• Tidak ada hasil yang ditemukan

REWARD DAN PUNISHMENT SEBAGAI BENTUK KEDISIPLINAN DI PONDOK PESANTREN AGRO NUUR EL FALAH PULUTAN SALATIGA SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "REWARD DAN PUNISHMENT SEBAGAI BENTUK KEDISIPLINAN DI PONDOK PESANTREN AGRO NUUR EL FALAH PULUTAN SALATIGA SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

MUHAMMAD ALFI WIBOWO

NIM: 11111212

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

“NIAT ADALAH UKURAN DALAM MENILAI BENARNYA SUATU

PERBUATAN, OLEH KARENANYA, JIKA NIATNYA BENAR TENTU

PERBUATAN ITU BENAR, DAN JIKA NIATNYA BURUK MAKA PERBUATAN

(7)

vii

1. Kedua orang tuaku, bapak Su’udi dan ibu Muromah tercinta yang dengan

do`a dan seluruh pengorbanannya telah mengukir segala asa, cita dan

harapan membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran.

2. Kakak-kakakku mbak Fu’ah, mbak Wati, mas Dani, mas Agung dan mas

Lutfi yang selalu memberi semangat juga motivasi untuk selalu optimis.

3. Keluarga Besar Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi.

4. Ustadz Sholeh, ustadz Muhib, ustadz Fatkhur, ustadz Yakin, dan ustadz

Sukron yang memberikan inspirasi serta motivasi dalam penyelesaian

skripsi.

5. Teman-teman PAI-F dan teman-teman IAIN Salatiga yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, terima kasih untuk persahabatan dan pertemanan

yang luar biasa.

(8)

viii

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir skripsi dengan judul Reward dan Punishment sebagai Bentuk Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Pulutan Salatiga”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

kesarjanaan S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri

Salatiga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,

tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga yang

telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di Pondok Pesantren

Agro Nuur El Falah.

2. Bapak Su’udi dan Ibu Muromah tercinta yang telah mencurahkan

pengorbanan dan do’a restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis.

3. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M. Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, memberikan nasihat, arahan serta masukan-masukan yang

(9)

ix

memberikan banyak nasehat dan arahan di awal semester selama menempuh

pendidikan di IAIN Salatiga.

7. Seluruh dosen dan petugas Administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian

berlangsung.

8. Keluarga besar Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah yang telah membantu

peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh

karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari

berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya.

Amin Ya Robbal ’Alamin

Salatiga, 03 Maret 2016

(10)

x

Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Drs. Abdul Syukur, M. Si.,

Kata kunci:RewarddanPunishment, Pendidikan Kedisiplinan

Penelitian ini membahas tentang penerapan reward dan punishment untuk mewujudkan kedisiplinan dalam segala kegiatan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Desa Pulutan Kecamatan Sidorejo Salatiga. Fokus penelitian ini meliputi: 1) Bagaimanakah penerapan reward dan punishment dalam pendidikan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 2) Bagaimanakah efektifitas penerapan reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 3) Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan

reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 4)

Bagaimanakah konsep pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting. Peneliti bertindak langsung sebagai instrument dan sebagai pengumpul data hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diperoleh dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu melakukan reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini mengadakan keabsahan data dengan menggunakan ketekunan pengamatan triangulasi.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa: 1) Penerapan

reward bukan hanya dengan materi saja, bisa juga dengan ucapan, sedangkan

(11)

xi

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan penelitian ... 6

E. Penegasan Istilah ... 7

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Reward... 20

B. Punishment ... 30

C. Pendidikan Kedisiplinan ... 44

D. RewarddanPunishmentsebagai Bentuk Kedisiplinan ... 55

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Desa Pulutan Kecamatan Sidorejo Salatiga ... 58

(12)

xii

B. EfektifitasRewarddanPunishment ... 83

C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat ... 84

D. Konsep Pendidikan Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro

Nuur El Falah ... 86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah proses pembentukan diri manusia secara

menyeluruh, bukan hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan tetapi

mengupayakan bagaimana agar menjadi manusia yang bermoral baik,

mandiri, tanggung jawab serta mampu menghadapi kehidupan dengan tetap

bijaksana. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi manusia,

karena dengan pendidikan mampu mengembangkan potensi yang ada di

dalam diri manusia.

Bagi suatu bangsa, pendidikan merupakan salah satu faktor yang

sangat penting demi kesejahteraan masyarakat, serta mampu mengantisipasi

sutau hal yang akan menimpa. Di Indonesia terdapat sebuah lembaga

pendidikan tertua yakni pondok pesantren.

Pondok pesantren merupakan salah satu contoh pendidikan nonformal

yang eksistensinya masih diakui masyarakat sampai saat ini. Meskipun pada

awalnya, nama pondok pesantren hanya dikenal di sebagian wilayah

Indonesia, tetapi pondok pesantren diidentifikasikan oleh para ahli dengan

nama yang diberikan untuk lembaga pendidikan islam tradisional di

Indonesia.

Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam

tradisional dalam proses berdirinya tidak terlepas dari peran kyai dengan ilmu

yang dimilikinya serta dengan keikhlasan dalam beramal, perilakunya sesuai

(14)

dengan apa yang disampaikan kepada masyarakat sebagai suri tauladan bagi

para santri khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan keadaan

seperti itu, maka berdirilah sebuah lembaga kehidupan masyarakat yang

mandiri dan ditunjang oleh sarana dan prasarana sebagai media kegiatan

belajar mengajar.

Setiap peraturan yang diterapkan di pondok pesantren dimaksudkan

untuk menanamkan kedisiplinan. Dalam menegakkan kedisiplinan ini

diperlukan keteladanan dari kyai dan pengurus pondok pesantren. Peraturan

serta pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren merupakan upaya

untuk menanamkan rasa tanggung jawab serta disiplin dalam diri para santri,

sehingga pondok pesantren sanggup tampil dalam sebuah lembaga

pendidikan yang ideal. Maka, pemberian hukuman di dunia pendidikan

merupakan bagian dari proses mendidik yang bertujuan mendorong anak

didik agar memiliki kedisiplinan untuk belajar.

Al-Quran sebagai dasar utama pendidikan Islam, hal ini menggariskan

metode mengasuh, memelihara dan mendidik anak secara sempurna mulai

metode keteladanan, perintah, nasehat cerita, ganjaran bahkan metode metode

larangan atau hukuman dan yang lainnya, semua metode tersebut ditujukan

pada manusia, jika dasar-dasar metode yang diterapkan searah dan sejalan

terhadap apa yang digariskan Allah SWT, maka keselamatan perjalanan

manusia akan terjamin serta terwujudkan peran, tujuan manusia sebagai

(15)

Prinsip hukuman merupakan salah satu prinsip pendidikan yang

fundamental, yang diletakkan agama islam dalam posisi penting. Meskipun

tidak ada prinsip ini, tentu tidak ada bedanya antara orang yang berbuat

kebaikan dan orang yang berbuat kejahatan (buruk) (Budaiwi, 2002: 1)

Kendatipun ganjaran itu adalah kebalikan dan imbangan logis dari

hukuman, akan tetapi peranannya dalam penerapan kedisiplinan tidak

begitu besar. Ganjaran diterapkan sebagai sarana mendorong mutu

kecerdasan, bukan mutu jiwa dan karakter. Ganjaran lebih banyak

berkaitan dengan keberhasilan.

Kemampuan pesantren dalam menerapkan reward dan punishment

kadang tidak seimbang. Hal ini dikarenakan bahwa yang lebih dominan

dalam pendidikan kedisiplinan adalah hukuman. Walaupun disisi lain

ganjaran begitu diperlukan dalam pendidikan sebagai motivasi pembelajaran.

