• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Diuretik Ekstrak Etanol Akar Sereh Wangi (Cymbopogon Nardus L. Rendle) pada Tikus Wistar Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Uji Aktivitas Diuretik Ekstrak Etanol Akar Sereh Wangi (Cymbopogon Nardus L. Rendle) pada Tikus Wistar Jantan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Uji Aktivitas Diuretik Ekstrak Etanol Akar Sereh Wangi (Cymbopogon Nardus L. Rendle) pada Tikus Wistar Jantan

1

Dini Nur Aulia, 2Suwendar, 3Sri Peni Fitrianingsih

1,2,3

Prodi Farmasi, Fakultas MIPA, Unisba, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116

e-mail: auliadini25@gmail.com, suwendarronie@yahoo.com, sri_peni@yahoo.com

Abstrak. Tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle) merupakan tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional dan salah satu manfaatnya adalah sebagai diuretik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek diuretik dari akar sereh wangi. Sebanyak 25 ekor tikus Wistar jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok uji. Kelompok kontrol diberi akuades 10 mL/kg BB. Kelompok uji dosis I ekstrak akar sereh wangi 14,75 mg/kg BB, dosis II diberi ekstrak akar sereh wangi 33,2 mg/kg BB dan dosis III diberi ekstrak akar sereh wangi 62,5 mg/kg BB. Kelompok pembanding diberi suspensi hidroklorotiazid 2,25 mg/kg BB. Pemberian sediaan pada tikus dari setiap kelompok diberikan secara peroral. Pengujian dilakukan dengan mengukur volume urin yang keluar selama 6 jam dan 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak akar sereh wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle) dapat menghasilkan volume urin yang paling besar yaitu pada dosis 62,5 mg/kg BB, berbeda bermakna secara statistik dibandingkan volume kelompok kontrol (p = 0,043) dengan potensi diuretik yaitu 245,33% pada 24 jam. Efek diuretik yang ditimbulkan ekstrak akar sereh wangi lebih baik dibandingkan pembanding yaitu hidroklorotiazid.

Kata kunci: ekstrak, akar sereh wangi, efek diuretik, Cymbopogon nardus L. Rendle

A. Pendahuluan

Hipertensi merupakan gangguan umum yang banyak menyebabkan morbiditas. Hipertensi yang kurang terkontrol dapat menimbulkan ganggguan yang serius di banyak organ, termasuk jantung, otak, dan ginjal.

Seseorang dengan hipertensi sering tidak menyadari bahwa mempunyai masalah. Padahal hipertensi bila tidak terkontrol dapat berbahaya dan beresiko terkena “stroke”, penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan retina mata, ginjal dan dapat beresiko fatal. Angka kejadian hipertensi pada penderita diabetes dua kali lebih banyak dibandingkan non diabetes. Oleh karena itu pengontrolan hipertensi sangat penting untuk mencegah beberapa penyakit tersebut (Sunardi, 2000: 5).

Menurut data empiris dari Kampung Cikancung, Desa Mekar Hurip, Kabupaten Garut, Jawa Barat, akar sereh wangiberkhasiat sebagai peluruh air seni (diuretik), peluruh keringat, peluruh dahak atau obat batuk, bahan untuk kumur, dan penghangat badan. Adapun kandungan senyawa kimia pada C. nardus adalah minyak atsiri, seperti geraniol, citronelal, eugenol-metil eter, sitral, dipenten, eugenol, kadinen, kadinol, dan limonene (Widyaningrum, 2011).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai efek diuretik dari ekstrak etanol akar sereh wangi dan dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: Apakah ekstrak etanol akar sereh wangi mempunyai efek diuretik. Selain itu berapa dosis ekstrak etanol akar sereh wangi yang menunjukkan efek diuretik. Bagaimana karakteristik tumbuhan sereh wangi yang digunakan dalam penelitian ini serta bagaimana kekuatan efek diuretik dari akar sereh wangi dibandingkan dengan pembanding hidroklorotiazid.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya efek diuretik dari ekstrak etanol akar sereh wangi. Selain itu penelitian ini dilakukan juga untuk mengetahui dosis ekstrak etanol akar sereh wangi yang menunjukkan efek diuretik. Mengetahui

(2)

karakteristik awal dari akar sereh wangi. Membandingkan efek dari akar sereh wangi terhadap pembanding hidroklorotiazid, yang kemudian memacu penelitian lebih lanjut untuk dapat dibuat sediaan farmasi. Sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk menambah informasi mengenai bahan alam yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Selain itu untuk memberikan informasi ilmiah yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

B. Landasan Teori

Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik, sementara tekanan yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolik (Corwin, 2009: 484).

