1
LAPORAN SITUASI
TERKINI PERKEMBANGAN TUBERKULOSIS
DI INDONESIA
Januari-Juni 2011
DITJEN PP&PL
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2011
2
1. Pencapaian Program
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti
sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci 1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Pengembangan strategi DOTS sampai dengan tahun 2010 telah dilaksanakan di seluruh provinsi (33 provinsi) pada 502 kabupaten/ kota yang ada. Pada sarana fasilitas Kesehatan secara kuantitatif strategi DOTS telah dilaksanakan di Puskesmas (96%) dan di Rumah Sakit (40%) baik Rumah Sakit Pemerintah, Swasta, BUMN, TNI-POLRI, BBKPM/BKPM dan RSTP.
a. Angka prevalensi, insidensi dan kematian
Tabel 1.1
Angka Insidensi, Prevalensi dan Kematian TB di Indonesia, 1990 dan 2010*)
Kasus TB
Tahun 1990 Tahun 2010
Per tahun Per
100.000 penduduk Per hari Per tahun Per 100.000 penduduk Per hari Capaian (%)
Insiden Semua Tipe TB 626.867 343 1.717 450.000 189 1.233 44,9
Prevalensi Semua Tipe TB 809.592 443 ~ 690.000 289 ~ 34,8
Insidensi Kasus Baru TB Paru
BTA Positif 282.090 154 773 NA NA NA NA
Kematian 168.956 92 463 64.000 27 175 70,6
*) Global Tuberculosis Control WHO Report, 2011
Berdasarkan tabel 1.1 pada tahun 2010, angka insidensi semua tipe TB, 450.000 kasus atau 189 per 100.000 penduduk, angka prevalensi semua tipe TB, 690.000 atau 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian TB, 64.000 atau 27 per 100.000 penduduk atau 175 orang per hari sedangkan angka insidensi kasus baru TB Paru BTA positif pada tahun 2010 tidak tersedia.
Bila dibandingkan dengan tahun 1990 (base line data) capaian insidensi semua tipe sebesar 44,9%, prevalensi semua tipe TB sebesar 34,8% dan angka kematian TB sebesar 70,6%.
3
b. Angka penjaringan suspek (suspect evaluation rate)
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya di antara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka penjaringan suspek ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan
memperhatikan kecenderungannya
dari waktu ke waktu
(triwulan/tahunan).
Berdasarkan grafik 1.1 angka
penjaringan suspek tersebut, secara umum menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun secara signifikan, meskipun pada tahun 2007 dan 2009 terjadi penurunan.
Pada tahun 2007 terjadi penurunan sebesar 82 per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 2006 dan tahun 2009 terjadi penurunan sebesar sebesar 7 per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 2008. Pada tahun 2010 angka ini terjadi peningkatan sebesar 57 per 100.000 penduduk dibandingkan pada tahun 2009. Berdasarkan data sampai dengan triwulan 2 2011, angka penjaringan suspek sebesar 550 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan grafik 1.2 angka
penjaringan suspek per provinsi pada tahun 2011 menunjukkan capaian 330 sampai dengan 2.018 per 100.000 penduduk, tertinggi Sulawesi Utara dan terendah Kepulauan Riau.
Grafik 1.1
Angka Penjaringan Suspek TB (per 100.000 penduduk) di Indonesia Tahun 2005-2011*) 0 200 400 600 800 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
*) s/d tw 2 2011 Angka Penjaringan Suspek TB (per 100.000 penduudk) Per Grafik 1.2 Provinsi Tahun 2010-2011*) 382 327 413 523 473 530 555 569 564 600 643 657 653 636 574 678 650 672 722 833 944 764 687 846 1,001 990 1,061 1,080 1,200 789 1,095 1,356 1,736 687 330 359 418 449 450 533 569 617 640 653 682 689 693 705 712 749 758 763 780 811 813 861 884 988 1,090 1,123 1,127 1,166 1,300 1,323 1,458 1,619 2,018 744 - 500 1,000 1,500 2,000 2,500 KEPRI MALUT BALI D. I . Y. RIAU KALTIM DKI JATENG KALTENG NTB JATIM JABAR SUMSEL BANTEN PAPUA BARAT SUMBAR LAMPUNG SULSEL KALSEL NTT PAPUA NAD BABEL SULTENG JAMBI SUMUT KALBAR SUL-BAR BENGKULU MALUKU SULTRA GRTALO SULUT INA 2010 2011 *) s/d triwulan 2 2011
4
Jika dibandingkan dengan tahun 2010, angka penjaringan suspek tertinggi adalah Sulawesi Utara sedangkan yang terendah adalah Maluku Utara.
c. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa (positivity rate)
Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Angka proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa ini sekitar 5-15%. Angka ini bila terlalu kecil (<5%) kemungkinan disebabkan antara lain; penjaringan suspek terlalu longgar, banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan antara lain penjaringan terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).