Dalam kontek ini, pendidikan pesantren pada dasarnya merupakan

pendidikan syarat dengan nuansa transformasi sosial. Pesantren berikhtiar

meletakkan visi dan kiprahnya dalam kerangka pengabdian sosial yang pada

mulanya ditekankan kepada pembentukan moral keagamaan yang

diimplikasikan dalam penerapan reward dan punishment sehingga

menumbuhkan kedisiplinan dalam jiwa santri, baik disiplin dalam belajar,

disiplin waktu, maupun disiplin peraturan yang ada dan kemudian

dikembangkan kepada rintisan-rintisan pengembangan yang lebih sistematis

dan terpadu. Pondok pesantren juga menjadikan para santri sebagai manusia

(16)

benar serta pintar. Benar dalam hal perilaku serta tindakan dan pintar dalam

melawan tantangan zaman.

Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah adalah sebuah pondok

pesantren yang mana hanya santri putra, dan tidak ada santri putrinya.

Pesantren ini memiliki perhatian khusus terhadap pendidikan di bidang

pertanian terutama dalam pengembangan agro bisnis dan agro indutri. Karena

sejak dini santri dididik untuk ikut terlibat dalam kegiatan pemberdayaan

masyarakat dengan dukungan sumber daya manusia yang mumpuni dan

fasilitas yang memadai. Sehingga diharapkan setelah lulus dari pesantren,

santri memiliki skill yang mumpuni dalam bidang pertanian, berakhlaqul

karimah, berjiwa mandiri, dan produktif sebagai bekal dalam berdakwah dan

berjuang di tengah-tengah masyarakat.

Pesantren ini mempunyai asumsi bahwa pesantren mampu

menumbuhkan nilai-nilai pokok yakni seluruh kehidupan ini diyakini sebagai

ibadah. Dari nilai pokok ini berkembang nilai-nilai luhur lainnya, seperti nilai

keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, dan kedisiplinan.

Dalam hal kedisiplinan, karena ada salah satu pengurus yang menjadi

Tentara Nasional Indonesia (TNI), maka konsep yang diterapkan dalam

menumbuhkan kedisiplinan dalam diri para santri ada sebagian yang hampir

mirip di asrama tentara. Oleh karena itu, setiap santri yang melanggar

peraturan akan ada hukuman tersendiri yang telah ditetapkan di pondok.

Disiplin yang diterapkan bertujuan untuk meningkatkan kualitas

(17)

perkembangannya. Adapun tujuannya adalah untuk perkembangan

pengendalian diri sendiri yaitu dalam hal mana santri dapat mengarahkan diri

sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar. Serta mampu mematuhi

serta taat pada peraturan yang diterapkan di pondok. Karena itu para pengurus

haruslah secara aktif dan terus menerus berusaha, untuk memainkan peranan

yang makin kecil dari pekerjaan pendisiplinan itu, dengan cara bertahap

mengembangkan pengendalian dan pengarahan diri sendiri itu pada santri.

Strategi untuk mencapai tujuan mengembangkan pesantren, antara lain

melalui keteladanan pengasuhnya, melalui nasehat-nasehat, bimbingan dan

hukuman (ta’zir) serta ganjaran, disamping sejarah (tarikh) dan

diterapkan dengan penuh disiplin. Sistem pendidikan tersebut, sikap dan

tingkah laku santri yang menunjukkan kepri badian yang baik, bersahaja,

sopan santun dan jarang sekali terjadi perkelahian, misalnya sesama santri

atau dengan orang lain.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya

sebagai bahan untuk menyusun skripsi dengan judul REWARD DAN PUNISHMENT SEBAGAI BENTUK KEDISIPLINAN DI PONDOK

PESANTREN AGRO NUUR EL FALAH PULUTAN SALATIGA”.

B. Fokus Penelitian

1. Bagaimanakah penerapan reward dan punishment dalam pendidikan di

Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah?

2. Bagaimanakah efektivitas reward dan punishment terhadap kedisiplinan

(18)

3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan reward dan

punishmentdi Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah?

4. Bagaimanakah konsep pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro

Nuur El Falah?

C. Tujuan Penelitian

1. untuk mengetahui penerapan reward dan punishment dalam pendidikan

yang ada di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah

2. untuk mengetahui efektivitas rewarddanpunishmentterhadap pendidikan

kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan

reward dan punishment yang ada di Pondok Pesantren Agro Nuur El

Falah.

4. Untuk mengetahui konsep pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren

Agro Nuur El Falah.

D. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan tentang penerapan dan efektivitas reward

(ganjaran) dan punishment (ta’zir) terhadap pendidikan kedisiplinan di

Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah

2. Manfaat praktis

a. Bagi IAIN Salatiga, untuk menambah perbendaharaan perpustakaan di

(19)

b. Bagi santri, dapat meningkatkan kedisiplinan yang diterapkan di

Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah

c. Bagi asatidz, sebagai informasi dan pengetahuan dalam menerapkan

rewarddanpunishmentdi Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah.

d. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang

rewarddanpunishmentsebagai implementasi pendidikan kedisiplinan

yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah persepsi dalam penggunaan kata pada judul

penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah pokok antara lain

adalah:

1. Reward(ganjaran)

Ganjaran adalah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya

anak dapat merasa senang. Umumnya, anak mengetahui bahwa

pekerjaan atau perbuatannya yang menyebabkan mendapat ganjaran itu

baik. Selain sebagai motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang

menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan

prestasi yang telah dicapai, atau lebih tepatnya lebih disiplin dalam

memanage waktu dan peraturan yang berlaku. (Purwanto, 2007: 182)

2. Punishment

Dalam istilah pondok pesantren, punishment sering diartikan

sebagai ta’zir. Pengertian ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau

(20)

menolak dan mencegah akan tetapi menurut istilah, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi, pengertiannya adalah sebagai

berikut:

Ta’zir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman ta’ziritu adalah

hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’, melainkan diserahkan

kepada ulil amri, baik penentuannya atau pelaksanaanya. Dalam

menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan

hukuman secara global saja. artinya pembuat undang-undang

tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing ta’zir,

melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang

seringan-ringanya sampai yang seberat-beratnya (Muslich, 2005: 18-19)

Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa hukuman

sebagai tindakan edukatif berupa perbuatan pendidik yang dilakukan

dengan sadar pada anak didiknya (santri) dengan memberi peringatan

dan pelajaran kepadanya atas pelanggaran yang diperbuatnya sesuai

prinsip-prinsip dan nilai-nilai keislaman. Sehingga santri sadar dan

menghindari segala macam pelanggaran dan kesalahan yang tidak

diinginkan atau berhati-hati dalam setiap melakukan sesuatu.

3. Pendidikan

Pendidikan diakatakan sebagai proses penyiapan peserta didik agar

(21)

harus dilihat dari dimensi informasi dan transformasi. Dengan kata lain,

kemampuan tersebut akan dicapai hanya melalui intensitas mencari,

mengolah dan meninterpretasikan informasi (Zainuddin, 2008: 8)

Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia

untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan

yang ada dalam masyarakat (Roqib, 2009: 15-16).

4. Kedisiplinan

Kata “disiplin” memiliki beberapa makna diantaranya,

menghukum, melatih, dan mengembangkan kontrol diri sang anak.

Marylin E. Gootman, Ed. D., seorang ahli pendidikan dari University Of

Georgia di Athens, Amerika, berpendapat bahwa disiplin akan membantu

anak untuk mengembangkan kontrol dirinya, dan membantu anak

mengenali perilaku yang salah lalu mengoreksinya (Nizar, 2009: 22).

