SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
MUHAMMAD ALFI WIBOWO
NIM: 11111212
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi
“NIAT ADALAH UKURAN DALAM MENILAI BENARNYA SUATU
PERBUATAN, OLEH KARENANYA, JIKA NIATNYA BENAR TENTU
PERBUATAN ITU BENAR, DAN JIKA NIATNYA BURUK MAKA PERBUATAN
vii
1. Kedua orang tuaku, bapak Su’udi dan ibu Muromah tercinta yang dengan
do`a dan seluruh pengorbanannya telah mengukir segala asa, cita dan
harapan membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran.
2. Kakak-kakakku mbak Fu’ah, mbak Wati, mas Dani, mas Agung dan mas
Lutfi yang selalu memberi semangat juga motivasi untuk selalu optimis.
3. Keluarga Besar Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi.
4. Ustadz Sholeh, ustadz Muhib, ustadz Fatkhur, ustadz Yakin, dan ustadz
Sukron yang memberikan inspirasi serta motivasi dalam penyelesaian
skripsi.
5. Teman-teman PAI-F dan teman-teman IAIN Salatiga yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terima kasih untuk persahabatan dan pertemanan
yang luar biasa.
viii
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir skripsi dengan judul “Reward dan Punishment sebagai Bentuk Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Pulutan Salatiga”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
kesarjanaan S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,
tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga yang
telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di Pondok Pesantren
Agro Nuur El Falah.
2. Bapak Su’udi dan Ibu Muromah tercinta yang telah mencurahkan
pengorbanan dan do’a restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis.
3. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M. Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing, memberikan nasihat, arahan serta masukan-masukan yang
ix
memberikan banyak nasehat dan arahan di awal semester selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
7. Seluruh dosen dan petugas Administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian
berlangsung.
8. Keluarga besar Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah yang telah membantu
peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya.
Amin Ya Robbal ’Alamin
Salatiga, 03 Maret 2016
x
Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Drs. Abdul Syukur, M. Si.,
Kata kunci:RewarddanPunishment, Pendidikan Kedisiplinan
Penelitian ini membahas tentang penerapan reward dan punishment untuk mewujudkan kedisiplinan dalam segala kegiatan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Desa Pulutan Kecamatan Sidorejo Salatiga. Fokus penelitian ini meliputi: 1) Bagaimanakah penerapan reward dan punishment dalam pendidikan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 2) Bagaimanakah efektifitas penerapan reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 3) Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan
reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 4)
Bagaimanakah konsep pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting. Peneliti bertindak langsung sebagai instrument dan sebagai pengumpul data hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diperoleh dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu melakukan reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini mengadakan keabsahan data dengan menggunakan ketekunan pengamatan triangulasi.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa: 1) Penerapan
reward bukan hanya dengan materi saja, bisa juga dengan ucapan, sedangkan
xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Kegunaan penelitian ... 6
E. Penegasan Istilah ... 7
F. Metode Penelitian ... 10
G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Reward... 20
B. Punishment ... 30
C. Pendidikan Kedisiplinan ... 44
D. RewarddanPunishmentsebagai Bentuk Kedisiplinan ... 55
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Desa Pulutan Kecamatan Sidorejo Salatiga ... 58
xii
B. EfektifitasRewarddanPunishment ... 83
C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat ... 84
D. Konsep Pendidikan Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro
Nuur El Falah ... 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 88
B. Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 91
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah proses pembentukan diri manusia secara
menyeluruh, bukan hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan tetapi
mengupayakan bagaimana agar menjadi manusia yang bermoral baik,
mandiri, tanggung jawab serta mampu menghadapi kehidupan dengan tetap
bijaksana. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi manusia,
karena dengan pendidikan mampu mengembangkan potensi yang ada di
dalam diri manusia.
Bagi suatu bangsa, pendidikan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting demi kesejahteraan masyarakat, serta mampu mengantisipasi
sutau hal yang akan menimpa. Di Indonesia terdapat sebuah lembaga
pendidikan tertua yakni pondok pesantren.
Pondok pesantren merupakan salah satu contoh pendidikan nonformal
yang eksistensinya masih diakui masyarakat sampai saat ini. Meskipun pada
awalnya, nama pondok pesantren hanya dikenal di sebagian wilayah
Indonesia, tetapi pondok pesantren diidentifikasikan oleh para ahli dengan
nama yang diberikan untuk lembaga pendidikan islam tradisional di
Indonesia.
Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam
tradisional dalam proses berdirinya tidak terlepas dari peran kyai dengan ilmu
yang dimilikinya serta dengan keikhlasan dalam beramal, perilakunya sesuai
dengan apa yang disampaikan kepada masyarakat sebagai suri tauladan bagi
para santri khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan keadaan
seperti itu, maka berdirilah sebuah lembaga kehidupan masyarakat yang
mandiri dan ditunjang oleh sarana dan prasarana sebagai media kegiatan
belajar mengajar.
Setiap peraturan yang diterapkan di pondok pesantren dimaksudkan
untuk menanamkan kedisiplinan. Dalam menegakkan kedisiplinan ini
diperlukan keteladanan dari kyai dan pengurus pondok pesantren. Peraturan
serta pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren merupakan upaya
untuk menanamkan rasa tanggung jawab serta disiplin dalam diri para santri,
sehingga pondok pesantren sanggup tampil dalam sebuah lembaga
pendidikan yang ideal. Maka, pemberian hukuman di dunia pendidikan
merupakan bagian dari proses mendidik yang bertujuan mendorong anak
didik agar memiliki kedisiplinan untuk belajar.
Al-Quran sebagai dasar utama pendidikan Islam, hal ini menggariskan
metode mengasuh, memelihara dan mendidik anak secara sempurna mulai
metode keteladanan, perintah, nasehat cerita, ganjaran bahkan metode metode
larangan atau hukuman dan yang lainnya, semua metode tersebut ditujukan
pada manusia, jika dasar-dasar metode yang diterapkan searah dan sejalan
terhadap apa yang digariskan Allah SWT, maka keselamatan perjalanan
manusia akan terjamin serta terwujudkan peran, tujuan manusia sebagai
Prinsip hukuman merupakan salah satu prinsip pendidikan yang
fundamental, yang diletakkan agama islam dalam posisi penting. Meskipun
tidak ada prinsip ini, tentu tidak ada bedanya antara orang yang berbuat
kebaikan dan orang yang berbuat kejahatan (buruk) (Budaiwi, 2002: 1)
Kendatipun ganjaran itu adalah kebalikan dan imbangan logis dari
hukuman, akan tetapi peranannya dalam penerapan kedisiplinan tidak
begitu besar. Ganjaran diterapkan sebagai sarana mendorong mutu
kecerdasan, bukan mutu jiwa dan karakter. Ganjaran lebih banyak
berkaitan dengan keberhasilan.
Kemampuan pesantren dalam menerapkan reward dan punishment
kadang tidak seimbang. Hal ini dikarenakan bahwa yang lebih dominan
dalam pendidikan kedisiplinan adalah hukuman. Walaupun disisi lain
ganjaran begitu diperlukan dalam pendidikan sebagai motivasi pembelajaran.