Berdasarkan grafik proporsi pasien TB Paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahak tahun 2005-2011 masih dalam range target diharapkan (5-15%).
Pada tahun 2005-2010,
proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara suspek yang terendah tahun 2008 (10,5%)
sedangkan yang tertinggi
tahun 2005 (13,0%) sedangkan pada triwulan 2 tahun 2011, proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa dahak mencapai 10,0%.
Grafik 1.3
Proporsi TB Paru BTA Positif diantara Suspek di Indonesia Tahun 2005-2011*) 13.0 11.3 11.6 10.5 10.6 10.8 10.0 0 5 10 15 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 s/d triwulan 2 2011
5
Berdasarkan grafik 1.4, proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa dahaknya per provinsi tahun 2010 mempunyai range 8,2-23,2%, tertinggi Maluku Utara dan terendah Bengkulu dan D.I. Yogyakarta. Sedangkan provinsi yang mempunyai angka di atas target sebanyak 3 provinsi (9,1%) yaitu Maluku Utara, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta.
Pada triwulan 2 tahun 2011, proporsi TB paru BTA positif di
antara suspek terbesar yaitu
Maluku Utara sedangkan yang terkecil adalah D.I. Yogyakarta.
d. Proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB Paru
Adalah prosentase pasien TB paru BTA positif diantara semua pasien TB paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular diantara seluruh pasien TB paru yang diobati. Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif).
Grafik 1.4
Proporsi TB Paru BTA Positif diantara Suspek Per Provinsi Tahun 2010-2011*) 8.2 9.1 8.2 13.1 13.7 9.7 9.5 9.3 11.5 10.3 9.4 10.1 9.6 10.1 10.1 10.1 9.4 18.6 11.7 11.8 10.0 10.8 13.2 11.5 9.9 11.4 11.9 10.9 12.3 11.9 12.7 16.3 23.2 10.8 5.8 6.7 6.9 7.5 8.9 9.0 9.0 9.1 9.4 9.5 9.6 9.7 9.8 9.8 9.8 9.9 9.9 10.5 10.5 10.6 10.6 10.8 10.8 11.0 11.1 11.4 11.5 11.8 12.5 13.5 14.2 15.7 21.6 10.0 0 5 10 15 20 25 D. I . Y. LAMPUNG BENGKULU SULSEL PAPUA NAD KALBAR JATIM BABEL BALI SULTENG GRTALO JATENG SULTRA JAMBI SULUT SULBAR KEPRI BANTEN SUMBAR NTT SUMUT KALTIM JABAR KALTENG SUMSEL KALSEL NTB MALUKU IRJABAR RIAU DKI MALUT INA 2011 2010 Grafik 1.5
Proporsi TB BTA Positif diantara Seluruh Pasien di Indonesia Tahun 2005-2011*) 0 20 40 60 80 100 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 s/d triwulan 2 2011 s/d triwulan 2 2011
6
Berdasarkan grafik 1.5 proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB Paru tahun 2005-2011, menunjukkan bahwa angka proporsi tersebut terendah pada tahun 2008 (59,0%) dan tertinggi tahun 2005 dan 2006 (66,0%).
Angka proporsi ini yang telah mencapai target (65%) pada tahun 2005 dan tahun 2006 sementara pada triwulan 2 tahun 2011, angka proporsi tersebut sebesar 61.1%.
Berdasarkan grafik 1.6, proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB per provinsi tahun 2011 mempunyai range 33,1-61,1%, tertinggi
Sulawesi Tenggara dan
terendah DKI Jakarta. Provinsi
yang sesuai target yang
diharapkan (≥ 65%) sebanyak 20 provinsi (61%).
e. Angka notifikasi kasus
(CNR=case notification rate)
Adalah angka yang
menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.