5. Pondok pesantren

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam berbeda

dengan pendidikan lainnya baik dari aspek sistem pendidikan maupun

unsur pendidikan yang dimilikinya. Perbedaan dari segi sistem

pendidikannya, terlihat dari proses belajar mengajarnya yang cenderung

sederhana dan tradisional, sekalipun juga terdapat pesantren yang bersifat

memadukannya dengan sistem pendidikan modern (Ghazali, 2003: 17)

Pondok pesantren yang dimaksudkan adalah Pondok Pesantren

(22)

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud

reward dan punishment sebagai perwujudan pendidikan kedisiplinan di

Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah adalah ganjaran dan hukuman

yang bersifat edukasi atau mendidik serta motivasi yang diterapkan dan

dilaksanakan oleh para pengurus terhadap santri yang tertib dan patuh

terhadap peraturan dan santri yang melanggar peraturan di pondok

pesantren agro nuur el falah. Sehingga santri mampu mengenali

kesalahannya dan juga mengoreksinya.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan penelitian

deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif ini dilakukan secara intensif,

peneliti ikut berpartisipasi di lapangan, mencatat secara hati-hati apa

yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen

yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara

mendetail (Sugiyono, 2011: 14). Oleh karena itu penulis akan mengambil

penelitian lapangan yakni dengan cara memperoleh data melalui

penyelidikan berdasarkan obyek lapangan, daerah atau lokasi guna

memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti

pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai

(23)

analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif

lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011: 9).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang

objektif, faktual, akurat dan sistematis, mengenai masalah-masalah yang

ada di penelitian ini. Sesuai dengan focus penelitian, maka masalah yang

dihadapi dalam penelitian ini adalah konsep reward dan punishment

yang diterapkan sebagai perwujudan pendidikan kedisiplinan di Pondok

Pesantren Agro Nuur El Falah Pulutan Salatiga.

Oleh karena itu, penelitian ini dapat disebut penelitian deskriptif

kualitatif karena dalam penelitian ini data primernya menggunakan data

yang bersifat data verbal yaitu berupa deskripsi yang diperoleh dari

pengamatan kegiatan pola interaksi antara pengurus dengan santri.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti sangatlah penting yakni peneliti menjadi

instrumen kunci dalam mengumpulkan data yang ada. Hal ini sesuai

dengan pendekatan kualitatif yang akan digunakan.

3. Lokasi Penelitian

Peneliti akan memilih lokasi di Pondok Pesantren Agro Nuur El

Falah Pulutan Salatiga, karena peneliti ingin mengetahui konsep serta

efektivitas reward dan punishment terhadap pendidikan kedisiplinan

(24)

4. Sumber Data

Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah kata tambahan seperti

dokumen dan lain-lain. Dalam hal ini jenis datanya berupa kata-kata dan

tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik (Moleong, 2008: 157)

a. Kata-kata dan tindakan

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau

diwawancarai merupakan sumber data utama yang dicatat melalui

catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes,

pengambilan foto atau film. Dengan kata lain, data-data yang akan

dikumpulkan berasal dari informan-informan yang ada di Pondok

Pesantren Agro Nuur El Falah diantaranya pengasuh dan pengurus

pondok.

b. Sumber tertulis (dokumen)

Data tertulis ini sebagai tambahan yang diambil dari dokumen

pondok pesantren atau dokumen lainya yang ada kaitannya dengan

penelitian.

c. Foto

Foto digunakan untuk keperluan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti, yakni foto yang berkaitan denganreward dan

punishment sebagai implementasi pendidikan kedisiplinan di Pondok

(25)

5. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa adanya prosedur pengumpulan data, maka

peneliti tidak akan mendapatkan data yang diinginkan. Oleh karena itu,

untuk mendapatkan data yang valid maka peneliti akan menggunakan

metode sebagai berikut:

a. Metode observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri

yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu

wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu

berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada

orang, tetapi juga obyek-obyek alam lainnya (Sugiyono, 2011: 145)

Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang situasi

dan kondisi Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah serta hal-hal yang

ada hubungannya dengan data yang penulis butuhkan, karena itu

penulis itu kemukakan bahwa pelaksanan dari metode ini juga

didukung oleh metode lain.

b. Metode interview

Interview digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang

mana peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang akan diteliti, atau bahkan juga untuk mengetahui

(26)

reward dan punishment sebagai bentuk kedisiplinan di Pondok

Pesantren Agro Nuur El Falah atau juga faktor-faktor keberhasilan

dalam menerapkanrewarddanpunishment.

c. Metode dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental (Sugiyono, 2011: 240)

Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai

sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data

yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan

(Moleong, 2008: 217).

Dokumen-dokumen di sini bisa di peroleh melalui peninggalan

tertulis seperti: arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku dan lain

sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian tersebut.

Selain itu juga dapat berupa dokumen-dokumen yang dimiliki oleh

objek penelitan

6. Analisis data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

(27)

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain

(Sugiyono, 2011: 244).

Menurut Moleong (2008: 248) analisis data kualitatif adalah upaya

yang dilakukandengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.

Menurut pemahaman analisis data diatas dapat dikemukakan

tahapan analisis data antara lain:

a. Mempelajari data dengan merumuskan masalah yang akan diteliti

b. Menyusun temuan-temuan data kata kunci berdasarkan data yang

telah terkumpul

c. Menuliskan model perencanaan selanjutnya berdasarkan

temuan-temuan data sebelumnya

d. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik guna mengumpulkan

data selanjutnya

e. Perencanaan pengumpulan data berikutnya

Setelah semua data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap

menganalisis data. Agar mudah ditarik kesimpulan maka diolah dalam

bentuk analisis deskriptif yaitu suatu upaya menggambarkan atau

melukiskan keadaan atau obyek penelitian dengan mengemukakan

(28)

keadaan atau kondisinya pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta

yang tampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1995: 63)

7. Pengecekan keabsahan data

Keabsahan data yang akan peneliti lakukan yaitu dengan

menggunakan kriteria kredibilitas. Hal ini dimaksudkan bahwa data yang

dikumpulkan sesuai dengan apa yang ada dalam latar belakang. Menurut

Lexy J. Moleong (2008: 327-334) bahwa dalam menerapkan teknik

pemeriksaan data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Perpanjangan keikutsertaan

Jadi peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan

pengumpulan data tercapai. Karena menurut yang sudah

dikemukakan, bahwa instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif

adalah penelti itu sendiri. Maka keikutsertaan peneliti sangat

menentukan dalam pengumpulan data, waktunya pun tidak singkat,

akan tetapi ada perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian.

b. Ketekunan/keajegan pengamatan

Dalam hal ini bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau

isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal

tersebut secara rinci. Dalam teknik ini menuntut peneliti agar mampu

menguraikan secara rinci bagaimana dapat melakukan pengamatan

(29)

c. Trianggulasi

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain. Trianggulasi dengan sumber berarti

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

penelitian kualitatif.

Dengan teknik ini, peneliti dapat me-recheck temuannya

dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode,

atau teori dengan cara:

1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan

2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data

3) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan

data dapat dilakukan

d. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi

Teknik ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan

sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa

yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat

me-review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan.

