400
Alih Wahana Cerita Rakyat
Momotaro
dari
Ehon
Menjadi
Kashi
dan
Anime
Ni Luh Gde Diah Padmiani1*, Silvia Damayanti2, Ni Luh Kade Yuliani Giri3
[123]
Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
1
[padmiani@gmail.com] 2[siruvia28@gmail.com] 3[giri222000@yahoo.com]
*
Corresponding Author
Abstract
The title of this research is “Transformation of Momotaro Folklore from Picture Book into Song Lyric and Animation”. The research of transformation shares knowledges about changes and adaptations of a literary transformation to literary source. This research also gives appreciation to the literary which motivated appearance of other literary. In this research, theories that have been used are the theory of structural by Stanton (2007), semiotic by Danesi (2010) and McCloud (2008), intertextual by Riffaterre (1978), and transformation by Damono (2005). The result of this research showed that the transformation of picture book into song lyric caused some removal and changes variation of the plot and character, changes variation of the second theme, and also caused some removal on the setting and viewpoint. Transformation of picture book to animation caused some removal, increase, and changes variation of the plot and character. The transformation also caused some removal, increase, and changes variation on the setting of time and place. The theme, social setting, and viewpoint on the animation are same with its on picture book.
Key words: transformation, picture book, song lyric, animation, Momotaro
1. Latar Belakang
Penciptaan karya sastra di Jepang dilakukan dengan berbagai macam cara, Secara garis besar cara tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu melalui penciptaan asli dari seorang pengarang serta pengadaptasian sebuah karya untuk menghasilkan karya baru. Karya sastra Jepang yang banyak diadaptasi, dimodifikasi, dan dimunculkan dalam bentuk yang berbeda, antara lain adalah novel dan komik. Novel diadaptasi menjadi film, komik dimodifikasi menjadi film, bahkan diadaptasi menjadi drama. Karya sastra Jepang berupa komik yang telah diadaptasi menjadi novel adalah komik
Kaguya Hime ke dalam novel Kaguya Hime no Monogatari. Selain itu, transformasi karya sastra Jepang dari komik menjadi film dapat dilihat pada komik Supurauto yang telah dimodifikasi dan dimunculkan kembali menjadi sebuah drama berjudul Sprout. Karya sastra berupa komik Hakaba no Kitaro juga telah dimunculkan kembali menjadi sebuah animasi Gegege no Kitaro. Fenomena karya sastra tersebut dikenal sebagai alih wahana. Damono (2012:1) menyatakan bahwa alih wahana merupakan pengubahan dari
401 suatu jenis kesenian menjadi kesenian lain. Hal ini juga mencakup kegiatan penerjemahan, penyaduran, dan pemindahan suatu kesenian menjadi kesenian lain. Alih wahana juga dapat diartikan sebagai pemindahan dan pengubahan suatu media yang dipergunakan untuk mengungkapkan, mencapai, atau memamerkan gagasan ke dalam bentuk media lainnya.
Penelitian mengenai alih wahana penting dilakukan agar dapat memberikan pengetahuan kepada penikmat karya sastra mengenai alasan terjadinya variasi, penyesuaian, dan perubahan karya sastra hasil transformasi terhadap karya sastra sumbernya. Dengan adanya hal tersebut juga dapat mematahkan penilaian negatif pada karya sastra hasil transformasi. Penelitian alih wahana yang bersumber dari ehon, kashi, dan anime dapat memberikan pengetahuan baru dalam penelitian sastra serta dapat memberikan pengetahuan mengenai cerita rakyat Jepang yang telah ada dalam ehon dan perubahannya pada kashi dan anime.
2. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah alih wahana buku cerita bergambar (ehon) Momotaro menjadi lirik lagu (kashi) Momotaro?
2. Bagaimanakah alih wahana buku cerita bergambar (ehon) Momotaro menjadi animasi (anime) Momotaro?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai alih wahana karya sastra. Secara khusus tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan alih wahana salah satu cerita rakyat Jepang yang berjudul Momotaro dari sebuah buku cerita bergambar (ehon)menjadi lirik lagu (kashi) dan animasi (anime).
4. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada tahap pengumpulan data adalah metode kepustakaan yang dilanjutkan dengan teknik simak catat (Subroto, 2007:47). Pada tahap analisis data digunakan metode deskriptif analisis yang digabungkan dengan metode formal (Ratna, 2005:53). Selanjutnya, pada tahap penyajian hasil analisis data
402 digunakan metode informal dan formal dengan teknik narasi (Ratna, 2005:50). Teori yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian ini adalah teori struktural dari Stanton (2007), teori semiotika dari Danesi (2010) dan McCloud (2008), teori interteks dari Riffaterre (1978), dan teori alih wahana dari Damono (2005).