Hipertensi sering diklasifikasi menjadi hipertensi primer atau sekunder, berdasarkan ada tidaknya penyebab yang dapat diidentifikasi. Kebanyakan besar kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya dan disebut hipertensi primer atau esensial. Apabila penyebab dapat diketahui dengan jelas, disebut hipertensi sekunder (Corwin, 2009: 486).

Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg dan mengendalikan setiap faktor resiko kardiovaskular melalui perubahan gaya hidup. Apabila perubahan gaya hidup tidak cukup memadai untuk mendapatkan tekanan darah yang diharapkan, maka harus dimulai terapi obat. Pengobatan utamanya dapat berupa diuretika, penyekat reseptor beta-adrenergik, penyekat saluran kalsium, inhibitor ACE (angiotensin-converting enzyme), atau pentekat reseptor alfa-adrenergik. Hipertensi sekunder (yaitu hipertensi akibat defek organ spesifik, seperti penyakit ginjal, sindrom Chusing, feokromositoma, atau hiperaldosteronisme primer) diobati dengan membalikkan proses penyaakit yang mendasari (Price, 2005 : 582-585).

Diuretik

Diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Nafrialdi, 2007 : 341).

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstesial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium (Nafrialdi, 2007 : 342-345).

Sodium diyakini berperan meningkatkan resistensi vaskular. Diuretik efektif dalam menurunkan tekanan darah sebesar 10-15 mmHg. Diuretik thiazid banyak digunakan untuk hipertensi ringan atau sedang. Sedangkan diuretik loop diperlukan dalam hipertensi berat. Diuretik hemat kalium berguna baik untuk menghindari kehilangan kalium berlebih. Efek samping yang paling umum dari diuretik (kecuali untuk diuretik hemat kalium) adalah kehilangan kalium. Kehilangan kalium yang

(3)

digabungkan dengan reabsorpsi natrium, dan pembatasan diet sodium asupan karena itu akan meminimalkan kehilangan kalium. Diuretik juga dapat menyebabkan kehilangan magnesium, merusak toleransi glukosa, dan meningkatkan konsentrasi lipid serum. Diuretik meningkatkan konsentrasi asam urat (Katzung, 2007 : 162-163, 310).

Beberapa efek samping utama yang dapat diakibatkan diuretik ada beberapa macam diantaranya adalah (Tjay dan Rahardja, 2002 : 521) :

1) Hipokalemia 2) Hiperglikemia 3) Hiperurikemia 4) Hiperlipidemia 5) Hiponatermia Hidroklorotiazid

Hidroklorothiazid merupakan senyawa sulfoamil yang ditemukan pada tahun 1959 diturunkan dari klorothiazid yang dikembangkan dari sulfanilamida. Bekerja di bagian muka tubuli distal. Daya hipotensif yang dimiliki lebih kuat (pada jangka panjang), maka banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang. Dosis hipertensinya adalah 25 mg/BB manusia (Tjay dan Rahardja, 2002: 520).

Profil farmakokinetik dari hidroklorothiazid yaitu dapat diabsorpsi dengan baik dalam traktus gastrointestinal, hidroklorothiazid melintasi plasenta dan didistribusi ke dalam ASI, memiliki onset kerja 1-2 jam, efek puncak 4-6 jam, durasi 6-12 jam, dan waktu paruh (t½) 5,6-14,8 jam (McEvoy, 2005: 2567).

Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle)

Tanaman sereh wangi menyukai tempat yang berada di dekat air dengan tanah yang gembur. Sehingga sereh wangi dapat ditemukan tumbuh liar di tepi sungai, rawa, atau saluran irigasi (Heyne, 1987 : 186).