Target ≥ 65%
Grafik 1.6
Proporsi TB BTA Positif diantara Seluruh Pasien Per Provinsi Tahun 2010-2011*) 33.139.2 41.746.2 49.050.9 53.657.0 57.9 58.159.8 62.464.0 66.467.1 67.4 67.5 67.670.3 71.071.4 75.281.0 81.1 81.284.4 86.787.2 87.489.7 91.191.3 93.7 61.1 0 20 40 60 80 100 DKI PAPUA IRJABARD. I . Y. BALI JATENGJABAR BANTENKEPRI KALTIM KALTENGJATIM RIAU KALSEL MALUKUNTB SUMSEL SUMBARMALUT BABELNTT LAMPUNKALBAR SULSEL SUMUTNAD SULTENGBENGKU SULBARSULUT GRTALOJAMBI SULTRAINA 2011 2010 Target 65% s/d triwulan 2 2011
7
Berdasarkan grafik 1.7, angka notifikasi kasus baru TB Paru BTA
positif tahun 2005-2010
menunjukkan peningkatan secara bermakna, meskipun pada tahun 2007 terjadi penurunan tetapi meningkat kembali pada tahun 2008. Angka notiifikasi semua kasus TB mempunyai trend yang hampir sama dengan angka notifikasi kasus baru TB Paru BTA Positif.
Sementara itu, angka notifikasi kasus pada triwulan 2 tahun 2011 untuk BTA positif sebesar 41 per 100.000 penduduk sedangkan angka notifikasi kasus untuk semua kasus sebesar 68 per 100.000 penduduk.
Pada grafik 1.8 angka notifikasi kasus baru TB Paru BTA positif per provinsi triwulan 2 tahun 2011 mempunyai range 16-117 per
100.000 penduduk, tertinggi
Sulawesi Utara dan terendah D.I. Yogyakarta.
Dari grafik tersebut tampak bahwa cukup banyak provinsi di triwulan 2 tahun 2011 yang mampu mencapai separuh dari pencapaian angka notifikasi kasus BTA positif di tahun 2010.
Grafik 1.7
Angka Notifikasi BTA Positif dan Semua Tipe TB (per 100.000 penduduk) di Indonesia Tahun 2005-2011*)
72 79 71 73 73 78 41 119 125 122 131 127 129 68 0 20 40 60 80 100 120 140 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
BTA Pos Semua Tipe
Grafik 1.8
Angka Notifikasi BTA Positif (per 100.000 penduduk) Per Provinsi Tahun 2010-2011*) 34 40 58 63 58 55 62 63 80 68 78 80 98 78 80 70 83 105 84 92 85 107 85 106 109 98 91 120 108 162 147 160 202 78 16 22 27 29 30 30 35 35 37 38 38 39 41 41 41 42 42 43 44 46 47 47 47 48 53 54 56 62 64 83 86 87 117 41 0 50 100 150 200 250 D. I . Y. BALI KEPRI KALTENG JATENG RIAU JATIM KALTIM MALUT LAMPUN SUMSEL NTT BABEL JABAR BANTEN NTB NAD BENGKU IRJABAR KALSEL SUMBAR PAPUA DKI KALBAR JAMBI SULSEL SULTENG SUMUT SULBAR GRTALO SULTRA MALUKU SULUT INA 2010 2011 s/d triwulan 2 2011 s/d triwulan 2 2011
8
Pada grafik 1.9, angka notifikasi semua tipe TB per provinsi tahun 2011 mempunyai range 34-141 per 100.000 penduduk, provinsi tertinggi DKI Jakarta dan terendah D.I. Yogyakarta.
Dari grafik tersebut tampak bahwa cukup banyak provinsi di triwulan 2 tahun 2011 yang mampu mencapai separuh dari pencapaian angka notifikasi semua tipe kasus di tahun 2010.
f. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB
Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar dari 15%, kemungkinan terjadi
overdiagnosis.
Pada tahun 2005-2007, pencatatan dan pelaporan Program TB belum mempunyai format yang memuat variabel anak secara terinci sehingga kasus TB anak pada tahun tersebut tidak dapat terlaporkan.
Grafik 1.9
Angka Notifikasi Semua Tipe TB (per 100.000 penduduk) Per Provinsi Tahun 2010-2011*) 69 82 103 84 99 123 104 95 119 117 100 110 130 120 115 132 119 114 108 120 124 133 139 128 145 146 183 159 196 301 236 222 268 129 34 45 47 47 48 49 50 51 52 55 55 57 57 58 58 59 61 63 65 66 69 69 72 73 76 77 91 92 105 119 129 130 141 68 - 100 200 300 400 D. I . Y. BALI KEPRI RIAU KALTENG BENGKU NAD LAMPUN MALUT NTT JATIM SUMSEL BABEL JAMBI JATENG KALBAR KALTIM NTB SULTENG SULSEL SUMBAR KALSEL BANTEN SULBAR JABAR SUMUT GRTALO SULTRA IRJABAR PAPUA MALUKU SULUT DKI INA 2010 2011 s/d triwulan 2 2011
9
Berdasarkan grafik 1.10, proporsi pasien TB anak diantara seluruh kasus TB pada tahun 2008-2010 mempunyai range sebesar 9,4-11,2% (diharapkan sekitar 15%), terendah pada tahun 2010 dan tertinggi pada tahun 2008. Bila dibandingkan antara tahun 2010-2010 terjadi penurunan sebesar 0,1%.
