KUHAP. Namun demikian walaupun alat bukti saksi sulit
didapat, tetapi polisi penyidik masih dapat mencari dan menggunakan alat-atat
bukti lain untuk memenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti dalam kasus
kekerasan dalam rumah tangga, yakni korban sendiri dapat bersaksi dan alat
bukti lain, yaitu Visum Et Repertum.
Selain dari pada itu hambatan lainnya, walaupun perkaranya
memenuhi syarat formil maupun materil, tidak jarang berusaha mencabut
kembali karena merasa ia sangat memerlukan masa depan bagi anak-anaknya
dan masih menginginkan rumah tangga yang dapat dibangun kembali^^.
Hambatan lainnya yang dihadapi dalam penanganan kasus tindak
pidana kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga adalah korban tidak
mengetahi bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suami merupakan
perbuatan pidana atau perbuatan yang dapat dihukum sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Selain dari pada itu sering
pula teijadi masalah kekersan dalam rumah tangga ini bersikeras menuntut
adalah pihak orang tua korban atau keluarga korban yang ikut campur padahal
korban cenderung memamafkan.^"
Hasil wawancara dengan Aiptu Masrizal dan Bripka R. Marbun, SH., MH, Sat Reskrim Polresta Palembang, Tanggal 18 Maret 2015.
Selanjutnya juga menjadi hambatan adalah penanganan kasus tindak
pidana kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga adalah apabila saksi sulit
dihadirkan dipersidangan dikarenakan saksi telah mengalami trouma atas
kejadian kekerasan sehingga sulit untuk dimintai keterangan^^.
Berdasarkan dari pembahasan bab sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A . Kesimpulan
1. Penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan terhadap istri
dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas 1 A Palembang, telah
sesuai dengan dengan undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, temtama
pasal-pasal yang di dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum mutlak
berdasarkan Undang-undang khusus yang mengatur terhadap tindak
pidana kekerasan dalam mmah tangga, hal in! dapat dilihat pada salah
satu contoh kasus tindak pidana kekerasan yang sudah diperiksa oleh
Pengadilan Negeri Klas I A Palembang dengan Nomor
1447/Pid.Sus/2014/PN PLG dengan terdakwa FANDRA PRATAMA
Bin ANASRIFUDIN Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa FANDRA PRATAMA Bin
ANASRIFUDIN dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan. Pasal
yang yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu hanya pasal
44 ayat (1) Undsmg-undang nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap tindak
pidana kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga tersebut,
diantaranya sebagai berikut:
a. Berkaitan dengan pembuktian alat bukti terutama keterangan saksi
karena orang yang menjadi saksi dalam tindak pidana ini pada
umumnya adalah keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus,
saudara, suami, atau istri. Padahal orang-orang tersebut menurut
pasal 168 KUHAP, tidak dapat didengar dan dapat mengundurkan
diri sebagai saksi atau dapat didengar keterangannya sebagai saksi.
b. Selain dari pada itu hambatan lainnya, walaupun perkaranya
memenuhi syarat formil maupun materil, tidak Jarang berusaha
mencabut kembali kama merasa ia sangat memerlukan masa depan
bagi anak-anaknya dan masih menginginkan mmah tangga yang
dapat dibangun kembali.
c. Masih terdapat korban yang tidak mengetahui bahwa kekerasan
dalam mmah tangga adalah mempakan perbuatan pidana yang di
atur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004.
d. Terkadang saksi sulit dihadirkan dipersidangan dikarenakan saksi
telah mengalami trouma atas kejadian kekerasan sehingga sulit
B. Saran
1. Mengingat kekerasan dalam rumah tangga ini merupakan delik khusus
dan angka kekerasan terhadap istri yang melapor selalu meningkat dari
tahun ke tahun, maka sanksi pidana yang diberikan kepada terdakwa
seharusnya lebih berat sehingga efek jeranya harus lebih optimal.
2. Mengingat tindak pidana kekerasan terhadap istri merupakan tindak
pidana khusus, maka untuk memudahkan pembuktian dalam
penanganan khusus kekerasan dalam rumah tangga, terhadap alat bukti
berupa keterangan saksi kiranya diatur dalam undang-undang khusus
pula.
3. Terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, terutama yang
kejadiannya sering berulang, maka bagi korban yang telah melapor
kepada pihak berwenang, kiranya untuk tidak mencabut kembali
laporannya, karena dikhawatirkan hal ini akan terus menerus terjadi
sehingga akan berdampak terhadap fisik maupun non fisik (fsikis)
yang bersangkutan.
4. Agar sosialisai terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga hendaknya
ditingkatkan lagi, supaya masyarakat lebih banyak mengetahui
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987.
Moerti Hadayati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Presfektif Yuridis-Viktimologis, Sinar Grafika, Jakarta 2011.
