• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

GUBERNUR JAWA TIMUR

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN Dl PROPINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terselenggaranya pengurusan hutan negara yang sebaik-baiknya, perlu dilaksanakan inventarisasi hutan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumberdaya, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara lengkap dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, penerbitan pedoman penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan hutan/kebun merupakan kewenangan Propinsi;

b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a, perlu menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi dan Perpetaan Hutan di Propinsi Jawa Timur dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria ;

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

3. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom; 5. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 417 Tahun 1999 tentang

(2)

6. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1996/1997 - 2011/2012 ;

7. Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 33 Tahun 2001 tentang Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR

Pasal 1

Dengan Keputusan ini, ditetapkan Pedoman Inventarisasi dan Perpetaan Hutan di Propinsi Jawa Timur sebagai panduan dalam melaksanakan inventarisasi dan perpetaan hutan di Propinsi Jawa Timur, sebagaimana tersebut dalam Lampiran.

Pasal 2

Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, sebagai dasar acuan bagi Bupati/ Walikota di Jawa Timur untuk menyusun petunjuk peiaksanaan/ petunjuk teknis inventarisasi dan pemetaan hutan di wilayah kerjanya masing masing.

Pasal 3

(1) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggai diundangkan ;

(2) Keputusan ini diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur

Ditetapkan di Surabaya

pada tanggal 7 Nopember 2002

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd

(3)

LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR TANGGAL : 7 NOPEMBER 2002 NOMOR : 79 TAHUN 2002

PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN Dl PROPINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang harus diurus dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya. Untuk itu hutan harus dikelola dan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya secara berkesinambungan, berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat, baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang tanpa memberikan pembebanan generasi yang akan datang.

Dalam pengurusan hutan yang berkesinambungan, berdaya guna dan berhasil guna perlu didasarkan kepada perencanaan kehutanan untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien.

Salah satu perencanaan kehutanan adalah kegiatan inventarisasi dan perpetaan hutan yang dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang keadaan fisik kawasan hutan, keadaan potensi dan keadaan sosial budaya masyarakat didalam dan disekitar wilayah hutan.

1.2. Maksud dan Tujuan

1. Dengan Pedoman Inventarisasi dan Perpetaan Hutan dimaksudkan agar terwujud keterpaduan, ketertiban dan kelancaran proses penyelenggaraan inventarisasi dan perpetaan hutan di wilayah Propinsi Jawa Timur;

2. Pedoman Inventarisasi dan Perpetaan Hutan bertujuan memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan perpetaan hutan di tanaman

(4)

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Inventarisasi dan Perpetaan Hutan ini meliputi: • sasaran kegiatan;

• tingkat kegiatan; dan

• tahapan/ prosedur kegiatan.

BAB II

SASARAN KEGIATAN

2.1. Kriteria Sasaran Kegiatan

Sasaran kriteria kegiatan meliputi:

1. Status penggunaan dan penutupan lahan atas kawasan hutan yang terdiri atas: (a) Didalam kawasan hutan, yaitu :

1) Telah ditetapkan Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan berdasarkan fungsi hutannya;

2) Ditentukan/ ditetapkan berdasarkan Undang-undang dan atau Peraturan Pemerintah;

3) Areal hutan yang telah memperoleh pengakuan para pihak (Badan hukum, Pemerintah, Masyarakat);

4) Tergambar dalam peta kawasan hutan yang ditetapkan Pemerintah. (b) Diluar kawasan hutan, yaitu :

1) Tidak/ belum pernah ditetapkan berdasarkan Undang-undang dan atau Peraturan Pemerintah dan atau Keputusan Menteri sebagai kawasan hutan; 2) Tidak dibebani hak hak atas tanah ;

2. Keadaan fisik hutan, iklim, hidrologi yang meliputi:

(a) Kondisi topografi, ketinggian, kelerengan, jenis tanah dan batuan dan bentang alam;

(b) Klasifikasi iklim dan intensitas curah hujan dan hari hujan ;

(c) Keadaan sungai dan anak sungai (berair/kering), kedalaman, lebar, dasarnya dan wilayah Daerah Aliran Sungai;

(d) Aksesibilitas yang dapat dijangkau.