Daun sereh 0,4% minyak atsiri dengan komponen yang terdiri dari sitral, sitronelol (66-85%), (α-pinien, kamfen, sabinen, mirsen, ß-felandren, p-simen, limonen, cis-osimen, terpinol, sitronelal, borneol, terpinen-4-ol, α-terpineol, geraniol, farnesol, metil heptenon, n-desialdehisa, dipenten, metil heptenon, bornilasetat, geranilformat, terpinil asetat, sitronelil asetat, geranil asetat, ß-elemen, ß-kariofilen, ß-bergamoten, trans-metilisoeugenol, ß-kadinen, elemol, kariofilen oksida. Sitronelol hasil isolasi dari minyak atsiri sereh terdiri dari sepasang enensiomer (R)-sitronelal dan (S)-sitronelal (Heyne, 1987 : 187).

Akar sereh wangi digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak/obat batuk, bahan untuk kumur, dan penghangat badan.Serta daunnya digunakan sebagai peluruh angin perut, penambah naafsu makan, pengobatan pasca persalinan, penurunan panas dan pereda kejang. Untuk penghangat badan digunakan 5 gram akar segar sereh wangi, dicuci dan direbus dengan 1 gelas air selama 15 menit; kemudian diminum 2 kali sehari masing-masing ½ gelas, pagi dan sore (Widyaningrum, 2011 : 471).

Metode Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, dan cair. Ekstrak dibuat dengan menyari simplisisa nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, kemudian semua atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi syarat baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995: 7).

(4)

Maserasi merupakan proses perendaman simplisia mengunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan yang biasanya dilakukan pada temperatur 15-20C dalam waktu selama 3 hari sampai zat yang diinginkan dapat larut (Ansel, 2008: 608).

C. Hasil Penelitian

Penyiapan Bahan Uji

Akar sereh wangi segar terlebih dahulu dibersihkan dibawah air mengalir untuk menhilangkan tanah yang masih melekat pada akar, kemudian akar dijemur dibawah sinar matahari selama tiga hari hingga kadar air berkurang hingga tersisa 10%. Setelah akar sereh kering, lalu akar sereh wangi dilakukan pengecilan ukuran dengan dirajang.

Sebelum dilakukan ekstraksi secara maserasi, simplisia akar sereh wangi sebanyak 1 kg di blender dengan tujuan memperkecil ukuran akar sereh wangi sehingga memperluas permukaan yang akan bersentuhan dengan pelarut dan akan masuk ke dalam sel-sel untuk kemudian terjadi perpindahan massa zat aktif dari dalam buah ke luar atau ke dalam pelarut. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70% karena merupakan larutan universal yang dapat melarutkan senyawa bersifat polar, semi polar, dan non polar. Seluruh akar sereh wangi yang telah di blender kemudian dimaserasi dengan etanol 70%. Maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam pada hari berikutnya pelarut diganti sambil sesekali dilakukan pengadukan, untuk mencegah terjadinya kejenuhan dan pada hari berikutnya pelarut diganti setiap hari. maserator ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya. Setelah tiga hari kemudian maserat disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrate (ekstrak cair) sehingga diperoleh seluruh. selanjutnya dilakukan pemekatan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40-50C. Proses evaporasi dilakukan selama 4 hari hingga ekstrak agar pekat. Lalu dilanjutkan dengan pemekatan dalam penangas air sampai memperoleh ekstrak pekat etanol akar sereh wangi sebanyak 118 g sehingga rendemen yang didapat adalah 11,8%. Selanjutnya ekstrak pekat akar sereh wangi disimpan didalam wadah kedap udara dan disimpan di dalam lemari pendingin agar tidak mudah rusak.

Uji Aktivitas Diuretik

Hewan coba pada penelitian ini memiliki berat badan antara 130-200 g, umur ± 2 bulan, diberi makanan dan minuman yang sama dan dalam kondisi sehat, dikarenakan untuk memperkecil variabilitas antar hewan yang digunakan harus mempunyai keseragaman. Pengelompokkan hewan uji dilakukan secara acak, masing masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Pada penelitian ini hewan yang digunakan adalah tikus jantan galur wistar karena tikus merupakan hewan dengan model yang sesuai untuk evaluasi obat-obat yang dapat mempengaruhi ginjal dan digunakan tikus jantan karen amemiliki kondisi biologis yang lebih stabil bila dibandingkan dengan tikus betina.