Berdasarkan grafik 1.11, proporsi pasien
TB Anak di antara seluruh kasus TB tahun 2011 per provinsi mempunyai range 1,7%-17,2%, dengan provinsi terendah Sulawesi Tengah dan tertinggi Jawa Barat.
Provinsi yang mempunyai angka sesuai target yang diharapkan (target sekitar 15%) sebanyak 1 provinsi (3 %) yaitu Papua Barat
Provinsi yang mempunyai angka diatas target sebanyak 1 provinsi (3%) yaitu Jawa Barat.
Bila dibandingkan antara tahun 2010 dengan tahun 2011 terdapat 15 (45,5%) provinsi yang mengalami peningkatan, tertinggi Maluku (2%) dan terendah Jawa Timur dan Banten (0,1%). Provinsi yang mengalami penurunan sebanyak 18 provinsi (81,8%), tertinggi Bengkulu (1,6%) dan terendah Sumatera Utara (0,2%)
Target sekitar 15%
Grafik 1.11
Proporsi TB Anak diantara Kasus TB Per Provinsi Tahun 2010-2011*) 1.7 1.3 2.6 1.9 1.6 3.0 1.9 2.4 3.3 3.1 3.5 4.8 3.9 4.3 5.4 3.8 4.6 6.8 7.0 6.9 6.1 6.2 7.6 8.2 7.3 9.5 7.7 9.7 14.9 15.3 14.3 14.9 16.4 9.3 1.7 1.8 1.9 2.0 2.2 2.2 2.3 2.4 2.7 2.8 3.2 3.8 4.3 4.4 4.7 4.8 5.2 5.3 5.5 5.8 5.9 6.4 6.5 7.7 8.3 9.6 9.7 10.3 13.5 13.8 14.3 14.9 17.2 9.4 - 5.0 10.0 15.0 20.0 SULTENG SULSEL SULBAR NAD GRTALO JAMBI SULTRA SUMUT NTB SUMSEL SULUT MALUT BABEL JATIM BALI KALBAR SUMBAR BENGKU KEPRI LAMPUN RIAU D. I . Y. KALSEL NTT KALTIM BANTEN MALUKU KALTENG DKI PAPUA JATENG PAPUA JABAR INA 2010 2011 Target sekitar 15% Grafik 1.10
Proporsi TB Anak di antara Kasus TB di Indonesia Tahun 2005-2011*) 0.7 0.7 0.6 11.2 10.5 9.4 9.3 0 3 6 9 12 15 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Target sekitar 15% s/d triwulan 2 2011 s/d triwulan 2 2011
10
g. Angka penemuan pasien baru TB Paru BTA positif (CDR=case detection rate)
Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case
Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah
tersebut. Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case
Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%.
Berdasarkan grafik 1.12,
menunjukkan bahwa pada tahun 2005-2010 Angka penemuan pasien baru TB Paru BTA positif
(CDR=Case Detection Rate)
mempunyai range 67,7-78,3%, tertinggi pada tahun 2010 dan terendah pada tahun 2005. Pada triwulan 2 tahun 2011, CDR sebesar 41.3%.
Secara umum CDR menunjukkan peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun meskipun
pada tahun 2007 terjadi
penurunan (5,9%). Berdasarkan target global (70%) CDR tahun 2010 telah melebihi target sebesar 8,3%, sedangkan berdasarkan target RPJM (73%) telah melebihi sebesar 5,3%. Sedangkan bila dibandingkan antara tahun 2009 dengan tahun 2010 terdapat peningkatan CDR sebesar 5,2%.
Grafik 1.12
Case Detection Rate (CDR) di Indonesia Tahun 2005-2011*) 67.7 75.7 69.8 72.8 73.1 78.3 41.3 0 20 40 60 80 100 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Catatan : Insiden BTA Positif = 100 per 100.000 penduduk
Target Global 70%, RJPM 73% s/d triwulan 2 2011
11
Berdasarkan grafik 1.13, angka penemuan kasus baru TB Paru BTA Positif (CDR) per provinsi
menunjukkan bahwa pada
tahun 2010 terdapat 8 provinsi (24,2%) yang mencapai target CDR 70% yaitu Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Gorontalo, Maluku, Banten, Sumatera Utara, Jawa Barat dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan bila berdasarkan target RPJMN 73% terdapat 6 (18,2%) provinsi yang mencapai target yaitu Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Gorontalo, Maluku, Banten, Sumatera Utara,
Pada tahun 2011, CDR
mempunyai range 13,%-55,5 %,
dengan provinsi tertinggi
Sulawesi Utara dan terendah Kalimantan Tengah.
h. Angka konversi
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.