Dalam kontek ini, pendidikan pesantren pada dasarnya merupakan
pendidikan syarat dengan nuansa transformasi sosial. Pesantren berikhtiar
meletakkan visi dan kiprahnya dalam kerangka pengabdian sosial yang pada
mulanya ditekankan kepada pembentukan moral keagamaan yang
diimplikasikan dalam penerapan reward dan punishment sehingga
menumbuhkan kedisiplinan dalam jiwa santri, baik disiplin dalam belajar,
disiplin waktu, maupun disiplin peraturan yang ada dan kemudian
dikembangkan kepada rintisan-rintisan pengembangan yang lebih sistematis
dan terpadu. Pondok pesantren juga menjadikan para santri sebagai manusia
benar serta pintar. Benar dalam hal perilaku serta tindakan dan pintar dalam
melawan tantangan zaman.
Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah adalah sebuah pondok
pesantren yang mana hanya santri putra, dan tidak ada santri putrinya.
Pesantren ini memiliki perhatian khusus terhadap pendidikan di bidang
pertanian terutama dalam pengembangan agro bisnis dan agro indutri. Karena
sejak dini santri dididik untuk ikut terlibat dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat dengan dukungan sumber daya manusia yang mumpuni dan
fasilitas yang memadai. Sehingga diharapkan setelah lulus dari pesantren,
santri memiliki skill yang mumpuni dalam bidang pertanian, berakhlaqul
karimah, berjiwa mandiri, dan produktif sebagai bekal dalam berdakwah dan
berjuang di tengah-tengah masyarakat.
Pesantren ini mempunyai asumsi bahwa pesantren mampu
menumbuhkan nilai-nilai pokok yakni seluruh kehidupan ini diyakini sebagai
ibadah. Dari nilai pokok ini berkembang nilai-nilai luhur lainnya, seperti nilai
keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, dan kedisiplinan.
Dalam hal kedisiplinan, karena ada salah satu pengurus yang menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI), maka konsep yang diterapkan dalam
menumbuhkan kedisiplinan dalam diri para santri ada sebagian yang hampir
mirip di asrama tentara. Oleh karena itu, setiap santri yang melanggar
peraturan akan ada hukuman tersendiri yang telah ditetapkan di pondok.
Disiplin yang diterapkan bertujuan untuk meningkatkan kualitas
perkembangannya. Adapun tujuannya adalah untuk perkembangan
pengendalian diri sendiri yaitu dalam hal mana santri dapat mengarahkan diri
sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar. Serta mampu mematuhi
serta taat pada peraturan yang diterapkan di pondok. Karena itu para pengurus
haruslah secara aktif dan terus menerus berusaha, untuk memainkan peranan
yang makin kecil dari pekerjaan pendisiplinan itu, dengan cara bertahap
mengembangkan pengendalian dan pengarahan diri sendiri itu pada santri.
Strategi untuk mencapai tujuan mengembangkan pesantren, antara lain
melalui keteladanan pengasuhnya, melalui nasehat-nasehat, bimbingan dan
hukuman (ta’zir) serta ganjaran, disamping sejarah (tarikh) dan
diterapkan dengan penuh disiplin. Sistem pendidikan tersebut, sikap dan
tingkah laku santri yang menunjukkan kepri badian yang baik, bersahaja,
sopan santun dan jarang sekali terjadi perkelahian, misalnya sesama santri
atau dengan orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya
sebagai bahan untuk menyusun skripsi dengan judul “REWARD DAN PUNISHMENT SEBAGAI BENTUK KEDISIPLINAN DI PONDOK
PESANTREN AGRO NUUR EL FALAH PULUTAN SALATIGA”.
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimanakah penerapan reward dan punishment dalam pendidikan di
Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah?
2. Bagaimanakah efektivitas reward dan punishment terhadap kedisiplinan
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan reward dan
punishmentdi Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah?
4. Bagaimanakah konsep pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro
Nuur El Falah?
C. Tujuan Penelitian
1. untuk mengetahui penerapan reward dan punishment dalam pendidikan
yang ada di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah
2. untuk mengetahui efektivitas rewarddanpunishmentterhadap pendidikan
kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan
reward dan punishment yang ada di Pondok Pesantren Agro Nuur El
Falah.
4. Untuk mengetahui konsep pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren
Agro Nuur El Falah.
D. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan tentang penerapan dan efektivitas reward
(ganjaran) dan punishment (ta’zir) terhadap pendidikan kedisiplinan di
Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah
2. Manfaat praktis
a. Bagi IAIN Salatiga, untuk menambah perbendaharaan perpustakaan di
b. Bagi santri, dapat meningkatkan kedisiplinan yang diterapkan di
Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah
c. Bagi asatidz, sebagai informasi dan pengetahuan dalam menerapkan
rewarddanpunishmentdi Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah.
d. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang
rewarddanpunishmentsebagai implementasi pendidikan kedisiplinan
yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari salah persepsi dalam penggunaan kata pada judul
penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah pokok antara lain
adalah:
1. Reward(ganjaran)
Ganjaran adalah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya
anak dapat merasa senang. Umumnya, anak mengetahui bahwa
pekerjaan atau perbuatannya yang menyebabkan mendapat ganjaran itu
baik. Selain sebagai motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang
menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan
prestasi yang telah dicapai, atau lebih tepatnya lebih disiplin dalam
memanage waktu dan peraturan yang berlaku. (Purwanto, 2007: 182)
2. Punishment
Dalam istilah pondok pesantren, punishment sering diartikan
sebagai ta’zir. Pengertian ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau
menolak dan mencegah akan tetapi menurut istilah, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi, pengertiannya adalah sebagai
berikut:
Ta’zir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman ta’ziritu adalah
hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’, melainkan diserahkan
kepada ulil amri, baik penentuannya atau pelaksanaanya. Dalam
menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan
hukuman secara global saja. artinya pembuat undang-undang
tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing ta’zir,
melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang
seringan-ringanya sampai yang seberat-beratnya (Muslich, 2005: 18-19)
Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa hukuman
sebagai tindakan edukatif berupa perbuatan pendidik yang dilakukan
dengan sadar pada anak didiknya (santri) dengan memberi peringatan
dan pelajaran kepadanya atas pelanggaran yang diperbuatnya sesuai
prinsip-prinsip dan nilai-nilai keislaman. Sehingga santri sadar dan
menghindari segala macam pelanggaran dan kesalahan yang tidak
diinginkan atau berhati-hati dalam setiap melakukan sesuatu.
3. Pendidikan
Pendidikan diakatakan sebagai proses penyiapan peserta didik agar
harus dilihat dari dimensi informasi dan transformasi. Dengan kata lain,
kemampuan tersebut akan dicapai hanya melalui intensitas mencari,
mengolah dan meninterpretasikan informasi (Zainuddin, 2008: 8)
Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan
yang ada dalam masyarakat (Roqib, 2009: 15-16).
4. Kedisiplinan
Kata “disiplin” memiliki beberapa makna diantaranya,
menghukum, melatih, dan mengembangkan kontrol diri sang anak.
Marylin E. Gootman, Ed. D., seorang ahli pendidikan dari University Of
Georgia di Athens, Amerika, berpendapat bahwa disiplin akan membantu
anak untuk mengembangkan kontrol dirinya, dan membantu anak
mengenali perilaku yang salah lalu mengoreksinya (Nizar, 2009: 22).