Hewan uji dari setiap kelompok harus diadaptasikan terlebih dahulu dengan kondisi laboratorium selama 7 hari dan diadaptasikan selama 1 jam sebelum perlakuan di dalam kandang metabolisme. Hal ini dilakukan untuk menghindari stress pada saat perlakuan sehingga tidak mempengaruhi hasil dari uji efek diuretiknya. Sebelum hewan uji mengalami perlakuan, pada hari terakhir hewan dipuasakan terlebih dahulu selama 12-18 jam dengan hanya diberi minum (akuades). Tujuan dipuasakan, agar kondisi hewan uji sama dan mengurangi pengaruh makanan yang dikonsumsi terhadap absorpsi sampel yang diberikan. Sesudah dipuasakan, semua tikus yang akan diuji merupakan perwakilan dari setiap kelompok dan setiap harinya bobot tikus ditimbang.

(5)

Uji efek diuretik pada penelitian ini dimulai dengan pemberian air hangat sebanyak 15 mL/kg BB pada setiap perlakuan kelompok tikus. Pemberian air hangat pada hewan percobaan dimaksudkan sebagai induktor untuk memperjelas efek diuretik yang terjadi. Volume urin urin tikus tanpa pemberian sejumlah air sangat kecil yaitu 1 mL per jam (Nurhayati, 1980: 29). Berdasarkan pernyataan tersebut diduga volume urin tikus normal pun kurang dari 1 mL per jam. Disamping itu, kerja suatu diuretik tanpa pemberian asupan air ekstra dapat menyebabkan dehidrasi (Nurhayati, 1980: 29). Pemberian air hangat juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi arteriol aferen. Apabila darah yang masuk ke glomerulus melalui arteriol aferen yang melebar meningkat maka tekanan darah kapiler glomerulus bertambah sehingga laju filtrasi glumerulus (LFG) meningkat (Sherwood, 2007: 565-567).

Pengujian dilakukan pada 5 kelompok tikus yang diberikan akuades sebagai kontrol, hidroklorotiazid sebagai pembanding dengan dosis 2,25 mg/kg BB dan ekstrak etanol akar sereh wangi dengan dosis 14,75 mg/kg BB, 33,2 mg/kg BB dan 62,5 mg/kg BB. Pemberian hidroklorotiazid sebagai pembanding, merupakan diuretik golongan tiazid yang menjadi pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang. Kelompok obat diuretik tiazid merupakan senyawa sulfoamil yang bekerja dibagian tubuli distal, dan efek diuretisnya ringan dari diuretik Loop tetapi bertahan lebih lama, 6-12 jam. Daya hipotensifnya lebih kuat (pada jangka panjang) (Tjay dan Rahardja, 2002: 519-524). Setelah semua kelompok diberikan sediaan secara peroral, tikus dimasukkan ke dalam alat uji diuretik yaitu kandang metabolisme.

Masing-masing kandang berisikan 1 ekor tikus. Kandang metabolisme bertujuan untuk dapat memisahkan antara urin yang akan diukur dengan kotoran tikus sehingga kotoran tikus tidak mengganggu pengukuran volume urin tikus tersebut. Kemudian dilihat volume urin yang ditampung selang waktu satu sampai enam jam dan pada jam ke 24. Enam jam setelah perlakuan, semua tikus dilihat volume urin kumulatif selama 6 jam dan pada jam ke 24, persen potensi diuretik dengan menghitung volume total urin terhadap pemberian air hangat 15 mL/kg BB yang diberikan secara peroral.

Pengukuran volume urin kumulatif dimaksudkan untuk melihat ada tidaknya perbedaan volume urin kumulatif kontrol dengan pembanding. Hasil pengukuran volume urin dapat dilihat pada Tabel 1. dan pada Tabel 2.