8. Tahap-tahap penelitian

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang akan peneliti

lakukan adalah sebagai berikut:

a. Sebelum pelaksanaan penelitian

(30)

2) Menyusun proposal penelitian

3) Konsultasi kepada pembimbing

b. Tahap pelaksanaan penelitian

1) Melaksanakan penelitian di tempat yang telah ditentukan

2) Mengumpulkan data yang sesuai dengan fokus penelitian

3) Pencatatan data yang sudah terkumpul

4) Mengembangkan data yang terkumpul

c. Tahap menganalisis

1) Mencoding data

2) Menganalisis dengan analisis diskriptif

3) Penemuan hal-hal penting dalam penelitian

4) Mengecek keabsahan data

d. Tahap penulisan laporan

1) Melaporkan hasil penelitian

2) Konsultasi kepada pembimbing

G. Sistematikan Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan membagi dalam beberapa

bab. Dengan harapan agar pembahasan dalam skripsi ini dapat tersusun

dengan baik dan dapat memenuhi standar penulisan sebagai karya ilmiah.

Adapun sistematika pembagian bab adalah sebagai berikut:

Bab I : Dalam bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, fokus

penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan

(31)

Bab II : Menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan dan sesuai

dengan penelitian yang akan dilakukan. Dengan teori ini

ini pembaca dapat mengetahui pengertian yang berkaitan

dengan pendidikan kedisiplinan, pengertian reward dan

punishment (ta’zir), dan efektivitas reward dan punishment

(ta’zir).

Bab III : Pembahasan tentangrewarddanpunishment(ta’zir)sebagai

bentuk kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El

Falah.

Bab IV : Merupakan analisis data tentang pembahasan reward dan

punsihment (ta’zir) sebagai bentuk kedisiplinan di Pondok

Pesantren Agro Nuur El Falah.

Bab V : Merupakan kesimpulan dari beberapa bab terdahulu. Selain

(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Reward

1. PengertianReward(ganjaran/hadiah)

Reward adalah sesuatu yang menyenangkan. Jika guru (pendidik)

berkomentar baik terhadap anak didiknya maka dapat dikatakan sebagai

reward. Karena anak didik menganggap komentar guru menyenangkan

baginya, sehingga perkataan baik itu dianggap sebagai hadiah (Sriyanti,

2009: 42)

Maslow mengatakan bahwa penghargaan adalah salah satu dari

kebtuhan pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan

dirinya. Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam

pengembangan diri dan tingkah laku anak. Seseorang akan terus berupaya

meningkatkan dan mempertahankan disiplin apabila pelaksanaan disiplin

itu menghasilkan prestasi dan produktivitas yang kemudian mendapatkan

penghargaan (Wantah, 2005: 164).

Sedangkan dalam bahasa Arab, “ganjaran/hadiah” diistilahkan

dengan “tsawab”. kata tsawab ini bisa berarti dengan pahala, upah,

balasan (Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudlor, 2002: 638). Dengan

demikian, dapat dipahami bahwa istilah “ganjaran/hadiah” dalam bahasa

Arab dipakai untuk sebuah imbalan yang sifatnya positif atau baik.

Dalam pembahasan yang lebih luas, reward dapat dilihat sebagai

alat pendidikan yang bersifat preventif dan represif yang menyenangkan

(33)

dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar siswa. Reward

berfungsi sebagai alat yang bersifat preventif bermaksud untuk mencegah

masuknya pengaruh-pengaruh buruk dari luar ke dalam diri anak didik.

Adapun yang bersifat represif dimaksudkan untuk penindakan yang

sifatnya menindas, yakni menindas tindakan-tindakan atau perilaku negatif

siswa agar anak tetap berada dalam koridor yang benar (Abu Ahmadi &

Nur Uhbiyati, 2001: 143)

Penggunaan reward dalam pembelajaran anak usia dini

dimaksudkan untuk membuat anak lebih giat lagi dalam melakukan

sesuatu guna memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dapat

dicapainya. Dengan kata lain, siswa menjadi lebih keras kemauannya

untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi (Purwanto, 2007: 170).

Jadi, maksud reward yang terpenting bukanlah hasil yang dicapai seorang

siswa, melainkan dengan hasil yang telah dicapai siswa itu, pendidik

bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih keras pada siswa

tersebut untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penghargaan

adalah suatu hal positif yang diperoleh anak karena anak telah

menunjukkan suatu perbuatan yang baik. Pemberian penghargaan kepada

anak akan meningkatkan perilaku yang sesuai dengan aturan yang berlaku,

serta membuat anak untuk menghindari diri dari perbuatan yang tidak

sesuai dengan aturan. Dengan pemberian penghargaan anak akan berusaha

(34)

Dalam dunia pendidikan, reward digunakan sebagai bentuk

motivasi atau sebuah penghargaan untuk hasil atau prestasi yang baik,

dapat berupa kata-kata pujian, pandangan senyuman, pemberian

tepukan tangan serta sesuatu yang menyenangkan anak didik,

misalnya pemberian beasiswa bagi yangtelah mendapat nilai bagus.

Penerapan reward di bangku pendidikan dasar adalah bentuk motivasi

yang berorientasi pada keberhasilan belajar atau prestasi anak. Menurut

Dalamdunia pendidikan, rewarddiarahkan pada sebuahpenghargaan

terhadap anak yang dapat meraih prestasi sehingga reward tersebut bisa

memberikan motivasi untuk lebih baik lagi. Hadiah di dalam al-Qur‟an

biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk uslub, di antaranya ada

yang mempergunakan lafadz ajr (

ﺮ ﺟ أ

) dan tsawab (

ب ا ﻮ ﺛ

) seperti dalam

Al-Qur’an:

- Surat Al-Baqarah : 62,

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja

diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari

kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala

(35)

tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62)

Artinya: “dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada

tempat-tempat yang Tinggi di dalam syurga, yang mengalir

sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah

Sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal.” (Qs.

Al-Ankabut: 58)(Shihab, 2013: 403)

Al-Qur’an menjelaskan bahwa penghargaan atau ganjaran/hadiah

menunjukkan balasan terhadap apa yang diperbuat oleh seseorang dalam

kehidupan ini atau di akherat kelak karena amal perbuatan yang baik.

Dalam Al-Qur’andisebutkan :

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan

jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali

tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Q.S.

(36)

Dari ayat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian

reward merupakan suatu bentuk penghargaan atas prestasi yang telah

diraih seseorang atau bentuk motivasi terhadap apa yang telah

diperbuatnya. Dalam proses belajar mengajar, pemberian hadiah

merupakan salah satu bentuk alat pendidikan dalam proses pembelajaran

yang dilakukan guru untuk anak didik sebagai satu pendorong,

penyemangat dan motivasi agar anak didik lebih meningkatkan prestasi

hasil belajar sesuai yang diharapkan. Dan diharapkan dari pemberian

hadiah tersebut muncul keinginan dari di anak untuk lebih

membangkitkan minat belajar yang tumbuh dari dalam diri anak didik itu

sendiri.

Ada beberapa pendapat yang berbeda-beda dari para ahli

pendidikan tentang reward sebagai alat pendidikan. Sebagian

menyetujui dan menganggap reward dipakai sebagai alat untuk

membentuk kata hati siswa. Sebaliknya ada pula para ahli pendidikan yang

tidak suka sama sekali. Mereka berpendapat bahwa reward itu dapat

menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut pendapat

mereka, seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan dan

berbuat yang baik dengan tidak mengharapkan imbalan atau pujian,

tetapi semata-mata karena pekerjaan atau perbuatan itu memang

(37)

2. Macam dan FungsiReward

Untuk menentukan ganjaran macam apakah yang baik diberikan

kepada anak merupakan suatu hal yang sulit. Ganjaran sebagai pendidikan

banyak sekali macamnya.

Beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat

merupakan ganjaran bagi anak didiknya, yaitu:

a. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu

jawaban yang diberikan oleh seorang anak.

b. Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti,

“Rupanya sudah baik pula tulisanmu, Min. Kalau kamu terus berlatih,

tentu akan lebih baik lagi.”

c. Pekerjaan juga dapat menjadi suatu ganjaran. Contoh, Engkau akan

segera saya beri soal yang lebih sukar sedikit, Ali, karena yang nomor 3

ini rupanya agak terlalu baik engkau kerjakan.”

d. Ganjaran yang ditujukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu.

Mislanya, “karena saya lihat kalian telah bekerja dengan baik,dan lekas

selesai, sekarang saya (guru) akan mengisahkan sebuah cerita yang

bagus sekali.” Ganjaran untuk seluruh kelas dapat juga bernyanyi atau

berdarmawisata.

e. Ganjaran juga dapat berupa benda-benda yang menyenangkan dan

berguna bagi anak-anak. Misalnya, pensil, buku tulis, makanan atau

benda lain. Tetapi, dalam hal ini guru juga harus berhati-hati dan

(38)

berubah menjadi “upah” bagi murid-murid. (Purwanto, 2007: 183)

Menurut Edy Siswanto ada 2 macamreward(hadiah) yaitu:

a. Berupa ucapan

Guru dalam menyampaikan ilmunya tidak luput dari kesalahan,

demikian juga siswa di kelas. Perlunya guru meminta maaf disetiap

akhir pelajaran tentunya membuat murid juga akan merasakan

pentingnya ucapan tersebut. Lebih penting lagi untuk diperhatikan

adalah penghargaan terhadap setiap tindakan/aktivitas anak.

Contohnya: baik, pekerjaanmu bagus, perlu ditingkatkan, seratus untuk

anda, coba mari kita kerjakan bersama, hal ini perlu sekali dilakukan

baik berupa pujian maupun harapan dan saran.

b. Berupa tindakan

1) Pemberian poin atau nilai.

2) Menepuk punggung siswa dengan berkata bagus-bagus.

3) Membubuhkan tanda tangan.

4) Memberikan secarik tulisan berupa saran dan kritik yang

membangun serta harapan.

5) Memberikan pengumuman bagi pemenang disertai tepuk

tangan temannya.

6) Memberikan hadiah berupa buku/pensil atau uang dsb

(39)

3. Syarat-syaratReward

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan

reward agar bisa menjadi alat pendidikan yang efektif, yakni sebagai

berikut:

a. Untuk memberikan ganjaran/hadiah yang pedagogis perlu sekali guru

mengenal betul-betul murid-muridnya dan tahu menghargai dengan

tepat. Ganjaran/hadiah dan penghargaan yang salah dan tidak tepat

dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.

b. Ganjaran/hadiah yang diberikan kepada seorang anak hendaknya

jangan menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain

yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapatkan

ganjaran/hadiah.

c. Memberikan ganjaran/hadiah hendaknya hemat. Terlalu kerap atau

terus- terusan memberikan ganjaran/hadiah dan penghargaan akan

menjadi hilang arti ganjaran/hadiah itu sebagai alat pendidikan.

d. Janganlah memberi ganjaran/hadiah dengan menjanjikan lebih dahulu

sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya apalagi

ganjaran/hadiah yang diberikan kepada seluruh kelas.

Ganjaran/hadiah yang telah diberikan lebih dahulu hanyalah akan

membuat anak-anak berburu-buru dalam bekerja dan akan membawa

kesukaran- kesukaran bagi beberapa orang anak yang kurang pandai.

e. Pendidik harus berhati-hati dalam memberikan ganjaran/hadiah,

(40)

diterimanya sebagai upah dari jerih payah yang telah dilakukannya

(Purwanto, 2007: 184).

4. EfektifitasReward(ganjaran/hadiah)

Teknik reward (hadiah/ganjaran) merupakan teknik yang

dianggap berhasil menumbuhkembangkan kedisiplinan dalam diri anak.

Pemberian penghargaan dapat membangkitkan sikap disiplin anak untuk

mempelajari atau mengerjakan sesuatu serta mentaati peraturan yang

deiterapkan. Di mana tujuan pemberian penghargaan adalah

membangkitkan atau mengembangkan sikap disiplin terhadap pertauran.

Jadi, penghargaan berperan untuk membuat pendahuluan saja.

Penghargaan adalah alat bukan tujuan, hendaknya diperhatikan jangan

sampai penghargaan ini menjadi tujuan. Tujuan pemberian pengharagaan

dalam belajar adalah bahwa setelah seorang menerima pengharagaan

karena telah melakukan kegiatan belajar serta berlaku disiplin dengan

baik, ia akan terus melakukan kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas.

Sebaliknya bila seorang belajar untuk mencari penghargan berupa

hadiah dan sebagainya, ia didorong oleh motivasi ekstrinsik, oleh sebab

tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu, yakni tidak terkandung di

dalam perbuatan itu sendiri. Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam

kegiatan. Anak-anak didorong oleh motivasi intrinsik, bila mereka belajar

agar lebih sanggup mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, agar memperoleh

pengertian, pengetahuan, sikap baik, penguasaan kecakapan.

(41)

yang dilakukan dengan baik telah melakukannya. Membangkitkan

motivasi tidak mudah. Untuk itu perlu mengenal murid dan

mempunyai kesanggupan kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan

kebutuhan dan minat anak.

Selain itu, guru dalam hal ini adalah ustadz juga harus

memperhatikan dalam pemberian reward (ganjaran/hadiah). Karena bisa

jadi anak (santri) yang mendapatkan reward menjadi sombong atas apa

yang diraihnya, baik itu dalam hal kegiatan yang wajib maupun kegiatan

ekstra.

Oleh karena itu, pemberian reward sangat efektif untuk

menanamkan sikap kedisiplinan dalam diri anak. Akan tetapi juga harus

diperhatikan dalam pemberianreward, agar anak dapat mengambil hikmah

serta dapat menerapkan kedisiplinanya dengan baik serta menghindarkan

anak dari sifat membanggakan diri dan sombong.

Selain itu, reward merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi

siswa, maka akibat yang ditimbulkan dari adanya pemberian reward

adalah sikap positif siswa terhadap pembelajaran. Selain itu, reward juga

memiliki akibat, baik yang positif maupun yang negatif, yakni sebagai

berikut:

a. Reward bisa menjadi penguat (reinforcement) bagi siswa untuk selalu

melakukan kegiatan-kegiatan positif dalam pembelajaran.

b. Pemberian reward dapat menimbulkan rasa percaya diri pada siswa

(42)

c. Reward bisa menarik minat siswa secara keseluruhan pada

pembelajaran,

d. Reward bisa membuat siswa yang tidak mendapat reward untuk

belajar lebih keras lagi dengan harapan akanmemperoleh rewardpada

kesempatan yang lain, Reward bisa membuat siswa menjadi “kurang

ikhlas” dalam berusaha, sebab usahanya didasari oleh adanya

keinginan mendapat reward, bukan untuk mencapai prestasi yang

tinggi, sehingga jika siswa tahu ia tidak akan mendapat reward, maka

siswa cenderung akan mengurangi usahanya dalam belajar. Inilah efek

negatif pemberianreward(http://www.pendidikandasar.net)

B. Punishment(Ta’zir/Hukuman)

1. PengertianPunishment(Ta’zir/Hukuman)

Ta’zir itu adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’,

melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penentuannya atau

pelaksanaanya. Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya

menetapkan hukuman secara global saja. artinya pembuat

undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing ta’zir,

melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang

seringan-ringanya sampai yang seberat-beratnya (Muslich, 2005: 19)

Menurut prof. Gunning, Kohnstamm, dan Scheler bahwa hukuman

itu adalah tiada lain daripada pengasahan kata hati, atau membangkitkan

(43)

terutama mengenai moralnya, dan dapat dirasakannya sebagai duka cita

karena ia berbuat demikian kemudian ia menyesal (Purwanto, 2007: 193)

Di dalam Al Qur’an hukuman biasanya disebutkan dalam berbagai

bentuk uslub. Diantaranya ada yang menggunakan lafadz ‘iqab (

ب ﺎ ﻘ ﻋ

),

adzab(

ب ا ﺬ ﻋ

),rijz(

ﺰ ﺟ ر

), ataupun keterangan lainnya.