5. Hasil dan Pembahasan
Alih wahana ehon menjadi kashi menyebabkan terjadinya penciutan dan perubahan bervariasi tanpa adanya penambahan pada unsur intrinsik dalam kashi.
Sedangkan alih wahana ehon menjadi anime menyebabkan penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi pada unsur intrinsik dalam anime.
5.1 Alih Wahana Ehon Momotaro Menjadi Kashi Momotaro
Pada alih wahana ehon menjadi kashi, terjadi perubahan kalimat narasi menjadi sebuah kashi yang terdiri dari 6 bait lirik. Selain itu, kalimat denotatif pada ehon diubah menjadi kalimat konotatif yang mengandung imaji, majas, dan perlambangan. Ilustrasi gambar yang melengkapi narasi dalam ehon dihilangkan dan digantikan dengan diksi yang berulang. Perulangan kata memberikan keindahan pada sajak kashi sehingga menarik untuk dinyanyikan. Hal ini juga memberikan kemudahan bagi penikmat karya sastra, khususnya anak-anak dalam memahami sebuah cerita rakyat. Menurut (Nurgiyantoro, 2010:103) perulangan bunyi pada kata-kata dalam lirik lagu akan menyebabkan aspek persajakan dan irama pada lagu semakin indah dan melodius.
Dalam alih wahana ehon menjadi kashi ditemukan penciutan, perubahan bervariasi pada alur dan karakter, perubahan bervariasi pada tema dan sudut pandang, serta penciutan pada latar.
5.1.1 Alur
Alih wahana menyebabkan penciutan dan perubahan bervariasi pada alur. Penciutan tersebut disebabkan oleh adanya peristiwa yang dianggap tidak penting lagi untuk ditampilkan serta adanya alur yang tidak terlalu mempengaruhi kesatuan cerita. Selain itu, penciutan pada alur juga berkaitan dengan keterbatasan kata dalam kashi,
dimasukkannya tujuan untuk mempermudah pengenalan cerita pada anak-anak melalui lagu, dan perbedaan fokus pengarang dalam menampilkan peristiwa yang mendukung tema kepahlawanan. Di sisi lain, perubahan bervariasi pada alur disebabkan adanya
403 efisiensi kalimat dalam kashi dan berkaitan pula dengan diksi yang disesuaikan dengan nilai guna suatu alur. Perubahan bervariasi juga disebabkan adanya penyesuaian penampilan suatu alur terhadap unsur kashi yang dideskripsikan dengan kalimat singkat, padat, dan jelas.
5.1.2 Tema
Tema pada ehon dan kashi masih tetap mempertahankan tema kepahlawan. Namun, tema kebaikan yang pasti menang melawan kejahatan mengalami perubahan bervariasi menjadi kebaikan pasti menang. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan kata dalam upaya menampilkan kejahatan yang dilakukan oleh para Raksasa sehingga tema ini berubah dengan tidak menampilkan dua hal yang kontradiksi, yaitu kebaikan dan kejahatan. Selain itu, pembaitan kashi yang dimulai dari peristiwa klimaks turut mendukung berubahnya tema ini.
5.1.3 Karakter
Alih wahana juga menyebabkan penciutan dan perubahan bervariasi pada karakter cerita. Penciutan tersebut terjadi karena adanya karakter yang tidak terlalu berperan dalam membangun cerita, dalam kashi hanya dimasukkan karakter yang berpengaruh dalam upaya pengenalan cerita Momotaro. Selain itu, penciutan ini juga dikarenakan dimasukkannya tujuan pengarang, yaitu memudahkan pengenalan cerita kepada anak-anak yang belum bisa membaca. Dalam kashi hanya dideskripsikan Momotaro sebagai karakter utama, Raksasa sebagai karakter antagonis serta Anjing, Monyet, dan burung Gagak hijau sebagai karakter protagonis.
5.1.4 Latar
Latar sosial berupa kehidupan masyarakat Jepang pada zaman Edo tetap dipertahankan demi tujuan yang ingin dicapai pengarang. Namun, latar sosial berupa kebiasaan masyarakat Jepang menamai anak laki-laki pertama dengan nama belakang “Taro” dihilangkan karena diciutkannya karakter orang tua yang seharusnya
memberikan nama “Momotaro”. Sedangkan latar waktu dan tempat mengalami
404 5.1.5 Sudut Pandang
Perubahan bervariasi juga dilakukan pada sudut pandang yang dipergunakan. Pengarang kashi dengan sengaja menggunakan sudut pandang dengan teknik baru untuk menciptakan variasi dan kesan yang menarik dari sebuah cerita.