Tabel 1. Hasil Volume Urin Kumulatif Pada Jam ke-6

Kelompok Rata-rata Volume Urin Kumulatif

(mL) ± Standar Deviasi P Kontrol n = 5 0,88 ± 0,87 - EEASW dosis 0,00295 g/200 g BB n = 5 1,56 ± 0,83 0,657 EEASW dosis 0,0064 g/200 g BB n = 5 0,94 ± 1,29 1,000 EEASW dosis 0,0125 g/200 g BB n = 5 2,58 ± 1,35 0,070 Hidroklorotiazid 2,06 ± 1,53 0,172

(6)

n = 5

Tabel 2. Hasil Volume Urin Kumulatif Pada Jam ke-24

Kelompok Rata-rata Volume Urin Kumulatif

(mL) ± Standar Deviasi P Kontrol n = 5 1,70 ± 1,28 - EEASW dosis 0,00295 g/200 g BB n = 5 5,18 ± 2,98 0,271 EEASW dosis 0,0064 g/200 g BB n = 5 4,98 ± 2,81 0,313 EEASW dosis 0,0125 g/200 g BB n = 5 7,36 ± 5,14* 0,043 Hidroklorotiazid n = 5 5,62 ± 3,65* 0,054 Keterangan:

P = signifikansi perbedaan volume urin dibandingkan kelompok kontrol * = perbedaan volume urin signifikan terhadap kontrol (P<0,05)

Tabel 3. Data rerata volume urin kumulatif tiap waktu pengamatan

Validasi metode kelompok pembanding dengan kontrol dapat dilihat pada nilai signifikan perbedaan volume urin. Nilai signifikan didapat dari uji analisis data dengan menggunakan uji statistika analisis variansi (ANOVA) dengan selang waktu kepercayaan 95% dengan menggunakan perangkat lunak SPSS for Statistics 20. Pada

Perlakuan Volume urin (mL) pada jam ke-

1 2 3 4 5 6 24 Kontrol 0,60 0,66 0,66 0,76 0,88 0,88 1,7 EEASW dosis 2,95 mg/200 g BB 0,92 1 1,04 1,28 1,54 1,56 5,18 EEASW dosis 6,64 mg/200 g BB 0,42 0,50 0,84 0,88 0,94 0,94 4,98 EEASW dosis 12,5 mg/200 g BB 1,74 2 2,20 2,30 2,52 2,58 7,36 Hidroklorotiazi d 0,45 mg/200 g BB 0,64 1,02 1,40 1,60 1,76 2,06 5,62

(7)

perlakuan tersebut menunjukkan bahwa kelompok pembanding hidroklorotiazid dengan kelompok kontrol tidak berbeda bermakna pada pengamatan jam ke-6.

Perlakuan tersebut menunjukkan nilai volume urin bahwa kelompok uji terhadap kontrol tidak berbeda bermakna secara statistik dan tidak menghasilkan efek diuretik secara signifikan dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhi. Namun secara grafik, pada ekstrak akar sereh wangi dosis 62,5 mg/kg BB menunjukkan hasil yang signifikan dan menunjukkan volume urin yang lebih dibandingkan dengan volume urin kontrol pada jam pengamatan jam ke-6.

Gambar 1. Grafik rerata volume urin kumulatif (mL) tiap waktu pengamatan

Untuk mempermudah pengamatan, rerata hasil urin kumulatif tiap waktu pengamatan pada masing-masing kelompok rerata dapat dilihat pada Gambar 1.

Pada hasil grafik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok uji terhadap kelompok kontrol. Namun untuk mengetahui dan menganalisa apakah ada perbedaan yang nyata maka dilakukan uji ANOVA (Analisis Of Varians) pada setiap kelompok.

Sedangkan pada pengamatan jam ke-24 nilai volume urin pembanding terhadap kontrol menunjukkan nilai yang signifikan yaitu p = 0,054 sehingga perlakuan tersebut menunjukkan bahwa kelompok pembanding hidroklorotiazid dengan kelompok kontrol berbeda bermakna.

Pada kelompok uji EEASW 1 dosis 14,75 g/kg BB adalah 5,18 mL (p = 0,271), kelompok uji EEASW 2 dengan dosis 33,2 g/kg BB adalah 4,98 mL (p = 0,313), kelompok uji EEASW 3 dengan dosis 62,5 g/kg BB adalah 7,36 mL (p = 0,043). Sedangkan volume urin kumulatif pada kelompok kontrol adalah 1,7 mL.