Grafik 1.13
Case Detection Rate (CDR) Per Provinsi Tahun 2010 – 2011*) 29.8 32.5 36.3 38.1 38.0 34.5 33.3 39.9 43.7 51.1 50.3 42.3 48.7 52.7 61.2 46.5 51.7 65.9 43.6 54.2 53.1 51.5 58.2 68.3 63.2 72.5 75.2 74.7 77.3 70.2 76.3 79.9 96.2 78.3 13.7 16.9 17.0 17.6 18.6 18.8 20.1 20.9 21.9 22.2 22.9 23.8 24.0 24.4 25.5 25.7 26.4 26.6 26.8 27.7 29.1 30.5 32.3 33.1 34.6 38.2 38.3 39.0 39.7 41.0 41.2 43.6 41.3 55.5 0 20 40 60 80 100 KALTENGKALTIM KEPRI MALUTNTT RIAUNTB PAPUA KALSELPAPUA KALBAR LAMPUNSUMSEL D. I . Y.BABEL SULSELNAD BENGKU SULTENGJATENG SUMBARSULBAR JATIM JAMBIBALI JABAR BANTENSUMUT GRTALOSULTRA MALUKUDKI SULUTINA 2011 2010 Target Global 70%, RJPM 73% Catatan :
Insiden BTA Positif = Sumatera : 164 per 100.000 penduduk, Jawa : 107 per 100.000 penduduk, DIY-Bali : 64 per 100.000 penduduk, Kawasan Timur Indonesia (KTI) ; 210 per 100.000 penduduk
12
Angka ini dihitung dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan). Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
Berdasarkan grafik 1.14, angka konversi pasien baru TB Paru BTA
positif tahun 2005-2010
mempunyai range 86,2%-88,7%, tertinggi tahun 2009 dan terendah pada tahun 2010.
Sampai dengan triwulan 1 2011, angka konversi mencapai 94.8%. Sedangkan perbandingan antara angka konversi tahun 20010
dengan tahun 2010 terjadi
penurunan sebesar 4,1%
Berdasarkan grafik 1.15 angka konversi tahun 2010 per provinsi mempunyai range 42,1%-163,3%, tertinggi Jawa Timur dan terendah Papua.
Provinsi yang telah mencapai target angka konversi (80%) sebanyak 22 provinsi (66,7%).
Perbandingan antara tahun 2010-2011
terdapat 15 provinsi (45,5%) yang mengalami peningkatan, tertinggi Jawa Timur (73,8%) dan terendah Sulawesi Selatan (0,4%) sedangkan terdapat 18 provinsi (54,5%) yang mengalami penurunan, tertinggi Papua (22,9%).
Grafik 1.14
Angka Konversi di Indonesia Tahun 2005-2011*) 86.2 87.1 87.4 88.1 88.7 87.0 94.8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Target 80% Grafik 1.15
Angka Konversi Per Provinsi Tahun 2009-2010*) 65.0 68.7 81.7 69.4 68.3 68.3 77.0 78.3 94.5 76.4 76.9 89.1 87.4 85.8 73.6 94.6 84.4 82.9 90.0 89.3 89.2 89.7 88.9 88.5 92.1 89.7 87.1 91.9 88.9 91.0 90.7 95.9 89.5 87.0 42.1 52.2 59.5 60.8 62.5 73.9 75.6 76.0 79.2 79.5 79.9 80.6 81.7 81.7 83.7 84.8 85.8 87.0 87.6 88.8 88.8 89.3 89.4 89.5 90.0 90.1 90.8 91.5 91.8 92.4 92.5 96.5 94.8 0.0 10. 0 20. 0 30. 0 40. 0 50. 0 60. 0 70. 0 80. 0 90. 0 100 .0 PAPUA MALUT RIAU PAPUA Kep. RIAU SUMSEL BALI DKI KALBAR KALTIM D. I . Y. MALUKU GRTALO NTB JATENG SUMUT BABEL NTT BENGKULU JABAR SUL-BAR KALSEL LAMPUNG KALTENG BANTEN SULSEL SUMBAR NAD SULTRA JAMBI SULTENG SULUT JATIM INDONESI 2010 2011 *) s/d triwulan 1 tahun 2011 *) s/d triwulan 1 tahun 2011
13
i. Angka kesembuhan pengobatan (CR=cure rate )dan angka keberhasilan pengobatan
(SR=Success Rate)
Angka kesembuhan (CR) adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan.
