• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK POSITIVE REINFORCEMENT UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN PESERTA DIDIK KELAS VII MTS AL-HIKMAH BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2017/2018 - Raden Intan Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK POSITIVE REINFORCEMENT UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN PESERTA DIDIK KELAS VII MTS AL-HIKMAH BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2017/2018 - Raden Intan Repository"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh :

NAMA : BANGKIT SUDRAJAT NPM : 1311080023

Jurusan : Bimbingan Dan Konseling

Pembimbing I : Andi Thahir, M.A.,Ed.D Pembimbing II : Dra. Chairul Amriyah, M.Pd.

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN

(2)

ii

BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2017/2018

Oleh:

BANGKIT SUDRAJAT

Disiplin adalah suatu sikap kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk dan patuh kepada keputusan, perintah dan peraturan-peraturan yang berlaku, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement dapat meningkatkan kedisiplinan pesrta didik pada kelas VII MTs Al-Hikmah Bandar lampung Tahun ajaran 2017/2018

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kuantitatif dengan desain One Group Pretest and Post-test Design. Subjek penelitian ini sebanyak 8 peserta didik. teknik pengumpulan data yang digunakan adalah opservasi wawancara dan dokumentasi sebagai pendukungnya dan instrument pengumpulan data menggunakan skala kedisiplinan

Hasil penelitian menunjukan bahwa konseling kelompok dengan teknik Positive reinforcement dapat meningkatkan perilaku disiplin peserta didik di sekolah hal ini ditunjukan pada hasil uji paired sample t test dengan diperoleh (df) 7 kemudian dibandingkan dengan ttabel 0,05 = 1,895, maka thitung≥ ttabel (5,216 > 1,895) atau nilai sign.(2-tailed) lebih kecil dari nilai kritik 0,005 (0.001 ≤ 0,005), ini menunjukkan bahwa. Ho di tolak dan Ha diterima artinya terdapat kenaikan peningkatan perilaku disiplin yang signifikan setelah diberikanya konseling kelompok dengan teknik

Positive Reinforcement. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat peningkatan perilaku disiplin peserta didik setelah diberikanya konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement pada peserta didik kelas VII MTS Al-Hikamah Bandar Lampung Tahun Ajaran 2017/2018

(3)
(4)
(5)
(6)

v



















(7)

vi

1. Kedua Orang tuaku tercinta Bapak Sunarto dan Ibu Sutarmi yang telah berjuang keras untuk anaknya, yang tak pernah patah semangat memberikan cinta kasih sayang dan pengorbanan, serta senantiasa mendoakan keberhasilan dan kebahagian untuk anak-anaknya.

2. Kakak ku tercinta Agung Nugroho dan Ayu Pakarti Dewi yang sangat aku sayangi dan banggakan yang selalu memberikan semangat, mendoakan, menantikan keberhasilanku yang selalu menyemangatiku dan menghiburku dalam keadaan apapun.

(8)

vii

Kalirejo Kab Lampung Tengah pada tanggal 02 September 1994, yang merupakan anak ketiga dari tiga saudara dari pasangan suami istri Bapak Sunarto dan Ibu Sutarmi

(9)

viii

Puji syukur peneliti haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konseling Kelompok Dengan Teknik Positive

Reinforcement Untuk Meningkatkan Disiplin Peserta Didik Kelas VII Mts Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun Ajaran 2017/2018

Shalawat beriring salam peneliti sanjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari alam kegelapan menuju kepada alam yang terang benderang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung. Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Chairul Anwar, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung beserta jajarannya;

(10)

ix sekripsi ini.

4. Dra. Chairul Amriyah, M.Pd selaku pembimbing II yang telah memberikan masukan dan membimbing serta memberikan arahan dalam penulisan sekripsi ini, ditengah kesibukan namun tetap meluangkan waktu, tenaga, dan fikirannya dalam penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan selama menuntut ilmu di Jurusan Bimbingan dan Konseling UIN Raden Intan Lampung. Terimakasih atas ilmunya yang sangat bermanfaat;

6. Seluruh staf karyawan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung, khususnya Jurusan Bimbingan dan Konseling, terimakasih atas ketulusan dan kesediannya membantu peneliti dalam menyelesaikan syarat-syarat administrasi;

(11)

x

9. Rekan, Sahabat Hermawan Andi Prayogi dan Rian Afandi, Gagas Prabowo, Jalian dan Angga Oliviera yang telah memberikan semangat dan dukunganya.

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak kekurangan, hal ini disebabkan masih terbatasnya ilmu dan teori penelitian yang peneliti kuasai. Oleh karena itu kepada pembaca kiranya dapat memberikan masukan dan saran-saran yang bersifat membangun.

Bandar Lampung, Juli 2017 Peneliti,

(12)

xi

MOTTO HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Konseling kelompok ... 13

1. Pengertian Konseling Kelompok ... 13

2. Tujuan Konseling Tujuan ... 15

3. Asas-asas konseling Kelompok ... 16

4. Komponen Layanan Konseling Kelompok ... 17

5. Langkah- langkah Konseling Kelompok ... 17

B. Teknik Positive Reinforcement ... 19

1. Pengertian Positive Reinforcement ... 19

2. Hubungan Penguatan (Reinforcement) Dengan Tingkah Laku ... 24

3. Jenis-Jenis Positive Reinforcement ... 25

4. Komponen Pemberian Positive Reinforcement ... 26

5. Penerapan Positive Reinforcement yang Efektif ... 27

6. Langkah-langkah Pemberian Penguatan ... 28

(13)

xii

D. Penelitian Relevan ... 36

E. Kerangka Pikir ... 38

F. Hipotesis ... 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian. ... 43

B. Desain Penelitian ... 44

C. Variabel Penelitian ... 47

D. Definisi Operasional... 48

E. Populasi , Sampel Dan Teknik Sampling ... 50

1. Populasi ... 50

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 50

F. Teknik Pengumpulan Data ... 52

1. Wawancara ... 52

2. Dokumentasi ... 52

3. Kuesioner (Angket) ... 53

G. Pengembangan Instrument Penelitian ... 56

1. Uji Validitas Instrument ... 58

2. Uji Reliabilitas Instrument ... 58

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PARSEMBAHAN A. Hasil Penelitian ... 61

(14)

xiii

d. Pertemuan Keempat ... 72

e. Pertemuan Kelima ... 73

f. Pertemuan Keenam ... 74

4. Analisis Data Penelitian ... 105

5. Uji Hipotesis ... 106

6. Persaratan Melakukan Uji-t Paired Sample T-Test ... 107

7. Uji Pengaruh Konseling Kelompok Dengan Teknik Posive Reinforcement Untuk Meningkatkan Disiplin Peserta Didik ... 108

B. Pembahasan ... 111

C. Keterbatasan penelitian ... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 114

(15)

xiv

1. Daftar peserta didik yang melakukan pelakukan pelanggaran disiplin disekolah

kelas VII MTs Al-Hikmah Bandar Lampung ... 4

2. Desain penelitian ... 44

3. Definisi operasional ... 47

4. Jumlah populasi penelitian ... 49

5. Skor Alternatif Jawaban ... 53

6. Kriteria Interaksi Sosial ... 54

7. Kisi-kisi Pengembangan Instrument penelitian ... 55

8. Hasil penyebaran angket awal (pre-test) peserta didik kelas VII MTs Al-Hikmah Bandar Lampung ... 61

9. Kriteria perilaku disiplin sekolah ... 62

10. Hasil pretest sebelum pemberian konseling kelompok ... 63

11. Hasil pretest and posttest ... 63

12. Perbandingan skor hasil pretest dan posttest perilaku disiplin sekolah ... 75

13. Perubahan perilaku disiplin DAP Setelah melakukan konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement ... 80

14. Perubahan perilaku disiplin MZH setelah melakukan konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement ... 85