Hukuman pada dasarnya merupakan akibat dari suatu perbuatan

manusia sendiri, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah

At-Taubah ayat 74 yang berbunyi:

...

Artinya: “...dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan

mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak

(pula) penolong di muka bumi. (QS. At taubah: 74) (Shihab,

2013: 199)

Terkait dengan hukuman baginda Rasulullah SAW dalam beberapa

hadistnya beliau menjelaskan sekaligus memberikan suri teladan

bagaimana menerapkan hukuman, diantaranya yaitu hadist yang

diriwiyatkan oleh ulama terkenal, yaitu Imam Abu Daud ra, sebagai

(44)

ﷲ ﻰ ﻠ ﺻ ﷲ ل و ﺳ ر ل ﺎ ﻗ ل ﺎ ﻗ ص ﺎ ﻌ ﻟ ا ن ﺑ و ر ﻣ ﻋ ن ﺑ ﷲ د ﺑ ﻋ ن ﻋ

ﮫﯾﻠﻋ

ا و ر ﻣ م ﻠ ﺳ و

اوﻗرﻓ و رﺷﻋ ءﺎﻧﺑا مھو ﺎﮭﯾﻠﻋ مھوﺑرﺿاو نﯾﻧﺳ ﻊﺑﺳ ءﺎﻧﺑا مھو ةﻼﺻﻟﺎﺑ مﻛدﻻوا

ﻊﺟﺎﺿﻣﻟا ﻲﻓ مﮭﻧﯾﺑ

Artinya: “Artinya; dari abdullah bin amr bin ash ra, beliau berkata, rasulullah saw bersabda, perintahkanlah kepada anak-anakmu

shalat, sedang merka berumur tujuh tahun, dan pukullah

mereka kalau meninggalkannya, sedang mereka berumur

sepuluh tahun. Dan pisahkanlah di antara mereka itu dari

tempat tidurnya.”(HR. Abu Daud)(Al Albani, 2012; 198)

Berdasarkan ayat dan hadist di atas, dijelaskan barang siapa

mengerjakan perbuatan dosa atau melakukan kesalahan, maka akan

mendapatkan hukuman sesuai dengan tingkat kesalahan yang

diperbuatnya.

Secara rasional, ibadah (seperti shalat, shaum (puasa) dan ibadah

lainnya) berperan mendidik pribadi manusia yang keadaran dan

pikirannya terus- menerus berfungsi dalam pekerjaannya. Hadist di atas

memberikan pengertian bahwa anak harus diperintahkan mengerjakan

shalat ketika berusia tujuh tahun, dan diberi hukuman pukul ini supaya

anak menyadari kesalahan.

Makna dari kata (

ﮫﺑﺮﺿا و

) dalam hadist tersebut adalah

memberikan pukulan secara fisik, karena anak meninggalkan shalat.

Disamping itu, pukulan yang diberikan harus mengenai badannya dan

(45)

kepada anak ketika sudah berumur 10 tahun, karena pada usia 10 tahun ke

atas anak sudah dianggap mempunyai tanggung jawab (baligh).

Hukuman d e n g a n memukul merupakan hal yang diterapkan oleh

Islam sebagaimana hadist Nabi di atas. Pukulan dilakukan pada tahap

terakhir, setelah memberikan nasehat dan cara lain tidak bisa. Tata cara

yang tertib ini menunjukkan bahwa pendidik tidak boleh menggunakan

yang lebih keras jika yang lebih ringan sudah bermanfaat, sebab pukulan

adalah hukuman yang paling berat dan tidak boleh menggunakannya

kecuali jika dengan jalan lain tidak bisa.

Hukuman di dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan

pada waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak

menyenangkan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja. Perilaku

yang dirasa tidak menyenangkan disebut sebagai punishment (Sriyanti,

2009: 42)

Hukuman ialah “hukuman yang tidak ditentukan oleh Allah untuk

setiap perbuatan maksiat yang tidak ada had atau kafarat”. Sehingga

dapat dibedakan antara hukuman yang diputuskan oleh Negara oleh

hukuman yang diterapkan oleh kedua orang tua dalam keluarga dan para

pendidik di sekolah. Sebab, hudud atau hukuman atau ta’zir bedanya

adalah sama-sama bertujuan untuk memberi pelajaran baik bagi si

pelaku atau pun orang lain, semua itu adalah sebagai cara yang tegas dan

(46)

Berdasarkan pengertian di atas, bahwa yang dimaksud dengan

hukuman adalah memberikan sesuatu yang tidak menyenangkan atau

pembalasan dengan sengaja pada anak didik dengan maksud supaya anak

didik merasa jera. Perlu dijelaskan bahwa pembalasan bukan berarti balas

dendam, sehingga anak benar-benar insyaf dan sadar, kemudian berusaha

memperbaiki perbuatan yang buruk.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hukuman

memiliki tujuan perbaikan, bukan menjatuhkan hukuman pada anak didik

dengan alasan balas dendam. Dari itulah seorang pendidik dan orang tua

dalam menjatuhkan hukuman haruslah secara seksama dan bijaksana,

artinya ketika menjatuhkan hukuman tidak sekedar menyakiti atau

membuat jera anak.

Maka dari itu maka hukuman haruslah mengandung unsur-unsur

pendidikan, baik diputuskan oleh hakim maupun yang dilakukan orang tua

dan para pendidik terhadap anaknya.

Dari beberapa uraian tentang pengertian hukuman tersebut, dapat

penulis simpulkan bahwa hukuman sebagai tindakan edukatif berupa

perbuatan orang dewasa atau pendidik yang dilakukan dengan sadar pada

anak didiknya dengan memberi peringatan dan pelajaran kepadanya atas

pelanggaran yang diperbuatnya sesuai prinsip-prinsip dan nilai-nilai

keislaman. Sehingga anak didik menjadi sadar dan menghindari segala

macam pelanggaran dan kesalahan yang tidak diinginkan atau

(47)

2. Macam dan Fungsi Hukuman

Menghukum merupakan sesuatu yang tidak disukai, namun

perlu diakui bersama bahwa hukuman itu memang diperlukan dalam

pendidikan karena berfungsi menekan, menghambat aau mengurangi

bahkan menghilangkan perbuatan yang menyimpang (Khalifah, 2004:

119)

Ada pendapat yang membedakan hukuman itu menjadi dua

macam, yaitu:

a. Hukuman preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud

agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud

untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran sehingga hal itu

dilakukannya sebelum pelanggaran itu dilakukan. Misalnya,

seseorang dimasukkan atau ditahan di penjara, (selama menantikan

keputusan hakim) karena perkara tersebut ia ditahan preventif dalam

penjara.

b. Hukum represif, yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena adanya

pelanggaran, oleh adanya dosa yang diperbuat. Jadi hukuman ini

dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan ((Ngalim

Purwanto, 2007: 189)

William Sterm membedakan tiga macam hukuman yang

disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak yang menerima

(48)

a. Hukuman asosiatif

Seorang anak pada umumnya mengasosiasikan antara hukuman

dan kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan

oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk

menyingkirkan perasaan tidak enak (hukum) itu, biasanya anak

menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang. Hukuman jenis

ini bisa diterapkan untuk anak usia dini yang hanya mampu merasakan

dan mengasosiasikan sesuatu.

b. Hukuman Logis

Hukuman ini dipergunakan terhadap anak-anak yang telah agak

besar. Dengan hukum ini, anak mengerti bahwa hukuman itu adalah akibat

yang logis dari pekerjaan atau perbuatannya yang tidak baik. Anak

mengerti bahwa ia mendapat hukuman itu adalah akibat dari kesalahan

yang diperbuatnya. Misalnya seorang anak disuruh menghapus papan tulis

bersih-bersih karena ia telah mencoret-coret dan mengotorinya.

c. Hukuman Normatif

Hukuman normatif adalah hukuman yang bermaksud memperbaiki

moral anak-anak. Hukuman ini dilakukan terhadap

pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-norma etika, seperti berdusta, menipu, dan

mencuri maupun kedisiplinan. Jadi, hukuman normatif sangat erat

hubungannya dengan pembentukan watak dan kepribadian anak-anak.