5. Pondok pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam berbeda
dengan pendidikan lainnya baik dari aspek sistem pendidikan maupun
unsur pendidikan yang dimilikinya. Perbedaan dari segi sistem
pendidikannya, terlihat dari proses belajar mengajarnya yang cenderung
sederhana dan tradisional, sekalipun juga terdapat pesantren yang bersifat
memadukannya dengan sistem pendidikan modern (Ghazali, 2003: 17)
Pondok pesantren yang dimaksudkan adalah Pondok Pesantren
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud
reward dan punishment sebagai perwujudan pendidikan kedisiplinan di
Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah adalah ganjaran dan hukuman
yang bersifat edukasi atau mendidik serta motivasi yang diterapkan dan
dilaksanakan oleh para pengurus terhadap santri yang tertib dan patuh
terhadap peraturan dan santri yang melanggar peraturan di pondok
pesantren agro nuur el falah. Sehingga santri mampu mengenali
kesalahannya dan juga mengoreksinya.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif ini dilakukan secara intensif,
peneliti ikut berpartisipasi di lapangan, mencatat secara hati-hati apa
yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen
yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara
mendetail (Sugiyono, 2011: 14). Oleh karena itu penulis akan mengambil
penelitian lapangan yakni dengan cara memperoleh data melalui
penyelidikan berdasarkan obyek lapangan, daerah atau lokasi guna
memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011: 9).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang
objektif, faktual, akurat dan sistematis, mengenai masalah-masalah yang
ada di penelitian ini. Sesuai dengan focus penelitian, maka masalah yang
dihadapi dalam penelitian ini adalah konsep reward dan punishment
yang diterapkan sebagai perwujudan pendidikan kedisiplinan di Pondok
Pesantren Agro Nuur El Falah Pulutan Salatiga.
Oleh karena itu, penelitian ini dapat disebut penelitian deskriptif
kualitatif karena dalam penelitian ini data primernya menggunakan data
yang bersifat data verbal yaitu berupa deskripsi yang diperoleh dari
pengamatan kegiatan pola interaksi antara pengurus dengan santri.
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti sangatlah penting yakni peneliti menjadi
instrumen kunci dalam mengumpulkan data yang ada. Hal ini sesuai
dengan pendekatan kualitatif yang akan digunakan.
3. Lokasi Penelitian
Peneliti akan memilih lokasi di Pondok Pesantren Agro Nuur El
Falah Pulutan Salatiga, karena peneliti ingin mengetahui konsep serta
efektivitas reward dan punishment terhadap pendidikan kedisiplinan
4. Sumber Data
Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah kata tambahan seperti
dokumen dan lain-lain. Dalam hal ini jenis datanya berupa kata-kata dan
tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik (Moleong, 2008: 157)
a. Kata-kata dan tindakan
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
diwawancarai merupakan sumber data utama yang dicatat melalui
catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes,
pengambilan foto atau film. Dengan kata lain, data-data yang akan
dikumpulkan berasal dari informan-informan yang ada di Pondok
Pesantren Agro Nuur El Falah diantaranya pengasuh dan pengurus
pondok.
b. Sumber tertulis (dokumen)
Data tertulis ini sebagai tambahan yang diambil dari dokumen
pondok pesantren atau dokumen lainya yang ada kaitannya dengan
penelitian.
c. Foto
Foto digunakan untuk keperluan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti, yakni foto yang berkaitan denganreward dan
punishment sebagai implementasi pendidikan kedisiplinan di Pondok
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa adanya prosedur pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang diinginkan. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan data yang valid maka peneliti akan menggunakan
metode sebagai berikut:
a. Metode observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri
yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu
wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu
berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada
orang, tetapi juga obyek-obyek alam lainnya (Sugiyono, 2011: 145)
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang situasi
dan kondisi Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah serta hal-hal yang
ada hubungannya dengan data yang penulis butuhkan, karena itu
penulis itu kemukakan bahwa pelaksanan dari metode ini juga
didukung oleh metode lain.
b. Metode interview
Interview digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang
mana peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang akan diteliti, atau bahkan juga untuk mengetahui
reward dan punishment sebagai bentuk kedisiplinan di Pondok
Pesantren Agro Nuur El Falah atau juga faktor-faktor keberhasilan
dalam menerapkanrewarddanpunishment.
c. Metode dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental (Sugiyono, 2011: 240)
Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai
sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data
yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan
(Moleong, 2008: 217).
Dokumen-dokumen di sini bisa di peroleh melalui peninggalan
tertulis seperti: arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian tersebut.
Selain itu juga dapat berupa dokumen-dokumen yang dimiliki oleh
objek penelitan
6. Analisis data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain
(Sugiyono, 2011: 244).
Menurut Moleong (2008: 248) analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukandengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Menurut pemahaman analisis data diatas dapat dikemukakan
tahapan analisis data antara lain:
a. Mempelajari data dengan merumuskan masalah yang akan diteliti
b. Menyusun temuan-temuan data kata kunci berdasarkan data yang
telah terkumpul
c. Menuliskan model perencanaan selanjutnya berdasarkan
temuan-temuan data sebelumnya
d. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik guna mengumpulkan
data selanjutnya
e. Perencanaan pengumpulan data berikutnya
Setelah semua data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap
menganalisis data. Agar mudah ditarik kesimpulan maka diolah dalam
bentuk analisis deskriptif yaitu suatu upaya menggambarkan atau
melukiskan keadaan atau obyek penelitian dengan mengemukakan
keadaan atau kondisinya pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1995: 63)
7. Pengecekan keabsahan data
Keabsahan data yang akan peneliti lakukan yaitu dengan
menggunakan kriteria kredibilitas. Hal ini dimaksudkan bahwa data yang
dikumpulkan sesuai dengan apa yang ada dalam latar belakang. Menurut
Lexy J. Moleong (2008: 327-334) bahwa dalam menerapkan teknik
pemeriksaan data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Perpanjangan keikutsertaan
Jadi peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan
pengumpulan data tercapai. Karena menurut yang sudah
dikemukakan, bahwa instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif
adalah penelti itu sendiri. Maka keikutsertaan peneliti sangat
menentukan dalam pengumpulan data, waktunya pun tidak singkat,
akan tetapi ada perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian.
b. Ketekunan/keajegan pengamatan
Dalam hal ini bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau
isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
tersebut secara rinci. Dalam teknik ini menuntut peneliti agar mampu
menguraikan secara rinci bagaimana dapat melakukan pengamatan
c. Trianggulasi
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain. Trianggulasi dengan sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif.
Dengan teknik ini, peneliti dapat me-recheck temuannya
dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode,
atau teori dengan cara:
1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan
2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data
3) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan
data dapat dilakukan
d. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi
Teknik ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan
sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa
yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat
me-review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan.
8. Tahap-tahap penelitian
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah sebagai berikut:
a. Sebelum pelaksanaan penelitian
2) Menyusun proposal penelitian
3) Konsultasi kepada pembimbing
b. Tahap pelaksanaan penelitian
1) Melaksanakan penelitian di tempat yang telah ditentukan
2) Mengumpulkan data yang sesuai dengan fokus penelitian
3) Pencatatan data yang sudah terkumpul
4) Mengembangkan data yang terkumpul
c. Tahap menganalisis
1) Mencoding data
2) Menganalisis dengan analisis diskriptif
3) Penemuan hal-hal penting dalam penelitian
4) Mengecek keabsahan data
d. Tahap penulisan laporan
1) Melaporkan hasil penelitian
2) Konsultasi kepada pembimbing
G. Sistematikan Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan membagi dalam beberapa
bab. Dengan harapan agar pembahasan dalam skripsi ini dapat tersusun
dengan baik dan dapat memenuhi standar penulisan sebagai karya ilmiah.