15. Perubahan perilaku disiplin NM setelah melakukan konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement ... 86

16. Perubahan perilaku disiplin MSW Setelah melakukan konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement ... 90

17. Perubahan perilaku disiplin AS Setelah melakukan konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement ... 94

18. Perubahan perilaku disiplin SFR Setelah melakukan konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement ... 98

19. Perubahan perilaku disiplin GRA Setelah melakukan konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement ... 101

(16)

xv

21. Alur kerangka pikir ... 39

22. Pola One Group Pretest And Posttest Design ... 44

23. Variabel Penelitian ... 46

24. Perbandingan skor pretest dan posttest perilaku disiplin ... 76

25. Grafik perubahan perilaku D.A.P... 81

26. Grafik perubahan perilaku M.Z.H ... 86

27. Grafik perubahan perilaku N.M ... 87

28. Grafik perubahan perilaku M.S.W ... 90

29. Grafik perubahan perilaku A.S ... 95

30. Grafik perubahan perilaku S.F.R ... 98

31. Grafik perubahan perilaku G.R.A ... 101

(17)

xvi 1. Surat Izin Penelitian Dari Fakultas Tarbiyah

2. Surat Keterangan Validasi Teknik Pengumpulan Data 3. Angket Kedisiplinan Peserta didik

4. Hasil Pretest Dan Posttest

5. Hasil Perhitungan Dengan Uji t pairet sampel t-test Melalui SPSS 6. Hasil Uji Normalitas Melalui SPSS

7. Reliability Statistics 8. RPL

9. SuratKeteranganMelakukanPenelitian Di MTs Al-Hikmah Bandar Lampung 10. Daftar Hadir Peserta Didik

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(19)

Surat An-Nisa Ayat 59



























































Artintya: hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rosulnya dan ulil amrin di antara kamu, kemudian kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al’Qur’an) dan Rosul (Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya1

Disiplin sangat penting khususnya bagi perkembangan peserta didik dan diperlukan supaya peserta didik dapat belajar dan berperilaku dengan cara yang dapat diterima lingkungan dimana peserta didik berada. Kedisiplinan merupakan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, terutama di lingkungan sekolah Dengan berdisiplin, rasa malas, tidak teratur dan menentang akan dapat diatasi, sehingga peserta didik menyadari bahwa dengan disiplin akan mempermudah kelancaran proses pendidikan, dan suasana belajar yang kondusif, serta mereka akan menunjukkan perilaku disiplin yang tinggi dalam dirinya. Elizabeth Hurlock juga mengemukakan bahwa anak membutuhkan disiplin, bila anak ingin bahagia dan menjadi orang yang baik penyesuaiannya, karena melalui disiplin anak dapat belajar berperilaku dengan cara

1

(20)

yang diterima masyarakat dan sebagai hasilnya diterima oleh anggota kelompok sosial.2

Menurut Foerster disiplin sekolah adalah ukuran bagi tindakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang diperlukan, sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak terganggu3. Oleh karena itu kedisiplinan sangatlah penting dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan moral peserta didik di sekolah

Menurut Arikunto dalam penelitianya mengenai kedisiplinan membagi tiga macam indikator kedisiplinan yaitu: 1) perilaku kedisiplinan di dalam kelas, 2) perilaku kedisiplinan di luar kelas di lingkungan sekolah, dan 3) perilaku kedisiplinan di dalam rumah4. Dan menurut Wayson “anak yang berdisiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Pribadi yang memiliki dasar-dasar dan mampu mengembangkan disiplin diri, bearti memiliki keteraturan diri berdasarkan acuan nilai moral. Sehubungan dengan itu disiplin diri dibangun dari asimilasi dan penggabungan nilai-nilai moral untuk di iternalisasi oleh objek peserta didik sebagai dasar-dasar untuk mengarahkan perilakunya5.

2

Hurlock, Perkembangan Anak Jilit I Edisi ke VI, Edisi Revisi, (Jakarta: Erlangga, 1978), h.166

3

Foerster, dalam Koesuma, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: Grasino, 2010),h.243.

4

Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,(Jakarta: Edisi Revisi,Bumi Aksara, 2009),h. 137.

5

(21)

Bentuk ketidak disiplinan umumnya adalah perilaku yang melanggar peraturan atau tata tertib yang telah dibuat menurut Zainal Aqip menemukan bentuk-bentuk masalah ketidak disiplinan di sekolah antara lain: makan di kelas, membuat suara gaduh, kurang tepat waktu, menggangu peserta didik lain, agresif, mengejek teman lain, tidak memperhatikan6. Dan Hurlock menambahkan pelanggaran yang umum dilakukan anak-anak di sekolah adalah seperti: menipu, berbohong, mengucapkan kata-kata kasar, merusak milik sekolah, membolos, menggangu teman lain dengan mengejek, membuat gaduh di kelas dan berkelahi dengan teman sekelas7. Dan dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku tidak disiplin peserta didik di sekolah dapat dilihat dari bentuk pelanggaran disiplin seperti membolos, mengangu teman lain dengan mengejek, membuat gaduh di kelas saat jam pelajaran belangsung dan tidak mengerjakan PR yang diberikan oleh guru,

Dari hasil dokumentasi terhadap peserta didik dan wawancara terhadap guru bimbingan koseling yang telah dilakukan peneliti pada pra penelitian di sekolah MTS Al-hikmah Bandar lampung kelas VII pada tanggal 15 febuari 2017 dan diperoleh data sebagai berikut:

6

Aqip,Z, Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa (Bandung: Yrama Widia, 2006), h.117

7

(22)

Tabel 1

Peserta Didik Yang Melakukan Pelanggaran Disiplin Di Sekolah Kelas VII MTS AL-Hikmah Bandar Lampung T.A 2017/2018

No Jenis pelanggaran Jumlah peserta didik yang melakukan

pelanggaran

%

1 Sering tidak hadir di sekolah tanpa ada keterangan ( membolos)

16 34,78%

2 Membuat gaduh atau keributan di kelas saat jampelajaran

berlangsung

14 30,43%

3 Berkelahi di kelas maupun di lingkungan sekolah

6 13,04%

4 Tidak mengumpulkan atau tidak mengerjakan PR

10 21,73%

Total 46 100%

Sumber: Dokumentasi kepada guru bimbingan konseling di sekolah MTs AL-Hikmah Bandar Lampung

Dari data di atas yang peneliti dapatkan dari hasil dokumentasi kepada guru bimbingan konseling di MTs Al-Hikmah terdapat perilaku peserta didik yang seringkali melakukan pelanggaran disiplin sekolah seperti membolos, membuat gaduh di dalam kelas saat pelajaran berlangsung, sering kali tidak mengerjakan PR dan berkelahi di lingkungan sekolah, terlambat masuk sekolah dan apa bila hal ini terus berlangsung maka akan berdampak pada aktifitas belajar tidak kondusif atau tidak berjalan dengan lancar, tidak naik kelas, dan bisa menimbulakan siswa putus sekolah. Dalam hal ini guru bimbingan konseling sangatlah berparan penting dalam membantu peserta didik dalam mengatasi permasalah perilaku-perilaku negative yang dapat menghambat proses belajar peserta didik

(23)

dalam menyelesaikan proses perkembangannya, Guru bimbingan konseling sangat berperan penting dalam menyelesaikan tugas perkembangan. Dalam hal ini guru Bimbingan konseling sudah pernah melakukan layanan klasikal tentang dampak perilaku-perilaku melanggar disiplin sekolah di kelas dan meberikan penguatan negative (hukuman) pada peserta didik yang melakukan pelangaran disiplin di sekolah akan tetapi belum terlihat adanya perubahan perilaku dari peserta didik, oleh sebab itu dibutuhkan satu layanan yang intensif yaitu peneliti akan menggunakan konseling kelompok dengan menggunakan teknik positive reinforcement.