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default, dan pindah.
Angka default tidak boleh lebih dari 5%, karena akan menghasilkan proporsi pasien pengobatan ulang yang tinggi di masa yang akan datang yang disebabkan karena penanggulangan TB yang tidak efektif.
Peningkatan kualitas penanggulangan TB akan menurunkan proporsi kasus pengobatan
ulang antara 10-20 % dalam beberapa tahun.
Sedangkan angka pengobatan gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh 2% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
Angka keberhasilan pengobatan (SR) menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Angka ini dapat dihitung dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobat dalam 9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang
sembuh setelah selesai
pengobatan.
Berdasarkan grafik 1.16, angka
kesembuhan (cure rate)
pengobatan kasus baru TB Paru
BTA positif tahun 2010
menunjukan peningkatan dari
tahun 2005-2010 meskipun angka Grafik 1.16
Cure Rate dan Success Rate di Indonesia Tahun 2005-2011*) 89.5 90.7 91.0 91.0 91.0 91.2 88.4 81.2 83.1 82.5 81.5 82.9 83.9 82.0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1
Success rate Cure rate
Target Global dan RPJMN ≥85% *) s/d triwulan 2 tahun 2011
14
ini masih dibawah target 85%, dengan range 81,2%-83,9%, terendah tahun 2005 dan tertinggi tahun 2010.
Angka kesembuhan pada tahun triwulan 2 tahun 2011 sebesar 82,0% dan bila dibandingkan dengan tahun 2010 angka ini mengalami penurunan sebesar 6,4%.
Angka keberhasilan pengobatan (success rate) kasus baru TB Paru BTA positif tahun 2005-2010 rata-rata telah mencapai target (85%), dengan range 89,5-91,2%, terendah pada tahun 2005 dan tertinggi pada tahun 2010.
Pada tahun 2011 angka keberhasilan pengobatan sebesar 88,4%. Bila dibandingkan antara tahun 2010-2011 mengalami penurunan sebesar 2,8%.
Angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan pasien yang ditemukan pada tahun 2011 dapat dievaluasi pada tahun 2012. Berdasarkan grafik 1.17 angka kesembuhan kasus baru TB Paru BTA positif tahun 2011 per provinsi, terdapat 16 provinsi (48,5%) yang mencapai target (85%).
Angka ini mempunyai range 44,8%-93,0%, dengan provinsi tertinggi Sulawesi Utara dan terendah Papua Barat.
Perbandingan antara tahun 2010-2011 terdapat 17 provinsi (51,5%)
yang mengalami peningkatan,
tertinggi Papua Barat (9,3%) dan terendah Papua (0,1%).
Sedangkan provinsi yang mengalami penurunan sebanyak 16 provinsi (48,5%), tertinggi Kalimantan Barat (14,2%) dan terendah Sulawesi Selatan (0,03%).
Angka kesembuhan untuk pasien yang ditemukan pada tahun 2011 dapat dinilai pada tahun 2012. Grafik 1.17
Cure Rate Per Provinsi Tahun 2010-2011*) 35.1 55.4 45.8 60.1 68.1 63.9 85.0 72.0 76.1 78.2 89.8 78.9 77.3 76.0 79.0 85.9 86.3 84.8 83.3 87.5 86.4 87.4 86.7 83.6 86.4 81.5 88.0 89.5 88.1 93.4 89.6 89.5 90.2 83.9 44.5 45.4 45.9 48.3 60.5 66.8 71.3 71.3 72.1 72.4 75.6 76.8 78.3 79.3 82.6 83.7 84.4 85.3 85.4 85.4 86.0 87.3 87.5 87.6 88.0 88.1 88.2 89.0 89.0 89.6 89.9 91.5 93.0 82.0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 0 PAPUA BARAT MALUT PAPUA Kep. RIAU KALTIM RIAU JATENG DKI BALI NTT KALBAR NTB D. I . Y. MALUKU SUMBAR SULBAR BENGKULU JATIM KALTENG NAD JABAR SULSEL LAMPUNG SULTRA BANTEN GRTALO BABEL KALSEL SULTENG SUMUT SUMSEL JAMBI SULUT INA 2010 2011
Target Global dan RPJMN ≥85%
15
Berdasarkan grafik 1.18, angka keberhasilan pengobatan pasien baru TB Paru BTA positif per provinsi, terdapat 22 provinsi (66,7%) yang mencapai target (85%).