Adapun sistematika pembagian bab adalah sebagai berikut:
Bab I : Dalam bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
Bab II : Menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan dan sesuai
dengan penelitian yang akan dilakukan. Dengan teori ini
ini pembaca dapat mengetahui pengertian yang berkaitan
dengan pendidikan kedisiplinan, pengertian reward dan
punishment (ta’zir), dan efektivitas reward dan punishment
(ta’zir).
Bab III : Pembahasan tentangrewarddanpunishment(ta’zir)sebagai
bentuk kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El
Falah.
Bab IV : Merupakan analisis data tentang pembahasan reward dan
punsihment (ta’zir) sebagai bentuk kedisiplinan di Pondok
Pesantren Agro Nuur El Falah.
Bab V : Merupakan kesimpulan dari beberapa bab terdahulu. Selain
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Reward
1. PengertianReward(ganjaran/hadiah)
Reward adalah sesuatu yang menyenangkan. Jika guru (pendidik)
berkomentar baik terhadap anak didiknya maka dapat dikatakan sebagai
reward. Karena anak didik menganggap komentar guru menyenangkan
baginya, sehingga perkataan baik itu dianggap sebagai hadiah (Sriyanti,
2009: 42)
Maslow mengatakan bahwa penghargaan adalah salah satu dari
kebtuhan pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan
dirinya. Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam
pengembangan diri dan tingkah laku anak. Seseorang akan terus berupaya
meningkatkan dan mempertahankan disiplin apabila pelaksanaan disiplin
itu menghasilkan prestasi dan produktivitas yang kemudian mendapatkan
penghargaan (Wantah, 2005: 164).
Sedangkan dalam bahasa Arab, “ganjaran/hadiah” diistilahkan
dengan “tsawab”. kata tsawab ini bisa berarti dengan pahala, upah,
balasan (Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudlor, 2002: 638). Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa istilah “ganjaran/hadiah” dalam bahasa
Arab dipakai untuk sebuah imbalan yang sifatnya positif atau baik.
Dalam pembahasan yang lebih luas, reward dapat dilihat sebagai
alat pendidikan yang bersifat preventif dan represif yang menyenangkan
dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar siswa. Reward
berfungsi sebagai alat yang bersifat preventif bermaksud untuk mencegah
masuknya pengaruh-pengaruh buruk dari luar ke dalam diri anak didik.
Adapun yang bersifat represif dimaksudkan untuk penindakan yang
sifatnya menindas, yakni menindas tindakan-tindakan atau perilaku negatif
siswa agar anak tetap berada dalam koridor yang benar (Abu Ahmadi &
Nur Uhbiyati, 2001: 143)
Penggunaan reward dalam pembelajaran anak usia dini
dimaksudkan untuk membuat anak lebih giat lagi dalam melakukan
sesuatu guna memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dapat
dicapainya. Dengan kata lain, siswa menjadi lebih keras kemauannya
untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi (Purwanto, 2007: 170).
Jadi, maksud reward yang terpenting bukanlah hasil yang dicapai seorang
siswa, melainkan dengan hasil yang telah dicapai siswa itu, pendidik
bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih keras pada siswa
tersebut untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penghargaan
adalah suatu hal positif yang diperoleh anak karena anak telah
menunjukkan suatu perbuatan yang baik. Pemberian penghargaan kepada
anak akan meningkatkan perilaku yang sesuai dengan aturan yang berlaku,
serta membuat anak untuk menghindari diri dari perbuatan yang tidak
sesuai dengan aturan. Dengan pemberian penghargaan anak akan berusaha
Dalam dunia pendidikan, reward digunakan sebagai bentuk
motivasi atau sebuah penghargaan untuk hasil atau prestasi yang baik,
dapat berupa kata-kata pujian, pandangan senyuman, pemberian
tepukan tangan serta sesuatu yang menyenangkan anak didik,
misalnya pemberian beasiswa bagi yangtelah mendapat nilai bagus.
Penerapan reward di bangku pendidikan dasar adalah bentuk motivasi
yang berorientasi pada keberhasilan belajar atau prestasi anak. Menurut
Dalamdunia pendidikan, rewarddiarahkan pada sebuahpenghargaan
terhadap anak yang dapat meraih prestasi sehingga reward tersebut bisa
memberikan motivasi untuk lebih baik lagi. Hadiah di dalam al-Qur‟an
biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk uslub, di antaranya ada
yang mempergunakan lafadz ajr (
ﺮ ﺟ أ
) dan tsawab (ب ا ﻮ ﺛ
) seperti dalamAl-Qur’an:
- Surat Al-Baqarah : 62,
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja
diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari
kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala
tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62)
Artinya: “dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada
tempat-tempat yang Tinggi di dalam syurga, yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah
Sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal.” (Qs.
Al-Ankabut: 58)(Shihab, 2013: 403)
Al-Qur’an menjelaskan bahwa penghargaan atau ganjaran/hadiah
menunjukkan balasan terhadap apa yang diperbuat oleh seseorang dalam
kehidupan ini atau di akherat kelak karena amal perbuatan yang baik.
Dalam Al-Qur’andisebutkan :
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan
jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali
tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Q.S.
Dari ayat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian
reward merupakan suatu bentuk penghargaan atas prestasi yang telah
diraih seseorang atau bentuk motivasi terhadap apa yang telah
diperbuatnya. Dalam proses belajar mengajar, pemberian hadiah
merupakan salah satu bentuk alat pendidikan dalam proses pembelajaran
yang dilakukan guru untuk anak didik sebagai satu pendorong,
penyemangat dan motivasi agar anak didik lebih meningkatkan prestasi
hasil belajar sesuai yang diharapkan. Dan diharapkan dari pemberian
hadiah tersebut muncul keinginan dari di anak untuk lebih
membangkitkan minat belajar yang tumbuh dari dalam diri anak didik itu
sendiri.
Ada beberapa pendapat yang berbeda-beda dari para ahli
pendidikan tentang reward sebagai alat pendidikan. Sebagian
menyetujui dan menganggap reward dipakai sebagai alat untuk
membentuk kata hati siswa. Sebaliknya ada pula para ahli pendidikan yang
tidak suka sama sekali. Mereka berpendapat bahwa reward itu dapat
menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut pendapat
mereka, seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan dan
berbuat yang baik dengan tidak mengharapkan imbalan atau pujian,
tetapi semata-mata karena pekerjaan atau perbuatan itu memang
2. Macam dan FungsiReward
Untuk menentukan ganjaran macam apakah yang baik diberikan
kepada anak merupakan suatu hal yang sulit. Ganjaran sebagai pendidikan
banyak sekali macamnya.
Beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat
merupakan ganjaran bagi anak didiknya, yaitu:
a. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu
jawaban yang diberikan oleh seorang anak.
b. Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti,
“Rupanya sudah baik pula tulisanmu, Min. Kalau kamu terus berlatih,
tentu akan lebih baik lagi.”
c. Pekerjaan juga dapat menjadi suatu ganjaran. Contoh, Engkau akan
segera saya beri soal yang lebih sukar sedikit, Ali, karena yang nomor 3
ini rupanya agak terlalu baik engkau kerjakan.”
d. Ganjaran yang ditujukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu.
Mislanya, “karena saya lihat kalian telah bekerja dengan baik,dan lekas
selesai, sekarang saya (guru) akan mengisahkan sebuah cerita yang
bagus sekali.” Ganjaran untuk seluruh kelas dapat juga bernyanyi atau
berdarmawisata.
e. Ganjaran juga dapat berupa benda-benda yang menyenangkan dan
berguna bagi anak-anak. Misalnya, pensil, buku tulis, makanan atau
benda lain. Tetapi, dalam hal ini guru juga harus berhati-hati dan
berubah menjadi “upah” bagi murid-murid. (Purwanto, 2007: 183)
Menurut Edy Siswanto ada 2 macamreward(hadiah) yaitu:
a. Berupa ucapan
Guru dalam menyampaikan ilmunya tidak luput dari kesalahan,
demikian juga siswa di kelas. Perlunya guru meminta maaf disetiap
akhir pelajaran tentunya membuat murid juga akan merasakan
pentingnya ucapan tersebut. Lebih penting lagi untuk diperhatikan
adalah penghargaan terhadap setiap tindakan/aktivitas anak.
Contohnya: baik, pekerjaanmu bagus, perlu ditingkatkan, seratus untuk
anda, coba mari kita kerjakan bersama, hal ini perlu sekali dilakukan
baik berupa pujian maupun harapan dan saran.
b. Berupa tindakan
1) Pemberian poin atau nilai.
2) Menepuk punggung siswa dengan berkata bagus-bagus.
3) Membubuhkan tanda tangan.
4) Memberikan secarik tulisan berupa saran dan kritik yang
membangun serta harapan.
5) Memberikan pengumuman bagi pemenang disertai tepuk
tangan temannya.
6) Memberikan hadiah berupa buku/pensil atau uang dsb
3. Syarat-syaratReward
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan
reward agar bisa menjadi alat pendidikan yang efektif, yakni sebagai
berikut:
a. Untuk memberikan ganjaran/hadiah yang pedagogis perlu sekali guru
mengenal betul-betul murid-muridnya dan tahu menghargai dengan
tepat. Ganjaran/hadiah dan penghargaan yang salah dan tidak tepat
dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.
b. Ganjaran/hadiah yang diberikan kepada seorang anak hendaknya
jangan menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain
yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapatkan
ganjaran/hadiah.
c. Memberikan ganjaran/hadiah hendaknya hemat. Terlalu kerap atau
terus- terusan memberikan ganjaran/hadiah dan penghargaan akan
menjadi hilang arti ganjaran/hadiah itu sebagai alat pendidikan.
d. Janganlah memberi ganjaran/hadiah dengan menjanjikan lebih dahulu
sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya apalagi
ganjaran/hadiah yang diberikan kepada seluruh kelas.
Ganjaran/hadiah yang telah diberikan lebih dahulu hanyalah akan
membuat anak-anak berburu-buru dalam bekerja dan akan membawa
kesukaran- kesukaran bagi beberapa orang anak yang kurang pandai.
e. Pendidik harus berhati-hati dalam memberikan ganjaran/hadiah,
diterimanya sebagai upah dari jerih payah yang telah dilakukannya
(Purwanto, 2007: 184).
4. EfektifitasReward(ganjaran/hadiah)
Teknik reward (hadiah/ganjaran) merupakan teknik yang
dianggap berhasil menumbuhkembangkan kedisiplinan dalam diri anak.
Pemberian penghargaan dapat membangkitkan sikap disiplin anak untuk
mempelajari atau mengerjakan sesuatu serta mentaati peraturan yang
deiterapkan. Di mana tujuan pemberian penghargaan adalah
membangkitkan atau mengembangkan sikap disiplin terhadap pertauran.
Jadi, penghargaan berperan untuk membuat pendahuluan saja.
Penghargaan adalah alat bukan tujuan, hendaknya diperhatikan jangan
sampai penghargaan ini menjadi tujuan. Tujuan pemberian pengharagaan
dalam belajar adalah bahwa setelah seorang menerima pengharagaan
karena telah melakukan kegiatan belajar serta berlaku disiplin dengan
baik, ia akan terus melakukan kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas.
Sebaliknya bila seorang belajar untuk mencari penghargan berupa
hadiah dan sebagainya, ia didorong oleh motivasi ekstrinsik, oleh sebab
tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu, yakni tidak terkandung di
dalam perbuatan itu sendiri. Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam
kegiatan. Anak-anak didorong oleh motivasi intrinsik, bila mereka belajar
agar lebih sanggup mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, agar memperoleh
pengertian, pengetahuan, sikap baik, penguasaan kecakapan.
yang dilakukan dengan baik telah melakukannya. Membangkitkan
motivasi tidak mudah. Untuk itu perlu mengenal murid dan
mempunyai kesanggupan kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan
kebutuhan dan minat anak.
Selain itu, guru dalam hal ini adalah ustadz juga harus
memperhatikan dalam pemberian reward (ganjaran/hadiah). Karena bisa
jadi anak (santri) yang mendapatkan reward menjadi sombong atas apa
yang diraihnya, baik itu dalam hal kegiatan yang wajib maupun kegiatan
ekstra.
Oleh karena itu, pemberian reward sangat efektif untuk
menanamkan sikap kedisiplinan dalam diri anak. Akan tetapi juga harus
diperhatikan dalam pemberianreward, agar anak dapat mengambil hikmah
serta dapat menerapkan kedisiplinanya dengan baik serta menghindarkan
anak dari sifat membanggakan diri dan sombong.
Selain itu, reward merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi
siswa, maka akibat yang ditimbulkan dari adanya pemberian reward
adalah sikap positif siswa terhadap pembelajaran. Selain itu, reward juga
memiliki akibat, baik yang positif maupun yang negatif, yakni sebagai
berikut:
a. Reward bisa menjadi penguat (reinforcement) bagi siswa untuk selalu
melakukan kegiatan-kegiatan positif dalam pembelajaran.
b. Pemberian reward dapat menimbulkan rasa percaya diri pada siswa
c. Reward bisa menarik minat siswa secara keseluruhan pada
pembelajaran,
d. Reward bisa membuat siswa yang tidak mendapat reward untuk
belajar lebih keras lagi dengan harapan akanmemperoleh rewardpada
kesempatan yang lain, Reward bisa membuat siswa menjadi “kurang
ikhlas” dalam berusaha, sebab usahanya didasari oleh adanya
keinginan mendapat reward, bukan untuk mencapai prestasi yang
tinggi, sehingga jika siswa tahu ia tidak akan mendapat reward, maka
siswa cenderung akan mengurangi usahanya dalam belajar. Inilah efek
negatif pemberianreward(http://www.pendidikandasar.net)
B. Punishment(Ta’zir/Hukuman)
1. PengertianPunishment(Ta’zir/Hukuman)
Ta’zir itu adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’,
melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penentuannya atau
pelaksanaanya. Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya
menetapkan hukuman secara global saja. artinya pembuat
undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing ta’zir,
melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang
seringan-ringanya sampai yang seberat-beratnya (Muslich, 2005: 19)
Menurut prof. Gunning, Kohnstamm, dan Scheler bahwa hukuman
itu adalah tiada lain daripada pengasahan kata hati, atau membangkitkan
terutama mengenai moralnya, dan dapat dirasakannya sebagai duka cita
karena ia berbuat demikian kemudian ia menyesal (Purwanto, 2007: 193)
Di dalam Al Qur’an hukuman biasanya disebutkan dalam berbagai
bentuk uslub. Diantaranya ada yang menggunakan lafadz ‘iqab (
ب ﺎ ﻘ ﻋ
),‘adzab(
ب ا ﺬ ﻋ
),rijz(ﺰ ﺟ ر
), ataupun keterangan lainnya.Hukuman pada dasarnya merupakan akibat dari suatu perbuatan
manusia sendiri, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah
At-Taubah ayat 74 yang berbunyi:
...