Konseling kelompok merupakan bantuan yang di berikan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat penyembuhan dan pencegahan serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhanya8. Di dalam bukunya Dewa Ketut Sukardi menjelaskan bahwa layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan di dalamnya melalui dinamika kelompok 9

Menurut Madson dan Wayson “kepemilikan disiplin memerlukan proses

belajar” hal tersebut sejalan dengan pendapat Crow pada awal proses belajar perlu adanya upaya bimbingan yang dapat dilakukan dengan cara 1) melatih, 2)

8

Achmad Juntika Nurihsan Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar belakang, (Bandung: Rafika Adiantama, 2007), h. 24.

9

(24)

membiyasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai berdasarkan acuan moral.10 Dan ditambahkan oleh Aqip bahwa disiplin di sekolah sering diidentifikasikan dengan prosedur yang terfokus pada konsekuensi pemberian hukuman, akan tetapi banyak kerugian yang dapat di timbulkan dalam proses pemberian hukuman, Menurut Martin dan Theo, kerugian dalam penggunaan atau memberi hukuman adalah hukuman yang dapat ditafsirkan salah, hukuman yang dapat menyebabkan peserata didik menarik diri dari lingkungan, hukuman yang dapat menyebabkan peserta didik bersikap atau bertingkah laku agresif, hukuman yang dapat menimbulkan reaksi negative dari teman-temanya dan hukuman yang dapat menimbulakan sifat–sifat negative pada diri sendiri atau terhadap suasana di luar diriya,11 Dan tokoh yang menentang adanya pemberian hukuman atau penguatan

negative adalah Skinner karena menurut beliau penguatan positive jauh lebih efektif dalam mengendalikan tingkah laku karena hasil-hasilnya lebih dapat diramalkan serta kemungkinan timbulya tingkah laku yang tidak diingikan akan lebih kecil. Skinner berpendapat bahwa hukuman adalah suatu hal yang buruk meskipun dapat menekan tingkah laku yang diinginkan ,namun tidak melemahkan kecenderungan untuk merespon bahkan kalaupun untuk sementara menekan perilaku tertentu.12

Dalam penyelesaikan masalah pelanggaran dispilin sekolah yang dilakukan peserta didik maka pengunaan Positive Reinforcement merupakan metode yang

10

Madson dan Wayson dalam Moh. Shochip, Op.Cit. h. 21

11

Martin, Theo. Bimbingan & konseling di sekolah, ( semarang: kanisius, 2010), h.67.

12

(25)

tepat. Metode ini bertujuan ingin mengubah tingkah laku seseorang, dengan memberikan penguatan positive diharapkan tingkah laku yang baik frekuensinya akan berulang atau bertambah. Sedangkan respon negative bertujuan agar tingkah laku yang kurang baik frekuensinya berkurang atau hilang. Positive Reinforcement adalah sebagai setiap konsekuensi dari tingkah laku yang mempunyai dampak memperkuat atau mengokohkan tingkah laku. Dengan kata lain, mengubah tingkah laku peserta didik (behavior modification) dapat dilakukan dengan pemberian penguatan. Dari berbagai teknik penerapan prinsip proses belajar, teknik meningkatkan dan memelihara perilaku yang lebih maju dari pada pengurangan atau penghilangan perilaku. Dan teknik terbaik bagi peningkatan dan pemeliharaan perilaku ialah penerapan prosedur pengukuhan Positive Reinforcement. Perilaku peserta didik yang mematuhi tata tertib sekolah haruslah diberikan penguata positive seperti, pujian, senyuman, ucapan selamat, acungan jempol dan penguatan psikologis misalnya hadiah yang berupa barang hal ini dapat mengurangi perilaku negative dan dapat meningkatkan periku positive pada peserta didik

(26)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka teridentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Ada 34,78% peserta didik yang teridentifikasi melakukan perilaku sering tidak hadir ke sekolah (membolos,)

2. Ada 30,43% peserta didik yang sering kali membuat gaduh di kelas dan menggangu teman di kelas saat jam pelajaran berlangsung

3. Ada 13’4% peserta didik yang berkelahi di dalam lingkungan sekolah, 4. Ada 21,73% peserta didik yang teridentifikasi tidak mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari agar masalah tidak terlalu meluas dan menyimpang, maka peneliti hanya membahas: Pengaruh Konseling Kelompok Dengan Teknik Positive Reinforcement Untuk Meningkatkan Disiplin Peserta Didik Kelas VII MTs AL-Hikmah Bandar Lampung Tahun Ajaran 2017/2018

D. Rumusan Masalah

(27)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh konseling kelompok dengan teknik. Positive Reinforcement dapat meningkatkan kedisiplinan pesrta didik pada kelas VII MTs Al-Hikmah Bandar Lampung Tahun ajaran 2017/2018

F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1) Teoritis

Diharapkan penggunaan layanan konseling kelompok dengan teknik

positive reinforcement mampu memberikan sumbangan ilmu dalam bidang pendidikan khususnya bimbingan dan konseling yaitu membantu peserta didik dalam meningkatkan kedisiplinan sekolah

2) Praktis

a. Bagi peserta didik

Meningkatnya kedisiplinan peserta didik disekolah serta untuk menambah pengetahuan tentang dampak dari melanggar disiplin sekolah . Sehingga peserta didik dapat meningkatkan kedisiplinan

b. Bagi sekolah

(28)

c. Bagi guru bimbingan dan konseling

Dapat menambah pengetahuan guru pembimbing dalam melaksanakan bimbingan kelompok disekolah dalam meningkatkan kedisiplinan peserta didik , serta dapat dijadikan sebagai bahan masukan guru pembimbing dalam memberikan layanan yang tepat terhadap peserta didik sehingga bimbingan kelompok dapat digunakan dalam meningkatkan kedisiplinan peserta didik d. Bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan, memberikan pengalaman yang sangat besar berupa pengalaman yang menjadi bekal untuk menjadi calon konselor profesional dan menjadi pedoman bagi penulis dalam membimbing peserta didik nantinya.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini agar lebih jelas dan tidak menyimpang dari tujuan yang ditetapkan, diantaranya adalah:

1. Ruang lingkup objek

Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah meningkatkan kedisiplinan peserta didik menggunakan konseling kelompok dengan teknik

Positive Reinforcement di sekolah 2. Ruang lingkup subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas kelas VII MTs Al-Hikmah Bandar Lampung

(29)

Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah MTs Al-Hikmah Bandar Lampung Ruang lingkup wilayah

4. Ruang lingkup waktu

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelompok

Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan di dalamnya melalui dinamika kelompok, dinamika kelompok merupakan susunan yang hidup, berdenyut, yang bergerak,berkembang dan yang di tandai dengan adanya interaksi antara sesama anggota kelompok 1

Konseling kelompok itu sendiri merupakan upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antar konselor dan konseli, agar konseli bisa memahami diri dan lingkunganya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia efektif perilakunya.2. konseling kelompok juga merupakan bantuan kepada individu dalam situasi kbehaelompok yang bersifat pencegahan

1

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Progam Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (jakarta: Renika Cipta,2008), h. 68

2

(31)

dan penyembuhan serta diarahkan, pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhanya.3 Tohirin mengatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu upaya pemberian bantuan kepada individu yang memahami masalah-masalah pribadi melalui kegiatan kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal, dalam konseling kelompok setiap anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk dapat menggali setiap masalah-masalah pada tiap anggota kelompok