3. Keadaan flora dan fauna serta ekosistemnya yang meliputi:

(a) Jenis dan potensi serta penyebaran tegakan seperti : Pohon kayu, tumbuhan/pohon dilindungi, tumbuhan langka dan tumbuhan obat;

(b) Jenis tumbuhan langka dan tumbuhan obat berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara dari masyarakat pengguna serta informasi lainnya;

(5)

(c) Jenis dan potensi serta penyebaran tegakan hutan non kayu dan hasil hutan ikutan; (d) Riap pertumbuhan hutan alam dan atau hutan tanaman ;

(e) Jenis dan populasi serta habitat satwa hutan / dilindungi.

4. Keadaan sumber daya manusia serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di dalam dan di sekitar hutan yang meliputi: Jumlah, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, asal, agama, suku, tingkat pertumbuhan, mata pencarian dan sebagainya. 2.2. Standar Sasaran Kegiatan

Standar sasaran kegiatan meliputi:

1. Penggunaan dan penutupan lahan adalah :

(a) Area hutan alam dan atau hutan tanaman yang telah ditetapkan Menteri sebagai kawasan hutan yang berdasarkan penatagunaan terdiri dari:

1) Hutan Konservasi, yaitu: Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya ( Tahura ), Taman Wisata Alam (TWA) dan Taman Buru (TB);

2) Hutan Lindung (HL);

3) Hutan Produksi, yaitu : Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HP).

(b) Hutan tanah kering, hutan rawa/ gambut, hutan payau/ mangrove ;

(c) Areal penggunaan lain/ kawasan budidaya non kehutanan dan hutan perkotaan; (d) Luas dan keadaan penutupan Iahan berdasarkan hasii penafsiran data

penginderaan jauh yang ditentukan berdasarkan urutan ketersediaan data yaitu: Potret udara, citra landsat tm-5 band 542, citra radar dengan waktu liputan selama-lamanya 2 (dua) tahun dan penutupan awan maksimum 10 % dan hasil pengamatan di lapangan dengan pembagian strata terdiri dari: Hutan primer (VF), hutan sekunder (LOA) dan tidak berhutan (NH).

2. Fisik hutan, iklim dan hidrologi meliputi:

(a) Pengelompokan atas type fisiografi lapangan dengan ketinggian minimum dan maksimum di atas permukaan laut;

(b) Penelaahan formasi geologi yang berdasarkan peta Geologi Indonesia skala 1:1. 000.000 terbitan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1992, dan peta Tanah Sistem Lahan / Kesesuaian Lahan terbitan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor tahun 1998;

(c) Gejala fisik tanah seperti erosi, longsor, dan lain-lain ;

(6)

diperoleh dari stasiun meteorotogi setempat atau yang terdekat, nilai Q (%), intensitas hujan (mm/hh), dan klasifikasi type iklim berdasarkan Schmidt & Ferguson ;

(e) Sungai dan anak sungai (berair/kering), kedalaman dan lebar sungai pada waktu musim hujan dan kemarau, keadaan dasarnya, dan wilayah Daerah Aliran Sungai; dan

(f) Jalur perhubungan yang dapat dijangkau untuk menuju lokasi (sarana dan prasarana).

3. Flora dan fauna serta ekosistemnya meliputi :

(a) Jenis dan kelompok jenis pohon kayu, tumbuhan langka, tumbuhan obat, tumbuhan pohon yang dilindungi, masing-masing dirinci menurut tingkat pertumbuhan dan kelas diameter, yaitu :

(1) Kelompok jenis terdiri dari:

a) Kelompok Kayu Jati dan sonokeling.

b) Kelompok Kayu Rimba indah (Mahoni, Sonobrit).

c) Kelompok Kayu lainnya (Pinus, Damar, Sengon, Gmelina arborea, Kayu putih).

d) Kelompok Kayu Rimba Campuran.

e) Kelompok Pohon/ Kayu Yang Dilindungi (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999).

(2) Tingkat Pertumbuhan terdiri dari :

a) Tingkat semai ( anakan dengan tinggi < 150 cm).

b) Tingkat pancang ( anakan dengan tinggi > 150 cm dan diameter setinggi dada < 10 cm).

c) Tingkat tiang (Anakan dengan diameter setinggi dada antara 10 cm – 20 cm).

d) Tingkat pohon (Diameter setinggi dada > 20 cm). (3) Kelas diameter terdiri dari:

a) Hutan tanah kering (20 - 49 cm, 50 - 59 cm, > 60 cm). b) Hutan rawa/gambut (20-39 cm, 40-49 cm, >50 cm). c) Hutan payau/mangrove (10-19 cm, > 20 cm).