5.2 Alih Wahana Ehon Momotaro Menjadi Anime Momotaro
Alih wahana ehon menjadi anime menyebabkan penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi pada alur dan karakter. Selain itu, alih wahana ini juga menyebabkan penciutan, penambahan pada latar waktu, serta perubahan bervariasi pada latar tempat. Akan tetapi, unsur tema, latar sosial, dan sudut pandang masih sama seperti yang ada dalam ehon.
Alih wahana dari ehon menjadi anime memberikan cerita yang lebih variatif. Kalimat naratif dan gambar audiovisual dalam anime mampu memberikan nuansa positif dan daya tarik terhadap cerita yang telah ada dan berkembang sejak zaman Edo. Resepsi dari penulis naskah dan sutradara anime dinyatakan sempurna karena mampu menampilkan sebagian inti cerita dalam ehon dengan lebih variatif. Kelebihan yang dimiliki media ini turut serta dalam upaya menambah daya tarik masyarakat Jepang, utamanya anak-anak untuk mengenal cerita rakyat. Alih wahana dari ehon menjadi
anime juga menghasilkan penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi pada unsur-unsur intrinsiknya berupa alur, tema, karakter, latar, dan sudut pandang.
5.2.1 Alur
Penciutan alur berkaitan dengan durasi penayangan anime yang singkat. Hal ini juga berkaitan dengan nilai guna sebuah alur dalam membuat variasi cerita, dimasukkannya nilai sosial, serta penghilangan cerita yang dianggap mengganggu alur cerita pada anime. Penambahan dan perubahan bervariasi pada alur bertujuan untuk memberikan kesan yang lebih hidup, menegaskan suatu peristiwa, serta menampilkan kelebihan dari anime dalam memberikan kesan dinamis pada sebuah alur cerita melalui gambar bergerak.
5.2.2 Tema
Tema dalam ehon dan anime tidak mengalami perubahan, tetap menampilkan kedua tema yang ada. Hal tersebut mencerminkan proses resepsi pengarang dan
405 sutradara yang sempurna dalam membuat karya sastra baru berdasarkan adanya sebuah hipogram berupa ehon.
5.2.3 Karakter
Karakter dalam alih wahana karya sastra ini mengalami penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi. Hal tersebut berkaitan dengan penting tidaknya sebuah karakter dalam cerita. Variasi karakter yang dilakukan juga disesuaikan dengan logika umum, perkembangan zaman, dan disesuaikan dengan nalar anak pada saat ini.
5.2.4 Latar
Penciutan latar disebabkan oleh nilai guna sebuah latar dalam sebuah cerita. Sedangkan penambahan dan perubahan bervariasi sebuah latar hanya berfungsi untuk menerangkan lokasi kejadian dalam cerita. Latar sosial tetap dipertahankan demi sebuah tujuan pengenalan cerita sejarah melalui karya sastra.
5.2.5 Sudut Pandang
Sudut pandang yang dipergunakan dalam kedua karya sastra ini masih sama, yaitu sudut pandang persona ketiga maha tahu. Persamaan ini dilandasi sebuah pemikiran bahwa dengan sudut pandang ini, baik pembaca ataupun penonton merasa sedang diceritakan sebuah cerita dari orang lain. Sudut pandang jenis ini juga lebih mudah dipahami anak-anak karena merupakan sudut pandang yang natural. Selain itu, sudut pandang persona ketiga maha dapat menjadi alternatif saat para orang tua yang tidak lagi mampu membacakan cerita untuk anak-anaknya.
Berikut dipaparkan salah satu data mengenai perubahan bervariasi pada alur dalam anime Momotaro.
(1) おじいさんとおばあさんはおおよろこびして、ももたろうをむかえました。それから
はおにどももこなくなり、ももたろうはおひめさまをおよめにもらって、おじいさん おばあさんと、いつまでもしあわせにくらしました。
Ojiisan to Obaasan wa ooyorokobi shite, Momotaro wo mukaemashita. Sorekara wa Onidomo mo konakunari, Momotaro wa Ohimesama wo oyome ni moratte, Ojiisan Obaasan to, itsumade mo kurashimashita.
Terjemahan
„Kakek dan Nenek menanti Momotaro dengan perasaan yang sangat senang. Hal selanjutnya yang terjadi, para Raksasa tidak datang lagi ke desa, Momotaro menikahi Sang Putri, kemudian hidup bahagia bersama Kakek dan Nenek‟
406
(2) かえってきたももたろうをおじいさんとおばあさんは、おおよろこびで、むかえまし
た。ももたろうは、もちかえったたからものを村のみんなにわけ、イヌ、サル、キジ には、ごちそうしてあげました。それからおにがしまのおには、あらわれず、ももた ろうは、おじいさんおばあさんといつまでもしあわせにくらしました。
Kaette kita Momotaro wo Ojiisan to Obaasan wa, ooyorokobi de, mukaemashita. Momotaro wa, mochi kaette takara mono wo mura no minna ni wake, Inu, Saru, Kiji wa, gochisoushite agemashita. Sorekara Onigashima no Oni wa, arawarezu, Momotaro wa, Ojiisan Obaasan to itsumade mo shiawawase ni kurashimashita.