Dengan hukuman ini, pendidik berusaha mempengaruhi kata hati anak,

(49)

kemauannya untuk selalu berbuat baik dan menghindari kejahatan

(Purwanto, 2007: 190).

Hukuman normatif ini penting diterapkan, sebab moral merupakan

inti dari pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Secara jelas M. Atiyah

Al-Abrasyi mengungkapkan tentang pendidikan moral sebagai berikut:

َﻲِھ ُﺔﱠﯿِﻘُﻠُﺨﻟا َﺔﱠﯿِﺑ ْﺮﱠﺘﻟا ﱠنِإ

ِﺔﱠﯿِﻣ َﻼْﺳِﻻْا ُﺔﱠﯿِﺑ ْﺮﱠﺘﻟا ُح ْوُ

ر

Menurut pendapat M.Athiyah al-Abrasyi tersebut di atas, jelaslah

bahwa pendidikan moral atau akhlak merupakan ruh (jiwa) pendidikan

Islam, sehingga kedudukannya sangat penting dalam pelaksanaan

pendidikan Islam (http://www.pendidikandasar.net)

Selain pendapat di atas, hukuman itu juga dapat dibedakan sebagai

berikut:

a. Hukuman alam

Yang menganjurkan hukuman ini adalah J. J. Rousseau. Menurut

pendapatnya, anak-anak ketika dilahirkan adalah suci, bersih dari segala

noda dan kejahatan. Yang menyebabkan rusaknya anak itu adalah

masyarakat manusia itu sendiri. Maka dari itu, menurut pendapatnya

supaya anak-anak dididik menurut alamnya. Maksudnya adalah biarlah

alam yang menghukum anak itu. Seperti: seorang anak bermain air

kotor, kemudian akibatnya adalah demam atau gatal-gatal. Itu adalah

hukuman alam. Rousseau menambahkan lagi bahwa biarkan anak itu

merasakan sendiri akibat sewajarnya dari perbuatannya sendiri, nanti

(50)

Tetapi, teori Rousseau ini ditinjau secara pedagogis tidak

mendidik. Karena dengan hukuman alam, anak tidak dapat mengetahui

norma-norma tentang mana yang baik dan mana yang buruk, mana

yang boleh dan harus diperbuat dan mana yang tidak boleh. Anak tidak

dapat berkembang sendiri ke arah yang sesuai dengan cita-cita dan

tujuan pendidikan yang sebenarnya.

b. Hukuman yang disengaja

Hukuman ini lawan dari hukuman alam. Hukuman ini dilakukan

dengan sengaja dan bertujuan. Sebagai contoh hukuman yang dilakukan

pendidik terhadap anak didiknya. (Purwanto, 2007: 190-191)

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hukuman alam itu

memang benar adanya, karena suatu saat apa yang diperbuat maka akan

mendapat balasannya, perbuatan baik mendapat balasan perbuatan baik

begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini seperti yang termaktub dalam firman

Allah dalam Surat Al Zalzalah ayat 7-8 yang berbunyi:

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.dan Barangsiapa yang

mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan

melihat (balasan)nya pula. (QS. Al Zalzalah: 7-8) (Shihab,

2013: 599)

Akan tetapi, dalam tinjauan pedagogis hukuman alam kurang

(51)

harus dan boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Selain itu

anak juga tidak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya

yang sesuai dan dapat mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan yang

akan diterimanya.

Oleh karena itu, hukuman dijatuhkan sesaat setelah kesalahan

tersebut dilakukan itu bukan menundanya itu lebih baik dari pada

menunggu hukuman (hukuman alam) dari apa yang dia lakukan dengan

sendirinya. Sebab menunnda memberikan hukuman hingga waktu lama

atau sebentar dapat menghilangkan arti penting yang terkandung di balik

sanksi dan hukuman yang dijatuhkan tersebut.

Hukuman perlu diberikan kepada anak, mengapa demikian? di

bawah ini akan diuraikan mengapa hukuman menjadi penting untuk

dilakukan:

a. Agar tidak mengulang kejadian yang sama

Pada dasarnya anak memiliki rutinitas yang tidak bisa

dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dengan adanya rutinitas yang

dilakukan anak, maka kemudian akan menjadikan anak lalai. Faktor

lalai ini yang menyebabkan seorang anak menjadi lalai (El-Ghani,

2009: 52). Andaikata anak melakukan kesalahan satu ataupun dua kali

mungkin bisa dimaklumi, namun jika anak melakukan berulang kali,

maka hukuman menjadi pilihan dan harus dilakukan agar anak jera

(52)

b. Bisa mengambil pelajaran dan hikmah

Kesalahan bagaimanpun juga akan menjadikan anak bisa

mengambil tentang peristiwa yang dihadapinya (El-Ghani, 2009: 54).

Dengan pemberian hukuman kepada anak ada harapan bahwa anak

akan menjadi hati-hati dan sebagai pelajaran yang akan datang agar

tidak mengulang peristiwa yang pernah dialaminya.

c. Konsistensi sebuah perjanjian

Hukuman yang baik pada dasarnya adalah sebuah konsekuensi

dari perjajian dari seorang guru terhadap murid, jika anak berbuat salah

maka seorang anak akan mendapatkan hukuman baiknya lagi anak yang

melakukan kesalahan mau mengakui dan menyediakan diri untuk

di hukum tanpa seorang guru yang mendesak untuk melakukan

hukuman (El- Ghani, 2009: 56).

Uraian diatas tentang macam hukuman kiranya dapat disimpulkan

bahwasanya hukuman itu dapat diterapkan dalam pendidikan, terutama

hukuman yang bersifat pedagogis. Menghukum bilamana perlu dan jangan

terus menerus serta hindarilah hukuman jasmani atau badan jikalau

benar-benar tidak terpaksa. Adapun yang termasuk hukuman psikis antara

lain; terlalu banyak perintah, larangan, teguran, dan tidak mengindahkan

keinginan anak, sehingga banyak menyebabkan gangguan terhadap

ketegangan anak. Sedangkan dalam pross belajar itu perlu adanya motivasi

(53)

timbul kecenderungan yang kuat untuk memastikan tentang kebenaran dari

keinginan kita tersebut.

Selagi anak masih bisa di didik dengan lembut dan kasih sayang,

maka jangan sekali-kali orang tua melayangkan tangannya. Kita tahu

bahwa hukuman dalam pendidikan anak merupakan metode terburuk yang

sedapat mungkin kita hindari, akan tetapi dalam kondisi itu harus

dipergunakan.

3. Syarat Penerapan Hukuman

Dalam hukuman harus dimulai dari yang paling ringan dulu,

hukuman fisik baru boleh dilakukan sebagai alternatif terakhir.