(4) Jenis flora dirinci menurut nama daerah, nama perdagangan, family, nama botanical, berat jenis, kelas awet, kelas kuat dan keadaan terapung atau tenggelam.

(7)

4. Sumberdaya manusia serta kondisi sosial ekonomi dan budidaya masyarakat di dalam dan di sekitar hutan meliputi : kelompok masyarakat, status sosial, kondisi sosial ekonomi dan tingkat ilmu dan pengetahuannya yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat kerawanan keamanan hutan.

BAB III

TINGKAT KEGIATAN

3.1. Kriteria tingkat kegiatan

Kriteria tingkat kegiatan terdiri dari :

1. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Propinsi, meliputi :

(a) Kawasan hutan di wilayah Propinsi yang teiah ditetapkan Menteri. (b) Tergambar dalam peta kawasan hutan wilayah propinsi.

(c) Gubernur menetapkan Pedoman.

(d) Diselenggarakan dengan tehnologi penginderaan jauh serta secara terestik dengan teknik sampling dan intensitas sampling yang lebih besar dari tingkat Nasional.

2. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Kabupaten/kota :

(a) Kawasan hutan diwilayah Kabupaten / Kota yang telah ditetapkan Menteri. (b) Tergambar dalam peta kawasan hutan wilayah Kabupaten / Kota.

(c) Bupati/Walikota menetapkan petunjuk teknis berdasarkan pedoman yang ada. (d) Diselenggarakan dengan teknoiogi penginderaan jauh serta secara terestik

dengan teknik sampling dan intensitas sampling yang lebih besar dari tingkat Propinsi.

3. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Daerah Aliran Sungai:

(a) Kawasan hutan diwilayah Daerah Aliran Sungai yang telah ditetapkan Menteri. (b) Tergambar dalam peta kawasan hutan wilayah Daerah Aliran Sungai.

(c) Diselenggarakan dengan teknologi penginderaan jauh serta kompilasi hasil inventarisasi hutan setiap tingkatan.

(d) Sebagai bahan penyusunan rencana pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 4. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Unit Pengelolaan :

(a) Kawasan hutan pada wilayah Unit Pengelolaan yang telah ditetapkan, dan atau pada blok operasi di kawasan hutan wilayah unit pengelolaan yang bersangkutan ;

(b) Tergambar dalam peta kawasan hutan Unit Pengelolaan ;

(c) Diselenggarakan berdasarkan petunjuk teknis yang ditetapkan Bupati dengan teknologi penginderaan jauh serta terestik dengan teknik sampling dan intensitas sampling yang lebih besar dari tingkat Kabupaten / Kota.

(8)

3.2 Standar tingkat kegiatan

Standar tingkat kegiatan terdiri dari:

1. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Propinsi, yang meliputi:

(a) Areal hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan wilayah Propinsi; (b) Gubernur Jawa Timur menetapkan pedoman penyelenggaraannya ; (c) Data terestik dilaksanakan sekurang-kurangnya 5 tahun sekali; (d) Sistem sampling dengan intensitas ± 0,05 % ;

(e) Kompilasi data hasil inventarisasi dari tingkat yang lebih rendah ;

(f) Penyelenggara adalah Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur dan atau Unit Pelaksana Teknis Kehutanan dibawah pengawasan dan pengendalian Gubernur Jawa Timur.

2. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Kabupaten/kota :

(a) Areal hutan, baik didalam maupun diluar kawasan hutan tingkat kabupaten/ kota;

(b) Bupati/ Walikota menetapkan petunjuk teknis berdasarkan pedoman penyelenggaraannya;

(c) Data terestik dilaksanakan sekurang kurangnya 5 tahun sekali; (d) Sistem sampling dengan intensitas ± 0,1 % ;

(e) Kompilasi data hasil inventarisasi dari tingkat yang lebih rendah ;

(f) Penyelenggara adafah Dinas Kehutanan Kabupaten/ kota dan atau Unit Pelaksana Teknis Kehutanan di Kabupaten/ kota dibawah pengawasan dan pengendalian Bupati/Walikota.