Angka ini mempunyai range 57,6%-96,3%, dengan provinsi tertinggi Bengkulu dan terendah Kepulauan Riau.
Perbandingan antara tahun 2010-2011 terdapat 12 provinsi (36,4%) yang mengalami peningkatan, tertinggi Papua Barat (15,1%) dan terendah Bali (0,05%).
Sedangkan provinsi yang
mengalami penurunan sebanyak 21 provinsi (63,6%), tertinggi Kepulauan Riau (24,4%) dan
terendah Sumatera Selatan
(0,05%).
Angka keberhasilan pengobatan untuk pasien yang ditemukan pada tahun 2011 dapat dinilai pada tahun 2012.
Grafik 1.18
Success Rate Per Provinsi Tahun 2010-2011*) 82.0 61.9 48.3 85.3 90.4 92.9 83.8 84.6 92.0 84.2 85.8 88.3 90.1 89.9 88.5 90.5 93.1 96.9 94.1 92.4 92.2 94.3 93.9 93.2 94.2 93.3 93.8 96.1 95.1 95.5 96.1 94.8 94.8 91.2 57.6 59.2 63.4 69.4 75.6 77.1 79.9 80.6 81.7 83.4 84.0 88.4 88.4 88.9 89.2 90.6 90.7 90.8 90.9 91.5 92.2 93.2 94.3 94.3 94.5 94.5 94.6 94.8 95.0 95.3 95.3 95.4 96.3 88.4 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 0 11 0 Kep. RIAU PAPUA PAPUA BARAT KALTIM JATENG KALBAR RIAU MALUT NTT D. I . Y. DKI BALI BABEL SULSEL SUMBAR JATIM NAD MALUKU NTB SULBAR JABAR SULTRA KALSEL LAMPUNG JAMBI BANTEN SULTENG SUMUT SUMSEL GRTALO SULUT KALTENG BENGKULU INA 2010 2011
Target Global dan RPJMN ≥85%
16
j. Angka Penemuan Kasus (CDR) dan Angka Keberhasilan Pengobatan (SR)
Tabel 1.2
Keberhasilan provinsi berdasarkan pencapaian CDR dan SR
Berdasarkan peta CDR-SR tahun 2010, terdapat 8 provinsi (24,2%) yang telah mencapai CDR 70% dan SR 85% yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara dan Maluku sedangkan provinsi yang mencapai target CDR kurang dari 70% dan SR kurang dari 85% sebanyak 6 (18,2%) provinsi yaitu Kepulauan Riau, Riau, DI Yogyakarta, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Provinsi lainnya dengan CDR kurang dari 70% dan SR 85% sebanyak 19 provinsi (57,6%).
Berdasarkan perbandingan antara CDR-SR pada tahun 2009 dan 2010, pada tahun 2009 terdapat 5 provinsi (15,2%) yang mencapai CDR 70% dan SR 85% yaitu Provinsi Banten, DKI, Jawa Barat, Sulut dan Maluku, dan terjadi penambahan 3 provinsi pada tahun 2010 yaitu Sumatera Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tenggara (24,2%).
k. Angka Kesalahan laboratorium
Angka kesalahan laboratorium yang menyatakan prosentase kesalahan pembacaan slide/ sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah di uji silang (cross
check) oleh BLK atau laboratorium rujukan lain.
Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan slide secara mikroskopis langsung oleh laboratorium pemeriksa pertama. Untuk 8 provinsi (Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Jawa Barat, DKI, Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan Selatan) sudah melakukan uji coba untuk penerapan uji silang pemeriksaan dahak (cross check) dengan metode Lot Sampling
17
Quality ssessment (LQAS) di beberapa provinsi. Untuk masa yang akan datang akan
diterapkan metode LQAS di seluruh UPK.
Waktu penghitungan angka ini berdasarkan sediaan dahak yang dikirim laboratorium pemeriksa pertama dan BLK yang melakukan uji silang sekitar 3-6 bulan sebelumnya.
Berdasarkan grafik 1.19, range kabupaten/ kota yang ikut cross pada tahun 2010 sampai dengan triwulan 1 tahun 2011 34.0-92,7%, tertinggi pada triwulan 1 tahun 2010 (92,7%) dan terendah pada triwulan 1 tahun 2011 (34,0%).
Perbandingan antara triwulan 4 tahun 2010 dengan triwulan 1 tahun 2011 terjadi penurunan
sebesar 9,5%.