Dianjurkan bagi para pendidik, guru maupun orang tua yang percaya

akan cara ini harus mengetahui tentang hakekat yang berhubungan

dengan hukuman. Salah satu sarana untuk menghindarkan anak dari sifat

jahat adalah dengan pendekatan psikologis, bersikap seperti anak dan

mengajak bicara dengan bahasa yang mudah dipahami olehnya.

Dalam hal ini, Arief (2002: 131) menyatakan bahwa hukuman

yang bersifat pendidikan (pedagogik), harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih dan sayang.

b. Harus didasarkan pada alasan “keharusan”.

c. Penyesalan Harus menimbulkan kesan dihati anak.

d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.

(54)

Menurut Purwanto (2007:191-192) syarat-syarat hukuman yang

pedagogis itu antara lain sebagai berikut:

a. Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggungjawabkan. Hukuman

tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang.dalam hal ini, seorang

guru atau orang tua agak bebas dalam menetapkan hukuman mana yang

akan diberikan kepada anak didiknya.

b. Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki. Yang berarti

bahwa ia harus mempunyai nilai mendidik (normatif) bagi si terhukum:

memperbaiki perilaku dan moral anak.

c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau balas dendam yang bersifat

perseorangan. Hukuman tersebut tidak memungkinkan adanya

hubungan baik antara pendidik dengan peserta didik.

d. Jangan menghukum pada waktu marah. Sebab, jika demikian,

kemungkinan besar hukuman itu tidak adil atau terlalu berat.

e. Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah

diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu.

f. Bagi anak, hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya sendiri sebagai

kedukaan atau penderitaan yang sebenarnya. Karena hukuman itu, anak

merasa menyesal dan merasa bahwa untuk sementara waktu dia

kehilangan kasih sayang pendidiknya.

g. Jangan melakukan hukuman badan, sebab pada hakikatnya hukuman

badan itu dilarang oleh negara, tidak sesuai dengan perikemanusiaandan

(55)

hukuman badan tidak meyakinkan adanya perbaikan pada si terhukum,

akan tetapi sebaliknya hanya menimbulkan dendam atau sikap suka

melawan.

h. Hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara pendidik dengan

anak didiknya. Untuk itu, hukuman yang diberikan dapat dimengerti

dan dipahami oleh anak. Anak dalam hatinya menerima hukuman itu

dan merasakan keadilan hukuman itu. Anak hendaknya memahami

bahwa hukuman yang diterimanya adalah akibat yang sewajarnya dari

pelanggaran yang telahdiperbuatnya sendiri.

i. Adanya kesanggupan memberi maaf dari pendidik sesudah memberikan

hukuman dan setelah anak mengakui kesalahannya. Dengan kata lain,

agar hubungan baik antara pendidik dan anak didik dapat terjalin baik.

Dengan demikian dapat terhindar dari perasaan atau sakit hati yang

mungkin timbul pada anak.

Adapun hukuman fisik, Athiyyah al-Abrasyi memberikan

kriteria, yaitu:

a. Pemukulan tidak boleh dilakukan pada anak didik di bawah umur 10

tahun.

b. Alat pemukulnya bukan benda-benda yang membahayakan, misalnya

lidi, tongkat kecil, dan lain sebagainya.

c. Pukulan tidak boleh lebih dari tiga kali, dan

d. Hendaknya diberikan kesempatan untuk tobat dari apa yang ia lakukan

(56)

(http://www.pendidikandasar.net)

4. Efektivitas Hukuman(Ta’zir)

Sepintas ditelusuri, hukuman yang dikenal dalam dunia pendidikan

menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi dalam karyanya al-Tarbiyah

al- Islamiyah dimaksudkan bahwa, hukuman atau punishment (al-uqubah)

lebih sebagai usaha edukatif untuk memperbaiki dan mengarahkan siswa

ke arah yang benar (al-irsyad wa al-ishlah) bukan semata-mata praktek

hukuman dan siksaan yang memasung kreativitas (al-zajr wa al-intiqam),

melainkan sebagai usaha mengembalikan siswa ke arah yang baik dan

memotivasinya menjadi pribadi yang imajinatif, kreatif dan produktif.

Oleh sebab itu hukuman merupakan salah satu instrumen

pengukuran pendidikan bagi kualitas fungsional edukatif siswa yang

bermasalah maupun berprestasi, dalam hal ini hukuman adalah vaksinasi

dini dalam konteks mendidik yang layak diberikan kepada mereka yang

bermasalah. Karenanya, merupakan tugas dan tanggungjawab semua

pihak, khususnya kalangan akademis maupun praktisi pendidikan untuk

memantau lebih dekat bagaimana pengelolaan pendidikan yang selama ini

berjalan, berkaitan dengan penerapan hukuman dalam kegiatan akademik

di berbagai lembaga pendidikan.

C. Pendidikan Kedisiplinan

Dalam hal ini akan dijelaskan beberapa definisi “disiplin” menurut

(57)

1. Kata “disiplin” memiliki beberapa makna diantaranya, menghukum,

melatih, dan mengembangkan kontrol diri sang anak. Marylin E.

Gootman, Ed. D., seorang ahli pendidikan dari University Of Georgia di

Athens, Amerika, berpendapat bahwa disiplin akan membantu anak untuk

mengembangkan kontrol dirinya, dan membantu anak mengenali perilaku

yang salah lalu mengoreksinya (Nizar, 2009: 22).

2. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang

dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung

jawabnya

(http://didefinisipengertian.blogspot.sg/2015/06/definisi-disiplin-pengertian-menurut-ahli.html)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah sikap

mental yang dengan penuh kesadaran dan keinsyafan untuk memenuhi tertib

baik yang tertulis maupun tidak, yang didapati dari latihan atau pembiasaan.

Dari pengertian ini, ada 3 unsur penting dalam kedisiplinan yaitu:

1. Adanya rasa kepatuhan, yaitu segala perbuatannya harus sesuai dengan

tata tertib yang berlaku baik waktu, tempat maupun keadaan.

2. Adanya rasa kesadaran, yaitu bukan didasarkan atas paksaan ari

luar, melainkan atas kesadaran dari diri sendiri dengan mengetahui arti

pentingnya peraturan tersebut.

3. Adanya rasa tanggung jawab, yaitu sikap menerima sanksi bila

telah melakukan pelanggaran.

Disiplin bukanlah syarat dari pendidikan, tetapi pengalaman hakiki

Referensi

Dokumen terkait

Sengketa Konsumen, mengatakan penerapan asas pembalikan beban pembuktian dalam penyelesaian sengketa konsumen dapat menggunakan prinsip bertanggung jawab. Prinsip

Koordinasi para penegak hukum antara Satpol PP dan Polisi sudah sering dilaksanakan dalam menangani miras illegal yang terjadi di masyarakat, sering kali para pihak

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2002: 576) didefinisikan bahwa “Mesin adalah perkakas untuk menggerakkan atau membuat sesuatu yang dijalankan dengan roda, digerakkan

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya masukan-masukan, kritikan-kritikan , serta saran-saran yang membangun dari berbagi pihak yang membaca laporan tugas akhir ini,

Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada peneliti dalam pembuatan skripsi ini yang

Bunyi perfiks yang telah diujarkan guru terucap jelas dan anak memahami tindakan yang akan dilakukan setalah guru mengucapkan kata “di putar” Ilham dapat

Metode survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,

Menurut Hsu dan Teng (2000) dalam pembuatan karbon aktif dengan aktivasi kimia, aktivator yang lebih baik digunakan untuk bahan baku yang memiliki kandungan karbon yang