3. Inventarisasi dan Perpetaan HutanTingkat Daerah Aliran sungai :

(a) Areal hutan di wilayah Daerah Aliran Sungai yang telah ditetapkan oleh Menteri; (b) Dilaksanakan sekurang kurangnya 5 tahun sekali;

(c) Kompilasi data hasil inventarisasi dari tingkat Propinsi, tingkat Kabupaten/ Kota dan tingkat unit Pengelolaan;

(d) Penyelenggara Daerah Aiiran Sungai diatur:

1) Daerah Aliran Sungai yang wilayahnya meliputi lintas Kabupaten / kota:

a) Diselenggarakan berdasarkan Pedoman dan Petunjuk Teknis Tingkat Propinsi;

b) Oleh Dinas Kehutanan dan atau Unit Pelaksana Teknis Kehutanan dibawah pengawasan dan pengendalian Gubernur.

2) Daerah Aiiran Sungai yang wilayahnya didalam kabupaten / kota.

a) Diselenggarakan berdasarkan Petunjuk Teknis tingkat Kabupaten / Kota. b) Oleh Dinas Kehutanan Kabupaten/ Kota dibawah pengawasan dan

(9)

4. Tingkat Unit Pengelolaan :

(a) Areal hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan diwilayah unit pengelolaan yang telah ditetapkan.

(b) Bupati/ Walikota menetapkan petunjuk teknis berdasarkan pedoman penyelenggaraannya.

(c) Data terestik dilaksanakan sekurang kurangnya 5 tahun sekali, Sistem sampling dengan intensitas ± 0,03 %.

(d) Untuk rencana kegiatan pada blok operasional:

1) Rencana jangka panjang (20 tahun), data terestik dilaksanakan sebelum realisasi dengan intensitas 0,03 %.

2) Rencana jangka menengah (5 tahun), data terestik dilaksanakan selambat lambatnya setahun sebelum realisasi operasional dengan intensitas 0,5 %. 3) Rencana jangka pendek (tahunan), data terestik dilaksanakan setahun

sebelum realisasi operasional dengan intensitas 100%.

(e) Penyelenggara adalah unit pengelola yang bersangkutan dibawah pengawasan dan pengendalian Bupati / Walikota.

BAB IV

TAHAPAN / PROSEDUR KEGIATAN

4.1. Kriteria Tahapan / Prosedur Kegiatan

Kriteria Tahapan / Prosedur Kegiatan meliputi: 1. Persiapan / perencanaan meliputi kegiatan :

(a) penunjukan Tim Pelaksana ;

(b) penyiapan rencana biaya, rencana kerja dan peta kerja ; (c) surat menyurat dan administrasi ;

2. Pelaksanaan meliputi kegiatan :

(a) mengikuti pedoman dan petunjuk teknis, rencana dan peta kerja ; (b) pelaksanaan secara berkala ;

(c) pengumpulan data deskriptif, data numeric dan atau peta ; (d) pengumpulan data primer ;

(e) pengumpulan data sekunder; (f) pengolahan data.

(g) analisa data.

(h) pelaporan hasil inventarisast kepada pimpinan penyelenggara dengan lampirannya yang memuat informasi diskriptif, data numerik dan peta.

(10)

3. Sasaran pendistribusian dan pensosialisasian hasil inventarisasi dan perpetaan hutan adalah:

(a) Semua instansi kehutanan di Pusat dan atau Daerah.

(b) Instansi pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga penelitian dan lembaga swadaya masyarakat terkait, yang kemudian hasilnya didokumentasikan dan dikelola dalam suatu sistim informasi kehutanan.

3.2. Standar Tahapan / Prosedur Kegiatan

Standar tahapan / prosedur kegiatan meliputi: 1. Persiapan / perencanaan :

(a) Pelaksana oieh instansi kehutanan dan sesuai kebutuhan dapat dilaksanakan oleh instansi pemerintah lainnya dan atau konsultan dari lembaga pendidikan, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat yang mampu;

(b) Rencana kerja disusun memuat rencana biaya, rencana pelaksanaan dan tata waktu.