Mustofa Abdullah dan Ruben Achmad, Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2009.
R. Achmad Soema Dipraja, Asas-asas Hukum Pidana, Alumni Bandung, 1982.
Sadjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1983.
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian satu, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta.
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983.
SR. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana dan penerapannya. Alumni Ahaem Patehaem, Jakarta, 1986.
B. Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Nama A b i Sarwan
Tempat Tanggal Lahir Palembang, 04 Februari 1994
N I M 502011155
Program Studi
Program kekhususan
I l m u Hukum
H u k u m Pidana
Menyatakan bahwa karya ilmiah/Skripsi saya yang b e r j u d u l :
" P E N E G A K A N H U K U M T I N D A K PIDANA K E K E R A S A N T E R H A D A P
I S T R I D A L A M R U M A H T A N G G A B E R D A S A R K A N UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 T A H U N 2004 DI P E N G A D I L A N N E G E R I K L A S I A
P A L E M B A N G " .
adalah bukan merupakan karya tulis orang Iain, baik sebagian maupun
keseluruhan, kecuali datam bentuk kutipan yang telah kami sebutkan sumbemya.
Demikian surat pemyataan i n i kami buat dengan sebenar-benamya dan apa bila
pernyataan i n i tidak benar, kami bersedia mendapatkan sanksi akademis.
Palembang, Maret 2015
S U R A T K E T E R A N G A N
N O M O R : S K E T / o7 / H I / 2015 / R E S K R I M
Rujukan Surat dari Universitas Muhamadiyah Palembang Nomor : E-5/225/FH.UMP/111/2015 tanggal 10 Maret 2015 tentang mohon mencari data untuk menyusunan Skripsi;
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, telah diberikan surat keterangan kepada;
Telah melakukan penelitian dan pengumpulan data di Sat Reskrim Polresta Palembang tanggal 16 Maret s/d 17 Maret 2015 untuk melengkapi data dan informasi dalam penyusunan Skripsi yang berjudul " P E N E G A K A N H U K U M T I N D A K P I D A N A K E K E R A S A N T E R H A D A P ISTERI D A L A M R U M A H T A N G G A B E R D A S A R K A N U N D A N G - U N D A N G N O . 23 T A H U N 2004 D i P E N G A D I L A N N E G E R I K E L A S L A P A L E M B A N G ".
Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenar-benamya dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Nama N i m
Program Study Program
A B I S A R W A N 502011155
H U K U M P I D A N A S.l
^ b ^ g , 18 Maret 2015
SURAT KETERANGAN
No. W6.U1/212 /HK.OO/lll/2014.
Yang bertanda tangan di bawah ini Wakil Panitera Pengadilan Negeri
Palembang, dengan ini menerangkan bahwa :
N A M A : ABI SARWAN
NIM : 502011155
Program Kekhususan : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang
Judul Skripsi : PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA
KEKERA-SAN TERHADAP ISTERI DALAM RUMAH
TANGGA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NO.23 TAHUN 2004 DI PENGADILAN NEGERI
KLAS IA PALEMBANG.
Bahwa benar yang bersangkutan telah melakukan penelitian guna
penyusunan Skripsi di Pengadilan Negeri Klas IA Palembang, pada tanggal 20
Maret 2015.
Demikianlah untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Dibuat : di Palembang
Pada tanggal : 23 Maret 2015
WAKIL PANITERA ,
JP^plGADILAN NEGERI PALEMBANG
SURAT KETERANGAN
Nomor : K E T - /N.6.10.4/03/2015
Kepala Kejaksaan Negeri Palembang dengan ini menerangkan bahwa :
Nama
N i m
Fakultas
: A B I S A R W A N .
: 502011155.
: H u k u m Universitas Muhammadiyah Palembang
Program Studi : I l m u Huktim
Program Kekhususan : Hukum Pidana
Judul Skripsi : "Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Istri Dalam R u m a h Tangga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 T a h u n 2004 D i Pengadilan Negeri K l a s I A Palembang".
Menar yanj.' hersanf-'kiiian pada iatify^a* t / iviarel i ' t i sampai dtm.iian iiin{r|.iat Li
Maret 2{J\2 telah melakukan I'cnc!;tian di Kantor Keiakeaan Ncaen i'alemhani: auna
iJciiukiuii buiui ivv.it.iu(i^aii iiii Ui ouui uciijdait as;uciia»n>u dan dayai diyaiguaakuii
se[>ei'i(!jiy a
Palembang. 25 Maiel 2015.
A K E J A K S A A N NEGERI P A L E M B A N G
G U N G P U R N O M O , S I l . M H u m . D Y A NIP. 19710213 199703 1 001
Tembusan :
Lampiran
Periha!
Kepada
: Outline Skripsi
: Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi
: Yth. Bpk Indra Jaya., SH., M H
d i
-