Menurut Gazda “konseling kelompok adalah hubungan antara beberapa konselor dan beberapa klien yang berfokus pada pemikiran dan tingkah laku

yang disadari” ia mengatakan bahwa konseling kelompok bertujuan untuk memberikan bantuan, dorongan dan pemahaman pada klien untuk dapat memecahkan masalahnya.4 dan Awang juga menambahkan bahwa ciri utama konseling kelompok adalah berfokus pada pemikiran sadar, tingkah laku dan menerapkan interaksi yang terbuka. Ia menambahkan bahwa konseli dalam konseling kelompok adalah individu yang normal dan konselor bertindak sebagai fasilitator yang mengarahkan klien. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok merupakan pemberian layanan yang dilakukan konselor kepada klien secara berkelompok yang bersifat pencegahan dam penyembuhan dan bertujuan untuk mendorong dan menambahkan pemahaman kepada klien agar klien dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

3 Ibid, h 24

4

(32)

2. Tujuan Konseling Kelompok

Tujuan konseling kelompok menurut dewa ketut sukardi yaitu:

a) Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak b) Melatih anggota kelompok agar dapat bertenggang rasa terhadap teman

sebayanya

c) Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing angota kelompok d) Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok

Selanjutnya menurut prayitno tujuan konseling kelompok adalah sebagai berikut:

a) berkembangnya perasaan, pikiran, wawasan, dan sikap terarah kepada tingkah laku peserta didik

b) Terpecahnya masalah individu yang bersangkutan dan diperoleh imbalan pemecahan permasalahan tersebut bagi individu-individu lain yang menjadi peserta layanan5

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari konseling kelompok adalah untuk dapat melatih dan mengembangkan potensi peserta didik dan melatih kedisiplinan peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam pelaksanaan layanan konseling kelompok pasti adanya pencapaian tujuan dan pencapaian tujuan itu tidak hanya berdampak pada satu peserta didik saja tetapi juga berdampak pada peserta didik lainya yang menjadi angota kelompok.

5

(33)

3. Asas-asas Konseling Kelompok

Menurut prayitno dalam konseling kelompok terdapat asas-asas yang harus di pakai yaitu:

a) Asas kerahasiaan, dalam layanan bimbingan kelompok asas ini haruslah digunakan karenan di dalam layanan bayak membahas masalah masalah pribadi anggota kelopok (masalah yang dirasakan tidaklah menyenangkan, mengganggu perasaan dan aktifitas keseharian klien atau peserta didik)

b) Asas kesukarelaan, yaitu asas yang menghendaki adanya kesukarelaan peserta didik yang mengikuti atau menjalani proses layanan dan apabila peserta didik mengikuti proses layanan dalam keadaan terpaksa maka dalam proses pemberian layanan tidak berjalan secara optimal.

c) Asas keterbukaan, yaitu asas yang menghendaki peserta didik yang menjadi sasaran layanan atau kegiyatan bisa bersifat terbuka dan tidak berpura-pura dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri, permasalahanya maupun dalam menerima informasi dari luar yang berguna bigi dinya.

(34)

4. Komponen Layanan Konseling Kelompok

Prayitno menjelaskan bahwa dalam konseling kelompok terdapat tiga komponen yang berperan yaitu pemimpin kelompok, peserta atau anggota kelompok dan dinamika kelompok

a) Pemimpin kelompok, pemimpin kelompok adalah komponen yang penting dalam konseling kelompok. Dalam hal ini pemimpin bukan saja mengarahkan perilaku anggota sesuai dengan kebutuhan melainkan juga harus tanggap terhadap segala perubahan yang berkembang dalam kelompok tersebut

b) Anggota kelompok, merupakan salah satu unsur pokok dalam suatu kelompok, karena tanpa adanya anggota kelompok itu tidak dapat di katakan suatu kelompok

c) Dinamika kelompok, dalam kegiatan konseling kelompok dinamika konseling kelompok haruslah ditumbuhkembangkan karena dinamika kelompok adalah interaksi interpersonal yang ditandai dengan semangat kerjasama antar anggota kelompok, saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan untuk mencapai tujuan kelompok.

5. Tahap Dalam Konseling Kelompok

(35)

a) Tahap pembentukan kelompok

Tahap pembentukan merupakan tahap awal dalam konseling kelompok dan juga disebut tahap pengenalan, karena di dalam tahap ini di lakukan pengenalan antara sesamama anggota kelompok dan pemimpin kelompok, tahap ini sangat penting sebagai dasar pembentukan dinamika kelompok, di dalam tahap ini pemimpin kelompok harus menjelaskan tentang pengertian layanan konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, tata cara dalam melaksanakan layanan konseling kelompok, dan asas-asas konseling kelompok

b) Tahap peralihan

Pada tahap ini pemimpin kelompok perlu kembali mengalihkan perhatian anggota kelompok tentang kegiatan yang akan di lakukan selanjutnya, di dalam tahap ini pemimpin kelompok menawarkan jenis kelompok dan mengamati apakah anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya, membahas suasana yang terjadi di dalam kelompok dan meningkatkan rasa keikutsertaan anggota kelompok.

c) Tahap kegiatan

(36)

d) Tahap pengakhiran

Dalam tahap ini pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera berahir, dan meminta para anggota kelompok untuk mengemukakan perasaan tentang kegiatan yang telah dijalani, serta membahas kegiatan selanjutnya. Dalam tahap ini pemimpin kelompok tetap mengusahakan suasana hangat, bebas dan terbuka memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan para anggota kelompok, memberikan semangat untuk kegiyatan selanjutnya dan mengucapakan teriimakasih dengan rasa penuh persahabatan.6

B. Teknik Positive Reinforcement

1. Pengertian Positive Reinforcement

Positive reinforcement adalah prosedur untuk memperkuat perilaku dimana respon diikuti oleh penyajian atau peningkatan intensitas stimulus yang memperkuat perilaku dan sebagai hasilnya respon ini semakin kuat dan semakin mungkin terjadi. positive reinforcement merupakan salah satu metode dalam

operant conditioning yang merupakan teknik pendekatan behavior. Corey mengungkapakan behavior adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan eksperiment yang dikendalikan dengan cermat akan menyikap hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku7

6Ibid,

h 18

7

(37)

Teori behavior lebih di kenal dengan nama teori belajar karena seluruh perilaku manusia adalah hasil dari belajar. Belajar merupakan perubahan tingkah laku hasil interaksi antara stimulus dan respon yaitu proses manusia memberikan respon tertentu berdasarkan stimulus yang dating dari luar8

Krumboltz dan Thoresen mengartikan konseling behavior sebagai suatu proses membantu seseorang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan membuat keputusan tertentu. Pada konseling behavior terdapat beberapa teknik yang dapat di gunakan dalam proses konseling. Dan ditambahkan oleh Baraja bahwa pendekatan behavior lebih bersifat suatu pelatihan terhadap perilaku konseli. Maka pendekatan ini menekankan pada teknik dan prosedur untuk memfasilitasi perubahan perilaku pada konseling. Sehingga pendekatan

behavior ini lebih mementingakan teknik mengubah perilaku (behavior modification)9

Teori belajar behavior sangat menekankan pada hasil belajar (outcome),

yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat dan tidak begitu memperhatikan apa yang terjadi di dalam otak manusia karena hal tersebut tidak dapat dilihat. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apa bila ia mampu menunjukan perubahan tingkah laku

8

Udin S. Winatapura, Teori belajar dan pembelajaran,(tangerang Selatan:Universitas Terbuka, 2012), h.24

9

(38)

Menurut para pakar psikologi behavior bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (reword) atau pengutan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavior dan stimulus

Menurut aliran teori-teori behavior manusia belajar dari berbagi cara antara lain belajar signal menurut Pavlov belajar melalui penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Penguatan dapat ditambahkan dan dikurangi untuk memperoleh respon yang semangkin kuat ataupun semakin lemah. Dalam konsep tersebut di pegang paradikma stimulus –respon (S - R), pada konsep ini menjelaskan dengan cara proses belajar. Dalam rangka pendekatan teori behaviorisme dalam konseling rangkaian S dikonsepsikan sebagai rangkaian antecendent-behavior-consequence,

yang disebut dengan model A-B-C.