Berdasarkan grafik 1.20, laboratorium
pertama yang ikut cross check tahun 2010 sampai dengan triwulan 1 tahun 2011 mempunyai range 39,6-54%, tertinggi pada triwulan 1 tahun 2011 dan terendah pada triwulan 2 tahun 2010.
Perbandingan antara triwulan 1 tahun 2011 dengan triwulan 4 tahun 2010 terjadi peningkatan sebesar 24,1%.
Laboratorium pertama dengan Error Rate ≤ 5% tahun 2010 sampai dengan triwulan 1 tahun 2011 mempunyai range 70,7-75,3%, tertinggi pada triwulan 1 dan terendah pada triwulan 3. Berdasarkan perbandingan antara triwulan 1 tahun 2011 dengan triwulan 4 tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 3,7%.
Grafik 1.19
Kabupaten yang ikut cross check di Indonesia Tahun 2010-2011 92.7 53.4 42.9 43.5 34.0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 TW-1 2010 TW-2 2010 Tw-3 2010 Tw-4 2010 Tw-1 2011 Grafik 1.20
Lab. pertama yg ikut cross check & Error Rate ≤ 5% di Indonesia Tahun 2010-2011 75.3 74.7 70.7 74.6 70.9 43 39.6 40.7 29.9 54.0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 TW-1 2010 TW-2 2010 Tw-3 2010 Tw-4 2010 Tw-1 2011
18
2. Tantangan
a. Beban masalah TB di Indonesia
b. Ancaman HIV dan MDR
c. Manajemen program yang lemah
d. Keterbatasan pemerintah
e. Target nasional dan global
f. Eksternalitas desentralisasi dan reformasi kesehatan
g. Koordinasi yang kurang memadai dalam upaya multi sektoral (Expanded and
Comprehensive Respon)
h. Respon yang belum berimbang antara upaya yang dihulu dan yang di hilir i. Potensi mitra dalam penanggulangan TB
j. Tuntutan: mutu, transparansi, akuntabilitas
k. Kebutuhan: ekspansi dan kesinambungan program TB
l. Kepemilikan (ownership), kebijakan publik dan gerakan masyarakat yang mendukung program TB
m. Pelibatan masyarakat sipil masih lemah dalam kebijakan, strategi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
n. Alokasi anggaran yang masih rendah
o. Kecenderungan donor dependence yang akan berpengaruh terhadap sustainabilitas program. Oleh karena itu, perlu ada exit strategy pasca Global Fund untuk meningkatkan pendanaan dalam negeri
3. Strategi
a. Meningkatkan ekspansi DOTS yang berkualitas
b. Menangani TB-HIV, MDR-TB, TB Anak, Kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok populasi rentan lainnya
c. Melibatkan semua penyedia layanan dalam pelaksanaan ISTC
d. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB
19
f. Meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah
g. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis
4. Aksi Tindak Lanjut
a. Implementasi Rapid Diagnostic Test (Hain test, Gene Expert) mulai tahun 2011 b. Integrasi materi TB dalam akredetasi RS mulai tahun 2011
c. Pelibatan secara institusional IDI dan anggotanya dalam meningkatkan penemuan kasus d. Penguatan jejaring Laboratorium dan National TB Reference Laboratory (BBLK Surabaya,
BBLK Bandung, Universitas Indonesia)
e. Expansi External Quality Assurance System (EQAS) menilai mutu diagnostik keseluruh provinsi pada tahun 2013
f. Ekspansi PMDT (Programatic Management Drug Resistance TB) yang bermutu ke
seluruh provinsi
g. Penguatan forum komunikasi TB
Penguatan forum komunikasi TB dengan melibatkan secara aktif para mitra, lembaga swadaya pemerintah, swasta, masyarakat dan pasien menjadi gerakan terpadu nasional (Gerdunas) TB
h. Peningkatan upaya pemberdayaan kesehatan masyarakat melalui:
- Penguatan TB dlm Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) sesuai evidence
based
- Pendekatan melalui local base initiative
- Penguatan kelompok terdampak TB dalam jejaring komunitas TB (fungsi Advokasi,
Komunikasi dan Mobilisasi Sosial)
i. Penguatan koordinasi program TB dengan media melalui intensifikasi forum jejaring dengan media.
j. Kesinambungan dan Penguatan Program
Melanjutkan dan memperkuat program yang sudah berjalan dengan baik selama ini seperti : layanan DOTS di Puskesmas, kolaborasi TB HIV, TB anak, TB di Lapas/ Rutan, logistik, peningkatan kualitas SDM dalam penanggulangan TB.