Nilai volume urin kumulatif kelompok uji terhadap kontrol di atas menunjukkan bahwa kelompok ekstrak dosis 3 dapat menghasilkan volume urin kumulatif yang paling besar dibandingkan kelompok ekstrak dosis 1, dosis 2 dan kelompok kontrol. Pada kelompok ekstrak dosis 3, menunjukkan nilai signifikan yaitu 0,043 (p<0,05) terhadap kontrol dan dapat menimbulkan efek diuretik paling besar.

Nilai volume urin kumulatif kelompok uji terhadap hidroklorotiazid pada jam ke-6 menunjukkan nilai p = 0,251 (p>0,05) dimana hasil percobaan tidak berbeda bermakna, sehingga uji menimbulkan efek yang sama dengan pembanding hidroklorotiazid. Sedangkan pada jam ke-24 menunjukkan p = 0,745 (p>0,05) sehingga pada penelitian kali ini jika dilihat secara statistik kelompok uji menimbulkan efek yang tidak lebih baik dibandingkan kelompok pembanding hidroklorotiazid.

Potensi diuretiknya dapat ditentukan dengan menghitung persentase volume total urin selam enam jam dan 24 jam terhadap volume awal pemberian air hangat 15

0 2 4 6 8 1 2 3 4 5 6 24 V o lu m e (m L) Waktu (jam) Kontrol EEASW dosis 2,95 mg/200 g BB EEASW dosis 6,64 mg/200 g BB EEASW dosis 12,5 mg/200 g BB

(8)

mL/kg BB. Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Persen Daya (Potensi) Diuretik

Kelompok Persen Daya (Potensi) Diuretik ± Standar

Deviasi

Jam ke-6 Jam ke-24

Kontrol 29,33% ± 0,87 56,67% ± 1,28 EEASW dosis 2,95 mg/200 g BB 52% ± 0,83 172,67% ± 2,98 EEASW dosis 6,64 mg/200 g BB 31,33% ± 1,29 166% ± 2,81 EEASW dosis 12,5 mg/200 g BB 86% ± 1,35 245, 33% ± 5,14 Hidroklorotiazid 68,67% ± 1,53 187,33% ± 3,65

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa persen potensi diuretik dari setiap kelompok yang dapat memberikan efek diuretik pada jam ke-6 adalah kelompok ekstrak dosis 3 karena menunjukkan nilai persen yang lebih besar dibandingkan kontrol dan juga hidroklorotiazid. Sedangkan pada jam ke-24 kelompok yang dapat menimbulkan efek diuretik adalah kelompok ekstrak 1, 2 dan 3, karena nilai persen lebih besar dibandingkan dengan kontrol

Menurut data statistik pada kelompok uji dosis 3 terhadap kelompok pembanding hidroklorotiazid terdapat perbedaan bermakna. Sehingga pada uji dosis 3 memiliki kekuatan efek diuretik yang lebih baik jika dibandingkan dengan hidroklorotiazid sebagai pembanding. Efek diuretik dari ekstrak akar sereh wangi lebih baik dibandingkan hidroklorotiazid dilihat dari volume urin kumulatif ekstrak akar sereh wangi yang lebih besar dibandingkan hidroklorotiazid.

D. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulakan bahwa ekstrak akar sereh wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle) dapat menimbulkan efek diuretik pada tikus wistar jantan. Efek diuretik yang terbaik terdapat pada dosis 62,5 mg/kg BB menunjukkan volume urin selama 24 jam sebesar 7,36 mL, berbeda bermakna secara statistik dibandingkan kelompok kontrol pada jam ke-24 (p = 0,043). Potensi diuretik ekstak akar sereh wangi yang paling tinggi adalah dosis 62,5 mg/kg BB yaitu 245,33% pada jam ke-24. Hasil identifikasi pada penapisan fitokimia menunjukkan ekstrak akar sereh wangi mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, kuinon, polifenolat, dan monoterpen atau seskuiterpen. Ekstrak akar sereh wangi memiliki efek diuresis yang lebih baik dibandingkan hidroklorotiazid sebagai pembanding.

Daftar Pustaka

Ansel, Howard C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI-Press : Jakarta Backer, C.A & Bakhuizen R.C. (1965). Flora of Java (Spermatophytes only) Volume II.

N.V.P. Noordhoff-Groningen, Netherlands.