Komalasari menyatakan bahwa A-B-C dari analisis fungsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. A (antecendent) ialah segala hal yang mencetuskan perilaku yang di pemasalahkan

b. B (behavior) ialah segala hal yang mengenai perilaku yang dipermasalahkan: frekuensi, intensitas, dan lamanya

(39)

menjadi masalah. Misalnya: mendapat pujian atau perhatian, perasaan lebih tenang, bebas dari tugas, dan sebagainya. 10

Antecendent adalah kejadian-kejadian yang mendahului behavior dan dapat berupa pemberitahuan atau ajakan sebelum seseorang diminta melakukan sesuatu. Consequence dalah efek-efek yang mengikuti atau berlangsung sesudah

behavior. Perilaku (behavior) sama dengan yang disebut perilaku (respon), kejadian atau pengalaman yang berlangsung sebelum perilaku muncul

(antecendent) sama dengan stimulus.

Menurut Willis tujuan konseling behavior adalah membantu konseli membuang respon yang lama yang merusak diri dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat, membuang perilaku yang maladaptif dan meperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan11. Jadi pendekatan ini berusaha membuang respon-respon lama yang merusak diri dan mempelajari respon baru yang lebih baik

Dalam pendekatan behavior terdapat teknik operant conditioning, Corey menyebutkan teknik operant conditioning adalah teknik yang dipelopori oleh Frederic Skinner, operant conditioning melihat organisme sebagai responden yang aktif contohnya tingkah laku operan adalah membaca, menulis dan makan menggunakan alat 12. Hal ini sejalan dengan apa yang dungkapakan oleh skinner,

10

Gantina Komalasi, eka Wahyuni, Karsih, Teori Dan Teknik Konseling (Jakarta; Indeks, 2011), h, 164

11

Willis, S. Konseling Individu Teori dan Praktis.( Bandung, Alfabeta, 2004), h.70.

12

(40)

tingkahlaku operan adalah tingkah laku yang memancarkan dan menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku yang beroprasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.13

Komalasari mengatakan prinsip-prinsip operant conditioning yaitu

reinforcement diasosiasikan dengan respon karena respon tersebut beroprasi memberikan reinforcement, respon tersebut disebut tingkah laku operan (operant behavior). Operant conditioning menggambarkan bila tingkah laku tersebut berpeluang untuk sering terjadi. Skinner memandang hadiah (reword) atau penguatan (reinforcement) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Kita cenderung belajar atau respon jika segera diikuti oleh penguatan

(reinforcement). Skinner lebih lebih memilih istilah reinforcement dari pada

reword, karena reword diinterprestasikan sebagai tingkah laku subjektif yang dihubungkan dengan kesenangan. Sedangkan reinforcement adalah istilah yang lebih netral.14

Penguatan (reinforcement) merupakan tindakan atau respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong timbulnya peningkatan kualitas tingkah laku. Positive reinforcement dalam dunia pendidikan diartikan sebagai penghargaan kepada peserta didik yang diharapkan bisa meningkatkan sikap dan perkembangan yang positif. Dalam proses belajar mengajar. Penghargaan atau pujian terhadap perbuatan yang baik dari peserta didik merupakan hal yang

13

Corey, Op. Cit, h, 218.

14

(41)

sangat di perlukan sehingga peserta didik terus berusaha untuk berbuat yang lebih baik contohnya pemberian sikap seperti tersenyum dan mengucapkan pujian atau kata-kata yang bagus terhadap peserta didik yang mematuhi tatatertib sekolah hal ini akan berpengaruh besar terhadap sikap dan tingkah laku peserta didik. Peserta didik akan merasa puas dan merasa diterima atas hasil yang telah dicapai sehingga peserta didik yang lain diharapkan akan berbuat hal yang sama.

Menurut Walker dan Shea positive reinforcement adalah pemberian penguatan yang menyenangkan setelah tingkah laku yang diinginkan ditampilkan yang bertujuan agar tingkah laku yang diinginkan cenderung akan diulang., meningkat dan menetap dimasa datang. Positive reinforcement yaitu peristiwa atau sesuatu yang membuat tingkah laku yang dikehendaki berpeluang diulang kerena bersifat disenangi15, Dari berbagai pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa reinforcement adalah suatu metode penguatan yang digunakan seseorang untuk meningkatkan perilaku positif peserta didik dengan hal-hal yang menyenangkan dan yang dapat diterima oleh peserta didik. positive Reinforcement diberikan setelah perilaku yang diharapkan muncul, sehingga perilaku yang diharapkan akan muncul, meningkat dan terus berulang.

2. Hubungan penguatan (reinforcement) dengan tingkah laku

Dalam penerapan penguatan terdapat beberapa hubungan dengan tingkah laku antara lain:

a. Reinforcement diikuti oleh tingkah laku (Grandma’s law);

15

(42)

b. Tingkah laku yang diharapkan harus diberi reinforcement segera setelah ditampilkan;

c. Reinforcement harus sesuai dan bermakna bagi individu atau kelompok yang diberi reinforcement ; dan

d. Pujian atau hadiah yang kecil tapi banyak lebih efektif dari yang besar tapi sedikit.16

3. Jenis-Jenis Positive Reinforcement

Reinforcement terbagi menjadi dua yaitu positive dan negative, positive reinforcement indentik dengan pemberian hadiah (reword) sedangkan

reinforcement negative itu identic dengan pemberian hukuman (punishment). Dalam operant conditioning terdapat beberapa jenis penguatan yang digunakan dalam memodifikasi perilaku. Komalasari mengemukakan ada tiga jenis

reinforcement yang dapat digunakan untuk modifikasi perilaku yaitu:

a. Primary reinforcer atau uncodition reinforcer, yaitu reinforcement yang langsung dapat dinikmati. Misalnya makanan dan minuman;

b. Secondary reinforcer atau conditioned reinforcer. Pada umumnya tingkah laku manusia berhubungan dengan ini, misalnya uang, senyuman, pujian, mendali, pin, hadiah, dan kehormatan ; dan

c. Contingency reinforcement, yaitu tingkah laku tidak menyenangkan dipakai sebagai syarat agar anak melakukan tingkah laku menyenangkan,

16

(43)

misalnya kerjakan PR dulu baru nonton TV. Reinforcement ini sangat efektif dalam modifikasi tingkah laku.17

4. Komponen Pemberian Positive Reinforcement

Positive reinforcement merupakan komponen penting dalam operant conditioning, reinforcement itu sendiri dapat berupa banyak hal, seperti yang dikatakan oleh Latif dalam pemberian positive reinforcement haruslah diperlukan komponen yang tepat. Komponen yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Pengukuhan verbal

Pengukuhan yangberbentuk verbal contohnya: ucapan terima kasih, pujian, atau kalimat penghargaan.

b. Pengukuhan dalam bentuk makanan

Makanan dapat digunakan sebagai pengukuh, makanan pada umumnya mengukuhkan dan memelihara perilaku yang diikutinya apabila seseorang dalam keadaan lapar.

c. Pengukuhan dalam bentuk benda-benda konkret

Pengukuhan dalam bentuk benda-benda konkret dapat berupa mainan, buku, stiker, dan baju.

d. Pengukuhan dalam bentuk benda yang dapat ditukar

Cara lain ialah dengan menggunakan benda-benda isyarat yang dapat disimpulkan dan kemudian dapat ditukarkan dengan benda yang diinginkan, isyarat ini dapat berbentuk benda konkrit seperti material, kepingan plastik, tanda bintang, cap, dan tanda tangan.