Artinya: “...dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan
mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak
(pula) penolong di muka bumi. (QS. At taubah: 74) (Shihab,
2013: 199)
Terkait dengan hukuman baginda Rasulullah SAW dalam beberapa
hadistnya beliau menjelaskan sekaligus memberikan suri teladan
bagaimana menerapkan hukuman, diantaranya yaitu hadist yang
diriwiyatkan oleh ulama terkenal, yaitu Imam Abu Daud ra, sebagai
ﷲ ﻰ ﻠ ﺻ ﷲ ل و ﺳ ر ل ﺎ ﻗ ل ﺎ ﻗ ص ﺎ ﻌ ﻟ ا ن ﺑ و ر ﻣ ﻋ ن ﺑ ﷲ د ﺑ ﻋ ن ﻋ
ﮫﯾﻠﻋ
ا و ر ﻣ م ﻠ ﺳ و
اوﻗرﻓ و رﺷﻋ ءﺎﻧﺑا مھو ﺎﮭﯾﻠﻋ مھوﺑرﺿاو نﯾﻧﺳ ﻊﺑﺳ ءﺎﻧﺑا مھو ةﻼﺻﻟﺎﺑ مﻛدﻻوا
ﻊﺟﺎﺿﻣﻟا ﻲﻓ مﮭﻧﯾﺑ
Artinya: “Artinya; dari abdullah bin amr bin ash ra, beliau berkata, rasulullah saw bersabda, perintahkanlah kepada anak-anakmu
shalat, sedang merka berumur tujuh tahun, dan pukullah
mereka kalau meninggalkannya, sedang mereka berumur
sepuluh tahun. Dan pisahkanlah di antara mereka itu dari
tempat tidurnya.”(HR. Abu Daud)(Al Albani, 2012; 198)
Berdasarkan ayat dan hadist di atas, dijelaskan barang siapa
mengerjakan perbuatan dosa atau melakukan kesalahan, maka akan
mendapatkan hukuman sesuai dengan tingkat kesalahan yang
diperbuatnya.
Secara rasional, ibadah (seperti shalat, shaum (puasa) dan ibadah
lainnya) berperan mendidik pribadi manusia yang keadaran dan
pikirannya terus- menerus berfungsi dalam pekerjaannya. Hadist di atas
memberikan pengertian bahwa anak harus diperintahkan mengerjakan
shalat ketika berusia tujuh tahun, dan diberi hukuman pukul ini supaya
anak menyadari kesalahan.
Makna dari kata (
ﮫﺑﺮﺿا و
) dalam hadist tersebut adalahmemberikan pukulan secara fisik, karena anak meninggalkan shalat.
Disamping itu, pukulan yang diberikan harus mengenai badannya dan
kepada anak ketika sudah berumur 10 tahun, karena pada usia 10 tahun ke
atas anak sudah dianggap mempunyai tanggung jawab (baligh).
Hukuman d e n g a n memukul merupakan hal yang diterapkan oleh
Islam sebagaimana hadist Nabi di atas. Pukulan dilakukan pada tahap
terakhir, setelah memberikan nasehat dan cara lain tidak bisa. Tata cara
yang tertib ini menunjukkan bahwa pendidik tidak boleh menggunakan
yang lebih keras jika yang lebih ringan sudah bermanfaat, sebab pukulan
adalah hukuman yang paling berat dan tidak boleh menggunakannya
kecuali jika dengan jalan lain tidak bisa.
Hukuman di dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan
pada waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak
menyenangkan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja. Perilaku
yang dirasa tidak menyenangkan disebut sebagai punishment (Sriyanti,
2009: 42)
Hukuman ialah “hukuman yang tidak ditentukan oleh Allah untuk
setiap perbuatan maksiat yang tidak ada had atau kafarat”. Sehingga
dapat dibedakan antara hukuman yang diputuskan oleh Negara oleh
hukuman yang diterapkan oleh kedua orang tua dalam keluarga dan para
pendidik di sekolah. Sebab, hudud atau hukuman atau ta’zir bedanya
adalah sama-sama bertujuan untuk memberi pelajaran baik bagi si
pelaku atau pun orang lain, semua itu adalah sebagai cara yang tegas dan
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa yang dimaksud dengan
hukuman adalah memberikan sesuatu yang tidak menyenangkan atau
pembalasan dengan sengaja pada anak didik dengan maksud supaya anak
didik merasa jera. Perlu dijelaskan bahwa pembalasan bukan berarti balas
dendam, sehingga anak benar-benar insyaf dan sadar, kemudian berusaha
memperbaiki perbuatan yang buruk.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hukuman
memiliki tujuan perbaikan, bukan menjatuhkan hukuman pada anak didik
dengan alasan balas dendam. Dari itulah seorang pendidik dan orang tua
dalam menjatuhkan hukuman haruslah secara seksama dan bijaksana,
artinya ketika menjatuhkan hukuman tidak sekedar menyakiti atau
membuat jera anak.
Maka dari itu maka hukuman haruslah mengandung unsur-unsur
pendidikan, baik diputuskan oleh hakim maupun yang dilakukan orang tua
dan para pendidik terhadap anaknya.
Dari beberapa uraian tentang pengertian hukuman tersebut, dapat
penulis simpulkan bahwa hukuman sebagai tindakan edukatif berupa
perbuatan orang dewasa atau pendidik yang dilakukan dengan sadar pada
anak didiknya dengan memberi peringatan dan pelajaran kepadanya atas
pelanggaran yang diperbuatnya sesuai prinsip-prinsip dan nilai-nilai
keislaman. Sehingga anak didik menjadi sadar dan menghindari segala
macam pelanggaran dan kesalahan yang tidak diinginkan atau
2. Macam dan Fungsi Hukuman
Menghukum merupakan sesuatu yang tidak disukai, namun
perlu diakui bersama bahwa hukuman itu memang diperlukan dalam
pendidikan karena berfungsi menekan, menghambat aau mengurangi
bahkan menghilangkan perbuatan yang menyimpang (Khalifah, 2004:
119)
Ada pendapat yang membedakan hukuman itu menjadi dua
macam, yaitu:
a. Hukuman preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud
agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud
untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran sehingga hal itu
dilakukannya sebelum pelanggaran itu dilakukan. Misalnya,
seseorang dimasukkan atau ditahan di penjara, (selama menantikan
keputusan hakim) karena perkara tersebut ia ditahan preventif dalam
penjara.