(c) Kemampuan kerja pelaksanaan terestik sehari ± 2 hektar sampling. (d) Mempersiapkan daftar isian / questionair, tally sheet dan lain-lain.

(e) Peta kerja skala 1 : 50.000 atau skala 1 :100.000 memuat informasi kelompok hutan/ fungsi hutan, garis kontur, keadaan bentang alam dan penutupan vegetasi, titik ikat, jalur rintis dan plot atau jalur sample.

(f) Peta dasar yang digunakan berdasarkan urutan ketersediaan liputan peta atas kawasan yang akan disurvey, yaitu : Peta Rupa Bumi ( RBI ), Peta Topografi (TOP) dan peta Joint Operation Graphic (JOG ).

2 Pengumpulan data meliputi:

(a) Sesuai dengan Pedoman dan Petunjuk Teknis, serta rencana dan Peta Kerja. (b) Data Primer.

(c) Data Sekunder.

(d) Menghitung numerik dan sortasi data.

(e) Anaiisa data terhadap kemungkinan kelestariaan pengusahaan: Ketersediaan bahan baku, aksesibilatas, ketenagakerjaan, sistem/ teknologi pengusahaan dan dampak sosial.

(f) Anaiisa kemungkinan kelestarian hutannya: Keragaman jenis, rehabilitasi dan dampak lingkungannnya.

(g) Pelaporan disajikan dalam bentuk laporan dengan lampiran berupa tabulasi data dan peta peta.

(h) Peta hasil setiap tingkatan disajikan dalam skala.

1) Peta hasil pefaksanaan secara partial, skala 1 :50.000 2) Peta hasil pelaksanaan tingkat propinsi, skala 1 :250.000

(11)

3) Peta hasil peiaksanaan tingkat Kabupaten / Kota, skala 1 : 100.000. 4) Peta hasil pelaksanaan tingkat unit pengelolaan, skala 1 : 50.000. 3. Pendistribusian pensosialisasian hasil inventarisasi dan perpetaan hutan adalah:

(a) Semua instansi kehutanan di pusat dan atau di daerah.

(b) Instansi pemerintahan, lembaga pendidikan, lembaga penelitian dan lembaga swadaya terkait, yang kemudian didokumentasikan dan dikelola dalam suatu sistem informasi Kehutanan.

BAB V HASIL KEGIATAN

Hasil kegiatan berupa informasi deskriptif, numerik dan peta, antara lain: 1 Potensi dan penyebaran tegakan hutan.

2 Potensi dan penyebaran hasil hutan non kayu. 3 Potensi dan penyebaran hasil hutan ikutan.

4 Potensi dan penyebaran tumbuhan penghasil obat. 5 Potensi dan penyebaran tumbuhan langka.

6 Jenis, populasi, dan habitat satwa.

7 Potensi hutan lindung atau hutan konservasi.

BAB VI PENUTUP

Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi dan Perpetaan Hutan ini disusun sebagai dasar acuan bupati / waiikota untuk menyusun petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis inventarisasi dan pemetaan hutan di wilayah kerjanya masing masing.

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd.

Referensi

Dokumen terkait

Ketika masyarakat memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepada BTPN Syariah dan keyakinan akan proses pembiayaan yang berjalan secara syariah dan memberikan

Konsep tingkatan-tingkatan realitas sosial yang ia paparkan dalam karyanya merupakan penjelasan bahwa realitas sosial memerlukan penanganan intelektual yang tidak tunggal

Ikan wader memiliki potensi tinggi untuk dibudidayakan karena: (1) harga jual cukup tinggi, bahkan harga per kilogramnya lebih tinggi dari pada beberapa jenis ikan konsumsi yang

Tambahan pula, kini perangkat pendidikan ini kini juga diramu dengan unsur hiburan (entertainment) yang sesuai dengan materi, sehingga anak semakin suka. Dalam kaitan ini,

Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini akan dibangun sebuah sistem pakar berbasis desktop dengan menggunakan compiler Delphi 2010 yang

Temuan penelitian selanjutnya menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai, hal ini dapat diartikan bahwa

Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang mencakup Pengembangan Sumber Daya Manusia, Pelatihan, dan Kompetensi secara simultan memiliki pengaruh positif

Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Jika model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division diterapkan dalam proses belajar