Cronquist, A. (1981). An Intergrated System of Classification of Flowering Plants.

(9)

Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi : Buku Saku Edisi Ketiga. Jakarta: EGC. 484-488.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2008.Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia III. Depkes RI. Jakarta. 9 Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia IV. Depkes RI. Jakarta. 7

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Depkes RI. Jakarta. 10-17.

Farnsworth, N.R., (1996), Biological and Phytochemical Screening of Plants, Journal of pharmaceutical sciences, no.3, vol. 55

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I cetakan ke 1. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan. 185-190

Isnania, Fatimawali, dan Frenly Wehantouw. (2014). Aktivitas Diuretik Dan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Biji Pepaya (Carica papaya L.)Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus). Farmasi FMIPA UNSRAT, Manado. Katzung, B.G. (2007). Basic and Clinical Pharmacology, Tenth Edition. Lange Medical

Publications, United State. 162-163, 310

Kee, Joyce L. (1996). Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC. 471-488.

Ogata, Y. (1995). Medical Herb Index in Indonesia Edisi 2. PT. Eisai Indonesia, Jakarta.

McEvoy, G. K. (2005). AHFS Drug Information. American Society of Health System Pharmacists, Bethesda.

Mutschler, Ernst., (1991), Dinamika Obat : Farmakologi dan Toksikologi edisi 5, Bandung: Penerbit ITB. 495, 572.

Nafriadi, Gunawan, dan Gan Sulistia. (2012). Farmakologi Dan Terapi. Departemen Farmakologi Dan Terapeutik FKUI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Nessa. 2013. Efek Diuretik dan Daya Larut Batu Ginjal dari Ekstrak Etanol Rambut Jagung (Zea mays L.). Fakultas Farmasi, Universitas Andalas. Padang.

Permadi, A. (2006). Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya. 16-20

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi Keenam. Jakarta: EGC. 582-585.

Sinaga, Mery A. R. Pengujian Efek Diuretik Sari Wortel (Daucus carota L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus). FMIPA UNSRAT, Manado. Sunardi, Tuti. (2000). Hidangan Sehat Untuk Penderita Hipertensi. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. 5-6.

Syamsuhidayat, S. S., dan Hutapea, J.R., 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia I, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Tjay, H.T. dan K, Rahardja. (2002). Obat-obat Penting, Khasiat dan Penggunaannnya. PT. Elek Komputindo. Jakarta. 519-526

Turner, R.A. (1963). Screening Methods in Pharmacology. Academic Press, New York. Widyaningrum, Herlina. (2011). Kitab Tanaman Obat Nusantara. Yogyakarta : Media Pressindo. 469-472

Gambar

Tabel 1. Hasil Volume Urin Kumulatif Pada Jam ke-6
Tabel 2. Hasil Volume Urin Kumulatif Pada Jam ke-24
Gambar 1. Grafik rerata volume urin kumulatif (mL) tiap waktu pengamatan
Tabel 4. Hasil Persen Daya (Potensi) Diuretik

Referensi

Dokumen terkait

Di tengah ekspektasi terjadinya konsolidasi harga batubara, kami tetap memiliki preferensi terhadap saham Indo Tambangraya Megah (ITMG) oleh karena: a) ini adalah strategi

Kualitas layanan merupakan faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi pembelian ulang konsumen terhadap suatu produk atau

The comparison test result of the score of students' mathematic creative thinking with mathematic learning using constructivist-based TAI-typed cooperative model (average 70.7)

Hasil analisis jalur pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, ukuran komite audit terhadap pengungkapan

Hal ini disebabkan karena penerapan strategi pemecahan masalah sistematis sangat membantu peserta didik dalam proses pembelajaran karena penerapan ini lebih banyak

Pendidik dalam mebina kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan penguatan karakter kebangsaan, ternyata memiliki hambatan, yaitu 1) Beberapa peserta didik

Hasil kajian ini yang menunjukkan terdapat perkaitan yang signifikan antara amalan kerohanian dengan pencapaian akademik turut dapat dibuktikan dalam kajian lain

Pada bagian ini akan dijelaskan tinjauan-tinjauan kebijakan perencanaan pembangunan (Development Plan) dan perencanaan tata ruang (Spatial Plan) , terutama yang