b. Hukum represif, yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena adanya
pelanggaran, oleh adanya dosa yang diperbuat. Jadi hukuman ini
dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan ((Ngalim
Purwanto, 2007: 189)
William Sterm membedakan tiga macam hukuman yang
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak yang menerima
a. Hukuman asosiatif
Seorang anak pada umumnya mengasosiasikan antara hukuman
dan kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan
oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk
menyingkirkan perasaan tidak enak (hukum) itu, biasanya anak
menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang. Hukuman jenis
ini bisa diterapkan untuk anak usia dini yang hanya mampu merasakan
dan mengasosiasikan sesuatu.
b. Hukuman Logis
Hukuman ini dipergunakan terhadap anak-anak yang telah agak
besar. Dengan hukum ini, anak mengerti bahwa hukuman itu adalah akibat
yang logis dari pekerjaan atau perbuatannya yang tidak baik. Anak
mengerti bahwa ia mendapat hukuman itu adalah akibat dari kesalahan
yang diperbuatnya. Misalnya seorang anak disuruh menghapus papan tulis
bersih-bersih karena ia telah mencoret-coret dan mengotorinya.
c. Hukuman Normatif
Hukuman normatif adalah hukuman yang bermaksud memperbaiki
moral anak-anak. Hukuman ini dilakukan terhadap
pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-norma etika, seperti berdusta, menipu, dan
mencuri maupun kedisiplinan. Jadi, hukuman normatif sangat erat
hubungannya dengan pembentukan watak dan kepribadian anak-anak.
Dengan hukuman ini, pendidik berusaha mempengaruhi kata hati anak,
kemauannya untuk selalu berbuat baik dan menghindari kejahatan
(Purwanto, 2007: 190).
Hukuman normatif ini penting diterapkan, sebab moral merupakan
inti dari pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Secara jelas M. Atiyah
Al-Abrasyi mengungkapkan tentang pendidikan moral sebagai berikut:
َﻲِھ ُﺔﱠﯿِﻘُﻠُﺨﻟا َﺔﱠﯿِﺑ ْﺮﱠﺘﻟا ﱠنِإ
ِﺔﱠﯿِﻣ َﻼْﺳِﻻْا ُﺔﱠﯿِﺑ ْﺮﱠﺘﻟا ُح ْوُ
ر
Menurut pendapat M.Athiyah al-Abrasyi tersebut di atas, jelaslah
bahwa pendidikan moral atau akhlak merupakan ruh (jiwa) pendidikan
Islam, sehingga kedudukannya sangat penting dalam pelaksanaan
pendidikan Islam (http://www.pendidikandasar.net)
Selain pendapat di atas, hukuman itu juga dapat dibedakan sebagai
berikut:
a. Hukuman alam
Yang menganjurkan hukuman ini adalah J. J. Rousseau. Menurut
pendapatnya, anak-anak ketika dilahirkan adalah suci, bersih dari segala
noda dan kejahatan. Yang menyebabkan rusaknya anak itu adalah
masyarakat manusia itu sendiri. Maka dari itu, menurut pendapatnya
supaya anak-anak dididik menurut alamnya. Maksudnya adalah biarlah
alam yang menghukum anak itu. Seperti: seorang anak bermain air
kotor, kemudian akibatnya adalah demam atau gatal-gatal. Itu adalah
hukuman alam. Rousseau menambahkan lagi bahwa biarkan anak itu
merasakan sendiri akibat sewajarnya dari perbuatannya sendiri, nanti
Tetapi, teori Rousseau ini ditinjau secara pedagogis tidak
mendidik. Karena dengan hukuman alam, anak tidak dapat mengetahui
norma-norma tentang mana yang baik dan mana yang buruk, mana
yang boleh dan harus diperbuat dan mana yang tidak boleh. Anak tidak
dapat berkembang sendiri ke arah yang sesuai dengan cita-cita dan
tujuan pendidikan yang sebenarnya.
b. Hukuman yang disengaja
Hukuman ini lawan dari hukuman alam. Hukuman ini dilakukan
dengan sengaja dan bertujuan. Sebagai contoh hukuman yang dilakukan
pendidik terhadap anak didiknya. (Purwanto, 2007: 190-191)
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hukuman alam itu
memang benar adanya, karena suatu saat apa yang diperbuat maka akan
mendapat balasannya, perbuatan baik mendapat balasan perbuatan baik
begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini seperti yang termaktub dalam firman
Allah dalam Surat Al Zalzalah ayat 7-8 yang berbunyi:
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.dan Barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan
melihat (balasan)nya pula. (QS. Al Zalzalah: 7-8) (Shihab,
2013: 599)
Akan tetapi, dalam tinjauan pedagogis hukuman alam kurang
harus dan boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Selain itu
anak juga tidak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
yang sesuai dan dapat mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan yang
akan diterimanya.
Oleh karena itu, hukuman dijatuhkan sesaat setelah kesalahan
tersebut dilakukan itu bukan menundanya itu lebih baik dari pada
menunggu hukuman (hukuman alam) dari apa yang dia lakukan dengan
sendirinya. Sebab menunnda memberikan hukuman hingga waktu lama
atau sebentar dapat menghilangkan arti penting yang terkandung di balik
sanksi dan hukuman yang dijatuhkan tersebut.
Hukuman perlu diberikan kepada anak, mengapa demikian? di
bawah ini akan diuraikan mengapa hukuman menjadi penting untuk
dilakukan:
a. Agar tidak mengulang kejadian yang sama
Pada dasarnya anak memiliki rutinitas yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dengan adanya rutinitas yang
dilakukan anak, maka kemudian akan menjadikan anak lalai. Faktor
lalai ini yang menyebabkan seorang anak menjadi lalai (El-Ghani,
2009: 52). Andaikata anak melakukan kesalahan satu ataupun dua kali
mungkin bisa dimaklumi, namun jika anak melakukan berulang kali,
maka hukuman menjadi pilihan dan harus dilakukan agar anak jera
b. Bisa mengambil pelajaran dan hikmah
Kesalahan bagaimanpun juga akan menjadikan anak bisa
mengambil tentang peristiwa yang dihadapinya (El-Ghani, 2009: 54).
Dengan pemberian hukuman kepada anak ada harapan bahwa anak
akan menjadi hati-hati dan sebagai pelajaran yang akan datang agar
tidak mengulang peristiwa yang pernah dialaminya.
c. Konsistensi sebuah perjanjian
Hukuman yang baik pada dasarnya adalah sebuah konsekuensi
dari perjajian dari seorang guru terhadap murid, jika anak berbuat salah
maka seorang anak akan mendapatkan hukuman baiknya lagi anak yang
melakukan kesalahan mau mengakui dan menyediakan diri untuk
di hukum tanpa seorang guru yang mendesak untuk melakukan
hukuman (El- Ghani, 2009: 56).