17

(44)

e. Pengukuhan aktifitas/kegiatan

Acara-acara yang mnyenangkan dapat dipakai sebagai pengukuhan positive. Bila suatu acara diatur atau dijanjikan sesudah melakukan perilaku tertentu menimbulkan perilaku ini berulang, maka acara tersebut merupakan reinforcement positive, seperti bermain, olah raga, rekreasi akhir pekan. f. Pengukuhan dalam bentuk tindakan sosial

Yang dimaksud dalam tindakan sosial ini adalah aktifitas yang dihadirkan orang lain dalam konteks atau bentuk sosial. Dalam tindakanya bisa berbentuk verbal maupun non verbal. Contohnya memberikan perhatian dan pujian.

5. Penerapan Positive Reinforcement yang Efektif

Untuk menerapkan positive reinforcement yang efektif, konselor perlu mempertimbangkan beberapa syarat, di antaranya adalah:

a. Memberikan penguatan segera

b. Penguatan akan memiliki efek yang lebih bermakna bila diberikan segera tingkah laku yang diinginkan dilakukan oleh konseli. Alasan pemberian penguatan dengan segera adalah untuk menghidari terdaat tingkah laku lain yang menyela tingkah laku yang diharapkan. Dengan demikian, tujuan pemberian penguatan terfokus pada tingkah laku yang diharapkan. c. Memilih penguatan yang tepat

(45)

f. Memilih kualitas dan kebaruan penguatan g. Memberikan sampel penguatan

h. Menangani persaingan asosiasi i. Mengatur jadwal penguatan

j. Mempertimbangkan efek penguatan terhadap kelompok k. Menangani efek kontrol kontrak.18

6. Langkah-langkah Pemberian Penguatan

Menurut komalasri langkah-langkah dalam menerapkan positive reinforcemen adalah sebagai betikut:

a. Mengumpulkan informasi tentang permasalahan melalui analisis ABC 1) Antecedent (pencetus perilaku)

2) Behavior (perilaku yang dipermasalahkan; frekuensi, intensitas, dan durasi)

3) Consequence (akibat yang diperoleh dari perilaku tersebut) b. Memilih perilaku target yang ingin ditingkatkan

c. Menetapkan data awal (baseline) perilaku awal d. Menentukan penguatan yang bermakna

e. Menetapkan jadwal pemberian penguatan f. Penerapan positive reinforcemen.19

18Ibid

. h. 163.

19

(46)

7. Jadwal pemberian penguatan

Dalam pemberian penguatan, terdapat beberapa bentuk jadwal pemberian penguatan yang dibuituhkan sesuai dengan karakteristik konseli.

a. Penguat berkelanjutan, yaitu diberikan setiap kali tingkah laku muncul. Bila penguat dihentikan maka tingkah laku akan cepat hilang.

b. Penguat berselang seling, yaitu diberikan berselang seling yaitu:

1) Interval tetap: penguat diberi berselang teratur, misalnya setiap 5 menit.

2. Interval berubah: penguat diberikan dalam waktu tidak tentu, misalnya berselang 3, 4, 5, 6, dan 7 menit. Penghapusan lebih lambat dibanding interval tetap.

3. Perbandingan tetap: penguat sesudah respons yang dikehendaki muncul kesekian kalinya.

4. Perbandingan berubah: penguat diberi secara acak. Penghapusan pada rasio variabel paling lambat terjadi. 20

Dari penerapan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam operant conditioning terdapat jadwal pemberian reinforcement antara lain, pengukuhan berkelanjutan dan penguatan berselang-seling yang dibagi lagi menjadi empat macam pengutan berselang seling dengan interval tetap, pengutan berselang-seling dengan penguatan berubah, pengutan berselang-berselang-seling dengan perbandingan tetap, dan pengutan berselang-seling dengan perbandingan

20

(47)

berubah. Penjadwalan dalam memberikan penguatan tersebut dapat mempengaruhi efektifitas pemberian positive reinforcemen terhadap peserta didik.

C. Disiplin Sekolah 1. Pengertian Disiplin

Disiplin sangat penting bagi peserta didik oleh karena itu kedisiplinan harus ditanamkan secara terus menerus maka disiplin itu akan menjadi kebiyasaan bagi peserta didik. Bagi dunia pendidikan kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar maka dari itu perlu ditanamkan pada diri anak sejak dini melalui kedisiplinan sekolah tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual melainkan juga memberikan pembelajaran moral peserta didik dalam kehidupan. Menurut Gunawan disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku pesrta didik agar tidak menyimpang dan dapat mendorong peserta didik untuk berperilaku sesuai norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Dalam menanamkan kedisiplinan pada peserta didik, guru sebagai pendidik harus bertanggung jawab untuk mengarahkan apa yang baik, menjadi tauladan, sabar dan penuh.

Tu’u menjelaskan bahwa membudayakan disiplin dalam kehidupan

(48)

moralitas. Unsur fundamental tersebut akan berpengaruh pada kemajuan pembangunan, martabat dan mengantarkan pada kesejahteraan bangsa.

Menurut Tu’u alasan yang menjadi dasar pentingnya disiplin dalam

kegiatan di sekolah adalah sebagai berikut :

1. disiplin yang muncul karena kesadaran diri, maka siswa akan berhasil dalam belajarnya, sebaliknya siswa yang seringkali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat oleh optimalisasi potensi dan prestasinya.

2. tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran.

3. disiplin merupakan cara bagi siswa untuk sukses dalam belajar21.

Menurut Koesoma bahwa secara etimologis kata disiplin berasal dari kata latin discipulus ( peserta didik ). Dan istilah disiplin itu mengacu pada proses pembelajaran peserta didik. Disiplin senantiasa dikaitkan dengan konteks relasi antara peserta didik, guru dan lingkungan yang menyertainya seperti tatatertib, tujuan pembelajaran dan pengembangan kemampuan peserta didik melalui bimbingan. Namun disiplin juga dapat dilihat dari hasil-hasil dari sebuah proses pembelajaran dari peserta didik.

Menurut Atmosurdirjo “disiplin adalah bentuk ketaatan dan pengendalian

diri dan erat hubunganya dengan rasionalisme, sadar dan emosional“22

pendapat

21

(49)

ini mengilustrasikan bahwa disiplin sebagai suatu bentuk kepatuhan terhadap peraturan melalui pengendalian diri yang dilakukan melalui pertimbangan yang rasional. selain membuat peserta didik memiliki kecakapan mengenai cara belajar yang baik dan juga merupakan proses dalam pembentukan watak yang baik dalam diri peserta didik. Seorang peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah tidaklah lepas dari bebagai bentuk peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah, dan setiap peserta didik dituntut untuk dapat berlaku sesuai aturan dan tata tertib yang belaku di sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku peserta didik agar tidak dapat menyimpang dan dapat mendorong peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan norma, tata tertib, dan peraturan yang berlaku di sekolah.

2. Tujuan Disiplin

Penanaman dan penerapan sikap disiplin dalam pendidikan tidak di munculkan sebagai suatu tindakan pengekangan atau pembatasan kebabasan peserta didik dalam melakukan berbagai tindakan, akan tetapi hal itu tidak lebih sebagai suatu tindakan pengarahan terhadap peserta didik kepada sikap tanggung jawab dan mempunyai cara hidup yang lebih teratur sehingga peserta didik tidak merasakan atau beranggapan bahwa disiplin itu adalah sebuah beban.

Menurut Conny R. Setiawan terkait sekolah yang pentingnya memberlakukan peraturan yang struktur yang dilandasi oleh kualitas emosional yang baik. Karna apabila sekolah yang memberlakukan peraturan yang terlalu

22

(50)

ketat tanpa melakukan kualitas emosional yang dituntut oleh hubungan interpersonal antara guru dengan murid atau antara sesama murid itu akan menimbulkan rasa tak aman, ketakutan serta keterpaksaan dalam perkembangan anak. Dan apabila sebaliknya sekolah yang dapat memperlakukan peraturan secara rapi yang dilandasi oleh kualitas emosional yang baik dalam hubungan guru dan murid akan menghasilkan ketaatan terhadap peraturan secara langsung tanpa adanya keterpaksaan.