Terjemahan
„Momotaro yang telah tiba disambut oleh Kakek dan Nenek dengan kegembiraan yang luar biasa. Momotaro membagikan harta benda yang dibawanya kepada penduduk desa serta diberikan pula kepada Anjing, Monyet, dan Gagak hijau. Kemudian, Raksasa dari Onigashima tidak muncul lagi, Momotaro beserta Kakek dan Nenek hidup bahagia selamanya.
Gambar (1) Gambar Pembagian Harta Gambar (2) Ekspresi Senang Momotaro
Data (1) merupakan alur yang dideskripsikan dalam ehon. Akhir cerita pada ehon
menggambarkan kepulangan Momotaro yang disambut oleh Kakek dan Nenek, namun tidak ada pembagian harta benda seperti yang diceritakan dalam anime. Dalam ehon,
Sang Putri yang diselamatkan oleh Momotaro justru dijadikan istri dan mereka berempat hidup bahagia. Hal ini berbeda dengan alur cerita pada anime. Data (2) mendeskripsikan alur dalam anime Momotaro. Pada anime, cerita Momotaro diakhiri dengan peristiwa penyambutan atas kemenangan Momotaro. Harta benda yang dibawa dari Onigashima dibagikan kepada seluruh penduduk desa (gambar (1)). Anjing, Monyet, dan Gagak hijau juga diberikan makanan sebagai ungkapan terima kasih karena telah membantu dalam mengalahkan Raksasa di Onigashima (gambar (1)). Berkat kemenangan tersebut, Raksasa tidak berani datang lagi ke desa dan akhirnya Momotaro hidup bahagia bersama Kakek serta Nenek. Momotaro tidak menikah dengan Sang Putri, namun tetap bermain dengan teman-teman layaknya anak-anak pada umumnya. Momotaro merasa senang karena telah menaklukkan para Raksasa dan dapat hidup normal kembali bersama Kakek, Nenek, serta teman-temannya. Ekpresi senang
407 dapat dilihat pada gambar (2). Otot pada wajah yang sedang tertawa menarik sudut mulut sehingga mulut naik dan terbuka, menekan pipi, menyebabkan mata menyipit dan melengkung karena kebahagiaan (McCloud, 2008:224).
Perubahan bervariasi pada alur ini bertujuan untuk menambah daya tarik cerita. Hal ini juga dilakukan dalam rangka menekankan nilai moral, balas budi atas kebaikan yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan. Selain itu, perubahan bervariasi ini juga disesuaikan dengan logika bahwa pada umur Momotaro yang dijelaskan masih anak-anak belum wajar untuk melangsungkan pernikahan sehingga peristiwa ini diubah oleh pengarang dan diganti dengan peristiwa yang mengandung nilai moral bagi penikmat karya sastra yang tidak hanya berasal dari kalangan anak-anak melainkan juga berasal dari kalangan remaja. Momotaro dideskripsikan memiliki keberanian dan kekuatan yang lebih dibandingkan anak-anak seusianya. Meskipun demikian Momotaro tetaplah seorang anak yang memiliki kebutuhan dasar bermain bersama kawan-kawannya (gambar (2)). Jadi, perubahan bervariasi ini mengalami penyesuaian dengan logika dan keadaan kehidupan masyarakat pada umumnya. Pengarang berusaha realistis dalam menentukan akhir dari sebuah karya sastra hasil transformasi.
6. Simpulan
Simpulan yang didapatkan dari penelitian ini, yaitu penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi (tiga proses) dalam alih wahana karya sastra disebabkan adanya perbedaan dan penyesuaian dari masing-masing karya sastra. Tujuan dan fungsi dari sebuah karya sastra juga turut mendukung tiga proses dalam alih wahana karya sastra. Ketiga proses dalam alih wahana juga dipengaruhi oleh keterbatasan dan kelebihan dari masing-masing karya sastra. Selain itu berkaitan pula dengan upaya membuat karya yang lebih menarik, selaras dengan logika dan perkembangan zaman, serta nalar dari penikmat karya sastra.
7. Daftar Pustaka
Damono, Sapardi Djoko. 2012. Alih Wahana. Jakarta : Editum. Damono, Sapardi Djoko. 2005. Alih Wahana. Jakarta : Editum.
Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
408 Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Sastra Anak-Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta.
Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Rifaterre, Michael. 1978. Intertext. Bloomington: Indiana University Press. Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Subroto Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Sebelas Maret.