Uraian diatas tentang macam hukuman kiranya dapat disimpulkan
bahwasanya hukuman itu dapat diterapkan dalam pendidikan, terutama
hukuman yang bersifat pedagogis. Menghukum bilamana perlu dan jangan
terus menerus serta hindarilah hukuman jasmani atau badan jikalau
benar-benar tidak terpaksa. Adapun yang termasuk hukuman psikis antara
lain; terlalu banyak perintah, larangan, teguran, dan tidak mengindahkan
keinginan anak, sehingga banyak menyebabkan gangguan terhadap
ketegangan anak. Sedangkan dalam pross belajar itu perlu adanya motivasi
timbul kecenderungan yang kuat untuk memastikan tentang kebenaran dari
keinginan kita tersebut.
Selagi anak masih bisa di didik dengan lembut dan kasih sayang,
maka jangan sekali-kali orang tua melayangkan tangannya. Kita tahu
bahwa hukuman dalam pendidikan anak merupakan metode terburuk yang
sedapat mungkin kita hindari, akan tetapi dalam kondisi itu harus
dipergunakan.
3. Syarat Penerapan Hukuman
Dalam hukuman harus dimulai dari yang paling ringan dulu,
hukuman fisik baru boleh dilakukan sebagai alternatif terakhir.
Dianjurkan bagi para pendidik, guru maupun orang tua yang percaya
akan cara ini harus mengetahui tentang hakekat yang berhubungan
dengan hukuman. Salah satu sarana untuk menghindarkan anak dari sifat
jahat adalah dengan pendekatan psikologis, bersikap seperti anak dan
mengajak bicara dengan bahasa yang mudah dipahami olehnya.
Dalam hal ini, Arief (2002: 131) menyatakan bahwa hukuman
yang bersifat pendidikan (pedagogik), harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih dan sayang.
b. Harus didasarkan pada alasan “keharusan”.
c. Penyesalan Harus menimbulkan kesan dihati anak.
d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.
Menurut Purwanto (2007:191-192) syarat-syarat hukuman yang
pedagogis itu antara lain sebagai berikut:
a. Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggungjawabkan. Hukuman
tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang.dalam hal ini, seorang
guru atau orang tua agak bebas dalam menetapkan hukuman mana yang
akan diberikan kepada anak didiknya.
b. Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki. Yang berarti
bahwa ia harus mempunyai nilai mendidik (normatif) bagi si terhukum:
memperbaiki perilaku dan moral anak.
c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau balas dendam yang bersifat
perseorangan. Hukuman tersebut tidak memungkinkan adanya
hubungan baik antara pendidik dengan peserta didik.
d. Jangan menghukum pada waktu marah. Sebab, jika demikian,
kemungkinan besar hukuman itu tidak adil atau terlalu berat.
e. Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah
diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu.
f. Bagi anak, hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya sendiri sebagai
kedukaan atau penderitaan yang sebenarnya. Karena hukuman itu, anak
merasa menyesal dan merasa bahwa untuk sementara waktu dia
kehilangan kasih sayang pendidiknya.
g. Jangan melakukan hukuman badan, sebab pada hakikatnya hukuman
badan itu dilarang oleh negara, tidak sesuai dengan perikemanusiaandan
hukuman badan tidak meyakinkan adanya perbaikan pada si terhukum,
akan tetapi sebaliknya hanya menimbulkan dendam atau sikap suka
melawan.
h. Hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara pendidik dengan
anak didiknya. Untuk itu, hukuman yang diberikan dapat dimengerti
dan dipahami oleh anak. Anak dalam hatinya menerima hukuman itu
dan merasakan keadilan hukuman itu. Anak hendaknya memahami
bahwa hukuman yang diterimanya adalah akibat yang sewajarnya dari
pelanggaran yang telahdiperbuatnya sendiri.
i. Adanya kesanggupan memberi maaf dari pendidik sesudah memberikan
hukuman dan setelah anak mengakui kesalahannya. Dengan kata lain,
agar hubungan baik antara pendidik dan anak didik dapat terjalin baik.
Dengan demikian dapat terhindar dari perasaan atau sakit hati yang
mungkin timbul pada anak.
Adapun hukuman fisik, Athiyyah al-Abrasyi memberikan
kriteria, yaitu:
a. Pemukulan tidak boleh dilakukan pada anak didik di bawah umur 10
tahun.
b. Alat pemukulnya bukan benda-benda yang membahayakan, misalnya
lidi, tongkat kecil, dan lain sebagainya.
c. Pukulan tidak boleh lebih dari tiga kali, dan
d. Hendaknya diberikan kesempatan untuk tobat dari apa yang ia lakukan
(http://www.pendidikandasar.net)
4. Efektivitas Hukuman(Ta’zir)
Sepintas ditelusuri, hukuman yang dikenal dalam dunia pendidikan
menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi dalam karyanya al-Tarbiyah
al- Islamiyah dimaksudkan bahwa, hukuman atau punishment (al-uqubah)
lebih sebagai usaha edukatif untuk memperbaiki dan mengarahkan siswa
ke arah yang benar (al-irsyad wa al-ishlah) bukan semata-mata praktek
hukuman dan siksaan yang memasung kreativitas (al-zajr wa al-intiqam),
melainkan sebagai usaha mengembalikan siswa ke arah yang baik dan
memotivasinya menjadi pribadi yang imajinatif, kreatif dan produktif.
Oleh sebab itu hukuman merupakan salah satu instrumen
pengukuran pendidikan bagi kualitas fungsional edukatif siswa yang
bermasalah maupun berprestasi, dalam hal ini hukuman adalah vaksinasi
dini dalam konteks mendidik yang layak diberikan kepada mereka yang
bermasalah. Karenanya, merupakan tugas dan tanggungjawab semua
pihak, khususnya kalangan akademis maupun praktisi pendidikan untuk
memantau lebih dekat bagaimana pengelolaan pendidikan yang selama ini
berjalan, berkaitan dengan penerapan hukuman dalam kegiatan akademik
di berbagai lembaga pendidikan.
C. Pendidikan Kedisiplinan
Dalam hal ini akan dijelaskan beberapa definisi “disiplin” menurut
1. Kata “disiplin” memiliki beberapa makna diantaranya, menghukum,
melatih, dan mengembangkan kontrol diri sang anak. Marylin E.
Gootman, Ed. D., seorang ahli pendidikan dari University Of Georgia di
Athens, Amerika, berpendapat bahwa disiplin akan membantu anak untuk
mengembangkan kontrol dirinya, dan membantu anak mengenali perilaku
yang salah lalu mengoreksinya (Nizar, 2009: 22).
2. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang
dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung
jawabnya
(http://didefinisipengertian.blogspot.sg/2015/06/definisi-disiplin-pengertian-menurut-ahli.html)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah sikap
mental yang dengan penuh kesadaran dan keinsyafan untuk memenuhi tertib
baik yang tertulis maupun tidak, yang didapati dari latihan atau pembiasaan.
Dari pengertian ini, ada 3 unsur penting dalam kedisiplinan yaitu:
1. Adanya rasa kepatuhan, yaitu segala perbuatannya harus sesuai dengan
tata tertib yang berlaku baik waktu, tempat maupun keadaan.
2. Adanya rasa kesadaran, yaitu bukan didasarkan atas paksaan ari
luar, melainkan atas kesadaran dari diri sendiri dengan mengetahui arti
pentingnya peraturan tersebut.
3. Adanya rasa tanggung jawab, yaitu sikap menerima sanksi bila
telah melakukan pelanggaran.
Disiplin bukanlah syarat dari pendidikan, tetapi pengalaman hakiki