Jadi tujuan diciptakanya kedisiplinan siswa bukanlah untuk memberikan rasa takut atau pengekangan pada peserta didik akan tetapi untuk memdidik para peserta didik agar sanggup mengatur dan mengendalikan dirinya dalam berperilaku dan dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga para peserta didik dapat mengerti kelemahan dan kekurangan yang ada pada diriny sendiri. Adapun tujuan dari disiplin menurut Charles adalah sebagai berikut:23

a. Tujuan jangka pendek yaitu supaya anak bisa terlatih dan terkontrol dengan mengajarkan bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan tidak pantas bagi mereka.

b. Tujuan jangka panjang yaitu untuk mengembangkan mengendalikan diri dan pengarahan diri sendiri ( self control and self direction) yaitu dalam hal dimana seseorang dapat mengarakan dirinya sendiri tanpa pengaruh pengendalian dari luar.

23

(51)

Pengendalian diri yang baik akan menjauhkan seseorang dari pengaruh orang lain, sehingga akan tetap teguh dengan pendirian utamanya. Sedangkan disiplin menurut Soekarto Indra Fachrudin juga terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Membantu seseorang untuk menjadi matang pribadinya dan mengembangkan pribadinya dari sifat-sifat ketergantungan menuju kemandirian, sehingga ia mampu berdiri sendiri diatas tanggung jawabnya sendiri.

b. Membantu seseorang untuk mampu mengatasi, mencegah timbulnya masalah-masalah disiplin dan berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan bagi kegiatan belajar mengajar, dimana mereka menaati segala peraturan yang telah di tetapkan dalam sebuah organisasi maupun yang lainnya.

Hal ini harus didasari dengan sikap disiplin yang kuat dalam setiap individu seseorang. Sikap disiplin yang kuat membuat seseorang tersebut sadar dan takut apabila mau melanggar peraturan, sehingga dia akan berfikir panjang tentang hal negatif dan positif jika dia melanggar dan pasti tidak akan melanggar.

3. Manfaat Disiplin

(52)

berperilaku yang baik dan tertib yang akan sangat berguna dalam mendukung perkembangan dan aspek-aspek lainya dan untuk kehidupanya kelak24. Adapun manfaat dari disiplin antara lain

a. Anak akan merasa aman karena ia tahu mana yang boleh dan tidak boleh di lakukan

b. Membantu anak menghidari pesrasaan bersalah dan malu akibat perbuatan salah

c. Memungkinkan anak untuk hidup menurut standar yang disetujui oleh kelompak social

d. Merasa disayang dan diterima karena dalam proses disiplin anak dapat mendapat pujian bila melakukan hal baik

e. Membantu anak dalam mengembangkan hati nuraninya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulakan bahwa disiplin sangatlah penting dan harus ditanamkan kepada diri anak atau peserta didik sejak dini agar anak bisa terbiyasa melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma-norma yang ada dilingkungan sekolah ataupun masyarakat

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Sekolah

Dalam melaksanakan suatu kegiatan seringkali terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik itu berupa pendukung ataupuin kendala yang

24

(53)

menghambat kelancaran atau keberhasilan tujuan kegiatan tersebut. Pada dasarnya ada dua doronga yang mempengaruhi kedisiplinan yaitu:

a. Dorongan yang datang dari dalam diri manusia, yaitu dikarenakan adanya pengetahuan, kesadaran, dan keinginan pada diri peserta didik untuk berbuat disiplin

b. Dorongan yang datangnya dari luar yaitu kerena adanya perintah, larangan, pengawasan, pujian, ancaman, hukuman dan sebagainya.

Jadi kedisiplinan akan terbentuk jika faktor yang mendukung peserta didik yang ada pada diri peserta didik yaitu pengetahuan, kesadaran, dan keinginan untuk berbuat disiplin dan faktor yang berada di luar peserta didik yaitu lingkungan peserta didik dan adanya perintah dari orang tua maupun guru basa berkolaborasi atau bekerjasama dalam membentuk kedisiplinan peserta didik, pembiyasaan kedisiplina yang di mulai dari dalam diri siswa dan pembinaan disiplin guru dan wali murid yang bekerjasama mengontrol tingkah laku siswa juga adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antara kepala sekolah dan guru sangat lah penting demi kelancaran dan pembentukan kedisiplinan peserta didik.

D. Penelitian Relevan

(54)

1. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti yang bernama Amanah, Joharman, Kartika Chrysti Suryandari Pengaruh Pemberian Penguatan Positif Dan Minat BelajarTerhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IVSd Se-Kecamatan Klirong hasil,25 Hasil dari penelitian ini adalah meningkatnya minat belajar terhadap hasil belajar matematika pada peserta didik setelah diberikan penguatan positif

2. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti yang bernama Ni Nyoman Oktavia Ayu S., Prof. Dr. Ni Ketut Suarni, M.S., Dewi Arum W. M. P., S.Psi., M.A. dengan judul Efektivitas Konseling Behavior Teknik Penguatan Positif

Dan Teknik Pencontohan Untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Antar Pribadi Siswa Kelas VII SMP Laboratorium Undiksha Singaraja Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/201426, pada penelitian ini keterampilan komunikasi antar pribadi peserta didik meningkat setelah mendapatkan konseling behavior dengan teknik penguatan positif.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah ada dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik positive reinforcement dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada pada diri peserta didik maka dari itu peneliti tertarik untuk

25

Amanah, Joharman, Kartika Chrysti Suryandari Pengaruh Pemberian Penguatan Positif Dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV Sd Se-Kecamatan Klirong, Kalam Cendekia Pgsd Kebumen Vol 4, No 3 (2015): Kalam Cendekia Pgsd Kebumen

26

(55)

melakukan pengembangan penelitian terdahulu yaitu menggunakan konseling kelompok dengan teknik positive reinforcement untuk meningkatkan kedisiplinan peserta didik. Adapun perbedaan yang dimiliki antara penelitian yang relevan di atas dengan penilitian ini terletak pada fokus permasalahan yang diangkat, dimana pada penelitian relevan permasalahan yang diangkat adalah minat belajar terhadap hasil belajar matematika dan keterampilan komunikasi antar pribadi sedangkan dalam penelitian ini peneliti fokus terdadap permasalahan disiplin peserta didik.

E. Kerangka Pikir

Kedisiplinan merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari dunia pendidikan, Bagi dunia pendidikan kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar maka dari itu perlu ditanamkan pada diri anak sejak dini melalui kedisiplinan sekolah tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual melainkan juga memberikan pembelajaran moral peserta didik dalam kehidupan.

(56)

Menurut Walker dan Shea positive reinforcement adalah pemberian penguatan yang menyenangkan setelah tingkah laku yang diinginkan ditampilkan yang bertujuan agar tingkah laku yang diinginkan cenderung akan diulang., meningkat dan menetap dimasa datang. Positive reinforcement yaitu peristiwa atau sesuatu yang membuat tingkah laku yang dikehendaki berpeluang diulang kerena bersifat disenangi 27

. Landasan dari penggunaan teknik ini adalah seperti yang diungkapkan oleh skiner yang mengatakan bahwa jika suatu tingkah laku diganjar, maka probalitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut dimasa datang tinggi, dan didukung oleh pernyataan santrock yang mengatakan bahwa proses penguatan digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anak-anak, apabila anak diberi hadiah atas perilaku yang sesuai dengan peraturan maka akan diulangi perilaku tersebut28. Hal ini positive reinforcement menjelaskan bahwa meningkatnya disiplin peserta didik kemudian diberikan hadiah (reward) dengan pengutan segera memungkinkan tingkah laku yang diinginkan akan tinggi dimasa datang, maka kerangka pikir yang dapat digambarkan adalah sebagai berikut:

27

Gratina Komalasari, dkk,Op.Cit, h, 161

28

(57)

Gambar 2

Kerangka berfikir penelitian

Kurangnya Layanan Binbingan konseling dalam mengatasi peserta didik yang tidak disiplin Kurangnya Layanan Binbingan konseling dalam mengatasi peserta didik yang tidak disiplin

Disiplin peserta didik yang rendah Disiplin peserta didik yang rendah

Sering tidak hadir di sekolah tanpa ada keterangan ( membolos) Membuat gaduh atau keributan di kelas saat jampelajaran berlangsung Berkelahi di kelas maupun di lingkungan sekolah

Tidak mengumpulkan atau tidak mengerjakan PR

Sering tidak hadir di sekolah tanpa ada keterangan ( membolos) Membuat gaduh atau keributan di kelas saat jampelajaran berlangsung Berkelahi di kelas maupun di lingkungan sekolah

Tidak mengumpulkan atau tidak mengerjakan PR

Konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement

Konseling kelompok dengan teknik Positive Reinforcement

(58)

F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah rumusan masalah penelitian telah ditanyakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.29 Berdasarkan judul penelitian pada konsep di atas maka peneliti mengumukakan hipotesis dalam penelitian ini adalah: diduga penggunaan konseling kelompok dengen teknik positive reinforcement efektif dalam meningkatkan kedisiplinan peserta didik di MTs Al-Hikmah bandar lampung.

Ho :Konseling kelompok dengan teknik positive reinforcement tidak ada pengaruhnya dalam meningkatkan kedisiplinan peserta didik di MTs Al-Hikmah Bandar lampung tahun pelajaran 2017/2018

Ha :Konseling kelompok dengan teknik positive reinforcement ada pengaruhnya dalam meningkatkan kedisiplinan peserta didik di MTs Al-Hikmah Bandar lampung tahun pelajaran 2017/2018

Berikut hipotesisi statistiknya : Ho :

µ

1 =

µ

2

Ha :

µ

1 ≠

µ

2

µ

1 : Konseling kelompok dengan teknik positive reinforcement tidak ada pengaruhnya dalam meningkatkan kedisiplinan peserta didik di MTs Al-Hikmah Bandar lampung

29

(59)
(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis kuantitatif, banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian juga tetap dipakai kesimpulan penelitian menjadi lebih baik apabila disertai dengan table, grafik, bagan, gambar atau tampilan lainya.1 Metode kuantitatif dinamakan sebagai metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode disebut sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-anggka dan analisis menggunakan statistik serta digunakan dalam meneliti populasi dan sampel tertentu.2

Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen. Sebagai mana di

kemukakan oleh Sugiyono bahwa“ penelitian eksperimen adalah penelitian yang

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta, Rineka Cipta, 2010),h.27

2

(61)

digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam

kondisi yang terkendalikan“.3 Hal ini ditambahkan oleh Sukardi bahwa penelitian

eksperimen adalah adalah penelitian yang paling produktif, karena jika penelitian tersebut dilakukan dengan baik dapat menjawab hipotesis yang utamanya berkaitan dengan hubungan sebab akibat.4

B. Desain Penelitian

Jenis desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Group Pretest and Post-test Design yaitu pada rancangan penelitian ini mula-mula suatu kelompok subjek diberikan (pretest) yaitu penyebaran angket awal kemudian dilaksanakan perlakuan dalam jangka waktu tertentu kemudian dilakukan pengukuran kembali dengan menggunakan angket yang sama (posttest) untuk membandingkan keadaan sesudah dan sebelum perlakuan.

Dengan demikian pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah perlakuan. Pertama dilakukan pengukuran (pretest) dengan menggunakan skala memberikan pengetahuan tentang kedisiplinan sekolah kemudian diberi perlakuan dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan konseling kelompok. Kemudian dilakukan pengukuran kembali (posttest) dengan menggunakan skala yang sama, yaitu skala pengetahuan tentang kedisiplinan sekolah guna melihat ada atau

3Ibid

, h. 107

4

(62)

tidaknya pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap subjek yang diteliti.5 Desain penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Pengukuran Pengukuran

(Pretest) Perlakuan (Posttest)

Gambar 2

Pola One Group Pretest-Posttest Design Keterangan:

01 : Pengukuran awal tentang kedisiplinan peserta didik tarhadap disiplin sekolah kelas VII MTs AL-Hikmah Bandar Lampung sebelum diberikan perlakuan akan diberikan pretest. Pengukuran dilakukan dengan mengisi lembar observasi. Jadi pada pretest ini merupakan pengumpulan data peserta didik yang memiliki kedisiplinan rendah dan sebelum mendapatkan perlakuan. X : Merupakan layanan dengan memberikan positive reinforcement untuk jangka

waktu tertentu kepada pesrta didik yang memiliki kedisiplinan yang rendah. Pemberian layanan dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan dengan waktu 45 menit persatu pertemuan, pemberian layanan dalam 1 minggu di lakukan dengan 1 kali pertemuan. Adapun sub-sub tema dalam pertemuan dapat dilihat dalam table sebagai berikut:

5

Sugioyono, Op,Cit , h. 107.

(63)

Tabel 2 Desain penelitian

No Pertemuan Sub Tema Jumlah

Pertemuan

Waktu

1 1 PRETEST 1 kali

pertemuan

45 menit 2 2 Menjelaskan pengertian

konseling kelompok dan tata cara pelaksanaan konseling kelompok, menjelaskan manfaat

positive reinforcement

dalam meningkatkan disiplin dan melaksanakan progaram konseling kelompok dengan teknik

Positive Reinforcement

1 kali pertemuan

45 menit

3 3 Mengadakan konseling kelompok dengan tema disiplin sekolah

Mengadakan diskusi dengan tema disiplin melaksanakan prosedur dalam pemberian

positive reinvorcement

1 kali pertemuan

45 menit

4 4 Mengadakan diskusi tentang disiplin sekolah

melaksanakan prosedur dalam pemberian positive reinvorcement

1 kali pertemuan

45 Enit

5 Efaluasi perkembangan

d

Gambar

Tabel 1 Peserta Didik Yang Melakukan Pelanggaran Disiplin Di Sekolah Kelas
Gambar 2 Kerangka berfikir penelitian
Gambar 2 Pola One Group Pretest-Posttest Design
Tabel 2 Desain penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji t independen pengaruh reward and punishment terhadap disiplin belajar pada peserta didik kelompok eksprimen dan kontrol pada aspek disiplin belajar di rumah. Kelompok

Dalam implementasi manajemen peserta didik di MTs Ismaria Rajabasa Bandar Lampung telah dilaksanakan, namun manajemen peserta didik mengalami permasalahan yaitu peserta

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konseling rational emotive behavior therapy teknik homework assignments dapat meningkatkan konsentrasi belajar pada peserta didik di MTsN 2

sekolah oleh guru BK SMPN 28 Bandar Lampung, karna teknik-teknik tersebut sudah terbukti dan sudah tidak asing lagi di sekolah terutama tentang Bimbingan dan Konseling

training yang bertujuan meningkatkan kepercayaan diri peserta didik. Pelaksanaan konseling kelompok teknik. assertive training dilaksakan pada tanggal 03 agustus 2017

prilaku bullying peserta didik di SMP PERINTIS 2 Bandar Lampung mengalami perubahan setelah diberikannya layanan konseling kelompok dengan menggunakan teknik CBT

pelaksanaan bimbingan dan konseling teknik Rational Emotive Behavior Therapy, materi layanan yang diberikan saat layanan berlangsung. Pada pelaksanaan layanan konseling kelompok

Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif untuk menguji penerapan sikap disiplin siswa menggunakan konseling kelompok behavioristik dalam